Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
DENGAN MASALAH PENYAKIT JATUNG BAWAAN (PJB)
DI RUANG NICU RSUD PROF DR.W.Z.JOHANNES KUPANG

OLEH:

PASKALIA AVANI USBOKO,S.Tr.Kep


NIM: PO 5303211211556

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Maria Yuventa Wanda,S.Kep.,Ns


NIP: 198407032009032006

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS AKT 03
TAHUN 2021/2022
A. KONSEP TEORI
1. Definisi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau dikenal dengan nama Penyakit Jantung
Kongenital adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi
sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin
(Djer & Madiyono, 2016)
2. Penyebab Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui namun ada
beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar
dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan
lingkungan. Selain itu, penyakit jantung bawaan juga dapat disebabkan oleh
faktor prenatal. Berikut ini beberapa penyebab terjadinya penyakit jantung
bawaan karena faktor prenatal, genetic dan lingkungan (Dyah,2012).
1. Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan
insulin.
2. Faktor Genetic
Hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang
menderita penyakit jantung, seperti :
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
c. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar
10% penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya
pada Sindroma Down.
3. Faktor Lingkungan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.
b. Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan
menyebabkan penyakit jantung bawaan.
c. Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita
diabetes tidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk
mengalami penyakit jantung bawaan
d. Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-
30% untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
e. Ekstasi dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid,
phenothiazin, dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit
jantung bawaan.
3. Tanda Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Tanda dan gejala Penyakit Jantung Bawaan sangat bervariasi tergantung dari jenis dan
berat kelainan. Penyakit Jantung B yang berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera
setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan
diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang lain.
Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi atau anak- anak antara lain (Djer &
Madiyono, 2016):
1. Bernafas cepat
2. Sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan)
3. Cepat lelah
4. Peredaran darah yang buruk dan
5. Nafsu makan berkurang.
Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja jantung dan
aliran darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB sejak lahir mungkin
punya sianosis atau mudah lelah saat pemberian makan. Sebagai hasilnya, pertumbuhan
mereka tidak sesuai dengan seharusnya.
Manifestasi klinis pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah- masalah lain
yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas).Tanda-tanda
kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah lahir. Bayi dengan kecil
mungkin asimptomatik, bayi dengan lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF)
1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
6. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
4. Pathway Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
5. Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi adalah jantung kiri
sedangkan daerah yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru
mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sirkulasi sistemik memiliki tahanan yang
tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga
jantung yang bertekanan tinggi ke jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya
Defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan. Kejadian ini disebut Pirau (Shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri
pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi
dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan
okigen mengalir dari defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini
disebut dengan Pirau (Shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen
pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan Sianosis.
Kelainan Jantung Bawaan pada umumya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
Peningkatan kerja jantung, dengan gejala :kardio megali, hipertropi, takhikardia, Curah
jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas, Hipertensi pulmonal, dengan gejala : Dispnea, takhipnea dan Penurunan saturasi
oksigen arteri, dengan gejala : polisitemia, asidosis, sianosis (Djer & Madiyono, 2016).
6. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
1) Farmakologis
Secara Garis besar penatalaksanaan Pada Pasien yang menderita Penyakit Jantung
Bawaan dapat dilakukan dengan 2 Cara Yakni Dengan Cara pembedahan dan
Kateterisasi Jantung .
a. Metode Operatif : Setelah pembiusan umum dilakukan, dokter akan membuat
sayatan pada dada, menembus tulang dada atau rusuk sampai jantung dapat
terlihat. Kemudian fungsi jantung digantikan oleh sebuah alat yang berfungsi
untuk memompa darah keseluruh tubuh yang dinamakan Heart lungbypass yang
juga menggantikan fungsi paru-paru untuk pertukaran oksigen setelah itu jantung
dapat dihentikan detaknya dan dibuka untuk memperbaiki kelainan yang ada,
seperti apabila ada lubang pada septum jantung yang normalnya tertutup, maka
lubang akan ditutup dengan alat khusus yang dilekatkan pada septum jantung.
b. Kateterisasi jantung : prosedur kateterisasi umumnya dilakukan dengan
memasukkan keteter atau selang kecil yang fleksibel didalamnya dilengkapi
seperti payung yang dapat dikembangkan untuk menutup defek jantung, ketetr
dimasukkan melalui pembuluh darah balik atau vena dipanggal paha atau lengan.
Untuk membimbing jalannya kateter, dokter menggunakan monitor melalui
fluoroskopi angiografi atau dengan tuntunan transesofageal ekokardiografi
(TEE)/Ekokardiografi biasa sehinggan kateter dapat masuk dengan tepat
menyusuri pembuluh darah, masuk kedalam defek atau lubang, mengembangkan
alat diujung kateter dan menutup lubang dengan sempurna. Prosedur ini
dilakukan dalam pembiusan umum sehingga anak/pasien tidak melakukan sakit.
Keberhasilan prosedur kateterisasi ini untuk penangana PJB dilaporkan lebih dari
90% namun tetap diingan bahwa tidak semuan jenis PJB dapat diintervensi
dengan metode ini. Pada kasus defek septum jantung yang terlalu besar dan
kelainan struktur jantung tertentu seperti jantung yang berada diluar rongga dada
(jantung ektopik) dan tetralogi fallot yang parah tetap membutuhkan operatif
terbuka.
2) Non Farmakologis
a. Sedangkan Secara Non-Farmakologis dapat Diberikan Tambahan Susu Formula
dengan kalori yang tinggi dan suplemen untuk air Susu Ibu dibutuhkan pada bayi
yang menderita PJB. Terutama pada bayi yang lahir premature dan bayi-bayi yang
cepat lelah saat menyusui.
b. Pada Pasien/Anak Yang Menghadapi atau dicurigai menderita PJB dapat dilakukan
tindakan , Seperti :Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang
hangat dapat dilakukan dengan membedong atau menempatkannya pada
inkhubator.
c. Memberikan Oksigen
d. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta asam basa
(Djer & Madiyono, 2016).
7. Komplikasi Penyakit Jantung Bawaan (PJB
Ada beberapa Komplikasi yang di timbulkan oleh penyakit Jantung Bawaan (Djer &
Madiyono, 2016) :
1) Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi yang terjadi pada PJB non sianotik yang
meyebabkan alairan darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lamakelaman pembuluh
kapiler diparu akan bereksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di
arteri pulmonal dan diventrikel kanan meningkat.
2) Serangan sianotik, pada serangan ini anak atau pasien menjadi lebih biru dari kondisi
sebelumnya tampak sesak bahkan dapat menimbulkan kejang.
3) Abses otak, biasanya terjadi pada PJB sianotik biasanya abses otak terjadi pada anak
yang berusia diatas 2 tahun yang diakibatkan adanya hipoksia da melambtkanya aliran
darah diotak.
4) Endokarditis
5) Obstruksi pembuluh darah pulmonal
6) CHF
7) Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
8) Enterokolitis nekrosis
9) Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
bronkkopulmoner)
10) Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
11) Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
12) Aritmia
13) Gagal tumbuh
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaaan (PJB)
antara lain:
1) Foto Rontgen dada
2) Elektrokardiografi
3) Pemeriksaan laboratorium rutin
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Klien yang menderita Penyakit Jantung Bawan (PJB) umumnya terjadi pada lak-laki
dan perempuan sejak lahir.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Penyakit Jantung Bawan (PJB) yaitu
sering merasa lemah dan letih, pucat dan sianosis
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
 Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
 Faktor perangsang nyeri yang spontan.
 Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat /mencekik.
 Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu /lengan.
 Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat.
 Waktu nyeri: berlangsung beberapa jam atau hari, selama serangan pasien
memegang dada atau menggosok lengan kiri.
 Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea.
 Syndrom syock dalam berbagai tingkatan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pada umumnya kasus penyakit jantung bawaan (PJB) keadaaan umunya melemah
sejak kecil hibgga dewasa
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adannya riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung atau Penyakit Jantung
Bawan (PJB).
d. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien Penyakit Jantung Bawan (PJB)
biasanya baik atau kompos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
e. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada Infark Miokardium yang kronis dapat timbul
pada saat istirahat.
f. B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Infark Miokard Akut
(IMA)tanpa komplikasibiasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup
yang disebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada Infark Miokard Akut (IMA)
tanpa komplikasi.
4) Perkusi :Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
g. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosi perifer.
Pengkajian obyektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada
akibat infark pada miokardium.
h. B4 (Bledder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguri pada klien dengan Infark
Miokard Akut (IMA)karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
i. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan
nyeri tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan
tanda utama Infark Miokard Akut (IMA).
j. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dispnea pada saat istirahat
maupun saat beraktivitas. Kaji personale hegiene klien dengan menanyakan apakah
klien mengalami kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas di buktikan
dengan penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (takipnea) (D.0005)
2) Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-kapiler
di buktikan dengan PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, PH arteri
meningkat/menurun, Bunyi napas tambahan (D.0003)
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri atau vena
dibuktikan dengan pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun (D.0009)
4) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit infeksi dibuktikan dengan suhu
tubuh di atas nilai normal, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat (D. 0130)
5) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena dibuktikan dengan
edema anasarka atau edema perifer, JVP dan CVP meningkat (D.0022)
6) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien dibuktikan
dengan berat badan menurun 10 % dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif,
membran mukosa pucat, serum albumin turun (D.0019)
7) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan frekuensi jantung meningkat >20 % dari kondisi
istirahat, sianosis, gambaran EKG menunjukan aritmia, gambaran EKG menunjukan
Iskemia (D.0056)
8) Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan penurunan kinerja ventrikel kiri
(D.0017)
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


(SDKI) Hasil (SLKI)
Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Setelah dilakukan 1. Observasi
berhubungan dengan Hambatan
intervensi keperawatan  Monitor frekuensi, irama,
upaya napas di buktikan dengan selama 1x24 jam maka kedalaman, dan upaya napas
pola napas membaik,  Monitor pola napas (seperti
penggunaan otot bantu
dengan kriteria hasil: bradipnea, takipnea,
pernapasan, fase ekspirasi 1. Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul,
(5) Cheyne-Stokes, Biot,
memanjang, pola napas
2. Penggunaan otot ataksik)
abnormal (takipnea) (D.0005) bantu napas  Monitor kemampuan batuk
menurun (5) efektif
3. Pemanjangan fase  Monitor adanya produksi
eksprasi menurun sputum
(5)  Monitor adanya sumbatan
4. Frekuensi napas jalan napas
membaik (5)  Palpasi kesimetrisan
5. Kedalaman napas ekspansi paru
membaik (5)  Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Gangguan Pertukaran gas Pertukaran Gas  Terapi oksigen ( I. 01026 )
berhubungan dengan perubahan (L.01003 ) 1. Observasi
membran alveolus-kapiler di Setelah dilakukan  Monitor kecepatan aliran
buktikan dengan PCO2 intervensi keperawatan oksigen
meningkat/menurun, PO2 selama 1 x 24 jam maka  Monitor posisi alat terapi
menurun, takikardia, PH arteri pertukaran gas meningkat oksigen
meningkat/menurun, Bunyi dengan kriteria hasil :  Monitor aliran oksigen
napas tambahan (D.0003) 1. Dyspnea menurun (5) secara periodic dan pastikan
2. Bunyi napas tambahan fraksi yang diberikan cukup
menurun (5)  Monitor efektifitas terapi
3. PCO2 membaik (5) oksigen
4. PO2 membaik (5)  Monitor integritas mukosa
5. Takikardia membaik (5) hidung akibat pemasangan
6. PH arteri membaik (5) oksigen
2. Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut,
hdung dan trakea
 Pertahankan kepatenan jalan
napas
 Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan
 Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L. 02011) Perawatan Sirkulasi (1.02079)
berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan 1. Observasi:
aliran arteri atau vena intervensi keperawatan  Periksa sirkulasi perifer(mis.
dibuktikan dengan pengisian selama 3x24 jam, maka Nadi perifer, edema,
kapiler > 3 detik, nadi perifer perfusi perifer meningkat pengisian kalpiler, warna,
menurun, akral teraba dingin, dengan kriteri hasil: suhu, angkle brachial index)
warna kulit pucat, turgor kulit 1. Denyut nadi perifer  Identifikasi faktor resiko
menurun (D.0009) meningkat (5) gangguan sirkulasi (mis.
2. Warna kulit pucat Diabetes, perokok, orang
menurun (5) tua, hipertensi dan kadar
3. Akral membaik (5) kolesterol tinggi)
4. Pengisian kapiler  Monitor panas, kemerahan,
membaik (5) nyeri, atau bengkak pada
5. Turgor kulit ekstremitas
membaik (5) 2. Terapeutik:
 Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada
area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi:
 Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
produk darah
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
intervensi keperawatan (I.15506)
dengan proses penyakit infeksi
selama 3x24 jam, maka 1. Observasi
dibuktikan dengan suhu tubuh termoregulasi neonatus  Identifkasi penyebab
membaik dengan kriteria hipertermi (mis. dehidrasi
di atas nilai normal, takikardia,
hasil: terpapar lingkungan panas
takipnea, kulit terasa hangat 1. Menggigil penggunaan incubator)
meningkat (5)  Monitor suhu tubuh
(D. 0130) 2. Dasar kuku sianotik  Monitor kadar elektrolit
meningkat (5)  Monitor haluaran urine
3. Suhu tubuh 2. Terapeutik
menurun (5)  Sediakan lingkungan yang
4. Suhu kulit menurun dingin
(5)  Longgarkan atau lepaskan
5. Frekuensi nadi pakaian
menurun (5)  Basahi dan kipasi
6. Pengisian kapiler permukaan tubuh
menurun (5)  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu

Regulasi Temperature
(I. 14578)
1. Observasi
 Monitor suhu bayi sampai
stabil ( 36.5 C -37.5 C)
 Monitor suhu tubuh anak
tiap 2 jam, jika perlu
 Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan
nadi
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor dan catat  tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
2. Terapeutik
 Pasang alat pemantau suhu
kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
 Bedong bayi segera setelah
lahir, untuk mencegah
kehilangan panas
 Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastic segera
setelah lahir ( mis. bahan
polyethylene, poly
urethane)
 Gunakan topi bayi untuk
memcegah kehilangan
panas pada bayi baru lahir
 Tempatkan bayi baru lahir
di bawah radiant warmer
 Pertahankan kelembaban
incubator 50 % atau lebih
untuk mengurangi
kehilangan panas Karena
proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu
bhan-bahan yang akan
kontak dengan bayi (mis.
seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di
dekat jendela terbuka atau
di area aliran pendingin
ruangan atau kipas angin
 Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat dan penghangat
ruangan, untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
 Gunakan kasur pendingin,
water circulating blanket,
ice pack atau jellpad dan
intravascular cooling
catherization untuk
menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
3. Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
 Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kangguru (PMK) untuk
bayi BBLR
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu

Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia


intervensi keperawatan (I.03114)
dengan gangguan aliran balik
selama 3x24 jam, maka 1. Observasi
vena dibuktikan dengan edema Keseimbangan cairan  periksa tanda dan gejala
meningkat dengan kriteria hipervolemia
anasarka atau edema perifer,
hasil: (mis.ortopnea,dispnea,
JVP dan CVP meningkat 1. Asupan cairan edema, JVP/CVP
meningkat meningkat, refleks
(D.0022)
2. Keluaran urin hepatojugular positif, suara
meningkat napas tambahan)
3. Kelembapan  identifikasi penyebab
membran mukosa hipervolemia
4. Edema menurun  monitor status hemodinamik
5. Dehidrasi menurun (mis. Frekuensi jantung,
6. Tekanan darah tekanan darah, MAP,
membaik CVP,PAP)jika tersedia
7. Denyut nadi radial  monitor intake dan output
membaik cairan
8. Tekanan arteri rata-  monitor tanda
rata membaik hemokosentrasi(kadar
9. Membran mukosa natrium, BUN, hematokrit,
membaik berat jenis urine)
10. Mata cekung  monitor tanda penngaktan
membaik tekanan onkotik plasma
11. Turgor kulit (kadar protein dan albumin
membaik meningkat)
12. Berat badan  monitor kecepatan infus
membaik secara ketat
 monitor efek samping
diuretik (mis, hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
2. Terapeutik
 Timbang berat badan setiap
hari
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
3. Edukasi
 anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
 anjurkan melaporkan jika
BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
 ajarkan mengukur dan
mencatat asupan haluaran
cairan
 ajarkan cara membatasi
cairan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi diuretik
 Kolaborasi penggantian
kegilangan kalium akibat
diuretik
 Kolaborasi pemberian
continuosus renal
replacement therapy (CRRT)
jika perlu pemberian

Defisit Nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi


Setelah dilakukan (I. 03119)
dengan ketidakmampuan
intervensi keperawatan 1. Observasi
mengabsorbsi nutrien selama 3x24 jam, maka  Identifikasi status nutrisi
status nutrisi membaik  Identifikasi alergi dan
dibuktikan dengan berat badan
dengan kriteria hasil: intoleransi makanan
menurun 10 % dibawah rentang 1. Porsi makan yang  Identifikasi makanan yang
di habiskan disukai
ideal, bising usus hiperaktif,
meningkat (5)  Identifikasi kebutuhan
membran mukosa pucat, serum 2. Berat badan kalori dan jenis nutrient
membaik (5)  Identifikasi perlunya
albumin turun (D.0019)
3. Indeks masa Tubuh penggunaan selang
membaik (5) nasogastrik
4. Frekuensi makan  Monitor asupan makanan
meningkat (5)  Monitor berat badan
5. Napsu makan  Monitor hasil pemeriksaan
meningkat 5) laboratorium
2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)


(L.05047) 1. Observasi
berhubungan dengan
Setelah dilakukan  Identifkasi gangguan
ketidakseimbangan antara intervensi keperawatan fungsi tubuh yang
selama 3 x 24 jam maka mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan oksigen
toleransi aktivitas  Monitor kelelahan fisik
dibuktikan dengan frekuensi meningkat, dengan kriteria dan emosional
hasil:  Monitor pola dan jam tidur
jantung meningkat >20 % dari
1. Frekuensi nadi  Monitor lokasi dan
kondisi istirahat, sianosis, meningkat (5) ketidaknyamanan selama
2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
gambaran EKG menunjukan
aritmia, gambaran EKG melakukan aktivitas 2. Terapeutik
sehari hari  Sediakan lingkungan
menunjukan Iskemia (D.0056)
meningkat (5) nyaman dan rendah
3. Keluhan lelah stimulus (mis. cahaya,
menurun (5) suara, kunjungan)
4. Dispnea saat  Lakukan rentang gerak
aktivitas menurun pasif dan/atau aktif
(5)  Berikan aktivitas distraksi
5. Dispnea setelah yang menyenangkan
aktivitas menurun  Fasilitas duduk di sisi
(5) tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Resiko perfusi serebral tidak Perfusi Serebral Perawatan Jantung (I.02075)
(L.02014) 1. Observasi
efektif dibuktikan dengan
Setelah dilakukan
penurunan kinerja ventrikel kiri intervensi keperawatan  Identifikasi tanda/gejala
selama 3 x 24 jam maka primer Penurunan curah
(D.0017) jantung (meliputi
perfusi serebral meningkat,
dengan kriteria hasil: dispenea, kelelahan,
1. TIK menurun (5) adema ortopnea
2. Sakit kepala paroxysmal nocturnal
menurun (5) dyspenea, peningkatan
3. Gelisah menurun CPV)
(5)  Identifikasi tanda /gejala
4. Agitasi menurun sekunder penurunan curah
(5) jantung (meliputi
5. Demam menurun peningkatan berat badan,
(5) hepatomegali ditensi vena
6. Refleks sarf jugularis, palpitasi, ronkhi
membaik (5) basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
 Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri
dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP,
Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu
jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum
dan sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker,
ACEinhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti
merokok
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

4. Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tahap pengelolaan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi keperawatan
 Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan
dengan cara melakukanidentifikasi sejauh mana tujuan dan keriteria hasil dari
rencana keperawatan yang di buat pada tahap perencaaan tercapai atau tidak
DAFTAR PUSTAKA

Djer, M. M., & Madiyono, B. (2016). Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari
Pediatri .
Dyah, P. (2012). Perbedaan Perkembangan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung
Bawaan Sianotik Dan Non-Sianotik. Yogyakarta: Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2019).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia .


Jakarta : DPP . PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2019).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .


Jakarta: PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019) .Standar Luaran Keperawatan Indonesia .
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai