Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


DENGAN SINDROM NEFROTIK
DI RUANG GARUDA RSUD S.K.LERIK KOTA KUPANG

OLEH:

MARIA PUDENSIANA NENO BILASI


NIM: PO 5303211211543

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS AKT 03
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah gangguan klink yang ditandai dengan
peningkatan proten urine (proteinuria), edema, penurunan albumn dalam
darah (hipoalmbumnea), kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permebialitas membran kapiler glomerulus
(Zuliani., 2021).
Sindrom nefrotik adalah kelaninan pada ginjal yang menyebabkan
tubuh mengeluarkan terlalu banyak protein dalam urine. Ekskresi urine
pada penderita sindrom nefrotik mengandung lebih dari 3-gram protein/
hari karena gangguan glomerulus yang disertai edema dan
hipoalbuminemia (Kardiyudiani, 2019).
2. Etiologi
Sindrom nefrotik biasanya disebabkan oleh kerusakan pada
kelompok pembuluh darah kecil (glomeruli) dari ginjal yang menyaring
limbah dan kelebihan cairan elektrolit dari darah saat melwati ginjal.
Glomeruli yang sehat berupa protein darah (terutama albumin) yang
diperlukan untuk mempertahankan jumlah cairan yang tepat dalam tubuh.
Banyak penyakit dan kondisi dapat menyebabkan kerusakan glomerulus
dan menyebabkan sindrom nefrotik termasuk hal-hal berikut
(Kardiyudiani, 2019):
1) Penyakit Ginjal Diabetik
Diabetes dapat menyebabkan kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
yang mempengaruhi glomeruli.
2) Perubahan penyakit minimal
Perubahan penyakit minimal menghasilkan fungsi ginjal yang
abnormal, tetapi ketika jaringan ginjal diperiksa tampak normal
atau hampir normal. Penyebab fungsi abnormal biasanya tidak
dapat ditentukan.
3) Glumeruloklerosis segmental fokal
Ditandai dengan jaringan parut yang tersebar dari beberapa
glomeruli. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit lain atau
cacat genetik atau terjadi tanpa alasan yang diketahui.
4) Nefropati membran
Gangguan ginjal ini adalah hasil dari membran pengental dalam
gromeruli. Penyebab pasti penebalan tidak diketahui, tetapi
kadang-kadang tekait dengan kndisi medis lainnya, seperti hepatits
B, malaria, lupus dan kanker.
5) Systemic Lupus Eryhematosus (SLE)
Penyakit radang kronis yang dapat menyebabakan keruskan ginjal
yang serius.
6) Amiloidosis
Gangguan ini terjadi ketika zat yang di sebbut protein amiloid
menumpuk di organ-organ. Penumpukan amiloid sering
mempengaruhi pembuluh darah yang terhubung ginjal dan
merusak sistem penyaringan ginjal.
7) Bekuan darah di vena ginjal
Trombosis vena ginjal terjadi ketika gumpalan darah menhalangi
pembuluh darah yang terhubung ke ginjal. Hal tersebut dapat
menyebabkan sindrom nefrotik.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sinndrom nefrotik meliputi (Zuliani., 2021)
1) Pembengkakan (Edema)
Pembengkakan biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka). Pembengakakan biasanya lunak dan cekung bila di
tekan (pitting) dan umumnya ditemukan disekitar maa (periorbital)
yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen teerjadi
penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi
pleura, daerah genitalia dan ektremitas bawah yaitu pitting
(penumpukan cairan), pada kaki bagian atas penumpukan cairan
pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
2) Penurunan jumlah urine
Urine berwarna gelap, berbusa, volume urine berkurang yang
terjadi selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria dan
oliguria terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang
menstimulasi sistem renin angio-tensin yang mengakibatkan
disekresinya hormon anti diuretik (ADH).
3) Peningkatan berat badan karena retensi cairan berlebihan
4) Pucat
5) Hematuria
6) Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
7) Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen
8) Mudah lelah tetapi tidak kelihatan sakit
9) Hipertensi (jarang terjadi)karena penurunan volume intravaskuler
yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang
mengaktifkan sistem renin angiotensin yang meningkatkan
kontriksi pembuluh darah.
10) Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air.
4. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari penyebab primer dan
sekunder penyebab primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal
seperti glomerulonefritis, nefrotk sindrom perubahan minimal. Sedangkan
secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemk lain, seperti diabetes melitus, glomerulusklersis interkapiler,
sistem lupus erytematosus, trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom
nefrotik adalah hilannya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine.
Meskipun hat mampu meproduksi albumin namunn organ ini tidak dapat
mampu terus menerus mempertahankannya.Jika albumin terus menerus
hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipolbuminemia.
Pada sisndrom nefrotik terjadi penurunan tekanan osmotik yang
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuker ke ruang cairan ektraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan manifestasi hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sintesis lippoprotein di hati dan terjadi peningkatan
konsentrasi lemak daalm darah (hperlipidemia). Kelainan terjadi pada
sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang
lain dianggap sebagai manifestasi sekunder, kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapler glomerulus yang bermuatan
negative. Glkoprotein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein sebelumnya
terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerolus dan akhirnya di ekresikan dalam urine.
Pada sinrom nefrotik protein hilang lebh dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum trun di bawah 2,5
gram/dL. Mekanisme edema belum diketaui secara fisiologis tetap
kemungkinan edema terjadi kareana adanya penurunan osmotik
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertistial,
hal ini disebabkan oleh karean hippoalbuminemia. Keluarnya cairan ke
ruang interstisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
Akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakbitkan
menurunnaya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan sistem renin
angio-tensin yang akan meningkatkan kontriksi pembuluh darah dan juga
akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
di tubulus distal dan merangsang pelepasan dan hormon antidiuretik yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma
bekurang natrium dan air yang di rabsorbsi akan memperberat edema.
Stimulasi renin angiotensin, aktivasi aldosteron dan hormon
antidiuretik akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik
kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hippoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lippoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan anteriosklerosis (Zuliani., 2021).
5. Pathway
6.
Penyakit Sekunder Reaksi Autoimun Idiopatik Penyakit Sistemik

Peningkatan Permebialitas Membran Gromerulus

Hiperkoleterolimia Proteinuria Edema Anasarka Hipoalbumin

SINDROM NEFROTIK

Breathing Blood Brain Bllader Bowel Bone

Asites Reabsorpsi Na dan Cardiac output menurun Edema Tirah Baring


Hipoalbumin Menekan
air meningkat saluran
saraf vagus
dan lambung pencernaan
Distensi abdomen Perfusi darah ke otak Penekanan
Volume Tekanan lama pada
menurun
Intravaskuler osmotik plasma Absorbsi area edema
Menekan diafragma meningkat darah Inadekuat
Penurunan Beban Kerja Sakit Kepala, Tekanan Kenyang, enek, Feses encer, Luka Lecet
Ekspansi Paru jantung pusing Hidrostatik tidak enak di diare Pada Kulit
meningkat meningkat epigastrium

Dispne,takipnea, Penurunan Lelah, lemah, Gangguan


bradipnea, Dekompensasi Kapasitas Perpindahan letih, lesu Integritas
perubahan dalam Kordis Adaptif cairan dari Anoreksia, Kulit
pernapasan Intrakranial intrasel ke mual, muntah
ekstrasel
Penurunan Intoleransi
Pola Napas Curah Defisit Nutrisi Aktivitas
Jantung Edema
Tidak Efektif anasarka,asites,
bengkak pada mata,
bengkak pada
kemaluan, bengkak
pada paru

Hipervolemia

(Nuari & Dian, 2017)


7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dicurgai pada pasien dengan edema dan proteinuria pada
urinalisis dan di konfirmasi oleh kadar protein urine dan kreatinin acak
(spot) atau pengukuran 24 jam protein urine. Penyebabnya mungkin
disarankan oleh temuan klinis. Ketika penyebabnya tidak jelas, tes
tambahan (misalnya serologi) dan biopsi ginjal bisa diindikasikan
(Kardiyudiani, 2019):
1) Tes Urine
Melalui tes urine dapat ditemukan proteinuria yang signifikan (3
gram protein dalam koleksi urine 24 jam). Dalam kondisi normal,
seseorang memiliki ekskresi <150 mg/hari. Sebagai alternatif, rasio
protein/kreatinin dalam spesiemen urine acak biasanya dapat
digunakan untuk memperkirakan gram protein. Misalnya, nilai
protein 40 mg/dL, dan kreatinin 10 mg/dL dalam sampel urine
acak adalah setara dengan temuan 4 g/1,732 dalam spesimen 24
jam.
2) Tes Adjungtif Pada Sindrom Nefrotik
Pengujian adjuvan membantu menentukan tingkat keparahan dan
komplikasi,
a) Konsentrasi BUN dan kreatinin bervariasi berdasarkan
tingkat kerusakan ginjal
b) Albumin serum sering adalah < 2,5 g/dL
c) Kadar koleterol dan trigliserida biasanya meningkat
3) Pengujian untuk penyebab sekunder pada sindrom nefrotik
Peran pengujan untuk penyebab sekunder sindrom nefrotik masih
diperdebatkan karena di percaya memiliki hasil yang kurang begitu
akurat, tes paling baik dilakukan sebgaimana ditunjukan oleh
konteks klinis antara lain:
a) Glukosa serum atau Hb glikosilasi (HbA1c)
b) Antibodi antinuklear
c) Tes serologi hepatitis B dan C
d) Elektroforesis protein serum dan urine
e) Cryoglobulin
f) Faktor rematoid
g) Tes serologi sifilis
h) Tes antibodi HIV
i) Tingkat komplemen (CH50,C3,C4)
j) Biopsi ginjal diindikasikan pada orang dewasa untuk
mendiagnosis gangguan yang menyebabkan sindrom
nefrotik idiopatik.
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk melindungi fungsi ginjal
dalam menangani komplikasi dengan tepat (Kardiyudiani, 2019):
1) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococus yang mungkin masih dapat
dikombinasi dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama
10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, dganti dengan
eritomisin 30 mg/Kg BB/hari di bagi 3 dosis.
2) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara intramuskuler.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, ka selanjutnya reserpin
diberikan peroral dengan dosis rumah 0,03 mg/kgBB/hri.
Magnesium sulfat parental tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
3) Pemeberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika hinjal
dan filtrasi glomerulus.
4) Bila timbul gagal jantung maka diberikan digitalis, sedativa, dan
oksigen.
9. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik meliputi (Kardiyudiani, 2019):
1) Pembekuan darah
Ketidakmampuan glomeruli untuk menyaring darah dengan benar
dapat menyebabkan hilangnya protein darah yang membantu
mencegah pembekuan. Hal ini meningkatkan resiko timbulnya
gumpalan darah (trombus) di pembuluh darah.
2) Koleterol darah tinggi dan trigliserida darah tinggi
Ketika tingkat albumin protein dalam darah turun, hari membuat
albumin lebih banyak. Pada saat yang sama, hati melepaskan lebih
banyak koleterol dan trigliserida.
3) Nutrisi buruk
Hilangnya terlalu banyak protein darah bisa berakibat malnutrisi.
Ini dapat menyebabkan penurunan berat badan, tetap mungkin
disamarkan dengan pembengkakan. Selain itu, penderita juga dapat
mengalami anemia serta rendahnya tingkat vitamin D dan kalsium.
4) Tekanan darah tinggi
Kerusakan glomeruli dan penumpukan limbah dihasilkan dalam
aliran darah (uremia) dapat meningkatkan tekanan darah
5) Gagal ginjal akut
Jika ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring darah
karena kerusakan glomerolus produk limbah dapat menumpuk
dengan cepat dalam darah
6) Penyakit ginjal kronis
Sinrom nefrotik dapat menyebabkan ginjal kehilangan fungsi
secara bertahap dari waktu ke waktu.
7) Infeksi
Orang dengan sindrom nefrotik memiliki peningkatan resiko
infeksi
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
agama.
2) Riawayat kesehatan
Keluhan utama : kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya asites)
3) Rwayat kesehatan sekarang
 Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
 Kaji keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
 Kaji adanya anoreksia pada klien
 Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4) Riwayat kesehatan dahulu
 Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
 Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus
dan penyakit hipertensi pada sebelumnya?
 Kaji tentang riawayat pemakaian obat-obatan pada masa lalu?
 Kaji adanya riwayat alergi terhadap jenis obat?
5) Riawayat Kesehatn Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga sepert diabetes
melitus yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
6) Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum
b) Keadaan umum : klien lemah dan terlihat sakit berat
c) Kesadaran : biasanya composmentis
d) TTV : sering tidak didapatkan adanya perubahan
e) Pemeriksaan sistem tubuh
1) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas
dan jalan napas walaupun secara frekuensi mengalami
peningkatanterutama pasa fase akut. Fase lanjut
didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respon terhadap edema pulmonar dan
efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Sering di temukan penurunan curah jantung respons
sekunder dan peningkatan beban volume.
3) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periobital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat
parahnya azitemia pada sistem saraf pusat.
4) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine
berwarna gelap
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual muntah,anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan tubuh
dan didapatkan asites pada abdomen.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
7) Pemeriksaan Diagnostik
Urinalis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteiuria,
terutama albumi. Keaadaan ini juga terjad akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas dibuktikan
dengan Dispea, Ortopnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal,pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior posterior
meningkat, ventilasi semenit menurun, kapastas vital menurun,
tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, eksusrsi dada
menurun (D.0005)
2) Penurunan Curah Jantung (D.0008)
3) Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia,
pola napas ireguler, tingkat kesadaran menurun, respon pupil
melambat, refleks neurologis terganggum gelisah, agitasi, muntah dan
mual, tampak lesu/lemah, papiledema, TIK > 20 mmHg (D.0066)
4) Hipervolemia (D.0022)
5) Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme dibuktikan
dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal,
bising usus hiperatif, membran mukosa pucat, serum albumin
menurun, kram nyeri abdomen, nafsu makan menurun, cepat kenyang
setelah makan (D.0019)
6) Intoleransi Aktivitas (D.0056)
7) Gangguan Integritas Kulit b.d perubahan sirkulasi dibuktikan dengan
kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan,
kemerahan, hematoma (D.0129)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan (SDKI) (SLKI)
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi (I.01014)
keperawatan 1x24 jam di 1. Observasi
b.d hambatan upaya
harapkan pola napas  Monitor frekuensi, irama,
napas dibuktikan membaik dengan kriteria kedalaman, dan upaya napas
hasil:  Monitor pola napas (seperti
dengan Dispea,
1. Dispnea menurun bradipnea, takipnea,
Ortopnea, penggunaan (5) hiperventilasi, Kussmaul,
2. Penggunaan otot Cheyne-Stokes, Biot,
otot bantu pernapasan,
bantu napas ataksik)
fase ekspirasi menurun (5)  Monitor kemampuan batuk
3. Pemanjangan fase efektif
memanjang, pola napas
eksprasi menurun  Monitor adanya produksi
abnormal,pernapasan (5) sputum
4. Frekuensi napas  Monitor adanya sumbatan
pursed-lip, pernapasan
membaik (5) jalan napas
cuping hidung, 5. Kedalaman napas  Palpasi kesimetrisan
membaik (5) ekspansi paru
diameter thoraks
 Auskultasi bunyi napas
anterior posterior  Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
meningkat, ventilasi
 Monitor hasil x-ray toraks
semenit menurun, 2. Terapeutik
 Atur interval waktu
kapastas vital menurun,
pemantauan respirasi sesuai
tekanan ekspirasi kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
menurun, tekanan
pemantauan
inspirasi menurun, 3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
eksusrsi dada menurun.
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
keperawatan 3x24 jam di intracranial (I.06194)
adaptif intracranial
harapkan Kapasitas adaptif 1. Observasi
berhubungan intracranial meningkat  Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: peningkatan TIK
dibuktikan dengan sakit
1. Sakit kepala  Monitor tanda dan gejala
kepala, tekanan darah menurun peningkatan TIK
2. Tekanan darah  Monitor MAP, CVP,
meningkat, tekanan
membaik PAWP, ICP, PAP, CPP
nadi melebar, 3. Tekanan nadi  Monitor gelombang ICP
bradikardia, pola napas membaik  Monitor status pernapasan
4. Bradikardi  Monitor intake dan output
ireguler, tingkat
membaik cairan
kesadaran menurun, 5. Pola napas  Monitor cairan serebro-
membaik spinalis
respon pupil melambat,
6. Respon pupil 2. Terapeutik
refleks neurologis membaik  Minimalkan stimulasi
7. Reflex neurologis dengan menyediakan
terganggum gelisah,
membaik lingkungan yang tenang
agitasi, muntah dan 8. Tekanan  Berikan posisi semi fowler
intracranial  Hindari maneuver valsave
mual, tampak
membaik  Hindari penggunaan PEEP
lesu/lemah, papiledema,  Hindari pemberian cairan
IV hipnotik
TIK > 20 mmHg
 Pertahankan suhu tubuh
normal
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konsvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan 3x24 jam di (I.03114)
harapkan Keseimbangan 1. Observasi
cairan meningkat dengan  periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hipervolemia
1. Asupan cairan (mis.ortopnea,dispnea,
meningkat edema, JVP/CVP
2. Keluaran urin meningkat, refleks
meningkat hepatojugular positif, suara
3. Kelembapan napas tambahan)
membran mukosa  identifikasi penyebab
4. Edema menurun hipervolemia
5. Dehidrasi menurun  monitor status hemodinamik
6. Tekanan darah (mis. Frekuensi jantung,
membaik tekanan darah, MAP,
7. Denyut nadi radial CVP,PAP)jika tersedia
membaik  monitor intake dan output
8. Tekanan arteri rata- cairan
rata membaik  monitor tanda
9. Membran mukosa hemokosentrasi(kadar
membaik natrium, BUN, hematokrit,
10. Mata cekung berat jenis urine)
membaik  monitor tanda penngaktan
11. Turgor kulit tekanan onkotik plasma
membaik (kadar protein dan albumin
12. Berat badan meningkat)
membaik  monitor kecepatan infus
secara ketat
 monitor efek samping
diuretik (mis, hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
2. Terapeutik
 Timbang berat badan setiap
hari
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
3. Edukasi
 anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
 anjurkan melaporkan jika
BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
 ajarkan mengukur dan
mencatat asupan haluaran
cairan
 ajarkan cara membatasi
cairan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi diuretik
 Kolaborasi penggantian
kegilangan kalium akibat
diuretik
 Kolaborasi pemberian
continuosus renal
replacement therapy
(CRRT) jika perlu
pemberian

Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


keperawatan selama 3x24 (I.11353)
kulit/ jaringan b.d
jam diharapkan integritas 1. Observasi
perubahan sirkulasi kulit dan jaringan  Identifikasi penyebab
meningkat dengan Kriteria gangguan integritas kulit
dibuktikan dengan
hasil: (mis. Perubahan sirkulasi,
kerusakan jaringan dan 1. Kerusakan lapisan kulit perubahan status nutrisi,
menurun (5) peneurunan kelembaban,
atau lapisan kulit, nyeri,
perdarahan, kemerahan, 2. Kerusakan jaringan suhu lingkungan ekstrem,
menurun (5) penurunan mobilitas)
hematoma
3. Nyeri menurun (3) 2. Terapeutik
4. Tekstur membaik (5)  Ubah posisi setiap 2 jam
5. Perfusi jaringan jika tirah baring
meningkat (5)  Lakukan pemijatan pada
6. Perdarahan menurun area penonjolan tulang, jika
(5) perlu
7. Kemerahan menurun  Bersihkan perineal dengan
(5) air hangat, terutama selama
8. Nekrosis menurun (5) periode diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium  atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
 Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan
buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah

Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
peningkatan kebutuhan keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan status 1. Observasi
metabolisme dibuktikan  Identifikasi status nutris
nutrisi membaik dengan  Identifikasi alergi dan
dengan berat badan kriteria hasil : intoleransi makanan
menurun minimal 10%  Identifikasi makanan yang
1. Porsi makan yang disukai
dibawah rentang ideal, di habiskan
bising usus hiperatif, meningkat (5)  Identifikasi kebutuhan
2. Berat badan kalori dan jenis nutrient
membran mukosa
membaik (5)  Identifikasi perlunya
pucat, serum albumin 3. Indeks masa Tubuh penggunaan selang
membaik (5) nasogastrik
menurun, kram nyeri
4. Frekuensi makan  Monitor asupan makanan
abdomen, nafsu makan meningkat (5)  Monitor berat badan
5. Napsu makan  Monitor hasil pemeriksaan
menurun, cepat
meningkat 5) laboratorium
kenyang setelah makan 2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlus
4. Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tahap pengelolaan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan
dengan cara melakukanidentifikasi sejauh mana tujuan dan keriteria hasil
dari rencana keperawatan yang di buat pada tahap perencaaan tercapai atau
tidak
DAFTAR PUSTAKA

Kardiyudiani, N. K. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:


PT.Pustaka Baru.

Nuari, N. A., & Dian, W. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

Zuliani., dkk. (2021). Gangguan Pada Sistem Perkemihan . Medan: Yayasan Kita
Menulis.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2019).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia .


Jakarta : DPP . PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2019).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .


Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019) .Standar Luaran Keperawatan Indonesia .


Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai