Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH PADA MASA KEHAMILAN

Disusun oleh:

Nama : Suhana Nurdawa

NIM : 2720190119

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI”IYAH

BEKASI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Darah mengangkut oksigen, karbondioksida, nutrisi dan hasil metabolisme ke seluruh
tubuh. Darah juga berfungsi sebagai alat keseimbangan asam basa, perlindungan dari
infeksi, dan merupakan pemelihara suhu tubuh. Darah terdiri dua komponen yaitu
plasma dan sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volume plasma meningkat kira-kira 40-45% pada minggu ke-6 kehamilan hingga
terjadi pengenceran darah (hemodilusi) dengan puncaknya pada umur kehamilan 32 –
34 minggu dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut, hal ini dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme ibu hamil dan janinnya. Peningkatan ini erat
hubungannya dengan berat badan bayi. Ibu dengan kehamilan ganda akan mengalami
peningkatan volume plasma yang lebih besar daripada ibu dengan kehamilan biasa.
Serum darah (volume darah) bertambah 25 – 30 % dan sel darah bertambah 20 %.
Massa sel darah merah terus naik sepanjang kehamilan. Hemotokrit meningkat dari
TM I – TM III. Angka kematian ibu hamil di Puskesmas Dempet Kec. Dempet Kab.
Demak pada tahun 2017 sebesar 0,1%. Kematian ibu hamil disebabkan oleh
perdarahan dengan diagnosis plasenta previa dan anemi dengan rata-rata kadar Hb 8,7
gr/dl. (Cunningham et al, 2005)

Ibu hamil trimester III untuk memprediksi beberapa komplikasi yang dapat dikaitkan
dengan perdarahan, dimana diagnosis tepat waktu adanya gangguan koagulasi untuk
dapat dilakukan pengobatan tindakan yang tepat untuk melindungi ibu dan bayi saat
melahirkan. Sistem pembekuan darah secara fisiologis akan membentuk sirkulasi
ureto plasenta kehamilan merupakan kegiatan normal sistem pembekuan darah secara
keseluruhan membaik, apabila proses kelahiran pada ibu hamil trimester III terjadinya
kehilangan darah pada saat melahirkan, diperlukan fungsi sistem koagulan baik.

Proses pembekuan darah terjadi dalam beberapa tahap yaitu primer, sekunder, tersier.
Pemeriksaan screening koagulasi Clooting Time, Bleeding Time, PT, APTT, jumlah
trombosit, fibrinogen dan lain-lain. Pemeriksaan diatas tidak bisa dilakukan di semua
pelayanan kesehatan, yang bisa dilakukan adalah Clooting Time dan Bleeding Time.
(Sacher dan Mc Pherson, 2000).
Clotting Time adalah waktu yang diperlukan darah untuk membeku atau waktu yang
diperlukan saat pengambilan darah sampai saat terjadinya pembekuan, dalam tes ini
hasilnya menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor-
faktor yang membentuk tromboplastin dan faktor yang berasal dari trombosit
(Gandasoebrata, 2010).

Pengambilan darah vena, yang diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan
(sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar,
dan tidak ada pasokan saraf besar. Vena chepalica atau vena basilica merupakan
pilihan berikutnya. Pengambilan darah harus dengan sangat hati-hati dan
menggunakan jarum yang ukurannya sesuai dengan kondisi pasien. Penusukan yang
tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat
mengaktifkan pembekuan. Penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan
hematoma. Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan
darah bocor dengan akibat hematoma. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol
menyebabkan hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alkohol, rasa terbakar dan
rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan. Alternatif
pengambilan darah vena yang tidak bisa dilakukan adalah pengambilan darah kapiler.
Pengambilan darah kapiler yang berarti proses pengambilan sampel darah dengan
tusukan kulit. Tempat yang digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah ujung
jari tangan (fingerstick). Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya
gangguan peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang, trauma,
dsb), kongesti atau sianosis setempat. Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu
lama dan jangan diperas-peras untuk mencegah terbentuknya jendalan. Pemeriksaan
darah kapiler perlu memperhatikan tingkat kedalaman tusukan agar volume darah
keluar secara bebas tanpa harus memijit-mijit jari. Pijatan pada jari mempengaruhi
cairan jaringan keluar bersama darah berakibat konsentrasi darah menjadi lebih encer
sehingga komponen darah berubah yang kemungkinan besar didapat hasil tidak valid,
apabila dibutuhkan maka dilakukan pengambilan darah kapiler. Dengan alasan yang
sudah disebutkan, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan waktu
pembekuan darah kapiler dan vena pada ibu hamil trimester III
BAB II

TINJUAN TEORI

1. Konsep Penyakit
A. Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang
terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu,
sehingga darah tetap mengalir.
B. Penyebab
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada
kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat
perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa
jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP
atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis.
Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar
merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang
berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air
ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga
kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil
harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi
setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan
kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan
oleh hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata
(Disseminated Intravaskular Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan.
Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen
yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

C. Tanda dan Gejala


1.      Perdarahan berlangsung terus
2.      Merembes dari tempat tusukan
(Chapman, 2006)

D. Pathway

E. Penatalksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari
terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP,
fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil
langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan
hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional.
Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat
sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan
koagulopati.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien
dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan
cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 –
10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala
perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan
diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan
karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX,
X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-
sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan
laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,
dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von
Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya
suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.
2. Asuhan Keperawatan Secara Teori (3S)
A. Pengkajian
Temukan data-data yang dapat menunjang masalah keperawatan pasien
dengan anamnese, observasi dan pemeriksaan fisik:
1. Identitas
Tanyakan tentang identitas pasien dan penanggungjawab pasien. Hasil
temuan biasanya pada kasus pre eklampsia usia sering terjadi < 20 tahun
dan >35 tahun.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering muncul pada penderita perasaan sakit di perut
secara tiba-tiba, perdarahan pervaginam yang datang tiba-tiba, warna
darah bisa merah segar atau bekuan darah kehitaman. Kepala terasa
pusing hebat, mual muntah, mata berkunang-kunang, badan lemas

- Adanya riwayat trauma langsung pada abdomen


- Pergerakan anak yang lain dari biasanya ( cepat, lambat atau berhenti)
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan riwayat keluhan sampai pasien datang ke tempat pelayanan
4. Riwayat penyakit dahulu
Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan yang
menjadi pemicu munculnya placenta previa atau solutio placenta,
misalnya:
- riwayat tekanan darah sebelum hamil, riwayat pre eklampsia/eklampsia
- riwayat solusio placenta pada kehamilan sebelumnya
- riwayat hipertensi sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga

6. Riwayat perkawinan
Tanyakan status perkawinan, umur saat menikah pertama kali, berapa kali
menikah dan berapa usia pernikahan saat ini
7. Riwayat obstertri
a. Riwayat haid
Tanyakan usia menarche, siklus haid, lama haid , keluhan saat haid
dan HPHT
b. Riwayat kehamilan
Kaji tentang riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan riwayat
ANC, keluhan saat hamil, hasil pemeriksaan leopold, DJJ, pergerakan
anak
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menggunakan sistem pengkajian head to toe dan data
fokus obstetri harus dapat ditemukan
a) Kepala leher
- Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut
- Kaji expresi wajah klien ( pucat, kesakitan)
- tingkat kesadaran pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kesadaran kuantitatif diukur dengan GCS.
- Amati warna sklera mata ( ada tidaknya ikterik) dan konjungtiva
mata ( anemis ada/tidak)
- Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya pernafasan
cuping hidung, deformitas tulang hidung
- Amati kondisi bibir ( kelembaban, warna, dan kesimetrisan )
- Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, bendungan vena
jugularis
b) Thorak
Paru-Paru
Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama pernafasan,
inspeksi pengembangan kedua rongga dada simetris/tidak,
auskultasi dan identifikasi suara nafas pasien
Jantung dan sirkulasi darah
Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut nadi,
identifikasikan kecukupan volume pengisian nadi, reguleritas
denyut nadi, ukurlah tekanan darah pasien saat pasien
berbaring/istirahat dan diluar his. Identifikasikan ictus cordis
dan auskultasi jantung identifikasi bunyi jantung.
Payudara
Kaji pembesaran payudara, kondisi puting ( puting masuk,
menonjol, atau tidak) , kebersihan payudara dan produksi ASI
c) Abdomen
- kaji pembesaran perut sesuai usia kehamilan /tidak lakukan
pemeriksaan leopold 1-4 periksa DJJ berapa kali denyut jantung janin
dalam 1 menit
- amati ada striae pada abdomen/tidak
- amati apakah uterus tegang baik waktu his atau diluar his
- ada tidaknya nyeri tekan
d) Genetalia
- Kaji dan amati ada tidaknya perdarahan pevaginam
- k/p lakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil serviks bisa sudah
terbuka atau tertutup, jika sudah maka serviks akan menonjol.
e) Ekstremitas
- Kaji ada tidaknya kelemahan
- Capilerry revile time
- Ada tidaknya oedema
- Kondisi akral hangat/dingin
- Ada tidaknya keringat dingin
f) Pemeriksaan obstetri
Dituliskan hasil pemeriksaan leopold dan DJJ janin
g) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
- Albumin urine (+), penurunan kadar HB
- Pemeriksaan pembekuan darah tiap 1 jam
2. Pemeriksaan USG
- Tampak tempat terlepasnya plasenta
- Tepian placenta
- Darah
3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakan dengan panduan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia ( lihat SDKI )
Beberapa diagnosis yang dapat di tegakan berdasarkan SDKI, 2017 adalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi
2. Resiko hipovolemia b.d perdarahan pervaginam
3. Berduka b.d kehilangan/kematian janin
3. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujauan Intervensi Rasional


1 Berduka b.d Kehilangan janin Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen dukunganE
selama 2x24 jam kondisi emosional:
berdduka menurun dengan - Lakukan BHSP - Rasa percaya meningkatkan
kriteria hasil: tingkat kooperatif pasien
- Perasaan sedih - Jadilan pendengar yang baik - Menjadi pendengar yang terbaik
menurun - Dorong pasien menurunkan konfrontasi dan
- Aktivitas pasien mengungkapkan perasaannya meningkatkan kepercayaan pasien
meningkat - Diskusikan dengan pasien ke perawat
- Harapan masa depan aktivitas yang dapat - Bercerita tentang perasaan akan
meningkat membangkitkan semangat meningkatkan semangat hidup
pasien pasien
2. Manajemen Spritual
- Dampingi pasien berdoa
bersama - Doa menjadi sarana komuikasi
individu keyakinan maha pencipta
- Dampingi dan konsultasikan - Pemenuhan kebutuhan rohani
ke pemuka agama dapat meningkatkan rasa syukur
dan pemerimaan pasien
- Dorong dan diskusikan - Harapan dalam kehidupan
bersama pasien tentang merupakan unsur kebutuhan
harapan-harapannya spiritual pasien.
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan. Tindakan ini bersifat intelektual,
teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan
(Kozier et al., 2010). Implementasi atau pelaksanaan merupakan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan fase kelima dan fase terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah evaluasi yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional
kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan
rencana asuhan keperawatan (Kozier et al., 2010).

Anda mungkin juga menyukai