Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


‘SIROSIS HEPATIS’

OLEH:
NAMA NIM
Maria Pudensiana Neno Bilasi PO. 5303211211543

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1.Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit progresif yang dikarakteristikan oleh penyebaran inflasi


dan fibrosis pada hepar. Jaringan peut menggantikan sel-sel parenkim hepar normal sebagai
upaya hepar untuk meregenerasi sel-sel nekrotik. Karena darah tidak dapat ,mengalir dengan
bebas melalui hepar sirotik, ia kembali ke vena-vena splanknik ( vena portal, vena pilorik, vena
koronaria, vena esophagus, dan vena mesenterik) akhirnya menuebabkan pembesaran,
hemostatisvaskular, dan hipoksia organ yang disuplai oleh pembuluh-pembuluh ini. Lebih
daripada itu, hepar yang rusak tidak dapat melakukan fungsi metabolic normalnya seperti
melabolisme protein, lemak, dan karbohidrat, sintesis empedu, penyimpan vitamin dan sintesis
faktor pembekuan. Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regenerative (Setiati,2015).
2.Penyebab

Ada 3 sirosis hepatis menurut Amin (2015) yaitu:

a. Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, sirosis gizi dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

b. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus yang terjadi sebelumnya

c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar saluran empedu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dari infeksi.

Menurut Setiati (2015) ada 15 penyebab sirosis hepatis antara lain:

a.Penyakit hati ( alcoholis liver disease/ ALD)
b. Hepatitis C kronik
c. Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitis D

d. Steatohepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini dikaitkan dengan DM,
malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koronerpemakaina obat kortikosteroid
e.Sirosis bilier primer
f.Kolangitis sklerosing primer
g. Hepatitis autoimun
h. Hemakromatosis herediter
i. Penyakit Wilson
j.Defisiensi alpha 1-antitrypsin
k.Sirosis kardiak
l.Galaktosemia
m. Fibrosiskistik
n.Hepatotoksik akibat obat atau toksin
o. Infeksi parasit tertentu (schistomiosis )

3.Tanda dan Gejala

1. Keluhan pasien:

a.Pruritus
b.Urin berwarna gelap
c. Ukuran lingkar pinggang meningkat
d. Turunnya selera makan dan turunnya berat badan
e.Ikterus

2.Tanda klasik:

a.Telapak tangan merah
b. Pelebaran pembuluh darah
c. Ginekomastia bukan tanda yang spesifik
d.Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
e.Ensephalopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi
f. Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah.
Tanda dan gejala yang muncul:
a.Hipertensi portal: varises esophagus (hematemesis, melena), asites,
edema,splenomegali, kaput medusa, gangguan hematologi (anemia, leucopenia,trombosit
openia)
b. Penurunan fungsi hati, cepat letih, mudah mengalami perdarahan,hipoalbuiminemia
c.Asites dan edema perifer
d. Gangguan gastrointestinal: mual muntah anoreksia
e.Integumen: gatal, petekie, eritema palmaris, spider nevi
f. Hepatic ensefalopati: nyeri kepala, penurunan kesadaran, alkalosis (peningkatan
frekuensi pernapasan)
g. Kolelitiasis.

Menurut Setiati (2015):

a. Spider angioma atau spider nevi


b. Palmar erytema
c. Perubahan kuku (Muehrche’s lines, terry’ss nails, clubbing)
d. Osteoartropi Hipertrofi
e. Kontraktur Dupuytres
f. Ginekomastia
g. Hipogonadisme
h. Ukuran hati: besar, normal, mengecil
i. Splenomegali
j. Asites
k. Caput medusa
l. Murmur Cruveihier-Baungarten (bising daerah epigastrium)
m. Fetor hepaticus
n. Ikterus

4.Patofisiologi Sirosis Hepatis

Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki
konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi.
Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan
limfatik serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan
jauundis.), gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan
perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan
hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat
memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan factor
faktor pembekuan oleh hati. Anemia,leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi
akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia
adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat
kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infe
si. Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah albumin.
Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran
protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan
osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium
dan air. Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron.
Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites m
eningkat. Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari
usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan:

(1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus,


dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises

(2)asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di


dalam peritoneum)

(3) bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat meningkat amonia,


selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum. Kelanjutan proses sebagai akibat
penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian
dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri),
hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal,testis dan ovariu
m, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal.Atrofi testis, ginekomastia, alopesia,
pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga
disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit
diduga aktivitas hormone perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan (Menurut
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson 2015).

5.Studi Diagnostik

Menurut Setiati (2015) pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk sirosis hepatis
adalah
1. Aminotransferase: ALT dan AST normal atau sedikit meningkat
2.Alkali fosfatase/ALP: sedikit meningkat
3.Gamma-glitamil transferase/GT: kolerasi dengan ALP, spesifik khas akibat alkohol
sangat meningkat
4.Bilirubin: meningkat saat sirosis hepatis lanjut prediksi penting mortilitas
5.Albumin:menurun saat sirosis hepatis lanjut
6.Globulin:meningkat terutama IgG
7.Waktu prothrombin: meningkat/ penurunan produksi faktor V/VII dari hati
8.Natrium darah: menurun akibat peningkatan ADH dan aldosteron
9. Trombosit: menurun (hipersplenism)
10.Leukosit dan neutrofil: menurun (hipersplenisme)
11. Anemia: makrositik, normositik, dan mikrositik.

Pemeriksaan diagnostic terdiri atas:
1. Pemeriksaan Darah
1) Biasanya dijumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu
protrombin memanjang
2) Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan laboratorium
bisa normal dan sirosis
3) USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati
4). CT-Scan. Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi komplikasi sirosis
dampak dari peningkatan tekanan vena portal, seperti varises esophagus

3.Paracentisis
1) Paracentisis asites adalah penting dalam menentukan apakah asites disebabkan
oleh hipertensi portal atau proses lain.
2)Studi ini juga digunakan untuk menyingkirkan infeksi dan keganasan
4. Biopsi hati. Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. Biopsi merupakan tes
diagnosis yang paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Manifestasi Klinis
1) Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan fisik
rutin, gejala samar.
2) Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, factor pembekuan dan zat lain serta
manifestasi hipertensi porta.
3) Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut, ukuran hati
berkurang akibat jaringan parut.
4) Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis terjadi
dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5) Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan parasentesis
untuk menegakkan diagnosis.
6) Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol pembuluh
darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid hemoragi dari lambung.
7) Edema.
8) Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9) Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik
10) Eritema Palmaris
11) Spider Angioma
12) Jaundis
7.Komplikasi
komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai berikut:
1) Hipertnsi Porta
terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada sistem vena porta hal
tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan obstruksi aliran darah melalui sistem
vena porta ke dalam hati.
a) Etiologi dan faktor risiko
Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah penyebab
paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan hipertensi porta
peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis alkoholik, dll.
b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena porta
yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk), dan vena
hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau pembuluh darah
utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini bertanggung jawab bagi
perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran
darah pada vena porta maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam
sistem vena porta.
c) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan jaringan
pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada daerah
umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk, pelebaran, dan asites
yang tipikal tampak ketika penyakit ahati bersamaan.
2)Asites
a) Etiologi dan Faktor Resiko
Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat interaksi
beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan tekanan plasma osmotik
koloid dan retensi natrium semua berkontribusi terhadap kondisi ini.
b) Patofisiologi
Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena hepatik
dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam sistem vena porta.
Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena
porta kongesti ke dalam ruang peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada
kebocoran lebih plasma ke dalam ruang peritoneum. Kehilangan protein plasma ke dalam
cairan asites dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di dalam kompratemen
pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik membatasi kemampuan sistem pembuluh
darah menahan atau mengumpulkan air.
c) Manifestasi Klinis
Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul menonjol, serta
umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun akumulasi cairan asites banyak
dan nyata, namun jika jumlah kecil atau sedang lebih sulit untuk mendeteksi.
3) Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin tampak
bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah pembedahan puntasan
portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia
untuk membentuk ureum sehingga ini dapat diekresikan.
a. Patofisiologi
Penyebabab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini dirincikan
oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan serebrospinal. Amonia dihasilkan
dalam usus ketika protein dipecah oleh bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil,
oleh getah lambung dan metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di
dalam adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah
neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organic yang mengandung radikal
sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai
pendek asam lemak. Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam
hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal. Kadar amonia
darah meningkat ketika sel hati tidak mampu membentuk fungsi ini mungkin dikarenakan sel
hati rusak dan nekrosis. Ini juga mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta
secara langsung kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain,
sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai terbentuk.
Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai neurotransmiter palsu di
dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP, memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah
kepada perubahan metabolisme dan fungsi SSP. Sebuah proses yang meningkatkan protein di
dalam intestinal, seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI, menyebabkan
peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala ensefalopati hepatikum pada klien
dengan gagal hepatoseluler atau yang telah menjalani pembedahan pintasan portosistemik.
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer neurologis dan
rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam. Perubhan neurologis terjadi
dengan akumulasi amonia serebral atau perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum
mengganggu memori, perhatian, konsentrasi, dan kecepatan respons. Pola terbalik sering
terjadi, klien terbangun malam hari dan mengantuk pada siang hari. Menulis dan ucapan
menunjukkan perubahansignifikan seperti terjadi penyimpangan intelektual. Asteriksis
mungkin ada. Pada beberapa klien dengan ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan
alkalosis respiratorik berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat
pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik pada pernafan yang
disebut fetorhepaticus. Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien
perlahan berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun,tingkat depresi SSP
umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang mendalam sampai tidak ada respons nyeri
dan refleks kornea,benar-benar tidak ada.
Berikut stadium ensefalopati hepatikum:
(a) Stadium 1
(1) Letih
(2) Gelisah
(3) Iritabel
(4) Penurunan tampilan intelektual
(5) Penurunan rentang perhatian
(6) Berkurangnya ingatan jangka pendek
(7) Perubahan kepribadian
(8) Pola tidur terbalik
(b) Stadium 2
(1) Penyimpangan dalam menulis
(2)Asteriksis
(3) Gngguan status mental
(4)Bingung
(5) Lemah
(6) Fetor hepaticus
(c) Stadium 3
(1) Bingung berat
(2) Ketidakmampuan mengikuti perintah
(3) Samnolen dalam, tapi dapat bangun
(d)Stadium 4
(1)Koma
(2)Tidak respons terhadap rangsangan nyeri
(3)Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi

Hasil laboratorium menunjukkan naiknya amonia darah dan kadagglutamin cairan


serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak
spesifik. Memantau kadar serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil tes fungsi hati
(bilirubin, albumin, protrombin, dan enzim) keseluruhan perjalanan penyakit. Temuan ini
membantu menentukan tingkat ketidakseimbangan dan tingkat cedera hepatik.
c)Prognosis
Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati hepatikum, klien mungkin
meninggal karena komplikasi sirkulasi atau respirasi, infeksi, atau delirium dan kejang.
Kematian terjadi pada klien yang berkembang kerah koma dengan gagal hati. Langkah-langkah
dramatis mungkin dibutuhkan untuk mengurangi kadar toksik amonia dalam darah. Cara
tersebuttermasuk hemodialisis dan transfusi tukar, yang melibatkan pembuangan pergantian
sekitar 80% darah klien. Transplatasi hati dilakukan pada kasus gagal hati fulminan.
8.Pathway

Hepatitis Alkoholisme
virus

Nekrosis
parenkim
hati
Hipertensi
portal

Pembentuka
n jaringan
ikat

kegagalan Asites Easefalopi


Hipertensi
parenkim portal
hati
Kesadaran
Penekanan
Varises turun
diagfragma
Mual- esophagus
muntah

Ruang paruh Kelemahan


Nafsu Pembuluh otot
menyempit
makan darah pecah
turun
Intoleransi
Gangguan Risisko aktifitas
nutrisi tinggi Nyeri
cedera

Melena

Defisit
Kerusakan perawatan
mobilitas fisik diri

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


9.Penatalaksanaan
a.Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang; diuretik
penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol.
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan. Sering kali
vitamin K diberikan untuk memperbaik factor pembekuan
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga volume
plasma
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan oksigen
2.Memberikan cairan infuse
3.Memasang NGT (pada perdarahan)
4. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma
(FFP)
5.Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6.Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7.Pelunak feses : dekusat
8.Detoksikan Amonia: Laktulosa
9. Vitamin: zink
10. Analgetik: Oksikodon
11).Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12.Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13.Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif)
14.Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.
b.Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:
1)Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan
hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk
menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan
diberikan suntikan hanya ketika benar-benar diperlukan, menggunakan jarum
sintik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat
dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah
mengejan dan pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali
jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein.
Berikan suplemen vitamin biasanya pasien diberikan multivitamin untuk menjaga
kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk memperbaiki faktor bekuan.
3) Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi
fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran
gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan
AGD arteri. Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu
dilakukanoleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus
dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan
lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan
pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.
10.Pengobatn
Pengobatan Sirosis Dekompensata Asites: awalnya dengan pemberian spironolakton
dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bilamana pemberian sipronolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari Varises esophagus: sebelum atau
sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Peritonitis bacterial spontan,
diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom
hepatorenal: mengatasi peruabhan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati: terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Menurut Setiati (2015
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Amin (2015) didapatkan data dari keluhan pasien berupa:


1. Pruritus
2. Urin berwarna gelap
3. Ukuran lingkar pinggang meningkat
4. Turunnya selera makan dan turunnya berat abdan
5. Ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan
Tanda klasik:
1. Telapak tangan merah
2. Pelebaran pembuluh darah
3. Peningkatan waktu protrombin adalah tanda yang lebih khas
4. Esnefalopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu singkat dan
pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang, dan koma dalam waktu 24 jam.
5. Onset ensefalopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lamabat dan lemah.
Sedangkan menurut Barbara (2015):

1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :


a. Alkoholisme
b. Hepatitis viral
c. Obstruksi kronis dari duktus koledukus dan infeksi( kolangitis)
d. Gagal jantung kanan berat kronis berkenaan dengan korpulmonal
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan survey umum (apendiks F) dapat menunjukkan:
1) Temuan awal :
a. Gangguan GI mual, muntah, anoreksia, flatulens, dyspepsia, muntah,
perubahan kebiasaan usus (disebabkan oleh perubahan metabolisme
nutrient)
b. Nyeri abdomen kuadran kanan atas (disebabkan oleh pembesaran hepar)

c. Pembesaran, hepar dapat diraba( pada tahap lanjut penyakit, peningkatan pembentukan


jaringan parut yang menyebabkan kontraksi jaringan hepar karena mengisutkan hepar)
d. Demam ringan ( disebabkan oleh penurunan produksi antibodi)
2) Temuan lanjut:
a. Asites: dimanifestasikan dengan penambahan berat badan dan distensi abdomen
disertai dengan penampilan dehidrasi pada kasus berat( kulit dan membrane mukosa
kering, kehilangan massa otot, kelemahan, haluaran urinnya rendah)
b. Hipertensi portal: dibuktikan dengan perdarahan GI dari varises esophagus
c. Sindrom hepatorenal dimanifestasikan dengan gagal ginjal
progresif (peningaktan BUN dan kreatinin serum, penurunan haluaran urine)
d. Ketidakseimbangan endokrin dimanifestasikan dengan hipogonadisme, spider
angioma, eritema palmar.
e. Ensefalopati hepatic dimanifestasikan dengan perubahan neuropsikiatrik seperti apatis,
hiperefleksia, gangguan tidur, kacau mental, mengantuk, hepatikus fetor, asteriksis,
disorientasi, dan akhirnya koma dan kematian
3) Temuan tambahan:
a. Kelelahan
b. Kecenderungan perdarahan
c. Ikterik ( akibat kerusakan metabolism bilirubin)
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fungsi hepar abnormal :
a. Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
b. Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakan metabolism protein)
c. Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT/SGPT, dan AST/SGOT ( akibat dari destruksi
jaringan hepar)

d. Prothrombin Time memanjang ( akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor


pembekuan)
2) Biopsi hepar
3) Ultrasonografi, skan CT, atau MRI
4) Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis dan hiponatremia (disebabkan
oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons terhadap kekurangan volume cairan
ekstraselular sekunder terhadap asites).
5) Jumlah Darah Lengkap menunjukkan penurunan sel darah merah,
hemoglobin, hematokrit, trombosit dan sel darah putih.
6) Urinalisis menunjukan bilirubinurin
1.. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, dan pemeriksaan diagnostic.
2. Kaji perasaan pasien tentang kondisi dan dampak pada gaya hidup.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d eskpansi menurun(D.0005)
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik (D.0056)
3.Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit d.d terapi diuretic (D.0036)

4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengobsorbsi nutrient(D.0019)


5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis(D.0077)

3 Rencana Keperawatan

NO Diagnosis Tujuan dan Intervensi keperawatan(SIKI)


kepeawatan kriteria hasil
Goal:setelah
1. Pola napas tidak Pemantauan respirasi
dilakukan tindakan
efektif b.d
keperawatan … Observasi:
eskpansi
X...jam inspirasi 1. Monitr pola napas,monitor saturasi
menurun(D.0005)
dan atau ekspirasi oksigen
yang tidak 2. monitor
memberikan frekuensi,irama,kedalaman,dan upaya
ventilasi adekuat napas
terbaik ,dengan 3. monitor adanya sumbatan jalan napas
criteria hasil: terapeutik:
Luaran: pola 1. Atur interval pemantauan respirasi
napas(L.01004) sesuai kondisi pasien
1.Dispnea Edukasi:
meningkat 1) jelaskan tujuan dan
2. penggunaan otot prosedur pemantauan
bantu meningkat 2) informasikan hasil
3. frekuensi napas pemantauan jika perlu
membaik 3) Terapi oksigen
4. kedalaman napas Observasi:
membaik 1) monitor kecepatan aliran oksigen
2) monitor posisi alat terapi oksigen
3) monitor tanda-tanda hipoventilasi
4) monitor integritas mukosa hidung
akaibat pemasangan oksigen
terapeutik:
1) bersihkan secret pada mulut hidung
dan trakea,jika perlu
2) pertahankan kepatenan jalan napas
3) berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
1) ajarkan keluarga cara mengunakan
02 dirumah

Toleransi I.05178 Manajemen EnergiObservasi


2 Intoleransi Aktivitas
(L.05047) 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
aktivitas b.d
mengakibatkan kelelahan
kelemahan fisik Ekspektasi: 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
(D.0056)
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Kriteria hasil: selama melakukan aktivitas

1. Frekuensi nadi Terapeutik


meningkat
2. Saturasi oksigen 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
3. Kemudahan 2. Lakukan latihan rentang gerak pasin
dalam dan/atau aktif
melakukan 3. Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas menenangkan
seharihari 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
meningkat tidak dapat berpindah atau berjalan
4. Kecepatan
berjalan Edukasi
meningkat
5. Jarak berjalan 1. Anjurkan tirah baring
meningkat 2. Anjurkan melakukkan aktivitas secara
6. Kekuatan tubuh bertahap
bagian atas 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
meningkat dan gejala kelelahan tidak berkurang
7. Kekuatan tubuh 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
bagian bawah kelelahan
meningkat
Kolaborasi
Toleransi dalam
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
menaiki tangga
meningkatkan asupan makanan
meningkat -
Keluhan lelah
Tujuan:setelah
3 Risiko Manajemen cairan
dilakukan tindakan
ketidakseimbangan
keperawatan…x… Observasi:
cairan d.d terapi
jam diharapkan
diuretic (D.0036) a) monitor status hidrasi
keseimbangan
cairan meningkat b) monitor berat badan harian

dengan c) monitor berat badan sebelum dan

Criteria hasil: sesudah dialysis

Luaran: d) monitor hasil pemeriksaan

keseimbangan laboratorium

cairan(L.03020) e) monitor status dinamik

1. asupan cairan
Terapeutik:
meningkat
2. haluaran urine a) catat intake output dan hilang balance
meningkat cairan
3. edema menurun b) berikan asupan cairan sesuai
4. asites menurun kebutuhan
c) berikan caira intravena,jika perlu

kolaborasi:
a) kolaborasi pemeberian diuretic,jika
perlu
Goal:setelah
4 Defisit nutrisi b.d Manajemen nutrisi
dilakukan
ketidakmampuan
tindakan Observasi:
mengobsorbsi
keperawatan …
nutrient(D.0019) a. Identifikasi status nutrisi
x…jam status
nutrisi terpenuhi b. Identifikasi alergi dan intoleransi

dengan makanan

Criteria hasil: c. Identifikasi perlunya penggunaan

Status selang nasogastrik

nutrisi(L.03030) d. monitor asupan makanan

1.porsi makanan e. monitor berat badan

yang dihabiskan
terapeutik:
meningkat
2.berat badan atau a. lakukan oral hygiene sebelum makan
IMT meningkat jika perlu
3.frekuensi makan b. sajikan makanan secara menarik dan
meningkat suhu yang sesuai
4.nafsu makan c. hentikan pemberian makanan melalui
meningkat selang nasogastrik jika asupan oral
5. perasaan cepat dapat ditoleransi
kenyang meningkat
edukasi:

a. anjurkan posisi duduk,jika mampu


b. ajarkan diet yang diprogramkan

Goal : Pasien akan Manajemen Nyeri(I.08238) :


5 Nyeri akut b.d terbebas dari rasa 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi
agen pencedera nyeri selama dalam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
perawatan 2. Identifikasi skala nyeri
Objektif : Dalam 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
fisiologis(D.0077) jangka waktu 1x24 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
jam pengalaman memperingan nyeri
sensorik pasienMonitor efek samping penggunaan
yang berkaitan analgetik
dengan kerusakan 5. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk
jaringan aktual atau mengurangi rasa nyeri (TENS, hipnosis,
fungsional dengan akupresur, terapi musik, terapi pijat, aroma
onset mendadak terapi, teknik imajinasi terbimbing,
atau lambat dan kompres hangat/dingin)
berintensitas ringan6. Kontrol lingkungan yang memperberat
atau berat menurun rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
selama dalam kebisingan)
perawatan, dengan 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
kriteria hasil : 8. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
(L.08066) Tingkat 9. Jelaskan periode penyebab, periode, dan
Nyeri : pemicu nyeri
1. Keluhan nyeri 10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun 11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2. Meringis 12. Anjurkan menggunakan analgetik secara
menurun tepat
3. Kesulitantidur 13. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
4. Keteganganotot 14. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
menurun
5. Frekuensinadi
membaik
6. Pola tidur
membaik
(L.08063)
Kontrol
Nyeri :
1. Melaporkan
nyeri terkontrol
meningkat
2. Kemampuan
mengenali
onset nyeri
meningkat
3. Kemampuan
mengenali
penyebab nyeri
meningkat

Kemampuan
menggunakan
teknik non
farmakologi
meningkat

4. Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam keperawatan.


Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari maslaah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan.

5.Evaluasi keperawatan
Memeriksa kembali hasil pengkajian awal dan intervensi awal untuk mengidentifikasi
masalah dan rencana keperawatan klien termasuk strategi keperawatan. Evaluasi/ kesimpulan
akhir didasarkan pada pengkajian awal, catatan perkembangan, data yang telah direvisi dan data
klien yang terbaru. Evaluasi menghasilkan informasi/ data yang baru. Informasi baru
ini dibandingkan dengan informasi awal dan keputusan yang telah dibuat
tentang tujuan yang telah dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Emilia W. 2013 Sirosis hepatis Child Pugh Class C dengan Komplikasi Asites Grade III dan
Hiponatremia.pdf.http://www.google.co.id/search/q=Jurnal+Sirosis+Hepatis.
Hildan Awaludin. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien R dengan Sirosis Hepatis di Ruang
Teratai RSUD Banyumas.pdf http://repository.ump.ac.id/3910/2
Setiati Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid II. InternaPublishing:
Jakarta

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai