Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GNA

OLEH :
VALERIA HARTIANA S. CUWI
NPM 22201313

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1) Definisi
Glomerulonefritis adalah peradangan pada kapiler glomerulus. Glomerulonefritis
akut merupakan glomerulonefritis yang sering ditemukan pada anak umur 2-10 tahun,
meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang.

2) Etiologi
 Bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya
 Infeksi streptokokus atau sering disebut dengan GNA pasca streptococcus
 Penyebab lain : impetigo (reaksi pada kulit) , infeksi virus akut (infeksi
saluran pernapasan)
3) Patofisiologi

Patofisiologi pada pasien GNA menurut (Ramon Adyesa Tobe, 2019) yang
muncul pada anak dengan glomeruloenfritis akut adalah:

Hampir pada semua tipe glomerulonefritis terjadi gangguan di lapisan


epitel atau lapisan podosit membran glomerulus. Gangguan ini mengakibatkan
hilangnya muatan negatif. Glomerulonefritis pasca streptokokal akut terjadi
karena kompleks antigen-antibodi terperangkap dan menumpuk di dalam
membran kapiler glomerulus sesudah infeksi oleh strepkococus beta-hemoliticus
grup A. Antigen tersebut, yang bisa endogen atau eksogen, menstimulasi
pembentukan antibody. Kompleks antigen-antibodi yang beredar di dalam darah
akan tersangkut di dalam kapiler glomerulus. Cedera glomerulus terjadi ketika
kompleks tersebut memulai pengaktifan komplemen dan pelepasan substansi
imunologi yang menimbulkan lisis sel serta meningkatkan pemeabilitas membran.

Intensitas kerusakan glomerulus dan insufisiensi renal berhubungan


dengan ukuran, jumlah, lokasi (lokal atau difus), durasi panjang dan tipe
kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler glomerulus mengaktifkan
mediator biokimiawi inflamasi yaitu: komplemen, leukosit, dan fibrin.
Komplemen yang sudah diaktifkan akan menarik sel-sel neutrofil serta monosit
yang melepaskan enzim lisosom. Enzim lisosom ini merusak dinding sel
glomerulus dan menyebabkan poliferasi matriks ekstrasel yang akan
mempengaruhi aliran darah glomerulus.

Perdarahan glomerulus menyebabkan urine menjadi asam. Keadaan ini


akan mengubah hemoglobin menjadi methemoglobinemia dan mengakibatkan
urine berwarna cokelat tanpa ada bekuan darah. Respons inflamasi akan
menurunkan laju filtrasi glomerulus, dan keadaan ini menyebabkan retensi cairan
serta penurunan haluran urine, peningkatan volume cairan serta penurunan
ekstrasel, dan hipertensi. Proteinuria yang nyata menyertai sindrom nefrotif
sesudah 10 hingga 20 tahun kemudian akan menjadi insufisiensi renal, yang
diikuti oleh sindrom nefrotik dan gagal ginjal terminal. Laju filtrasi glomerulus
menurun dan gagal ginjal terjadi dalam waktu beberapa minggu atau beberapa
bulan. Nefropati IgA serta sel-sel inflamasi mengendap didalam ruang bowman.
Akibatnya adalah sklerosis dan fibrosis glomerulus serta penurunan laju filtrasi
glomerulus. Neftrosis lipid menyebabkan disrupsi membran filtrasi kapiler dan
hilangnya muatan negatif pada membran ini. Keadaan ini mengakibatkan
permeabilitas yang disertai hilangnya protein (Putri et al., 2017).

Glomerulus yang rusak dan mengalami inflamasi akan kehilangan


kemampuan untuk memiliki permeabilitas yang selektif sehinga sel darah merah
dan protein dapat melewati filtrasi membran tersebut ketika laju filtrasi
glomerulus menurun. Keracunan karena ureum dapat terjadi. Fungsi ginjal dapat
memburuk, khususnya pada pasien dewasa dngan glomerulus pasca streptokokal
akut, yang umumnya berbentuk glomerulus sklerosis dan disertai hipertensi.
Semakin berat gangguan tersebut, semakin besar kemungkinan komplikasi.
Hipovolemik menimbulkan hipotensi yang bisa terjadi karena retensi natrium dan
air (akibat penurunan laju filtrasi glomerulus) atau pelepasan renin yang tidak
tepat. Pasien mengalami edema paru dan gagal jantung (Ramon Adyesa Tobe,
2019).

4) Manifestasi Klinik
 Hematuria (kencing seperti air cucian daging). Hematuria dapat terjadi karena
kerusakan pada rumbai kapiler glomerulus.
 Proteinuria (protein dalam urine) adalah suatu kondisi dimana urine
mengandung jumlah protein yang tidak normal.
 Hipertermi/suhu tubuh meningkat, dikarenakan adanya inflamsi oleh
strepkokus.
 Oliguria dan anuria

Selama fase akut terdapat vasokontruksi arteriol glomerulus yang


mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan
filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum, dan zat-zat
lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam
darah meningkat. Fungsi tubulus relativ kurang terganggu, ion natrium dan air
dirsorbsi kembali sehingga dieresis berkurang maka timbul oliguria dan
anuria.

 Edema
Edema yang bisanya dimulai pada kelopak mata dan bisa ke seluruh tubuh,
edema dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan akibat penurunan fungsi
ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang mengakibatkan
ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, hingga menjadi
edema.
 Hipertensi
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan akan menjadi permanen. Bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Hal ini disebabkan akibat terinduksinya sistem
renin-angiotensin.
 Menurunya out put urine (pengeluaran urine) adalah keadaan dimana produksi
urine seseorang kurang dari 500 mililiter dalam 24 jam
 Mual muntah
 Demam
 Sesak napas
 Anoreksia (penurunan nafsu makan)
5) Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaa urine
- keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya kerusakan glomerulus.
- keberadaan sel darah putih sebagai penanda adanya peradangan.
- menurunnya berat jenis urine.
- keberadaan protein sebagai penanda adanya kerusakan sel ginjal.
 Pemeriksaan darah
- Darah lengkap (anemia)
- Bun dan creatinine
- Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena keluar melalui
urine.
 Tes imunologi
Tes ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kelainan system
imun.
 Foto rontgen
- Ct scan
- Usg
 Biopsy ginjal
Dilakukan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dan periksa dibawa
mikroskop untuk memastikan pasien menderita. Biopsy juga akan membantu
dokter untuk mencari penyebab dari glomerulonephritis tersebut( kerlin,2005).
6) Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah(hebert,2013):
- Sindrom nefrotik
- Gagal ginjal akut
- Penyakit ginjal kronis
- Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang menumpuk dalam tubuh
- Gangguan keseimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium
- Rentan terhadap infeksi
- Anemia
BAB II

PATOFLOW DIAGRAM ATAU WOC

Streptokokus

Menyerang dinding kapiler

Kerusakan dinding kapiler

Filterasi glomerulus

GLOMERULUS NEFRITIS AKUT

Penurunan Retensi cairan Kerusakan Fagosit pada


inflamasi
haluan urine jaringan ginjal membrane glomerulus
Peningkatan ekstra sel

Peningkatan
hipertermi
Oliguri volumecairan cairan Respon filtrasi Kebocoran kapiler
glomerulus
anuria Penekanan gaster

Hipertensi
Hematuria
Risiko perfusi
renal tidak proteineria
Mual, muntah,
efektif tidak nafsu makan Nyeri

Gangguan
eliminasi urine
Defisit nutrisi

edema
Menekan
diafragma

hipervolemi
a
Sesak

Pola nafas
tidak efektif
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
 Genitourinaria:

Proteinuria

Penurunan urine out put

Hematuria

Urine keruh

 Kardiovaskuler:
Hipertensi
 Neurologis:
Letargi
 Hematologi:
Anemia
Azotemia
Hyperkalemia
 Integument:
Pucat
Edema
2. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan urinalisis
- Darah lengkap
- Pemeriksaan serologis seperti titer ASTO
Titer ASTO merupakan reaksi serologis yang paling sering
diperiksa,kenaikan titer ini dimulai pada hari ke 10 hingga 14 sesudah
infeksi streptokokus.
- CRP(C-Reactive protein)
CRP merupakan suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati
sebagai respon adanya infeksi, inflamasi, atau kerusakan jaringan.
inflamasi merupakan proses di mana tubuh memberikan respon
terhadap cedera.
3. Analisis data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Orang tua mengatakan anak Filtrasi plasma Perfusi jaringan renal tidak efektif
jarang BAK,tidak BAK Penurunan haluan urin
DO :Tampak Produksi urine
sedikit atau tidak ada
produksi sama sekali

2. DS : Orangtua mengatakan anak Retensi cairan Defisit nutrisi


mual dan muntah, tidak nafsu diabdomen
makan Penekanan gaster
DO : Pasienmual, muntah dan
tidak nafsu makan
3. DS : Orangtua mengatakan anak Fagosit pada membrane Gangguan eliminasi urine
kencing darah glomerulus
DO : Tampak darah pada urine
pasien

4. DS : Orangtua mengatakan anak Menekan diafragma Pola napas tidak efektif


sesak
DO : Anak tampak sesak

5. DS ; Orang tua mengatakan badan


Peningkatan volume hipervolemia
anak bengkak cairan
DO : Anak tampak bengkak

DS: Orang tua mengatakan anak Kerusakan jaringan Nyeri akut


6. sering merintih ginjal
DO: Anak tampak merintih
Nadi meningkat
7.
DS: Orang tua mengatakan badan inflamasi hipertermi
anak panas
DO:Badan anak teraba panas
Suhu tubuh meningkat

4. Diagnose Keperawatan
1. Perfusi jaringan renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal
2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (stress,keengganan untuk makan)
3. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic
4. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
5. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
6. Hipertemi b.d proses penyakit
7. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
5. Intervensi Keperawatan
Dx 1.Perfusi jaringan renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
Luaran utama: Perfusi Renal
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria hasil ;
1. Jumlah urine meningkat
2. Tekanan darah sistolik membaik
3. Tekanan darah diastolic membaik
Intervensi utama : Pencegahan syok

Observasi :

1. Identifikasi adanya edema pada area tubuh pasien


2. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP )
3. Monitor dan dokumentasikan warna dan karakter urine
Terapeutik:
1. Observasi pola berkemih pasien
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
5. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera

Kolaborasi:

1.Kolaborasi pemberian dopamine dosis rendah sesuai program

Edukasi:

1.Jelaskan kepada pasien anggota keluarga atau pasangan tentang alas an


terapi dan efek yang diharapkan

2.Anjurkan untuk berolahraga rutin

Dx 2. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis ( keengganan untuk makan )

Tujuan : Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

Luaran utama : Status Nutrisi

Ekspektasi : Membaik

Kriteria hasil :

1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


2. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
3. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
4. Berat badan membaik
5. Nafsu makan membaik

Intervensi utama : Manajemen nutrisi

Observasi:

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan

Terapeutik:

1.Fasilitasi menentukan pedoman diet


2.Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

3 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

4.Berikan suplemen makanan jika perlu

Edukasi :

1.Anjurkan posisi duduk jika mampu

Kolaborasi:

1.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumah kalori dan jenis
nutrein yang dibutuhkan jika peru

Dx 3. Gangguan eliminasi urine b.d infeksi ginjal

Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan

Luaran utama : Eliminasi urine

Ekspektasi : Membaik

Kriteria hasil :

1. Sensasi berkemih meningkat


2. Distensi kandung kemih meningkat
3. Karakteristik urine membaik

Intervensi utama : Manajemen eliminasi urine

Observasi :

1.Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

2.Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine

3.Monitor eliminasi urine

Terapeutik :

1.Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

2.Batasi cairan jika perlu

Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine

3. Anjurkan mengurangi minum sebelum tidur

Kolaborasi ;

1. Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra,jika perlu

Dx 4. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas

Tujuan ; Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

Luaran utama :pola napas

Ekspektasi :membaik

Kriteria hasil ;

1. Dispnea meningkat
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. Pola napas membaik
4. Warna kulit membaik
5. Takikardi menurun

Intervensi utama : Manajemen jalan napas

Observasi :
1.Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman.usaha napas)
2.Monitor bunyi napas tambahan(mengi,wheezing,ronkhi kering)
3.Monitor sputum(jumlah,warna dan aroma)

Terapeutik :

1. Pertahankan jalan napas


2.Pertahankan semi-fowler
3.berikan oksigen jika perlu
Edukasi :

1.Ajarkan batuk efektif

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian diuretic

Dx 5. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan

Luaran utama : Keseimbangan cairan

Ekspektasi : Meningkat

Kriteria hasil :

1. Asupan cairan meningkat


2. Haluaran urin meninkat
3. Edema menurun
4. Tekanan darah membaik
5. Turgor kulit membaik
6. Berat badan membaik
Intervensi utama : Manajemen hipervolemi
Observasi :
1.Periksa tanda dan gejala hipervolemi
2. Identifikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik ;
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur

Edukasi ;

1. Anjurkan melapor jika ada penambahan BB

2. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian diuretic

2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic

Dx 6. Hipertermi b.d proses infeksi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan

Luaran utama : Termoregulasi

Ekspektasi : Membaik

Kriteria hasil :

1. Menggigil menurun

2. Suhu tubuh membaik

3. Tekanan darah membaik

Intervensi utama : Manajemen hipotermi

Observasi :

1.Identifikasi penyebab hipertermi

2.Monitor suhu tubuh

3.Monitor haluaran urine

4.Monitor komplikasi akibat hipertermi

Terapeutik :

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaian

3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh

4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis

Edukasi :

Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,jika perlu

Dx 7. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan


Luaran utama : Tingkat

Ekpektasi : Menurun

Kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri menurun

2. Gelisah menurun

3. Kesulitan tidur menurun

4. Frekuensi nadi membaik

5. Tekanan darah membaik

Intervensi utama : Manajemen nyeri

Observasi :

1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respon nyeri non verbal

4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik :

1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :

1. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Ajarkan teknik nonfarmakologi

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

 Pardede, S. O., Trihono, P. P., & Tambunan, T. (2016). Gambaran klinis


glomerulonefritis akut pada anak di departemen ilmu kesehatan anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri, 6(4), 144-8.
 Choirah, A. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. E DENGAN DISGNOSIS
MEDIS GLOMERULONEFRITIS AKUT DI RUANG PERAWATAN ANAK
ANGGREK B RUMAH SAKIT Dr. H JUSUF SK TARAKAN.
 Pasek, M. S. (2013, December). GLOMERULONEFRITIS AKUT PADA ANAK
PASCA INFEKSI STREPTOKOKUS. In Prosiding Seminar Nasional MIPA.
 Pasek, M. S. (2013, December). GLOMERULONEFRITIS AKUT PADA ANAK
PASCA INFEKSI STREPTOKOKUS. In Prosiding Seminar Nasional MIPA.
 Made Suadnyani Pasek. (2013). Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada
Anak. Sari Pediatri, 5(2), 58–63. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-4.pdf
 Rachmadi, D. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
Simposium Nasional II IDAI Cabang Lampung, April, 24–25

Anda mungkin juga menyukai