Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

SINDROM NEFROTIK

OLEH:
Shally Liyal Khairah
Hadzra Yudri Agustin
Muhammad Azqal Azqiya

DOSEN PENGAMPU: Lina SKM, M.KES

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LANGSA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam,
berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya,
dan para yang setia hingga hari pembalasan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing pada mata
kuliah. Dalam melaksanakan tugas tersebut, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi,
namun berkat dorongan berbagai pihak, maka kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu.
Penulis yakin bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk
itu, kritik yang membangun dari pembaca selalu penulis harapkan. Segala kekeliruan
dan kesalahan dalam makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Langsa, Januari 2024


Penulis
\

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PEMDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................2
A. Konsep Dasar Sindrom Nefrotik..........................................................................2
1. Pengertian........................................................................................................2
2. Patofisiologi.....................................................................................................2
3. Etiologi.............................................................................................................6
4. Gejala Klinis....................................................................................................7
5. Komplikasi.......................................................................................................7
6. Penatalaksanaan.............................................................................................9
B. Pengkajian..............................................................................................................9
C. Diagnosa Keperawatan........................................................................................10
D. Perencanaan Keperawatan.................................................................................11
E. Impelementasi.......................................................................................................15
F. Evaluasi.................................................................................................................15
G. Dokumentasi.........................................................................................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................16
A. Kesimpulan...........................................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17

ii
BAB I
PEMDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindroma Nefrotik merupakan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi
glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada
proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai masalah yang
membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat (Gocke, 2017).
Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu
Sindroma Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum
dari sindrom nefrotik pada anak. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa saja
namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu
kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
anak perempuan (Purnomo, 2016).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar sindrom nefrotik?
2. Bagaimana pengkajian dan diagnosa sindrom nefrotik ?
3. Bagaimana perencanaan dan implementasi keperawatan sindrom nefrotik ?
4. Bagaimana evaluasi dan dokumentasi keperawatan sindrom nefrotik ?
5.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Sindrom Nefrotik


1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kelainan yang ditandai dengan adannya proteinuria
berat (pengeluaran protein urine lebih dari 3gr/hari), hipoalbuminemia (albumin
kurang dari 3 gr/dL), edema perifer, hiperlipidemia, serta Oval Fat Bodies (OFB)
terdapat dalam sedimen urin (Papadakis, 2019).
Sindrom Nefrotik merupakan keluarnya protein 3,5 gram atau lebih melalui
urine per 24 jam biasanya dikeadaan normal hampir tidak ada protein yang keluar
di urine. Sindrom Nefrotik biasanya ditandai dengan kerusakan glomerolus yang
berat. Penyebab tersering sindrom nefrotik adalah nefropati diabetes (Bariid &
Indri, 2015).

2. Patofisiologi
Keadaan Sindrom Nefrotik merupakan hilangnya plasma protein, terutama
albumin ke urine. Walaupun hati dapat meningkatkan produksi albumin, namun

2
organ tersebut tidak mampu untuk selalu mempertahankannya jika albumin terus
menerus hilang di ginjal bisa menyebabkan hipoalbuminenia (Ngastiyah, 2014).
Albumin meningkat karena permeabilitas kapiler glomerulus, dan peningkatan
beban hasil filtrasi akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk kembali
menyerap protein, permeabilitas berubah sedemikian rupa agar pengangkutan
partikel yang bermuatan anion meningkat, misalnya seperti albumin di kapiler
(Nuari & Widayati, 2017).
a. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif adalah salah satu penyebab utama
terjadinya Sindrom Nefrotik, namun penyebab proteinuria belum diketahui
pasti. Namun ada teori menjelaskan yaitu hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat sepanjang endotel kapiler glomerulus serta membran basal.
Hal tersebut mengakibatkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Proteinuria (albuminuria) terjadi karena
terdapat peningkatan permeabilitas membran basalis kapiler-kapiler glomeruli,
disertai peningkatan filtrasi protein plasma.
b. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung beberapa protein, sebagian menempati ruangan ekstra
vaskular (EV). Plasma terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000. Hepar
memiliki peranan penting untuk sintesis protein, jika tubuh kehilangan
sejumlah protein. Walau sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu
terdapat hipoalbuminemia pada setiap Sindrom Nefrotik. Bila kompensasi
sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun, keadaan
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang
akan menyebabkan uremia prerenal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal
failure. Penurunaan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium serta
glomerulus tetapi keadaan hipoalbuminemia ini untuk mencegah resorpsi
natrium kedalam kapiler-kapiler pertibular.
c. Edema
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli akibat dari
hipoalbuminemia, diikuti langsung oleh difusi cairan ke jaringan intertestial,

3
disebut juga sembab. Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui
jalur berikut:
1) Jalur langsung/direk
Sembab disebabkan oleh penurunan tekanan onkotik dari kapiler
glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan
intertestial
2) Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik serta kapiler glomerulus dapat
menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi
berikut:
a) Aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone
b) Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines

4
5
3. Etiologi
Penyebab dari Sindrom Nefrotik belum diketahui secara pasti, akhir-akhir ini
Sindrom Nefrotik dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen
dan antibodi (Ngastiyah, 2014). Etiologi SN ini biasanya dibagi menjadi :
 Sindrom Nefrotik Bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal,
resisten terhadap pengobatan. Adanya gejalanya edema masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada neonatus telah dicobakan tetapi tidak berhasil.
Prediksi akan buruk dan biasanya pasien meninggal di bulan pertama
kehidupannya.
 Sindrom Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh :
1) Malaria kuartana atau parasit lainnya
2) Penyakit kolagen misalnya lupus eritematosus diseminata, purpura,
serta anafilaktoid.
3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis vena
renalis
4) Bahan kima seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif hipokomplementemik
 Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom Nefrotik ini tidak diketahui penyebabnya biasa disebut SN
primer. Berdasarkan histopatologis yang ada di biopsi ginjal dengan
pemeriksan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk, membagi
menjadi 4 golongan :
1) Kelainan minimal dengan menggunakan mikroskop biasa glomerulus
tampak normal.
2) Nefropati membranosa.
3) Glomerulonefritis proliferarif Glomerulonefritis proliferatif eksudatif
difus, ada proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Kapiler tersumbat karena adanya pembengkakan sitoplasma endotel.

6
 Glomerulosklerosis Fokal Segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
atrofi tubulus dan prognosis buruk.

4. Gejala Klinis
Gejala utama dari Sindrom Nefrotik adalah : (Nuari & Widayati, 2017)
a. Edema anasarka
b. Proteinuria >3,5 gr/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-
anak
c. Hipoalbumineria <30 g/I
d. Edema generalisasi (edema yang jelas pada kaki, namun bisa edema di
muka, asites, dan efusi pleura)
e. Anoreksia
f. Fatique
g. Nyeri abdomen
h. Berat badan meningkat
i. Hiperlipidemia, biasanya ditemukan hiperkolesterolemia
j. Hiperkoagualabilitas, yang meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri
Kejadian seperti adanya edema pitting dependen atau asites adalah presentasi
yang paling umum terjadi pada anak-anak dengan Sindrom Nefrotik. Anoreksia,
malaise, serta nyeri perut juga sering muncul. Tekanan darah dapat meningkat pada
hingga 25% dari anak-anak pada nekrosis tubular akut dan hipotensi yang jelas
dapat terjadi dengan adanya penurunan albumin serum secara tiba-tiba dan
penipisan volume yang signifikan. Diare (edema usus) serta gangguan pernapasan
(edema paru atau efusi pleura) bisa saja ada. Maniferstasi klinis sindrom nefrotik
sering ditandai dengan tidak adanya gross hematuria, insufisiensi ginjal, hipertensi
(HTN), dan hipokomplementemia (Marcdante & Kilegman, 2019).

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sindrom nefrotik:
a. Keseimbangan Nitrogen Negatif

7
Proteinuria masif dapat menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi
negatif, dimana secara klinis diukur dengan kadar albumin plasma. Diet tinggi
protein belum terbukti memperbaiki metabolisme albumin karena respon
hemodinamik terhadap asupan yang meningkat adalah meningkatnya tekanan
glomerulus yang menyebabkan kehilangan protein dalam urin semakin banyak.
Diet rendah protein dapat mengurangi proteinuria serta menurunkan kecepatan
sintesis albumin dan jangka panjang akan meningkatkan risiko memburuknya
keseimbangan nitrogen negatif.
b. Hiperkoagulasi
Tromboemboli merupakan komplikasi yang banyak ditemukan pada
sindrom nefrotik akibat peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai
protein yang terlibat dalam kaskade koagulasi terganggu pada sindrom nefrotik
serta agregasi platelet ikut meningkat. Gangguan koagulasi yang terjadi
disebabkan oleh peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein
melalui urin.
c. Hiperlipidemia dan lipiduria
Hiperlipidemia adalah keadaan yang sering ditemukan pada sindrom
nefrotik. Respon hiperlipidemia sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan
onkotik plasma, serta derajat hiperlipidemia berbanding terbalik dan
berhubungan erat dengan menurunnya tekanan onkotik. Kondisi hiperlipidemia
dapat reversibel seiring dengan resolusi dari sindrom nefrotik yang terjadi baik
secara spontan maupun diinduksi dengan obat.
d. Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan melalui urine sehingga
terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25-hidroksivitamin D dan 1,25-
dihidroksivitamin D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D
bebas tidak mengalami gangguan.
e. Infeksi
Infeksi sering menyebabkan kematian pada sindrom nefrotik terutama oleh
organisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek
imunitas humoral, seluler dan gangguan sistem komplemen (Setiati, 2014).

8
6. Penatalaksanaan
Menurut (Ngastiyah, 2014), penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindrom
Nefrotik yaitu :
a. Istirahat hingga edema berkurang
b. Diet tinggi protein sebanyak 2-3 g/kg/BB dengan garam minimal jika
edema masih berat. Garam bisa diberi sedikit jika edema berkurang.
c. Mencegah infeksi
d. Diuretik
e. Kortikosteroid. International Coperative Study of Kidney disease in
Children (ISKDC) menunjukan cara pengobatan yaitu :
1) 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan dengan maksimum selama 28 hari.
2) Kemudian prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari.
f. Antibiotik diberi jika ada infeksi
g. Lain-lain seperti pungsi asietas, pungsi hidrotoraks bila ada indikasi vital.
Diberikan digitalis jika ada gagal jantung.
Penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah
memperhatikan masalah pasien seperti edema yang berat (anasarka), diet, risiko
terjadi komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan/gangguan rasa aman dan
nyaman, dan berkurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien/umum
(Ngastiyah, 2014).

B. Pengkajian
Menurut Wong, (2016), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai berikut:
1. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan beratbadan dan kegagalan fungsi ginjal
3. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik: kenaikan beratbadan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya disekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi, berkurang disiang hari), pembengkakan abdomen (asites),

9
kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada
urine (peningkatan volume, urine berbusa).
4. Pengkajian diagnostic meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah,
analisa darah untuk serum protein (total albumin, kolesterol) jumlah darah,
serum sodium

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan,
hambatan upaya pernafasan (misalnya nyeri saat bernafas, kelemahan otot
pernafasan), penurunan energi
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
3. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi (kelebihan/kekurangan), kekurangan/kelebihan cairan
5. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih

10
D. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (Tim Pokja Intervensi
SLKI DPP PPNI, 2019) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
1 Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen jalan nafas
dengan depresi pusat pernafasan, diharapkan Pola nafas membaik dengan Observasi :
hambatan upaya pernafasan kriteria hasil : 7) Moniitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
(misalnya nyeri saat bernafas, 1) Dispnea menurun nafas)
kelemahan otot pernafasan), 2) Penggunaan otot bantu nafas menurun 8) Monitor bunyi nafas tambahan (gurling, mengi,
penurunan energi 3) Ortopnea menurun whezing, ronki kering)
4) Pernafasan cuping hidung menurun Terapeutik :
5) Tekanan ekspirasi membaik 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-
6) Takanan inspirasi membaik tilt dan chin-lift
2) Posisikan semifowler atau fowler
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Defisit nutrisi berhubungan dengan  Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen nutrisi
ketidakmampuan mencerna diharapkan status nutrisi membaik Observasi :
makanan, ketidakmampuan dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi status gizi
mengabsorbsi makanan  1) Kekuatan otot menelan meningkat 2) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

11
 2) Serum albuumin meningkat 3) Monitor berat badan
 3) Diare menurun 4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 4) Indeks masa tubuh (IMT) membaik Terapeutik :

 5) Frekuensi makan membaik 1) Beikan suplemen makan, jika perlu


Edukasi
 6) Nafsu makamn membaik
1) Anjurkan diet yang diprogramkan yaitu diet tinggi
 7) Berat badan membaik
protein
Kolaborasi :
1) Kolaborasi memberikan medikasi sebelum
makan, jika perlu
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
3 Risiko syok ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pemantauan cairan
kekurangan volume cairan diharapkan tingkat syok menurun Observasi :
dengan kriteria hasil : 1) Monitor frekuensi darah
1) Output urine meningkat 2) Monitor tekanan darah
2) Akral dingin menurun 3) Monitor berat badan
3) Pucat menurun 4) Monitor waktu pengisian kapiler
4) Tekanan darah membaik 5) Monitor kadar albumin dan protein total
6) Monitor intake dan output cairan

12
7) Monitor tanda-tanda hipovolemia
Terapeutik :
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
4 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Perawatan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan diharapkan integritas kulit dan jaringan Observasi
sirkulasi, perubahan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(kelebihan/kekuranga n), 1) Perfusi jaringan meningkat Terapeutik
kekurangan/ kelebihan cairan 2) Kerusakan jaringan menurun 1) Gunakan produk berbahan petrolium/minyak
3) Kerusakan lapisan kulit menurun pada kulit kering
4) Hematoma menurun 2) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulitsensitif
3) Hindari produk berbahan alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

13
5 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen cairan
berhubungan dengan penurunan diharapkan eliminasi urine membaik Observasi :
kapasitas dengan kriteria hasil : 1) Monitor berat badan
1) Distensi kandung kemih menurun 2) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
2) Volume residu urine menurun hematorit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
3) Frekuensi BAK membaik 3) Moniitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik :
1) Catat intake output dan hitung balance cairan 24
jam
2) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

14
E. Impelementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Anggraini dan Leniwita,
2019).

F. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada
pada klien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain
(Anggraini dan Leniwita, 2019).

G. Dokumentasi
Dokumentasi proses keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan
merupakan catatan tentang asuhan keperawatan dengan melihat respon klien
secara keseluruhan, yang dilakukan pada bidang tertentu, area perawatan
tertentu, dan pada populasi tertentu. Oleh karena itu, untuk lebih memahami
tentang dokumentasi pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan baca dan
pelajarilah dengan seksama uraian berikut ini. Selamat belajar dan semoga
sukses (Anggraini dan Leniwita, 2019).

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik merupakan keluarnya protein 3,5 gram atau lebih melalui
urine per 24 jam biasanya dikeadaan normal hampir tidak ada protein yang
keluar di urine. Sindrom Nefrotik biasanya ditandai dengan kerusakan
glomerolus yang berat. Penyebab tersering sindrom nefrotik adalah nefropati
diabetes.
Keadaan sindrom nefrotik merupakan hilangnya plasma protein, terutama
albumin ke urine. Walaupun hati dapat meningkatkan produksi albumin, namun
organ tersebut tidak mampu untuk selalu mempertahankannya jika albumin terus
menerus hilang di ginjal bisa menyebabkan hipoalbuminenia. Komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien dengan sindrom nefrotik: keseimbangan nitrogen
negatif, hiperkoagulasi, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan metabolisme
kalsium dan tulang, serta infeksi.

B. Saran
Bagi mahasiswa tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala
sindrom nefrotik pada pasien anak sehingga tepat dan optimal dalam
memberikan asuhan keperawatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bariid, B., dan N. P., Indri. (2015). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan: Panduan
Penting untuk Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Bumi Medika.
Gocke, (2016). Dasar- dasar Urologi. Jakarta : Salemba Medika.
Hasian, Leniwita, dan Yanti Anggraini, (2019). Modul Dokumentasi Keperawatan.
Universitas Kristen Indonesia.
Marcdante, K. J., & Kilegman, R. M. (2019). Nelson Essentials Of Pediatrics (8th ed.).
Elsevier.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (M. Ester (ed.); 2nd ed.). Kedokteran.
Jakarta: EGC
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Jakarta: Deepublisher.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
Purnomo, (2016). Dasar- dasar Sistem Perkemihan Edisi 3. Bandung : Refika Aditama.
Papadakis, M. A. (2019). Current Medical Diagnosis & Treatment (M. W. Rabow (ed.);
58th ed.). McGraw-hill Education.
Setiati, Siti, D. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing.
Wong. D.L. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta. EGC.

17
LATAR BELAKANG
Gocke, (2016). Dasar- dasar Urologi. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, (2016). Dasar- dasar Sistem Perkemihan Edisi 3. Bandung : Refika Aditama.
https://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2913/1/Winda
%20Simanullang.pdf

PENGERTIAN
Bariid, B., dan N. P., Indri. (2015). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan: Panduan
Penting untuk Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Bumi Medika.
https://books.google.co.id/books?
id=HtvbEAAAQBAJ&pg=PA125&lpg=PA125&dq=Sindrom+Nefrotik+merupaka
n+keluarnya+protein+3,5+gram+atau+lebih+melalui+urine+per+24+jam+biasanya
+dikeadaan+normal+hampir+tidak+ada+protein+yang+keluar+di+urine.
+Sindrom+Nefrotik+biasanya+ditandai+dengan+kerusakan+glomerolus+yang+ber
at.
+Penyebab+tersering+sindrom+nefrotik+adalah+nefropati+diabetes&source=bl&ot
s=Q98YqRYOgP&sig=ACfU3U2q5ghqqzsAPukw-
9fMdLI8RfLjCw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiM6cT6ne6DAxUR3TgGHZO6Dj
s4ChDoAXoECAIQAw#v=onepage&q=Sindrom%20Nefrotik%20merupakan
%20keluarnya%20protein%203%2C5%20gram%20atau%20lebih%20melalui
%20urine%20per%2024%20jam%20biasanya%20dikeadaan%20normal
%20hampir%20tidak%20ada%20protein%20yang%20keluar%20di%20urine.
%20Sindrom%20Nefrotik%20biasanya%20ditandai%20dengan%20kerusakan
%20glomerolus%20yang%20berat.%20Penyebab%20tersering%20sindrom
%20nefrotik%20adalah%20nefropati%20diabetes&f=false
Papadakis, M. A. (2019). Current Medical Diagnosis & Treatment (M. W. Rabow (ed.);
58th ed.). McGraw-hill Education.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

PATOFISIOLOGI

18
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (M. Ester (ed.); 2nd ed.). Kedokteran.
Jakarta: EGC
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Jakarta: Deepublisher.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

ETIOLOGI
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (M. Ester (ed.); 2nd ed.). Kedokteran.
Jakarta: EGC
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

GEJALA KLINIS
Marcdante, K. J., & Kilegman, R. M. (2019). Nelson Essentials Of Pediatrics (8th ed.).
Elsevier.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Jakarta: Deepublisher.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

KOMPLIKASI
Setiati, Siti, D. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
f4ce82d2f278ec7cb8c32e400b19bb6d.pdf

PENATALAKSANAAN

19
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (M. Ester (ed.); 2nd ed.). Kedokteran.
Jakarta: EGC
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

PENGKAJIAN
Wong. D.L. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta. EGC
https://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2913/1/
Winda%20Simanullang.pdf

DIAGNOSA KEPERAWATAN
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

PERENCANAAN KEPERAWATAN
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta: Dewan Pengurusan Pusat PPNI.
http://repositoryperpustakaanpoltekkespadang.site/id/eprint/250/1/INDAH%20TRIANA
%20PUTRI_KTI_SINDROM%20NEFROTIK.pdf

IMPELEMENTASI, EVALUASI, DOKUMENTASI


Hasian, Leniwita, dan Yanti Anggraini, (2019). Modul Dokumentasi Keperawatan.
Universitas Kristen Indonesia.
http://repository.uki.ac.id/2738/1/MODULDOKUMENTASIKEPERAWATAN.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai