Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILITUS

Oleh :

Putri Soniah, S.Kep

21.300.0177

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LEMBAR PENGESEHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MILITUS

Oleh :

Putri Soniah, S.KEP

21.300.0177

Banjarmasin, 02 April 2022

Preseptor Akademik

(Dedy Setyawan, S.Kep, Ners)


LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MILITUS
A. Definisi
Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran atau
curahan, sedangkan mellitus atau melitus artinya gula atau madu. Dengan
demikian secara bahasa, diabetes melitus adalah cairan dari tubuh yang
banyak mengandung gula, yang dimaksud dalam hal ini adalah air
kencing. Dengan demikian, diabetes militus secara umum adalah suatu
keadaan yakni tubuh tidak dapat menghasilkan hormone insulin sesuai
kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan secara optimal insulin
yang dihasilkan. Dalam hal ini terjadi lonjakan gula dalam darah melebihi
normal (Mughfuri, 2016).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soelistidjo, 2015). Diabetes
Melitus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan pada pankreas yang
tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh dan/ atau
ketidak mampuan dalam memecah insulin. Penyakit diabetes mellitus juga
menjadi faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain (Mughfuri, 2016)
B. Klasifikasi Diabetes Militus
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut (PERKENI, 2015) adalah
sebagai berikut :
1. Diabetes melitus (DM) tipe 1
DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas.
Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi
secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun
dan idiopatik.
2. Diabetes tipe-2 atau ( Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
[NIDDM] )
1) Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum.
Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistansi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai
resistansi insulin. Penyebab resistansi insulin pada diabetes
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan
antara lain sebagai berikut.
2) Kelainan genetik.
DM dapat diturunkan dari keluarga yang sebelumnya juga menderita
DM, karena kelainan gen mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi resiko DM juga tergantung
pada faktor kelebihan berat badan, kurang gerak dan stres.
3) Usia.
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
4) Gaya hidup dan stres.
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh
besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja
metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
5) Pola makan yang salah.
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
risiko terkena diabetes.
6) Obesitas ( terutama pada abdomen )
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
Peningkatan BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas
normal IMT ( indeks masa tubuh ) akan meningkatkan risiko DM
tipe-2 (Aini, 2016 ). Selain itu pada obesitas juga terjadi penurunan
adiponektin. Adiponektin adalah hormon yang dihasilkan adiposit,
yang berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara
menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam
lemak otot dan hati sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan
adiponektin menyebabkan resistansi insulin. Adiponektin berkorelasi
positif dengan HDL dan berkorelasi negatif dengan LDL (Aini, 2016
).
7) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibatkan pada
penurunan fungsi pankreas.
3. Diabetes tipe lain
1) Defek genetik fungsi sel beta ( maturity onset diabetes of the young
[MODY] dan DNA mitokondria).
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pancreas (pankreatitis, tumor/pancreatektomi, dan
pankreatopati fibrokalkulus).
4) Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus).
4. Diabetes melitus gestational (DMG)
Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan ini adalah intoleransi glukosa
yang mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan hamil. Oleh
karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone disertai pengaruh
metabolik terhadap glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan
peningkatan metabolik tubuh dan hal ini berdapak kurang baik bagi
jading (Mughfuri, 2016).
C. Etiologi
Penyebab diabetes melitus dikelompokkan menjadi 2. (Rendy, 2012)
1. Diabetes Melitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM)).
1) Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2) Faktor imunologi pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
3) Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel
β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat
besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan
terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan.
Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.
Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada
klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.
Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olahraga
dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya
sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan
kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal,
memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan
peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2016)
D. Manisfestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus Menurut (Mughfuri, 2016) antara lain:
1. Banyak kencing (polyuria)
Oleh karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing.
2. Banyak minum (polidipsia)
Oleh karena sering kencing maka memungkinkan sering haus banyak
minum.
3. Banyak makan (polifagia)
Penderita diabetes militus mengalami keseimbangan kalori negative,
sehingga timbul rasa lapar yang besar.
4. Penurunan berat badan dan lemah
Hal ini disebabkan dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari
cadangan lain.yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan
jaringan lemak dan dan otot sehingga menjadi kurus.
Adapun tanda dan gejala diabetes melitus menurut (kowalak, 2011) yaitu:
1) Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat
kadar glukosa serum yang meningkat.
2) Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
3) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menurun.
4) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit.
5) Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh
kadar glukosa intrasel yang rendah.
6) Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidak
seimbangan elektrolit
7) Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa
8) Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
9) Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan
karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
10) Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkn karena dehidrasi dan
ketida kseimbangan eletrolit serta neuropati otonom.
E. Komplikasi
Mughfuri, 2016) yaitu:
1) Mata: retinopati diabetic, katarak
2) Ginjal: glomerulosklerosis intrakapiler, infeksi
3) Saraf neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom.
4) Kulit dermopatik diabetic, nekrobiosis lipiodika diabetikorum,
kandidiasis, tukak kaki dan tungkai
5) Sistem kardiovaskular: penyakit jantung dan gangrene pada kaki
6) Infeksi tidak lazim: fasilitas dan miosisitis nekrotikans, meningitis
mucor, kolesistitis empfisematosa, otitis eksterna maligna
F. Patofisologi (Patway)
DM Tipe 1 (DMT 1=Diabetes Mellitus Tergantung Insulin ) DMT
1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak
pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu
mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang
cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi
pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut. Pada DMT 1
biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya
cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara30.000-
35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada
DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin. DMT1, biasanya
terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT 1 tubuh penderita hanya
sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan
insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat
suntikan insulin setiap harinya. DMT 1 tanpa pengaturan harian, pada
kondisi darurat dapat terjadi. (Brunner & Suddart, 2016).
DM Tipe 2 (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin=DMT 2).
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya
kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian
disusul dengan disfungsi selbeta pankreas (defeksekresi insulin), yaitu
sebagai berikut : Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau
kurang,sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah
tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai, jumlah reseptor di
jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada obesitas jumlah
reseptor bahkan hanya 20.000, kadang-kadang jumlah reseptor cukup,
tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin
binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu), terdapat kelainan
di pasca reseptor sehingga proses glikolisisi intraselluler terganggu,
adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. DM tipe2 ini
biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah
menderita dibetes tipe2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat
serius. Diabetes tipe2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya
terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas
berolahraga (Brunner & Suddart, 2016)
Sumber (Anonim 2009)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Gluosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisas
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >
160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang
populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat
cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai
Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel
insula langerhans ( islet cellantibody)
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
- Mekanisme kerja sulfanilurea
- kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
- kerja OAD tingkat reseptor
- Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
(1) Menghambat penyerapan karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe I yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan angguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a) Penurunan berat tubuh yang cepat.
b) Hiperglikeia berat yang disertai ketoasidosis
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka
dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate
1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat
ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka amputasi mungkin dibutuhkan untuk kasus
DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya ialah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk
menawarkan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan
sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena
menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan
paru juga menurun. Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika
penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula nafas yang berbau
aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan
batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi
atau tidak), dapat pula terjadi paraestesia atau paralysis pada otot-otot
pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup tajam).
2. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah
terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya
aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula
adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah
halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi menunjukkan terjadinya
hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada kelainan jantung
maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
3. Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphgi, mual, muntah, konstipasi, diare,
perasaan penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan
yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi
abdomen.
4. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit
kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia,
gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data
klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma
bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan
adanya aktivitas kejang.
5. Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria,
Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita
mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon
lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh
kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar
tiroid paratiroid, moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan
pada hormon lain maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang
berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor
hipoglikemik.
6. Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan
terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan
berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih.
Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat.
Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa haus
sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah
impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi
pada vagina.
7. Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot,
sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya
keluhan kram pada otot.
8. Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien
sering mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba
dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa kering, gatal,
bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien
mengalami infeksi.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama
dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
K. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Pasien mengatakan nyeri agen injuri fisik Nyeri akut


pada kaki
DO : K/u lemah
P : Nyeri seperti ditusuk
Q : Nyeri pada bagian kaki
R : Tidak menyebar
S : skala nyeri 4 (0-10)
T : 3 menit
2 DS : Pasien mengatakan berat ketidakmampuan tubuh Ketidakseimbangan
badannya semakin hari semakin mengabsorbsi zat-zat gizi nutrisi kurang dari
menurun bekerjasama dengan kebutuhan tubuh
DO: BB pasien turun dalam 1 faktor biologis.
bulan terakhir turun dari 46 kg
menjadi 38 kg
3 DS : Pasien mengatakan luka faktor mekanik: Kerusakan integritas
pada kaki kiri perubahan sirkulasi, jaringan
DO : terdapat luka dan bengkak imobilitas dan penurunan
pada kaki sensabilitas (neuropati)

L. Nursing Care Planning (Ncp)

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :


injuri fisik keperawatan, tingkat
kenyamanan klien meningkat, 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
dan dibuktikan dengan level komprehensif termasuk lokasi,
nyeri: karakteristik, durasi, frekuensi,
klien dapat melaporkan nyeri kualitas dan ontro presipitasi.
pada petugas, frekuensi nyeri,
ekspresi wajah, dan menyatakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
kenyamanan fisik dan ketidaknyamanan.
psikologis, 3. Gunakan teknik komunikasi
TD 120/80 mmHg terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya.
N: 60-100 x/mnt
4. Kontrol ontro lingkungan yang
RR: 16-20x/mnt menghipnotis nyeri ibarat suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Control nyeri dibuktikan dengan
klien melaporkan gejala nyeri 5. Pilih dan lakukan penanganan
dan control nyeri. nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
Kriteria Hasil
6. Ajarkan teknik non famakologis
Indikator IR ER (relaksasi, distraksi dll) untuk
1. Melaporka 2 3 mengetasi nyeri..
n adanya 7. Berikan analgetik untuk
nyeri mengurangi nyeri.
2 3
2. Frekuensi 8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri 2 3 nyeri/kontrol nyeri.
3. Panjangnya Administrasi analgetik :
epeside
nyeri 2 3 1. Cek cara pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
4. Luas
bagian 2. Cek riwayat alergi..
tubuh yang
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
terpengaru 2 3
pemberian dan dosis optimal.
h
2 3 4.Monitor TTV sebelum dan sesudah
5. Peryataan
pemberian analgetik.
nyeri
5. Berikan analgetik sempurna waktu
6. Ekspresi
terutama ketika nyeri muncul.
nyeri pada
wajah 6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
Ket :
1. Keluhan eksrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan, klien
kebutuhan tubuh b/d mengambarkan status nutrisi 1. kaji pola makan klien
ketidakmampuan adekuat dibuktikan dengan BB 2. Kaji adanya alergi makanan.
tubuh mengabsorbsi stabil tidak terjadi mal
zat-zat gizi nutrisi,tingkat energi adekuat, 3. Kaji makanan yang disukai oleh
bekerjasama dengan masukan nutrisi adekuat klien.
faktor biologis.
Kriteria hasil 4. Kolaborasi dg andal gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
Indikator IR ER dengan kebutuhan klien.
1. Intake 2 3 5. Anjurkan klien untuk
makanan meningkatkan asupan nutrisinya.
dan cairan
2 3 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
2. Energi 2 3 mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
3. Masa
tubuh 2 3
7. Berikan informasi wacana
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
4. Berat
bagi tubuh klien.
tubuh
Monior Nutrisi
Ket :
1. Keluhan eksrim 1. Monitor BB setiap hari jikalau
memungkinkan.
2. Keluhan berat
2. Monitor respon klien terhadap
3. Keluhan sedang situasi yang mengharuskan klien
4. Keluhan ringan makan.

5. Tidak ada keluhan 3. Monitor lingkungan selama


makan.
4. Monitor adanya mual muntah.
5. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, abuh dsb.
6. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Wound care


jaringan b/d faktor keperawatan, Wound healing
mekanik: perubahan meningkat 1. Catat karakteristik luka:tentukan
sirkulasi, imobilitas ukuran dan kedalaman luka, dan
dan penurunan dengan criteria: pembagian terstruktur mengenai
sensabilitas pengaruh ulcers
Luka mengecil dalam ukuran
(neuropati) dan peningkatan granulasi 2. Catat karakteristik cairan secret
jaringan yang keluar
3. Bersihkan dengan cairan anti
bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
Kriteria Hasil 7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
Indikator IR ER
8. Lakukan pembalutan
1. Elastis 2 3
sesuai yang 9. Pertahankan tehnik dressing
diharapkan steril ketika melaksanakan perawatan
2 3 luka
2. Hidrasi
sesuai yang 10. Amati setiap perubahan pada
diharapkan balutan
2 3
3. Pigmentasi 11. Bandingkan dan catat setiap
sesuai yang adanya perubahan pada luka
diharapkan 2 3

4. Teksture
sesuai yang
diharapkan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi
8, Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]


cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-
diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai