Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)

OLEH

NYDIA NATALIA NUBATONIS


NIM: PO. 5303211211554

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik/CI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
A. KONSEP TEORI
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya (World Health Organization, 2016).
Diabetes melitus diartikan sebagai kondisi kronis yang terjadi ketika ada
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat
menghasilkan atau cukup hormon insulin atau menggunakan insulin secara
efektif (International Diabetes Federation, 2017).
Diabetes Melitus merupakan gangguan proses metabolisme gula darah
yang berlangsung kronik di tandai dengan tingginya kadar gula darah yang di
akbatkan oleh gangguan pengeluaran insulin dan retensi insulin atau
keduanya (Luthiani, 2020).
2. Klasifikasi Diabetes
Klasifikasi DM menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI,
2006) dalam Nur Aini (2016) yaitu :
a. Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
DM tipe 1merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel
β pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut.Pada DM tipe ini
sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel
penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa
yang memicu kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada
menunjukan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti
infeksivirus tertentu berperan dalam prosesnya. Sekitar 70-90% sel β
hancur sebelum timbul gejala klinis. Pada pasien DM tipe-1 harus
menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet secara ketat.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Diabetes ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum.
Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistansi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai resistansi
insulin.

3. Penyebab Diabetes Melitus


Berdasarkan penyebab Diabetes Melitus (DM) dibagi menjadi dua, yaitu:
1) DM Tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
pankreas yang di sebabkan oleh:
a. Faktor Genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri tetapi mewarisi
sesuatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe 1. Riwayat keluarga atau faktor keturunan merupakan
unit informasi pembawa sifat yang berada di dalam kromosom
sehingga mempengaruhi perilaku. Adanya kemiripan tentang
penyakit DM yang diderita keluarga dan kecenderungan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah contoh
pengaruh genetik.
b. Faktor Imunologi ( autoimun)
Adanya respon autoimun yang nerupakan respon abnormal dmana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang di anggap sebagai jaringan asing
c. Faktor Lingkungan
Vrus atau toksin tertentu dapat memicu autoimun yang
menimbulkan ekstrusi sel beta
2) DM Tipe 2
Diabetes yang disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistens
insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe 2 adalah:
a. Usia
Pada usia diatas 65 tahun resistensi insulin cenderung meningkat.
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
b. Obesitas
Terjadi karena ketidakseimbangan hormon di dalam tubuh
membuat hormon insulin tidak dapat bekerja secara maksimal
dalam mengatur glukosa yang ada dalam darah.
c. Riwayat dalm keluarga
Pada riwayat keluarga jika salah satu anggota keluarga memiliki
riwayat diabetes bisa di turunkan sejak remaja pada anaknya.
Karena pria sebagai penderita sesugguhnya dan perempuan sebagai
pihak pembawa gen atau keturunan.
Adapun beberapa faktor resiko diabetes melitus menurut Kemenkes
(2013) yaitu:
a. Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram atau
pernah menderita DM saat hamil (DM Gestasional)
b. Aktifitas fisik yang kurang
Kurang gerak atau kurangnya aktifitas fisik merupkan faktor
pencetus diabetes melitus. Melakukan kegiatan fisik dan olahraga
secara teratur sangat bermanfaat bagi setiap orang karena dapat
meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan,
meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat
prosespenuaan. Olahraga harus dilakukansecara teratur. Macam
dan takaran olahraga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis
pekerjaan dan kondisi kesehatan. Jika pekerjaan sehari-hari
seseorang kurang memungkinkan gerak fisik, upayakan
berolahraga secara teratur atau melakukan kegiatan lain yang
setara.Kurang gerakatau kurangnya aktivitas fisik merupakan
faktor pencetus diabetes.
c. Merokok
Merokok dapat menjadi faktor pencetus diabetes melitus. Hal ini
disebabkan karena zat nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
merusak sel Beta pankreas dan menghambat insulin. Dalam asap
rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua
diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan yang bersifat
karsinogenik.
d. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
Jika tekanan darah tinggi, maka jantung akan bekerja lebih keras
dan resikountuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg. Penyakit ini sering disebut “the silent
killer”karena sering muncul tanpa keluhan. Karena itu disarankan
untuk selalu memeriksakan tekanan darah setiap kali melakukan
pemeriksaan rutin guna mencegah komplikasi seperti diabetes
melitus.
4. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011), gejala
klasik yang sering muncul pada penderita Diabetes Melitus:
a. Polidipsia
Peningkatan rasa haus (polidiosia) merupakan salah satu gejala awal yang
paling umum. Mekanisme filtrasi pada ginjal terjadi secara difusi, yaitu
filtrasi zat dari tekanan rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM
glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam
pembuluh darah sehingga proses filtrasi ginjal terjadi secara osmosis, yaitu
filtrasi zat dari tekanan tinggi ke rendah. Akibatnya, kandungan air yang
ada dalam pembuluh darah akan terserap oleh ginjal dan menyebabkan
pembuluh darah menjadi kekurangan air sehingga penderita DM akan
merasa cepat haus. Rasa haus yang ekstrem terjadi ketika tubuh berusaha
mengeluarkan semua glukosa dalam aliran darah karena tidak dapat
digunakan (tidak ada insulin yang mengantarnya ke sel).
b. Poliuria
Poliuri terjadi karena kadar gula darah > 180 mg/dL, yang melebihi nilai
ambang ginjal sehingga gula tersebut akan keluar bersama urine. Tubuh
akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine karena urine yang
keluar bersama gula tersebut bersifat pekat dengan tujuan urine tidak
terlalu pekat. Akibatnya volume urine yang keluar banyak dan kencing
menjadi sering dilakukan. Kencing juga sering dilakukan pada malam hari
sehingga dapat mengganggu tidur penderita DM. Tak jarang pada pagi hari
penderita DM bangun dengan kondisi tidak segar karena kurang tidur.
c. Polifagia
Dalam tubuh, glukosa yang masuk dalam sel akan diubah menjadi
glikogen dengan bantuan insulin dan disimpan di hati sebagai cadangan
energi. Pada penderita DM, insulin yang dihasilkan oleh pankreas untuk
mengubah glukosa menjadi glikogen tidak dapat bekerja atau bekerja
secara lambat sehingga hati tidak mendapatkan glukosa yang adekuat.Oleh
sebab itu pada penderita DM sering kali cepat lapar dan merasa lemas.
Sedangkan secara umumgejala DM yang terjadi menahun atau bersifat kronis
yaitu:
1) Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur
2) Gatal-gatal dan bisul yang biasa terjadi di area lipatan seperti lipatan
ketiak, payudara, dan alat kelamin
3) Gangguan saraf tepi (perifer) seperti kesemutan. Gangguan ini terjadi
terutama pada kaki dan terjadi pada malam hari
4) Rasa tebal pada kulit sehingga terkadang penderita DM tidak memakai
alas kaki
5) Gangguan fungsi seksual seperti gangguan ereksi pada pria
6) Keputihan pada wanita sehingga menyebabkan daya tahan menurun
7) Lemah dan cepat lelah
8) Infeksi saluran kemih
9) Luka yang sukar untuk disembuhkan

5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin asupan glukosa/produksi
glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen
dalam sel-sel hari dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah
hiperglikemia. Jika terdapat deficit insulin, akan terjadi 4 perubahan
metabolic yang menimbulkan hipoglikemia: transportasi glukosa yang
melintasi membrane sel berkurang, glikogenesis berkurang dan tetapi terdapat
kelebihan glukosa dalam darah, glikolisis meningkat sehingga dengan
glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus
menerus melebihi kebutuhan dab glukogenesis meningkat dan lebih banyak
lagi glukosa hati yang ke dalam darah dari adsam amino dan lemak.
Pada DM tipe 1 terjadi ketidakmampuan menghasilkan insulin karena sel-
sel beta telah dihancurkan oleh autoimun.Akibatnya produksi glukosa tidak
terukur oleh hari.Maka terjadi hiperglikemia. Jika konnsentrasi glukosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerab semua glukosa, akibatnya muncul di
urin (glukosuria), ketika glukosa berlebihan dieksresikan dalam urin disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit (dieresis osmotic) akibatnya kehlangan
cairan berlebihan pasien akan mengalami peninngkatan berkemih (poliuri)
dab rasa haus (polidipsi). Defisiensi urin juga mengganggu metabolism
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan BB.Pasien juga
mengalammi peningkatan selera makan (polifagia) akibat penurunan
simpanan kalori, gejala lainnya kelelahan dan kelemahan.
Pada tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi ini disertai
dengan penurununan reaksi insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan
pada glukosa akan mempertahankan pada tingkat Normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu menyimbangi peningkatan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa meningkat akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan prograsif sehingga DM tipe 2 berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya kelemahan, iritabilitas, poliuri, polifagi, luka pada kulit
yang lama sembuh, pandangan kabur (jika glukosa sangat tinggi) (Nabil,
2012).
5. Pathway

DM Tipe 2
DM Tipe 1

Idiopatik, obesitas, gaya


Reaksi Autoimun
hidup,usia,riwayat keluarga
DM,Pola makan
Sel Pankreas Hancur
Jumlah sel b pankreas menurun

Defisiensi Insulin

Metabolisme karbohidrat,protein,lemak terganggu

Penggunaan Glukosa otot dan hati


Pankreas berhenti
memproduksi insulin
Glukokosa Intrasel Glukogenesis Produksi Glukosa hati

Pembentukan ATP Terganggu Peningkaan metabolisme Hiperglikemia


protein dan lemak
Lemah
BB Menurun Komplikasi
Fleksibilitas darah merah
Intoleransi Aktivitas Mikrovaskuler
Defisit Nutrisi (retinopati,nefropati,
Pelepasan Oksigen
neoropati)

Hipoksia Perifer
Kurang pengetahuan Pengobatan dan kontrol tidak teratur Paratesia, Sensibilitas,
mengenai penyakit nyeri, suhu
Glukosa tidak stabil Nyeri Akut

Defisit Pengetahuan Resiko Infeksi


Komplikasi Makrovaskuler
Kadar Gula Darah Naik
Glukosuria
Otak
Resiko Ketidakstabilan Diuresis Osmotik
Kadar Glukosa Darah
Suplai O2 ke otak menurun
Gangguan
Polidipsi Poliuria
Resiko Perfusi Pola Tidur
Perifer Tidak Resiko Ketidakseimbangan
Efektif Dehidrasi
Cairan
6. Penatalaksanaan
Tujuan pelaksanaan diabetes secara umum adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup dan mengurangi risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan
tersebutperlu dilakukan pengelolaan diabetes mellitus secara
komperhensif.Pengelolaan diabetes mellitus sering dikenal dengan 4 Pilar
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia(PERKENI, 2015) 4 Pilar Penatalaksanaan DM terdiri dari:
a. Edukasi DM
Perubahan perilaku sangat dibutuhkan agarmendapatkan hasil
pengelolaan penyakit diabetes yang optimal. Beberapa perubahan
perilaku yang diharapkan seperti mengatur pola makan sehat,
meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat-obatan diabetes
secara teratur dan selalu melakukan pemantauan glukosa darah. Agar
perubahan perilaku berhasil, maka dibutuhkan edukasi yang
komperhensif dan upaya motivasi. Edukasi dengan tujuan promosi hidup
sehat perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan holistik secara
penting.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan.
1) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer, yang meliputi:
a) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
c) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
d) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
2) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan materi edukasi pada
tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan atau
Tersier, yang meliputi:
a) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
b) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
c) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
d) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari
sakit)
e) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
b. Terapi Gizi Medis
Pada umumnya, diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3J yaitu
jumlah (kalori, jenis dan jadwal). Faktor-faktor yang menentukan
kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau
pekerjaan dan berat badan.Pasien DM perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
kandungan kalori, terutama pada pasien yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1) Karbohidrat.
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi.Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.Pembatasan
karbohidrat total <7% kebutuhan kalori atau ˂ 130 g/hari. Sukrosa
tidak boleh lebih dari 5% toral asupan energi.
2) Lemak Tidak Jenuh Ganda.
Lemak tidak jenuh ganda <10%.Selebihnya, dari lemak tidak jenuh
tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200
mg/hari.
3) Protein.
Kebutuhan protein sebesar 10 - 20% total asupan energi. Sumber
protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe. Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada
penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
4) Natrium.
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.
Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam
latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
c. Latihan Jasmani.
Olahraga berfungsi untuk menjaga kebugaran tubuh, selain itu olahraga
juga dapat menurunkan dan memperbaiki sensivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang
(50-70% denyut jantung maksimal) diantaranya jalan kaki, bersepeda
santai, dan jogging.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani pasien.Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada
penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu
dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu.
d. Terapi Farmakologis.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis ini terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan. Obat Antihiperglikemia Oral (OHO)
berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) dan Sulfonilurea.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan.Hati-hati menggunakan
sulfonnilurea, pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang
tua, gangguan faal hati dan ginjal). Glinid merupakan obat yang cara
kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin).Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin dan Metformin.
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer.Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DMTipe 2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30 - 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin
tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan, seperti: GFR.
7. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa diabetes melitus dilakukan dengan pengukuran kadar
gula darah. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
secara enzimatik dengan menggunakan bahan plasma darah vena. Kriteria
diagnosis diabetes melitus meliputi 4 hal menurut Kemenkes RI (2020),
yaitu:
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dl dengan keluhan
klasik.
d. Pemeriksaan HbAc ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glychohaemoglobin Standarddization
Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal maupun kriteria
diabetes melitus maka digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
terdiri dari Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT). GDPT terjadi ketika hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2 jam ˂140 mg/dl. TGT terpenuhi jika hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma
puasa ˂100 mg/dl.
Klasifikasi Kriteria Kadar Glukosa Darah sebagai Patokan
a) Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 (mg/dL)
b) Kadar Glukosa Plasma Sewaktu ≥ 200 (mg/dL)
c) Kadar Glukosa PlasmaPostpradial ≥ 200 (mg/dL)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan Utama
Pasien dengan keluhan utama yang berbeda-beda. Pada umumnya
sering datang den kerumah sakit dengan gejala khas berupa polifagia,
poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus
misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga atherosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan
diabetes mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut
kepada anaknya.
d. Pola Aktivitas
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita Pola Aktivitas. Adanya kelemahan
otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
4) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
5) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
6) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
7) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
e. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
2) Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk
urin.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, penyebaran lemak dan, penyebaran
masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut (D.0077)
2) Defisit Nutrisi (D.0019)
3) Intoleransi Aktivitas (D.0056)
4) Gangguan Pola Tidur (D. 0055)
5) Defisit Pengetahuan (D. 0111)
6) Resiko Ketidakseimbangan Kadar Glukosa Darah (D.0038)
7) Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0015)
8) Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)
9) Resiko Infeksi (D.0142)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi (SIKI)
(SDKI) Kriteria Hasil
(SLKI)
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Menejemen Nyeri
tindakan (I. 08238)
Definisi: keperawatan
Pengalaman sensorik atau selama 30 menit 1. Observasi
emosional yang berkaitan diharapkan nyeri  lokasi,
dengan kerusakan jaringan kronis dapat karakteristik,
aktual atau fungsional, teratasi dengan durasi, frekuensi,
dengan onset mendadak atau kriteriaa hasil: kualitas, intensitas
lambat dan berintensitas Tingkat Nyeri nyeri
ringan hingga berat yang (L.08066)  Identifikasi skala
berlangsung lebih dari 3 1. Keluhan nyeri
bulan. nyeri  Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
Penyebab : (5)  Identifikasi faktor
1. Kondisi muskuloskletal 2. Meringis yang memperberat
kronis menurun dan memperingan
2. Kerusakan sisitem saraf (5) nyeri
3. Penekanan saraf 3. Sikap  Identifikasi
4. Infiltrasi tumor prootektif pengetahuan dan
5. Ketidakseimbangan menurun keyakinan tentang
neurotransmitter, (5) nyeri
neuromodulator dan 4. Gelisah  Identifikasi
reseptor menurun pengaruh budaya
6. Gangguan imunitas (5) terhadap respon
7. Gangguan fungsi 5. Kesulitan nyeri
metabolic tidur  Identifikasi
8. Riwayat posisi kerja menurun pengaruh nyeri
statis (5) pada kualitas hidup
9. Peningkatan indeks 6. Frekuensi  Monitor
massa tubuh nadi keberhasilan terapi
10. Kondisi pasca trauma membaik komplementer yang
11. Tekanan emosional (5) sudah diberikan
12. Riwayat penganiayaan  Monitor efek
13. Riwayat samping
penyalahgunaan obat/ penggunaan
zat analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan (I. 03119)
Definisi: keperawatan 1. Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup selama 3x24 jam,  Identifikasi status
untuk memenuhi kebutuhan diharapkan status nutrisi
metabolisme nutrisi terpenuhi  Identifikasi alergi
dengan kriteria dan intoleransi
Penyebab: hasil Status makanan
1. Ketidakmampuan Nutrisi (L.03030)  Identifikasi
menelan makanan 1. Porsi makanan yang
2. Ketidakmampuan makan disukai
mencerna makanan yang di  Identifikasi
3. Ketidakmampuan habiskan kebutuhan kalori
mengabsorbsi nutrien meningkat dan jenis nutrient
4. Peningkatan (5)  Identifikasi
kebutuhan 2. Berat perlunya
metabolisme badan penggunaan selang
5. Faktor ekonomi (mis. membaik nasogastrik
finansial tidak (5)  Monitor asupan
mencukupi) 3. Indeks makanan
6. Faktor psikologis masa  Monitor berat
(mis. stres, Tubuh badan
keengganan untuk membaik  Monitor hasil
makan (5) pemeriksaan
4. Frekuensi laboratorium
makan 2. Terapeutik
meningkat  Lakukan oral
(5) hygiene sebelum
5. Napsu makan, jika perlu
makan  Fasilitasi
meningkat menentukan
5) pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
 Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi


(D.0056) tindakan (I.05178)
keperatawatan
Definisi: selama 3x 24 jam 1. Observasi
Ketidakcukupan energi diharapkan  Identifkasi
untuk melakukan aktivitas toleransi aktivitas gangguan fungsi
sehari-hari meningkat dengan tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan
Penyebab: Toleransi kelelahan
 Ketidakseimbangan Aktivitas  Monitor kelelahan
antara suplai dan (L.05047) fisik dan emosional
kebutuhan oksigen 1. Frekuensi  Monitor pola dan
 Tirah baring nadi jam tidur
 Kelemahan meningkat  Monitor lokasi dan
 Imobilitas (5) ketidaknyamanan
 Gaya hidup monoton 2. Kemudaha selama melakukan
n dalam aktivitas
melakukan 2. Terapeutik
aktivitas  Sediakan
sehari hari lingkungan nyaman
meningkat dan rendah stimulus
(5) (mis. cahaya, suara,
3. Keluhan kunjungan)
lelah  Lakukan rentang
menurun gerak pasif dan/atau
(5) aktif
4. Dispnea  Berikan aktivitas
saat distraksi yang
aktivitas menyenangkan
menurun  Fasilitas duduk di
(5) sisi tempat tidur,
5. Dispnea jika tidak dapat
setelah berpindah atau
aktivitas berjalan
menurun 3. Edukasi
(5)  Anjurkan tirah
baring
 Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan

Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (05174))


(D.0005) tindakan 1. Observasi
keperawatan  Identifikasi pola
Definisi: selama 3x 34 jam aktifitas dan tidur
Gangguan kualitas dan diharapkan pola  Identifikasi faktor
kuantitas waktu tidur akibat tidur membaik pengganggu tidur
faktor eksternal dengan kriteria  Identifikasi makanan
hasil: dan minuman yang
Penyebab: Pola Tidur mengganggu tidur
1. Hambatan lingkungan (L.05045)  Identifikasi obat
(mis. kelembapan 1. Kesulitan tidur yang di
lingkungan sekitar, suhu tidur komsumsi
lingkungan, menurun
pencahayaan, (5) 2. Terapeutik
kebisingan, bau tidak 2. Keluhan  Modifikasi
sedap, jadwal sering lingkungan
pemantauan/pemeriksaa terjaga  Batasi waktu tidur
n/tindakan menurun siang
2.Kurang kontrol tidur (5)  Fasilitasi
3.Kurang privasi 3. Keluhan menghilangkan stres
4.Restraint fisik tidak puas sebelum tidur
5.Ketiadaan teman tidur tidur  Tetapkan jadwal tidur
6.Tidak familiar dengan menurun rutin
peralatan tidur (5)  Lakukan prosedur
4. Keluhan untuk meningkatkan
pola tidur kenyamanan
berubah  Sesuaikan jadwal
menurun pemberian obat untuk
(5) menunjang siklus
5. Keluhan tidur yang terjaga
istirahat
tidak cukup 3. Edukasi
menurun  Jelaskan pentingnya
(5) tidur cukup
6. Kemampun  Anjurkan menepati
beraktivitas kebiasaan waktu tidur
meningkat  Anjurkan
(5) menghindari
makan/minuman
yang mengganggu
waktu tidur
 Ajarkan teknik
relaksasi otot atau
cara nonfarmakologi
lainnya.
Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
tindakan (I.12383)
(D.0111)
keperawatan 1. Observasi
Definisi: selama 3x24 jam  Identifikasi kesiapan
Ketiadaan atau kurangnya diharapkan tingakt dan kemampuan
informasi kognitif yang pengetahuan menerima informasi
berkaitan dengan topik membaik dengan  Identifikasi faktor
tertentu kriteria hasil: faktor yang dapat
Penyebab: Tingkat meningkatkan dan
pengetahuan menurunkan motivasi
 Keterbatasan kognitif
(L.12111) perilaku hidup bersih
 Gangguan fungsi
1. Perilaku dan sehaat
kognitif
 Kekelitua mengikuti sesuai 2. Terapeutik
anjuran ajaran  Sediakan materi dan
 Kurang terpaparnya meningkat media pendidikan
informasi (5) kesehatan
 Kurang mnat dalam 2. Kemapuan  Jadwalkan
belajar menjelaska pendidikan kesehatan
 Kurang mampu n sesuai kesepakatan
mengingat pengetahua  Berikan kesempatan
 Ketidatahuan n suatu untuk bertanya
menemukan sumber topik 3. Edukasi
informasi meningkat  Jelaskan faktor resiko
(5) yang dapat
3. Pertanyaan mempengaruhi
tentang kesehatan
masalah  ]ajarkan perilaku
yang hidup bersih dan
dihadapi sehat
menurun  Ajarkan strategi yang
(5) dapat digunakan
4. Persepsi untyk meningkatkan
yang keliru perilaku hidup bersih
terhadap dan sehat
masalah
menurun
(5)
5. Menjalani
pemeriksaa
n yang
tidak tepat
menurun
(5)
6. Perilaku
membaik
(5)
Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Ketidakseimbangan tindakan  (I.03098)
Cairan keperawatan 3x24
jam diharpkan 1. Observasi
Faktor Resiko: keseimbangan  Monitor status
 Prosedur pembedahan cairan meningkat: hidrasi ( mis, frek
mayor Keseimbangan nadi, kekuatan nadi,
 Trauma/perdarahan Cairan (L.03020) akral, pengisian
 Luka bakar 1. Asupan kapiler,
 Apheresis cairan kelembapan
 Asites meningkat mukosa, turgor
 Obstruksi intestinal (5) kulit, tekanan
 Peradangan pankreas 2. Haluaran darah)
 Penyakit ginjal dan Urine  Monitor berat
kelenjar meningkat badan harian
 Disfungsi intestinal (5)  Monitor hasil
3. Kelembaba pemeriksaan
n membran laboratorium (mis.
mukosa Hematokrit, Na, K,
meningkat Cl, berat jenis urin ,
(5) BUN)
4. Edema  Monitor status
Menurun hemodinamik
(5) ( Mis. MAP, CVP,
5. Dehidrasi PCWP jika
Menurun tersedia)
(5) 2. Terapeutik
6. Tekanan  Catat intake output
darah dan hitung balans
membaik cairan dalam 24
(5) jam
7. Denyut  Berikan  asupan
nadi radial cairan sesuai
membaik kebutuhan
(5)  Berikan cairan
8. Tekanan intravena bila perlu
arteri rata- 3. Kolaborasi
rata  Kolaborasi
membaik pemberian
(5) diuretik,  jika perlu
9. Membra
Mukosa
membaik
(5)
10. Mata
Cekung
membaik
(5)
11. Turgor
kulit
membaik
(5)

Resiko Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia


kadar glukosa darah tindakan (I.03115)
(D.0038) keperawatan 1. Observasi
selama 3x24 jam  Identifkasi
Definisi: diharapkan kemungkinan
Variasi kadar glukosa darah glukosa darah penyebab
naik/turun dari rentang dalam rentang hiperglikemia
normal. normal dengan  Identifikasi situasi
kriteria Hasil: yang menyebabkan
Penyebab: Kestabilan kadar kebutuhan insulin
Hiperglikemia glukosa darah meningkat (mis.
1. Disfungsi pangkreas (L.05022) penyakit
2. Resistensi insulin 1. Koordinasi kambuhan)
3. Gangguan toleransi meningkat  Monitor kadar
glukosa darah (5) glukosa darah, jika
4. Gangguan glukosa 2. Mengantuk perlu
darah puasa menurun  Monitor tanda dan
(5) gejala
3. Pusing hiperglikemia (mis.
Hipoglikemia menurun poliuri, polidipsia,
1. Penggunaan insulin atau (5) polivagia,
obat glikemik oral 4. Lelah/lesuh kelemahan,
2. Hiperinsulinemia (mis. menurun malaise, pandangan
Insulinoma) (5) kabur, sakit kepala)
3. Endokrinopati (mis. 5. Keluhan  Monitor intake dan
Kerusakan adrenal atau lapar output cairan
pituitari) menurun  Monitor keton
4. Disfungsi hati (5) urine, kadar analisa
5. Disfungsi ginjal kronis 6. Kadar gas darah,
6. Efek agen farmakologis glukosa elektrolit, tekanan
7. Tindakan pembedahan darah darah ortostatik dan
neoplasma membaik frekuensi nadi
8. Gangguan metabolok (5) 2. Terapeutik
bawaan (mis. Gangguan  Berikan asupan
penyimpanan lisosomal, cairan oral
galaktosemia, gangguan  Konsultasi dengan
penyimpanan glikogen) medis jika tanda
dan gejala
hiperglikemia tetap
ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi
jika ada hipotensi
ortostatik
3. Edukasi
 Anjurkan olahraga
saat kadar glukosa
darah lebih dari 250
mg/dL
 Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
 Anjurkan
kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
 Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu
 Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis.
penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan
professional
kesehatan)
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
 Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
 Kolaborasipemberi
an kalium, jika
perlu
Resiko Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Efektif (D.0009) tindakan (I.02079)
keperawatan
Definisi: selama 3x24 jam 1. Observasi
Berisiko mengalami diharapkan perfusi  Periksa sirkulasi
penurunan sirkulasi darah perifer meningkat perifer(mis. Nadi
pada level kapiler yang dengan krteria perifer, edema,
dapat menganggu hasil: pengisian kalpiler,
metabolism tubuh Perfusi Perifer warna, suhu, angkle
(L.02011) brachial index)
Penyebab: 1. Warna kult  Identifikasi faktor resiko
1. Hiperglikemia pucat gangguan sirkulasi (mis.
2. Gaya hidup kurang menurun Diabetes, perokok,
gerak (5) orang tua, hipertensi dan
3. Hipertensi 2. Edema kadar kolesterol tinggi)
4. Merokok perifer  Monitor panas,
5. Prosedur menurun kemerahan, nyeri, atau
endovaskuler (5) bengkak pada
6. Trauma 3. Kelemahan ekstremitas
7. Kurang terpapar otot
informasi tentang membaik 2. Terapeutik
factor pemberat(mis. (5)  Hindari pemasangan
merokok, gaya hidup 4. Pengisian infus atau pengambilan
kurang gerak, kapiler darah di area
obesitas, imobilitas membaik keterbatasan perfusi
(5)  Hindari pengukuran
5. Kram otot tekanan darah pada
menurun ekstremitas pada
(5) keterbatasan perfusi
6. Turgor  Hindari penekanan dan
kulit pemasangan torniquet
membaik pada area yang cidera
(5)  Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi

3. Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan
darah secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

Resiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


tndakan 1. Observasi
keperawatan  Monitor tanda dan
selama 3x24 jam gejala infeksi lokal
diharapkan dan sistemik
glukosa derajat 2. Terapeutik
infeksi menurun  Berikan perawatan
dengan kriteria kulit pada edema
hasil:  Cuci tangan sebelum
1. Demam dan sesudah dengan
menurun pasien
(5)  Pertahankan teknik
2. Kemerahan aseptik pada pasien
menurun beresiko tinggi
(5) 3. Edukasi
3. Nyeri  Jelaskantanda dan
menurun gejala infeksi
(5)  Anjurkan cara
4. Bengkak memeriksa luka
menurun  Anjurkan
(5) meningkatkan asupan
5. Kadar sel cairan
darah putih 4. Kolaborasi
menurun  Kolaborasi pemberian
(5) imuniasi, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tahap pengelolaan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.

5. Evaluasi keperawatan
 Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan
dengan cara melakukanidentifikasi sejauh mana tujuan dan keriteria hasil dari
rencana keperawatan yang di buat pada tahap perencaaan tercapai atau tidak
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin Dengan Pendekatan


Nanda Nic Noc. Jakarta: Salemba Medika

Aridiana,N.A.(2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin Dengan


Pendekatan Nanda Nic Noc. Jakarta: Salemba Medika

Kususma ,A.H. (2016). Asuhan Keperawatan Parktis (Vol.1). Yogyakarta:


MediaAction
Luthiani, E.K. (2020). Panduan Konseling Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan
Diabetes Melitus. Jakarta:CV.Budi Utama

PERKENI,P.B.(2020). Pernyataan Resmi dan Rekomendasi penanganan Diabetes


Melitus Di Era Pandemi Covid1-19. Indonesia Medical

Organization, W. H. (2016). Global Report On Diabetes. Jenewa: Journal Annual


Report.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2019).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia .


Jakarta : DPP . PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019) .Standar Luaran Keperawatan Indonesia .


Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2019).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .


Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai