OLEH:
NAMA NIM
Maria Pudensiana Neno Bilasi PO. 5303211211543
1.Pengertian
Ada 3 sirosis hepatis menurut Amin (2015) yaitu:
a. Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, sirosis gizi dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus yang terjadi sebelumnya
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dari infeksi.
a.Penyakit hati ( alcoholis liver disease/ ALD)
b. Hepatitis C kronik
c. Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitis D
d. Steatohepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini dikaitkan dengan DM,
malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koronerpemakaina obat kortikosteroid
e.Sirosis bilier primer
f.Kolangitis sklerosing primer
g. Hepatitis autoimun
h. Hemakromatosis herediter
i. Penyakit Wilson
j.Defisiensi alpha 1-antitrypsin
k.Sirosis kardiak
l.Galaktosemia
m. Fibrosiskistik
n.Hepatotoksik akibat obat atau toksin
o. Infeksi parasit tertentu (schistomiosis )
3.Tanda dan Gejala
1. Keluhan pasien:
a.Pruritus
b.Urin berwarna gelap
c. Ukuran lingkar pinggang meningkat
d. Turunnya selera makan dan turunnya berat badan
e.Ikterus
2.Tanda klasik:
a.Telapak tangan merah
b. Pelebaran pembuluh darah
c. Ginekomastia bukan tanda yang spesifik
d.Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
e.Ensephalopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi
f. Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah.
Tanda dan gejala yang muncul:
a.Hipertensi portal: varises esophagus (hematemesis, melena), asites,
edema,splenomegali, kaput medusa, gangguan hematologi (anemia, leucopenia,trombosit
openia)
b. Penurunan fungsi hati, cepat letih, mudah mengalami perdarahan,hipoalbuiminemia
c.Asites dan edema perifer
d. Gangguan gastrointestinal: mual muntah anoreksia
e.Integumen: gatal, petekie, eritema palmaris, spider nevi
f. Hepatic ensefalopati: nyeri kepala, penurunan kesadaran, alkalosis (peningkatan
frekuensi pernapasan)
g. Kolelitiasis.
Menurut Setiati (2015):
4.Patofisiologi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki
konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi.
Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan
limfatik serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan
jauundis.), gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan
perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan
hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat
memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan factor
faktor pembekuan oleh hati. Anemia,leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi
akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia
adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat
kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infe
si. Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah albumin.
Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran
protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan
osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium
dan air. Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron.
Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites m
eningkat. Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari
usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan:
5.Studi Diagnostik
Menurut Setiati (2015) pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk sirosis hepatis
adalah
1. Aminotransferase: ALT dan AST normal atau sedikit meningkat
2.Alkali fosfatase/ALP: sedikit meningkat
3.Gamma-glitamil transferase/GT: kolerasi dengan ALP, spesifik khas akibat alkohol
sangat meningkat
4.Bilirubin: meningkat saat sirosis hepatis lanjut prediksi penting mortilitas
5.Albumin:menurun saat sirosis hepatis lanjut
6.Globulin:meningkat terutama IgG
7.Waktu prothrombin: meningkat/ penurunan produksi faktor V/VII dari hati
8.Natrium darah: menurun akibat peningkatan ADH dan aldosteron
9. Trombosit: menurun (hipersplenism)
10.Leukosit dan neutrofil: menurun (hipersplenisme)
11. Anemia: makrositik, normositik, dan mikrositik.
Pemeriksaan diagnostic terdiri atas:
1. Pemeriksaan Darah
1) Biasanya dijumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu
protrombin memanjang
2) Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan laboratorium
bisa normal dan sirosis
3) USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati
4). CT-Scan. Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi komplikasi sirosis
dampak dari peningkatan tekanan vena portal, seperti varises esophagus
3.Paracentisis
1) Paracentisis asites adalah penting dalam menentukan apakah asites disebabkan
oleh hipertensi portal atau proses lain.
2)Studi ini juga digunakan untuk menyingkirkan infeksi dan keganasan
4. Biopsi hati. Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. Biopsi merupakan tes
diagnosis yang paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Manifestasi Klinis
1) Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan fisik
rutin, gejala samar.
2) Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, factor pembekuan dan zat lain serta
manifestasi hipertensi porta.
3) Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut, ukuran hati
berkurang akibat jaringan parut.
4) Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis terjadi
dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5) Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan parasentesis
untuk menegakkan diagnosis.
6) Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol pembuluh
darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid hemoragi dari lambung.
7) Edema.
8) Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9) Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik
10) Eritema Palmaris
11) Spider Angioma
12) Jaundis
7.Komplikasi
komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai berikut:
1) Hipertnsi Porta
terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada sistem vena porta hal
tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan obstruksi aliran darah melalui sistem
vena porta ke dalam hati.
a) Etiologi dan faktor risiko
Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah penyebab
paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan hipertensi porta
peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis alkoholik, dll.
b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena porta
yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk), dan vena
hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau pembuluh darah
utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini bertanggung jawab bagi
perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran
darah pada vena porta maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam
sistem vena porta.
c) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan jaringan
pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada daerah
umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk, pelebaran, dan asites
yang tipikal tampak ketika penyakit ahati bersamaan.
2)Asites
a) Etiologi dan Faktor Resiko
Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat interaksi
beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan tekanan plasma osmotik
koloid dan retensi natrium semua berkontribusi terhadap kondisi ini.
b) Patofisiologi
Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena hepatik
dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam sistem vena porta.
Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena
porta kongesti ke dalam ruang peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada
kebocoran lebih plasma ke dalam ruang peritoneum. Kehilangan protein plasma ke dalam
cairan asites dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di dalam kompratemen
pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik membatasi kemampuan sistem pembuluh
darah menahan atau mengumpulkan air.
c) Manifestasi Klinis
Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul menonjol, serta
umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun akumulasi cairan asites banyak
dan nyata, namun jika jumlah kecil atau sedang lebih sulit untuk mendeteksi.
3) Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin tampak
bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah pembedahan puntasan
portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia
untuk membentuk ureum sehingga ini dapat diekresikan.
a. Patofisiologi
Penyebabab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini dirincikan
oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan serebrospinal. Amonia dihasilkan
dalam usus ketika protein dipecah oleh bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil,
oleh getah lambung dan metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di
dalam adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah
neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organic yang mengandung radikal
sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai
pendek asam lemak. Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam
hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal. Kadar amonia
darah meningkat ketika sel hati tidak mampu membentuk fungsi ini mungkin dikarenakan sel
hati rusak dan nekrosis. Ini juga mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta
secara langsung kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain,
sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai terbentuk.
Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai neurotransmiter palsu di
dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP, memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah
kepada perubahan metabolisme dan fungsi SSP. Sebuah proses yang meningkatkan protein di
dalam intestinal, seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI, menyebabkan
peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala ensefalopati hepatikum pada klien
dengan gagal hepatoseluler atau yang telah menjalani pembedahan pintasan portosistemik.
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer neurologis dan
rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam. Perubhan neurologis terjadi
dengan akumulasi amonia serebral atau perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum
mengganggu memori, perhatian, konsentrasi, dan kecepatan respons. Pola terbalik sering
terjadi, klien terbangun malam hari dan mengantuk pada siang hari. Menulis dan ucapan
menunjukkan perubahansignifikan seperti terjadi penyimpangan intelektual. Asteriksis
mungkin ada. Pada beberapa klien dengan ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan
alkalosis respiratorik berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat
pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik pada pernafan yang
disebut fetorhepaticus. Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien
perlahan berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun,tingkat depresi SSP
umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang mendalam sampai tidak ada respons nyeri
dan refleks kornea,benar-benar tidak ada.
Berikut stadium ensefalopati hepatikum:
(a) Stadium 1
(1) Letih
(2) Gelisah
(3) Iritabel
(4) Penurunan tampilan intelektual
(5) Penurunan rentang perhatian
(6) Berkurangnya ingatan jangka pendek
(7) Perubahan kepribadian
(8) Pola tidur terbalik
(b) Stadium 2
(1) Penyimpangan dalam menulis
(2)Asteriksis
(3) Gngguan status mental
(4)Bingung
(5) Lemah
(6) Fetor hepaticus
(c) Stadium 3
(1) Bingung berat
(2) Ketidakmampuan mengikuti perintah
(3) Samnolen dalam, tapi dapat bangun
(d)Stadium 4
(1)Koma
(2)Tidak respons terhadap rangsangan nyeri
(3)Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi
Hepatitis Alkoholisme
virus
Nekrosis
parenkim
hati
Hipertensi
portal
Pembentuka
n jaringan
ikat
Melena
Defisit
Kerusakan perawatan
mobilitas fisik diri
1. Pengkajian
3 Rencana Keperawatan
keseimbangan laboratorium
1. asupan cairan
Terapeutik:
meningkat
2. haluaran urine a) catat intake output dan hilang balance
meningkat cairan
3. edema menurun b) berikan asupan cairan sesuai
4. asites menurun kebutuhan
c) berikan caira intravena,jika perlu
kolaborasi:
a) kolaborasi pemeberian diuretic,jika
perlu
Goal:setelah
4 Defisit nutrisi b.d Manajemen nutrisi
dilakukan
ketidakmampuan
tindakan Observasi:
mengobsorbsi
keperawatan …
nutrient(D.0019) a. Identifikasi status nutrisi
x…jam status
nutrisi terpenuhi b. Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan makanan
yang dihabiskan
terapeutik:
meningkat
2.berat badan atau a. lakukan oral hygiene sebelum makan
IMT meningkat jika perlu
3.frekuensi makan b. sajikan makanan secara menarik dan
meningkat suhu yang sesuai
4.nafsu makan c. hentikan pemberian makanan melalui
meningkat selang nasogastrik jika asupan oral
5. perasaan cepat dapat ditoleransi
kenyang meningkat
edukasi:
Kemampuan
menggunakan
teknik non
farmakologi
meningkat
4. Implementasi keperawatan
5.Evaluasi keperawatan
Memeriksa kembali hasil pengkajian awal dan intervensi awal untuk mengidentifikasi
masalah dan rencana keperawatan klien termasuk strategi keperawatan. Evaluasi/ kesimpulan
akhir didasarkan pada pengkajian awal, catatan perkembangan, data yang telah direvisi dan data
klien yang terbaru. Evaluasi menghasilkan informasi/ data yang baru. Informasi baru
ini dibandingkan dengan informasi awal dan keputusan yang telah dibuat
tentang tujuan yang telah dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Emilia W. 2013 Sirosis hepatis Child Pugh Class C dengan Komplikasi Asites Grade III dan
Hiponatremia.pdf.http://www.google.co.id/search/q=Jurnal+Sirosis+Hepatis.
Hildan Awaludin. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien R dengan Sirosis Hepatis di Ruang
Teratai RSUD Banyumas.pdf http://repository.ump.ac.id/3910/2
Setiati Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid II. InternaPublishing:
Jakarta
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.