Anda di halaman 1dari 32

Amputasi adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi.

Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses
penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau
gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut
menyebar lebih jauh dalam tubuh. Dalam beberapa negara Islam, amputasi tangan atau
kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi para kriminal. Dalam beberapa
budaya dan agama, amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai suatu pencapaian
spiritual.

ASKEP AMPUTASI
Pengertian

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.

B. Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua,


seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.

2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal


injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti
pagets disease dan kelainan kongenital.

C. Patofisiologi

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :

1. Metode terbuka (guillotine amputasi).

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-
benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)

Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.

3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain


adalah karena trauma amputasi.

D. Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi
dua letak amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
inschemic limb.

b. Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer.

3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi


konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang
lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah


sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah
dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di
dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan


masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat
diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan
cara kombinasi.

E. Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.

Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :

1. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak.
Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-
tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi
nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi


segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh,
setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk
mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,
kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil,
therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah
untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka
pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila
ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.

2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada
stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi
dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi
kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump
ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri
setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post
operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan
bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

supportLists]-->3. <!--[endif]-->Sistem respirasi

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Penurunan kapasitas paru


Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi


perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran


pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Sistem Kardiovaskuler

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik,


endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini


mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,


dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah
banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun,
akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta
dapat juga merasakan pingsan.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Sistem Muskuloskeletal

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler


memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada
jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya


penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi
dan paralisis otot.

<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta


adanya keterbatasan gerak.

<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan


persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Sistem Pencernaan


<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan


mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus


dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang
sulit buang air besar.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Akumulasi endapan urine di renal


pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Tertahannya urine pada ginjal akan


menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan
ISK.

<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

<!--[if !supportLists]-->G. <!--[endif]-->Diagnosa Keperawatan

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Gangguan mobilisasi fisik berhubungan
dengan kehilangan anggota tubuh.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Gangguan konsep diri ; body image


berhubungan dengan perubahan fisik.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Gangguan rasa nyaman : Nyeri


berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Gangguan pemenuhan ADL; personal


hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam
merawat diri.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Gangguan integritas kulit berhubungan


dengan tirah baring yang lama.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Potensial kontraktur berhubungan


dengan immobilisasi.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Potensial infeksi berhubungan dengan


adanya luka yang terbuka.

<!--[if !supportLists]-->H. <!--[endif]-->Perencanaan

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Gangguan mobilisasi fisik berhubungan


dengan kehilangan anggota tubuh.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Mobilisasi fisik


terpenuhi.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat menggerakkan


anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat merubah posisi dari
posisi tidur ke posisi duduk.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->ROM, tonus dan kekuatan otot


terpelihara.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat melakukan ambulasi.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Kaji ketidakmampuan bergerak


klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien
terhadap immobilisasi.

Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien


dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat
menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.

<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Latih klien untuk menggerakkan


anggota badan yang masih ada.

Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot,


memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur,
atropi.

<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Tingkatkan ambulasi klien seperti


mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.

Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan


menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien
dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.

<!--[if !supportLists]-->4.) <!--[endif]-->Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam


secara periodik

Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya


kontraktur.

<!--[if !supportLists]-->5.) <!--[endif]-->Bantu klien mengganti posisi dari


tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam


duduk dan turun dari tempat tidur.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Gangguan konsep diri ; body image


berhubungan dengan perubahan fisik.
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Klien dapat


menerima keadaan fisiknya.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat meningkatkan body


image dan harga dirinya.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat berperan serta aktif


selama rehabilitasi dan self care.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Gangguan rasa nyaman : Nyeri


berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Nyeri berkurang


atau hilang

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Ekspresi wajah klien tidak


meringis kesakitan

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien menyatakan nyerinya


berkurang

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien mampu beraktivitas tanpa


mengeluh nyeri.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Tinggikan posisi stump

Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik


vena, mengurangi edema dan nyeri.

<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi,


karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan
emosi.

Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat


kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Berikan teknik penanganan stress
seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.

Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri


karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang
menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.

<!--[if !supportLists]-->4.) <!--[endif]-->Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri


di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga
tidak sampai ke susunan saraf pusat.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Gangguan pemenuhan ADL; personal


hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam
merawat diri.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Klien dapat


melakukan perawatan diri secara mandiri.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Tubuh, mulut dan gigi bersih serta


tidak berbau.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kuku pendek dan bersih.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Rambut bersih dan rapih

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pakaian, tempat tidur dan meja


klien bersih dan rapih.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien mengatakan merasa


nyaman.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Bantu klien dalam hal mandi dan


gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan
air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi
maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal
perawatan dan melakukan aktivitas.

<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Bantu klien dalam mencuci rambut


dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan


memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku
terpenuhi.

<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Anjurkan klien untuk senantiasa


merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan


memberikan rasa nyaman klien.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Gangguan integritas kulit berhubungan


dengan tirah baring yang lama.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Klien dapat sembuh


tanpa komplikasi seperti infeksi.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kulit bersih dan kelembaban


cukup.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kulit tidak berwarna merah.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kulit pada bokong tidak terasa


ngilu.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Kerjasama dengan keluarga untuk


selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.

Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan


kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan
tetap lembab.
<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Pelihara kebersihan dan kerapihan
alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko


kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.

<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Anjurkan pada klien untuk merubah


posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat


menyebabkan iritasi.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Resiko tinggi terhadap kontraktur


berhubungan dengan immobilisasi.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Kontraktur tidak


terjadi.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Klien dapat melakukan latihan


rentang gerak.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Setiap persendian dapat


digerakkan dengan baik.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Tidak terjadi tanda-tanda


kontraktur seperti kaku pada persendian.

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Pertahankan peningkatan kontinyu


dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut,
tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan
kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.

Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko


kontraktur fleksi dari panggul.

<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Tempatkan klien pada posisi


telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang
ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi
telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada
ekstensi penuh.

<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Tempatkan rol trokanter disamping


paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.

Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat
dari pada otot ekstensor.

<!--[if !supportLists]-->4.) <!--[endif]-->Mulai latihan rentang gerak pada


puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul
terapist fisik untuk latihan yang tepat.

Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan


fleksibilitas dan tonus otot.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Potensial infeksi berhubungan dengan


adanya luka yang terbuka.

<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tujuan :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Jangka Pendek :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Luka bersih dan kering

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Daerah sekitar luka tidak


kemerahan dan tidak bengkak.

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Tanda-tanda vital normal

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Nilai leukosit normal (5000 –


10.000/mm3)

<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Intervensi :

<!--[if !supportLists]-->1.) <!--[endif]-->Observasi keadaan luka

Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan


cepat ditanggulangi.

<!--[if !supportLists]-->2.) <!--[endif]-->Gunakan teknik aseptik dan


antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan
atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.

<!--[if !supportLists]-->3.) <!--[endif]-->Ganti balutan 2 kali sehari dengan


alat yang steril.

Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.

<!--[if !supportLists]-->4.) <!--[endif]-->Monitor LED

Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang


merupakan tanda-tanda infeksi.

<!--[if !supportLists]-->5.) <!--[endif]-->Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan


penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya
infeksi

Sumber:

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan


Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-


Prinsip Ilmu Bedah,

Sabtu, 28 Maret 2009


patofisiologi moskuloskletal

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam
pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament,
bursa, dan jaringan – jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.
Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut
pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada
semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan
kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya
dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna
mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot
sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak
pada usia lanjut

B. RUMUSAN MASALAH
BAB II

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

A. KELAINAN PADA TULANG

1. Osteoporosis

Osteoporosis yaitu kelainan yang terjadi penurunhan massa tulang total.


Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal. Kecepatan resorpsi
tulang dari kecepatan pembentukan tulang yang mengakibatkan penurunan
massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah
patah.
-Patofisiologi
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang. Setiap ada ada
perubahan dalam kesimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari
proses penbenutkan maka kan terjadi penurunan massa tulang.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk
tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagianh trabekula.
 Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan
tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/ tahun dan bagian trabekula pada usia
lebih muda.
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-
30 % dan pada wanita 40-50 %.
Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian tubuh seperti
metakarfal, kolum femoris, dan korpus vertebra.
 Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal.
2 Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabilisme tulang yang di tandai dengan tidak
memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa osteomalasia bersifat
kronik dan deformitas skeletalnya tidak seberat pada anak karena pertumbuhan
skletal telah selesai. Pada pasien ini,sejumlah besar osteoroid atau remodelling
tulang baru tidak mengalami kalsifikasi, diperiksakan bahwa defek primernya
adalah kekurangan vitamin D aktif ( kalsitrol), yang memacu absorpsi kalsium
dari traktus GI, dan menfasilitasi tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam
cairan ekstra sel rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat
tidak dapat di masukkan ke tempak kalsifikasi tulang.
-Patofisilogi
Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum
metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan
dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan
berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan dengan kalsium
yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi memakan makanan dan kurangnya
pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering
terjadi dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan dan
dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar matahari.
 Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau
kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh. Kelainan GI dimana absorpsi
lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan
vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces dalam kombinasi
dengan asam lemak.
3. Osteomyelitis
Osteomyelitis dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau
kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh
-Etiologi
Osteomyilitis ini biasanya disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamu dan
mikroorganisme lain
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran henatopgen (melalui darah) dari
fokus infeksi dari tempat lain.
 Osteomylitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
seperti ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler. Atau kontaminasi
lansung tulang misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak
dan pembedahan tulang.

-Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% - 80%menginfeksi tulang.
Awitan osteomylitis ortopedi dapt terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut
fulminan staduim I ) dan sering berhubungan dengan hematomaatau infeksi
superfisial. Infeksi awitan lambat ( stadium II) terjadi antara 4-24 bulansetelah
pembedahan. Osteomylitis lama ( stadium III )biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi dua tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi dan edema. Setelah 2-3 hari trombus pada pembulu darah terjadi
pada tempat tersebut. Sehingga mengakibatkan iskemia dengan nekrotis tulang.
Seiringan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi
di sekitarnya.
4. Skoliosis
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah.
Skoliosis merupakan deformitor tulang belakan yang menggambarkan deviasi
vertebrata ke arah lateral. Bentuk dan tiap-tiap ruas tulang manusia pada
umumnya adalah sama hanya ada perbedaan sedikit tergantung pada kerja yang
di tanganinya.
-Etiologi
 faktor heriditas
yaitu yang di turunkan secara auotsomal dominan, kelainan ini dapat terjadi
karena akibat adanyaabnormalitas tulang bawahyang mengenai vertebra
atauipun struktur-strukturnya.
Kongenital
Yaitu didapat sejak lahir. Adapula yang tidak didapat sejak lahir tetapi
berkembang pada masa berikutnya.
Idiopatik
Tidak di ketahui penyebabnya, tetapi jenis ini lebih umum biasanya berkembang
pada masa remaja.
Struktural
Perubahan pada steruktur tulang belakang karena sebab yang bervariasi
Klasifikasi Skoliosis
1. Skoliosis non struktural ( reversible )
Skoliosis postural
Nyeri dan spasme otot
Tungkai bawah yang tidak sama panjang
2. Skoliosis struktural ( ireversble )
Skoliosis idoptik
 Skoliosis osteopatik
Skoliosis neuropatik
Skoliosis miopatik

Patofisiologi
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis termasuk rongga tulang
spinal. Lengkungan dsapat berbentuk S atau C. Derajat lengkungan penting
untuk di ketahui karena hal dapat menentukan jumlah tulang rusuk yang
mengalami pergeseran. Pada tingkat rootasi lengkungan yang cukup besar
mungkin dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan pada organ penting
yaitu paru-paru dan jantung.
Aspek paling penting terjadinya deformitas adalah progresivitas pertumbuhan
tulang. Dengan terjadinya pembengkokan tulang vertebra ke arah lateraldi sertai
dengan rotasi tulang belakang. Maka akan diikutio dengan perkembangan
sekunder pada tulang vertebra dan iga. Oleh karena adanya gangguan
pertumbuhan yang bersifat progresif, di samping terjadi perubahan pada
vertebra, juga terdapt perubaahan pada tulang iga. Dimana bertambahnya kurva
yang menyebabkan deformitasi tulang iga semakin jelas.
Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis oleh
karena terjadinya penebalan dan pemendekan lamina pada sisi konkaf.
Kesimbangan lengkungan juga penting karena mempengaruhi stabilitas dadi
tulang belakang dan pergerakan panggul.
5. Osteosarcoma
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang sangat cepat pada tumor
maligna tulang. Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang yang paling sering
ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas yang menyebar secara cepat
pada periosteum dan jaringan ikat luarnya.

-Etiologi
Penyebab yang pasti terhadap kanker belum di ketahui secara jelas tetapi faktor-
faqktor etilogilah yang membantu terbetuknya kanker sudah banyak di ketahui
yang disebut bahan-bahan karsinogen, sinar ultraviolet, sinar radioaktif parasif
dan virus.

-Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang dari jaringan sel
tulang ( sarcoma ) sehingga sel-sel tulang akan pada nodul-nodul limfe, ginjal,
dan hati sehingga dapat mengakibatkan adanya pengaruh aktivitas hamateotik
sum-sumj tulang yang cepat pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum
matang akan terus membelah terjadi penambahan jumlah sel yang tidak
terkontrol lagi.
6. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut
Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan
bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s
Medical Surgical Nursing.
Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Patofisiologi
ulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa
sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau
bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
Komplikasi fraktur
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
7. AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.
Amputasi dapat pula diartikan sebagai memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Dalam ilmu kedokteran diartikan “membuang”
sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat
(organ tubuh).Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin mendapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala
organ mendapat membahayakan tubuh klien secara utuh atau merusak argon
tubuh yang lain separti dapat menimbulkan komplikasi infeksi
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem intigumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal, dan sistem
kardiovaskuler. Lebih lanjut dia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan harga diri dan produktifitas
Penyebab atau faktor perediosposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin dapat diperbaiki
3. Gangguan vaskuler atau sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke onggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak muangkin dapat diterapi secara
konservatif
6. Deformitas argon.

Jenis-jenis amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:
1. Amputasi selektif atau terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit
yang terdiognosis dan mendapat penangan yang baik serta terpantau secara
terus menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir..
2. Amputasi akibat trauma. Ini merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat
trauma dan tidak terncana. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat. Kegiatan amputasi inin dilakukan secara darurat oleh tim
kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan kulit yang luas.
Tetapi jenis amputasi yang lebih sering kita kenal adalah
Amputasi terbuka ini di lakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pada
pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama.
Amputasi tertutup ini dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkin dimana
dibuat skalf kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5 cm dibawah potongan otot dan tulang.

B. KELAINAN PADA SENDI

Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot.

Ada tiga tipe sendi, yaitu :


1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan
bebas.
1. OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi
pada orang yang berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis,
perubahan pada membran sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa
nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan aktivitas yang lama akan
menyertai perubahan degeneratif tersebut
INSIDENS, ETIOLOGI DAN PATOLOGI
Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan.
Diperkirakan ⅓ dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik
yang memperlihatkan penyakit osteoarthritis dengan prevalensi yang terus
meningkat sampai 80 tahun. Meskipun mayoritas pasien, khususnya yang
berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik, osteoarthritis
merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan
disabilitas orang yang berusia > 65 tahun.

Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang


semuanya memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan
tetapi terdapat dua perubahan morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang
rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang
rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian menunjukkan
bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal
proses patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa
peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang
rawan sendi yaitu kolagen dan proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar
proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar air tulang rawan sendi juga
berkurang Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini.
Penambahan usia semata tidak menyebabkan osteoarthritis, sekalipun
perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi bersamaan dengan
penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami
osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah
obesitas, trauma, kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan
primer persendian (misalnya arthritis inflamatorik).
Keluhan dan Gejala
Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama
dan intensitas penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang
dideritanya.

Gejala Osteoarthritis
- nyeri sendi yang khas yaitu nyeri yang bertambah berat pada waktu menopang
berat badan atau waktu aktivitas (melakukan gerakan), dan membaik bila
diistirahatkan
- gerakan sendi menjadi terhambat karena nyeri
- pada beberapa penderita, nyeri sendi atau kaku sendi dapat timbul setelah
istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau mobil (perjalanan jauh), atau setelah
bangun tidur di pagi hari
- kadang disertai suara gemeretak/kemretek pada sendi yang sakit
- penderita mungkin menunjukkan salah satu sendinya (sering lutut atau tangan)
secara perlahan membesar

Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :


1. Subklinis.
Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru
terbatas pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi.
2. Manifest.
Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi
bertambah luas disertai reaksi peradangan.
3. Dekompensasi
Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur.
Pada tahap ini biasanya diperlukan tindakan bedah.

2. ARTHRITIS RHEUMATOID
Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai
jaringan ikat sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung
menjadi kronik. Atau arthritis reumatoid adalah kelainan sistemik dengan
manifestasi utama pada persendian yang berkembang secara perlahan-lahan
dalam beberapa minggu. Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang
paling sering ditemukan pada sendi, insidensnya sekitar 3% dari penduduk
menderita kelainan ini dan terutama ditemukan pada umur 20-30 tahun, lebih
sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini
menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi
besar pada lutut, panggul serta pergelangan tangan.

Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
• 1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
• 2. Endokrin
• 3. Autoimun
• 4. Metabolik
• 5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid
yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

3. ARTHRITIS GOUT
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal
asam urat pada jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang
dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya
konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Serta Artritis gout suatu penyakit
autoimun dimana persendian secara simetris mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi
a. Insidens dan Patogenesis
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat
langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam
urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah
pubertas. Pada wanita kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause
karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah
menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.

Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout
dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi
familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari
penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya
penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.
Gejala gout berkembang dalam 4 tahap :
1.Tahap Asimptomatik : Pada tahap ini kadar asam urat dalam darah meningkat,
tidak menimbulkan gejala.
2.Tahap Akut : Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak,
umumnya terjadi pada tengah malam atau menjelang pagi. Serangan ini berupa
rasa nyeri yang hebat pada sendi yang terkena, mencapai puncaknya dalam
waktu 24 jam dan perlahan-lahan akan sembuh spontan dan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu 14 hari.
3.Tahap Interkritikal : Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak normal
serta melakukan berbagai aktivitas olahraga tanpa merasa sakit sama sekali.
Kalau rasa nyeri pada serangan pertama itu hilang bukan berarti penyakit
sembuh total, biasanya beberapa tahun kemudian akan ada serangan kedua.
Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali sepanjang hidup, semua ini
tergantung bagaimana sipenderita mengatasinya.
4. Tahap Kronik : Tahap ini akan terjadi bila penyakit diabaikan sehingga
menjadi akut. Frekuensi serangan akan meningkat 4-5 kali setahun tanpa disertai
masa bebas serangan. Masa sakit menjadi lebih panjang bahkan kadang rasa
nyerinya berlangsung terus-menerus disertai bengkak dan kaku pada sendi yang
sakit.
C. KELAIANAN PADA OTOT
1. STRAIN
Strain adalah trauma pada suatu otot atau tendon yang biasanya disebabkan
oleh peregangan otot yang melebihi batas normalnya. Strain dapat pula disertai
dengan robekan atau ruptur jaringan. Pada cedera otot terjadi peradanagan
yang menyebabkan jaringan membengkok atau terasa nyeri. Penyembuhannya
mungkin memerlukan beberapa minggu.
2. SPRAIN
Sprain atau keseleo adalah trauma pada suatu sendi biasanya berkaitan dengan
cedera ligamentum. Pada keseleo yang berat , ligamentum dapat putus. Psrain
dapat menyebabnkan peradangan, pembengkakan, dan nyeri.
3.RIGOR MORTIS
Rigor Mortis atau kaku mayat adalah kekakuan atau kontraksi otot-otot yang
terjadi beberapa jam setelah kematian. Rigor mortis timbul akibat berkurangnya
ATP dalam sel-sel otot. Tanpa adanya ATP yang terikat ke kepala miosin, maka
jembatan-jembatan silang yang terhubung di otot pada saat dan segera setelah
kematian tidak dapat di lepaskan dan otot tetap berkontrksi. Dalam satu hari
protein-protein otot dihancurkan oleh enzim-enzim lokal yang dikeluarkan oleh
sel-sel yang berdegenerasisehingga otot kembali melemas.
4. ATROFI
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi suatu otot dapat
terjadi akibat tidak di gunakannya otot atau terjadi pemutusan saraf yang
menpersarafi otot tersebut. Pada atrofi otot ukuran miofibril berkurang, atau
walaupun tidak mengalami atrofi kepadatan tulang dapat berkurang akibat tidak
digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit desiensi metababolik.

diposkan oleh askep_ners @ 19:49


0 KOMENTAR:

Poskan Komentar

Berlangganan Poskan Komentar [Atom]

<< Halaman Muka

Mengenai Saya

Nama: suwitto
Lokasi: makassar, selawesi sealatan, Indonesia

aku hanyalah manusia biasa yang mau bermanfaat kapan saja dalam kebaikan
ummat

Lihat profil lengkapku

Posting Sebelumnya
 askep asma
 askep IMA dan CHF

Berlangganan
Entri [Atom]

Anda mungkin juga menyukai