Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Ahmad Zaini Arif, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep

Disusun oleh kelompok 1:


1. Abdul Rohman Walid : A83202101
2. Aprilia Nur MalaSari : A832012102
3. Rohmah : A832012116
4. Sulaiha : A832012121
5. Susi Susianti : A832012122
6. Nur Diana : A832012123

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NAZHATUT THULLAB AL-MUAFA SAMPANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS). Penyusunan
makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa arahan dan bimbingan dari dosen /
fasilitator. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan
banyak terima kasih atas bimbingan dari dosen/fasilitator mata ajar Keperawatan
Medikal Bedah II Yakni Ahmad Zaini Arif, S. Kep., Ns., M. Tr. Kep.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam


penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar dapat memperbaiki kekurangan selanjutnya.

Sampang, 20 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................2

C.    TUJUAN........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4

A. Definisi..........................................................................................................................4

B. Etiologi..........................................................................................................................5

C. Patofisiologi...................................................................................................................6

D. Manifestasi..................................................................................................................6

F. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................7

G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................8

H. Kompilkasi.................................................................................................................9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………………………………………………..…..10

A. PENGKAJIAN…………………………………………………………………………………………………………..20

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ……………………………………………………………………………..…….20

C. INTERVENSI KEPERAWATAN……..……………………………………………………………………………21

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN………….…………………………………………………………………25

E. EVALUASI KEPERAWATAN……………………………………………………………………………………..29

BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………..19

A. Kesimpulan.....................................................................................................................20

B. SARAN…………………………………………………………………………………………………………………………21

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Systemic Erithematosus Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi
kronik. Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh salah
menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit multi sistem
dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita, sehingga setiap
penderita akan mengalami gejala yang berbeda dengan penderita lainnya
tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri.
Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan
lemah. Pada kasus yang berat, SLE bisa menyebabkan nefritis, masalah neurologi,
anemia, dan trobositopenia.
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan
induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan
penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan
didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-obat
yang umum digunakan pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID
( Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs),obat-obat antimalarial, kortikosteroid,
dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat obat-obat yang lain
seperti terapi hormone,immunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi, monoclonal
antibody, dan transplasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian para
ilmuwan.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa definisi SLE ?
b) Bagaimana etiologi SLE?
c) Bagaimana patofisologi dari SLE?
d) Apa manifestasi klinis dari SLE ?
e) Apa klasifikasi dari SLE?
f) Bagaimana pemeriksaan penunjang dari SLE?

1
g) Bagaimana evaluasi dari SLE?
h) Bagaimana penatalaksanaan dari SLE?
i) Bagiaman komplikasi dari SLE
j) Bagaimana Asuhan Keperawatan dari SLE

C.    TUJUAN
a) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu sebagai calon perawat yang professional diharapkan
mengerti dan memahami penyakit imunologi SLE, serta mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
b) Tujuan Khusus
Mengetahui anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis
pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan, komplikasi dan asuhan
keperawatan yang tepat.

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun
pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria
dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen
memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus
menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan
( Elizabeth 2009).
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu
penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap
organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya.
Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi,ginjal,paru-paru
seta jantung.
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput serosa
permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya.
Peradangan kronis ini mengenai prempuan muda dan anak-anak 90% penderita
penyakit SLE adalah prempuan.

B. Etiologi
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai
kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa
banyak gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan
HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi
peningkatan komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen
yang mengode reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin.
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel

4
keratonosit. Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan
peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan
memicu terjadinya SLE.
Observasi klinis menunjukan peranan hormone seks steroid sebagai
penyebab SLE. Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita
usia produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang
sedikit lebih tinggi padaa wanita pascamenoupause yang menggunakan
suplementasi estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai
penyebab SLE,namun studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa
pemberian kontrasepsi hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya
peningkatan aktivitas penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya
stabil.

C. Patofisiologi

Faktor Genetik Faktor Imunologi Faktor Hormonal Faktor Lingkungan

SLE

(Systemic Lupus Evythomatasus)

Gejala & gambaran menurut ACR

(American Collage Of Rheumatology 1997)

Sistemik Kulit Oral Laboratorium

 Arthritis  Butterfly  Xerostomin  Gangguan


 Serositis rash  Lesi Ulserasi darah
 Ganggua  Discoid  Lesi Diskoid  Gangguan
n ginjal rash  Lesi Mirip imun
 Ganggua  Fotosensi lichen  Antibody
5 plamus
n saraf tivitas antinuklir
 kandidiasis (ANA)
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali
dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar
ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon
imun didalam tubuh yaitu :
1. Sel T dan B menjadi autoreaktif
2. Pembentukan silokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :
a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun
maupun sitokin didalam tubuh
b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang
membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama
usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-
obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-
alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

6
Pathway SLE

D. Manifestasi
Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada
suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama, walapun SLE
dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala
pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat

7
menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan, khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.
1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,
namun penyebab infeksius tetap harus dipikirkan, terutama pada pasien
dengan terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal
penyakit, dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang
diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas pada
tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang
paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit.
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam,
eksaserbasi ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar matahari
yang berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti gatal atau
parastesisi setelah terpajan sinar matahari atau sumber cahaya buatan.
Lupus kutis akut dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat
dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih
sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama
(lengan depan, daerah V dileher ) tanpa pacaran sinar matahari dalam
waktu dekat.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan
sinovitis dan nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Ostenekrosis
(nekrosisavaskuler) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek
pengobatan gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput
hormonal, lempemg tibia dan talus.
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal
posisional dan terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat
menunjukkan efusi atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis
pericardium.
5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub,
dan efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian pasien,
8
namun sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa temuan obyektif.
Infeksi parenkim paru pneumonitis atau alveolitis dan dibuktikan dengan
batuk, hemoptysis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat
membahayakan hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul atau tanpa
pneumonitis akut dan memilik angka mortalitas yang sangat tinggi.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum
keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang sama
sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis
membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal.

E. Klasifikasi
Subcommitte ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat diantara
11 kriteria berikut beruntun :
1. Ruam dibagian malar wajah
2. Ruam berbentuk discoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus dimulut
5. Setositosis (pleuritis, pericarditis)
6. Gangguan ginjal
7. Gangguan neurologis ( kejang atau psikosis )
8. Arthritis
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik,leucopenia,trombositopenia)
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear

F. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
1. Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.

9
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis
oral tinggil tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-
obat antimalarial.
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius

G. Pemeriksaan Penunjang
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko
keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus
meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA),
anti-AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan
diagnosis yang dilakukan adalah biopsy.

H. Kompilkasi
1. Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein
didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan
ginjal yang menetap) pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga
penderita perlu mengalami dialysis atau pencangkokan ginjal.
2. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi
yang paling sering ditemukan adalah dispungsi mental, Kejang, pesikosa,
sindroma otak organic dan sekitar kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bisa terjadi.
10
3. Penggumplan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk
bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke
dan emboli paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk
antibody yang melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan
perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
keadaan tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri didaerah tersebut.
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena
sinar matahari.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

A. Pengkajian
Kaji seluruh identitas pasien secara menyeluruh dan head to toe, terdiri dari :

1.   Anamnesis
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra dari pasien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita
penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun
yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa)
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakityang sama atau penyakit autoimun yang lain
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis terdiri dari :
a. B1 (Breath)
b. B2 (Blood)
c. B3 (Brain)
d. B4 (Bladder)
e. B5 (Bowel)

12
B. Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidak mampuan fisik-psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis).
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada
mukosa mulut
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi

C. Perencanaan/Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


. (SDKI) ( SLKI) (SIKI)
1. Nyeri kronis berhubungan 1. Tingkat Kenyamanan Manajemen Nyeri
dengan ketidak mampuan fisik- 2. Kontrol Nyeri 1. Monitor kepuasan
psikososial kronis (metastase 3. Tingkat Nyeri pasien terhadap
kanker, injuri neurologis, Tujuan : Setelah dilakukan manajemen nyeri
arthritis). tindakan keperawatan selama 2. Tingkat istirahat dan
24 jam nyeri kronis pasien tidur yang adekuat
berkurang dengan kriteria 3. Kelola antianalgesik
hasil: 4. Jelaskan pada pasien
1. Tidak ada gangguan penyebab nyeri
tidur 5. Lakukan tehnik
2. Tidak ada gangguan nonfarmakologis
konsetrasi (relaksasi masase
3. Tidak ada gangguan punggung)
hubungan
intrerpersonal
4. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara
verbal
5. Tidak ada tegangan
otot
2 Peningkatan suhu tubuh Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering
berhubungan dengan inflasi Tujuan : Setelah dilakukan mungkin

13
tindakan selama 24 jam 2. Monitor TD, nadi dan
pasien menunjukan kriteria RR
hasil : 3. Monitor intake dan
1. Suhu tubuh dalam output
batas normal 4. Tingkatkan sirkulasi
2. Nadi dan RR dalam udara
rentang normal 5. Tingkatkan intake
3. Tidak ada perubahan cairan dan nutrisi
warna kulit dan tidak 6. Monitor hidrasi seperti
ada pusing, pasien turgor kulit,
merasa nyaman kelembaban mukosa

3. Ketidak seimbangan nutrisi 1. Kaji adanya alergi


kurang dari kebutuhan tubuh a. Status Nutrisi : makanan
berhubungan dengan ketidak Kecukupan Gizi 2. Kolaborasi dengan ahli
mampuan untuk memasukkan b. Status Nutrisi : gizi untuk menentukan
nutrisi karena gangguan pada Asupan makanan dan jumlah kalori dan nutrisi
mukosa mulut cairan yang dibutuhkan pasien
c. Kontrol BB 3. Monitor adanya
Tujuan : Setelah dilakukan penurunan BB dan gula
tindakan keperawatan Selama darah
2x24 jam nutrisi kurang 4. Monitor lingkungan
teratasi dengan indikator : selama makan
1. Albumin serum 5. Monitor mual dan
2. Prealbumin serum muntah
3. Hematokrit 6. Monitor pucat,
4. Hemoglobin kemerahan, dan
5. Total iron binding kekeringan jaringan
capacity kojungtiva
6. Jumlah limfosit 7. Monitor intake nutrisi
8. Anjurkan banyak
minum

4
Kelelahan berhubungan 1. Monitor dan catat pola
dengan kondisi fisik yang buruk dan jumlah tidur pasien
karena suatu penyakit 1. Toleransi aktivitas 2. Monitor lokasi ketidak
2. Konservasi Energi nyamanan atau nyeri
3. Status nutrisi energi selama bergerak dan
Tujuan : Setelah dilakukan aktivitas
tindakan keperawatan selama 3. Monitor pemberian dan
2x24 jam kelelahan pasien efek samping obat
teratasi dengan kriteria hasil : depresi
1. Kemampuan aktivitas 4. Instruksikan pada
adekuat pasien untuk mencatat

14
2. Mempertahankan tanda dan gejala
nutrisi adekuat kelelahan
3. Keseimbangan 5. Jelas pada pasien
aktivitas dan istirahat hubungan kelelahan
4. Menggunakan teknik dengan proses penyakit
energy konservasi 6. Catat aktivitas yang
5. Mempertahankan dapat meningkatkan
interaksi social relaksasi
6. Mengidentifikasi faktor 7. Tingkatkan
fisik dan psikologis pembatasan bedrest
yang menyebabkan dan aktivitas
kelelahan 8. Batasi stimulasi
7. Mempertahankan lingkungan untuk
kemampuan untuk memfasilitasi relaksasi
konsentrasi

5
Kerusakan integritas kulit 1. Integritas jaringan : 1. Anjurkan pasien untuk
berhubungan dengan deficit Kulit dan membran menggunakan pakaian
imunologi lendir yang longgar
2. Penyembuhan luka 2. Jaga kebersih dan
primer dan sekunder kering
Tujuan : Setelah dilakukan 3. Monitor kulit akan
tindakan keperawatan selama adanya kemerahan
2x 24 jam kerusakan 4. Oleskan lotion atau
integritaskulit berkurang minyak pada daerah
dengan kriteria hasil : yang tertekan
1. Intergritas kulit yang 5. Monitor status nutrisi
baik bisa pasien
dipertahankan (sensai, 6. Memandikan pasien
elastisitas,temperature dengan sabun dan air
, hidrasi, pigmentasi) hangat
2. Tidak ada luka/lesi 7. Kaji lingkungan dan
pada kulit peralatan yang
3. Perfusi jaringan baik menyebabkan tekanan
4. Menujukkan 8. Obsevasi luka : lokasi,
pemahaman dalam dimensi, kedalaman
proses perbaikan kulit luka, karakteristik,
dan mencegah warna cairan, granulasi,
terjadinya cedera jaringan nekrotik, tanda
berulang infeksi local, formasi
5. Mampu melindungi traktus
kulit dan 9. Lakukan teknik
mempertahankan perawatan luka dengan
kelembaban kulit steril

15
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan)yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
(Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
seperti bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi,
kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien
serta memahami tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan tehnik intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan
dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2008).

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan


cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak (Hidayat, 2004). Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu
evaluasi formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek
adalah evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang
telah dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir
adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan
yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
“SOAP”.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun
pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada pria dengan
faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen memperburuk
keadaan tersebut.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu
penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap
organ tubuhnya sendiri, yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus
dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi, ginjal, paru-paru serta
jantung.
Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor
hormonal dan faktor lingkungan. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat
berupa konstitusional, integument, musculoskeletal, paru-paru, kardivaskuler,
ginjal, gastrointestinal, hemopoetik dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan diagnostic
dari penyakit ini adalah pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laboratorium
lainnya dan pemeriksaan penunjang.
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia
prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut
terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

17
B. Saran
Sebagai seorang perawat seharunya dapat memberikan asuhan keperawatan
secara intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi pada
pasien dengan SLE serta Dari penyakit ini dapat dihindarkan dengan cara tidak
stress tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-obatan sembarangan dan tidak
mengkonsumsi junkfood secara berlebihan karena dapat terjadi radiasi pada leher
dan organism-organisme dapat menyebabkan infeksi karena ada virus

DAFTAR PUSTAKA

18
Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2015). Nursing
Interventions Classifivation fifth edition. St. Louis: Mosby
Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2016). Pediatric Primary Care : A Handbook


for Nurse Practitioner. USA : Saunders

Kasjmir, Yoga dkk. (2018). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi


Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2019). Systemic lupus


erythematosus: modern strategies for management – a moving
target. Best Practice & Research Clinical Rheumatology Vol.
21, No. 6, pp. 971–987, 2019 doi:10.1016/j.berh.2019.09.002
available online at http://www.sciencedirect.com

Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2020). Diagnosis And Management Of


Systemic Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And
Child Health 18:2. Published By Elsevier Ltd. Symposium:
Bone & Connective Tissue.

Sutarna, Agus, dkk. (2018). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong


(Wong’s Essentials of Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC

Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. (2019). Maternal-child nursing


care: optimizing outcomes for mothers, children, and Families.
United States of America : F.A. Davis Company

19
1

Anda mungkin juga menyukai