Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KASUS DIABETES MELITUS

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4

1. ARIS PUJIANTO NIM : 2307003


2. DEWI ROHMAWATI NIM : 2307006
3. ENGGAR ARDIANI TAGAP NIM: 2307010
4. EKA SURYA WIJANARKO NIM: 2307009
5. MUNTAFIAH NIM: 2307016
6. BAYU ARDIANSYAH NIM: 2307032

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG 2023

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih
dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dl (Febrinasari,
Sholikah, Pakha, & Putra, 2020). Dengan cara ini, hiperglikemia terjadi disertai dengan
masalah metabolisme yang berbeda karena masalah hormonal, termasuk ketidakteraturan
dalam pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak dan menyebabkan berbagai gangguan
konstan pada organ-organ tubuh (Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020)
Diabetes Mellitus adalah berbagai efek samping yang muncul pada seseorang yang
disebabkan oleh peningkatan kadar (glukosa) karena kekurangan insulin, baik langsung
maupun relatif. Diabetes melitus merupakan penyakit infeksi degeneratif yang bersifat
berkelanjutan yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun (Suyono & waspadji,
2013).
Diabetes Mellitus adalah penyakit persisten yang terjadi baik ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak berhasil memanfaatkan insulin yang
dihasilkannya (Suyono & waspadji, 2013).
Diabetes Mellitus adalah masalah metabolisme berkelanjutan yang digambarkan oleh
kadar glukosa yang tinggi karena ketidakcukupan kerja insulin. Hal ini dapat disebabkan oleh
terhambatnya atau tidak cukupnya pembuatan insulin oleh sel beta, Langerhans di pankreas
atau disebabkan oleh tidak adanya respon sel tubuh terhadap insulin (Suyono & waspadji,
2013).

B. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM ) Diabetes yang tergantung
insulin yang ditandai oleh penghancuran selsel beta pankreas disebabkan oleh :
1) Faktor genetik Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi
suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini
ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor Imunologi Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM ) Mekanisme yang
tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe
II belum diketahui. Diabetes tipe ini adalah gangguan heterogen yang disebabkan oleh
kombinasi faktor genetik yang terkait dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin
dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga, dan stres serta
penuaan. Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :
1) Usia Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
2) Obesitas Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas
untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
3) Riwayat Keluarga Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar
daripada subjek (dengan usiadan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat
penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan
dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2
tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi
pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.
4) Gaya hidup (stres) Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja
pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin. (Asdie, 2010)

C. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes mellitus dapat digolongkan dalam berbagai cara tetapi satu
bentuk klasifikasi adalah sebagai berikut :
a. Diabetes tipe I (tergantung insulin) disebabkan oleh kerusakan sel beta yang
dimediasi oleh kekebalan tubuh, menyebabkan untuk defisiensi insulin.
b. Diabetes idiopatikdiabetes adalah tipe 1 tanpa etiket yang diketahui dan sangat
diturunkan.
c. Diabetes tipe II (tidak tergantung insulin) disebabkan oleh defek sekresi insulin dan
resistensi insulin.
d. Diabetes mellitus gestasional adalah segala bentuk intoleransi terhadap glukosa
dengan onset atau pengakuan pertama kehamilan. Namun diabetes sebagian besar
pada dasarnya diklasifikasikan menjadi DUA tipe utama: Diabetes Tipe I (IDDM) dan
Diabetes Tipe II (NIDDM). (Ullah & Khan, 2016)

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020)
Manifestasi Klinik Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut :
1) Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian).
2) Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka di kulit
yang sembuhnya lama, infeksi pada vaginal, penglihatan yang kabur.
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer).
3) Ulkus Diabetikum Ulkus diabetik karena microangiopati juga disebut borok panas
meskipun mereka adalah nekrotik, daerah akral terlihat merah dan terasa panas oleh
iritasi dan biasanya terlihat pembuluh darah distal yang berdenyut (Febrinasari, Sholikah,
Pakha, & Putra, 2020). Perjalanan mikroangiopati menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah, dalam buku (Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra, 2020) emboli yang intens
memberikan indikasi klinis 5 P, yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Dalam Buku Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020) Bila terjadi sumbatan
kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
i. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
ii. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.
iii. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
iv. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

E. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus Diabetes Mellitus tipe 2
secara genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin
merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan obesitas. Insulin tidak dapat bekerja
secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas mengkompensasi
untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas
tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa
darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia
kronik pada Diabetes Mellitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan
memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit Diabetes Mellitus tipe 2
semakin progresif (Suyono & waspadji, 2013).
Pada perjalanan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel
beta pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi
hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak
memperburuk disfungsi sel beta pankreas (Suyono & waspadji, 2013).
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya seperti
sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta pankreas terjadi
akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta
pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan
hidup sel beta itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi
sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis sel
(Suyono & waspadji, 2013).
Terjadinya luka di kaki diawali dengan peningkatan kadar gula darah pada
penderita diabetes melitus yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah
mikrovaskuler dan makrovaskuler (Suyono & waspadji, 2013).
Neuropati, neuropati sensorik dan saraf otonom akan menyebabkan perubahan
yang berbeda pada kulit dan otot yang kemudian, menyebabkan perubahan dalam 36
penyampaian ketegangan pada bagian bawah kaki dan juga akan mempermudah terjadinya
ulkus. Adanya ketidakberdayaan terhadap kontaminasi membuat penyakit menyebar secara
efektif menjadi kontaminasi yang tak terhindarkan (Suyono & waspadji, 2013). aliran darah
yang berkurang juga akan menambah kerumitan kaki diabetik (Suyono & waspadji, 2013).
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar (Suyono & waspadji, 2013).
Dengan adanya gangguan pada saraf outonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan
tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah (Suyono & waspadji, 2013).
Dampak lain adalah adanya neuropati perifer yang mempengaruhi saraf sensori dan sistem
motorik yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan suhu (Suyono
& waspadji, 2013).
Pathway
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut Suyono & Waspadji (2013), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada diabetes melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa dalam darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Menurut Suyono, Slamet; Waspadji, Sarwono (2013), Ada beberapa komponen
dalam penatalaksanaan adalah sebagai berikut:
1. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diarahkan untuk mencapai tujuan,
yaitu memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi,
mencegah kadar glukosa dalam darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak
(Suyono & waspadji, 2013).
2. Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah pada penderita
diabetes. Cara ini memungkinkan untuk mendeteksi dan pencegahan hipoglikemia
serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa dalam darah
normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes dalam jangka yang
panjang (Suyono & waspadji, 2013).
3. Perawatan Luka Gangren Perawatan luka gangren pada pasien diabetes mellitus yaitu
dengan cara membersihkan luka dengan kassa steril yang telah dibasahi dengan NaCI
dan betadine, buang bagian-bagian yang kotor atau jaringan nekrotik, bersihkan dari
area paling bersih ke area kotor (dari dalam ke luar), kompres luka dengan betadine
atau salep yang telah diresepkan oleh dokter, tutup luka dengan kassa steril dan balut
luka dengan perban (Erin, 2015).
4. Terapi Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
peningkatan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis
insulin yang diperlukan tiap-tiap pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah,
maka pemantauan kadar glukosa yang akurat sangat penting (Suyono & waspadji,
2013).
5. Kontrol nutrisi dan metabolik Faktor nutrisi adalah salah satu faktor yang berperan
dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
mempertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl (Suyono & waspadji, 2013). Diet pada
penderita diabetess melitus dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi
yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60% (Suyono &
waspadji, 2013). Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi
dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia
yang tinggi, kemampuan untuk melawan infeksi turun sehingga kontrol kadar gula
darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total (Suyono &
waspadji, 2013).
6. Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Suyono & Waspadji
(2013), maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0, perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V, dengan pengelolaan medik dan bedah minor.
7. Tindakan Amputasi Amputasi adalah tindakan untuk menghilangkan bagian tubuh,
seperti jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, lengan atau tungkai. Tindakan amputasi
dilakukan untuk menghilangkan jaringan nekrosis dan mencegah infeksi menyebar
melalui anggota tubuh (Erin, 2015).
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Menurut NANDA (2015), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi:
1.1 Identitas pasien
1) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis).
2) Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien).
1.2 Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan/ Alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi
obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
5) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
1.3 Pola aktivitas sehari-hari
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu
sama lain.
1.4 Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri, dan lain-lain),
penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input
cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih.
1.5 Pola makan
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan,
mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
1.6 Personal hygiene
Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang mencakup, mandi, bab, bak, dan
lain-lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah sadar,
koma, disorientasi.
2.2 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler ataukah ireguler,
adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR) normal 16-20 kali/menit, pernapasan
dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat
atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi.
2.3 Pemeriksaan Kepala dan leher
1) Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan
frontal di bagian anterior dan oksipital di bagian posterior
2) Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak.
3) Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat gangguan penglihatan
apabila sudah mengalami retinopati diabetik.
4) Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun.
5) Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf hidung menurun.
6) Mulut : mukosa bibir kering.
7) Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
2.4 Pemeriksaan Dada
1) Pernafasan : sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton..
2) Kardiovaskuler : takikardia/nadi menurun, perubahan TD postural, hipertensi
disritmia dan krekel.
2.5 Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising usus
yang meningkat.
2.6 Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita.
2.7 Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama sembuh. Kulit kering, adanya
ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh. Adanya akral dingin, capillarry refill
kurang dari 3 detik, adanya pitting edema.
2.8 Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada kaki atau kaki diabetik.
2.9 Pemeriksaan Status Mental
Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak kenyataan, dan keputusasaan.

3. Pemeriksaan penunjang
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus adalah:
3.1 Gula darah meningkat > 200 ml/dl
3.2 Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.
3.3 Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/lt
3.4 Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
3.5 Alkalosis respiratorik
3.5.1 Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi menunjukkan respon terhadap stres atau infeksi.
3.5.2 Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/ normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal
3.5.3 Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.

3.6 Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I), normal sampai meningkat
(Tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
3.7 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
3.8 Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat
3.9 Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan infeksi luka.

4. Diagnosa keperawatan
Menurut PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
4.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
4.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
4.3 Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan tindakan pembedahan
neoplasma (D.0027)
4.4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi (D.0129)
4.5 Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op (D.0142)

5. Perencanaan keperawatan
Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
pencedera fisik 1. Pain level 1.1 Kaji nyeri menggunakan
2. Pain control metode (PQRST) melipui
3. Comfort level skala, frekuensi
Setelah dilakukan tindakan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
asuhan keperawatan nyeri, dan lain-lain.
selama 1.2 Pertahankan tirah baring
3 x 24 jam masalah nyeri dan posisi yang nyaman.
berkurang atau hilang 1.3 Ajarkan teknik relaksasi
dengan kriteria hasil : napas dalam.
1. Skala nyeri 1.4 Monitor tanda-tanda
berkurang (0-10) vital.
menjadi 4. 1.5 Kolaborasi untuk
2. Pasien terlihat rileks pemberian analgetik.
atau nyaman.
3. Pasien mampu
mengontrol nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
b.d nyeri. 1. Joint Movement 2.1 Kaji kemampuan pasien
: Active dalam mobilisasi setiap
2. Mobility Level hari.
3. Self care : ADLs 2.2 Monitoring tanda-tanda
4. Transfer vital pasien sebelum dan
performance sesudah latihan.
Setelah dilakukan 2.3 Bantu pasien dalam
asuhan keperawatan pemenuhan ADLs.
selama 3 x 24 jam 2.4 Latih kemampuan
diharapakan gangguan pasien dalam
perfusi jaringan dapat pemenuhan kebutuhan ADLs
diatasi dengan kriteria secara mandiri sesuai
hasil: kemampuan
1. Nyeri berkurang atau pasien.
hilang 2.5 Kolaborasi dengan
2. Pergerakan/aktivitas keluarga pasien untuk
pasien bertambah pemenuhan ADLs
dan tidak terbatasi pasien.
3. Pasien mampu
memenuhi
kebutuhan secara
mandiri
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
3. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan NIC :
glukosa dalam darah keperawatan selama 3 x 3.1 Kaji faktor yang
b.d tindakan 24 jam kadar glukosa dalam menjadi penyebab
pembedahan neoplasma darah stabil dengan kriteria ketidakstabilan glukosa
hasil : 3.2 Pantau keton urine
1. Kadar glukosa dalam 3.3 Pantau tanda dan gejala
darah normal (80- 100 terjadinya hipoglikemi
mg/dL) dan hiperglikemi
3.4 Memberikan
pendidikan kesehatan
mengenai penyakit
ulkus diabetik, diit,
obat, resep.
4. Gangguan integritas kulit NOC : NIC :
b.d agen pencedera fisik 1. Tissue Integrity : 4.1 Anjurkan pasien
Skin and Mucous memakai pakaian yang
2. Membranes longgar.
3. Hemodyalis akses 4.2 Hindari dari kerutan
Setelah dilakukan tempat tidur.
asuhan keperawatan selama 4.3 Jaga kebersihan kulit
3 x 24 jam diharapkan agar tetap bersih dan
masalah gangguan kering.
integritas kulit dapat 4.4 Mobilisasi pasien (ubah
teratasi dengan kriteria hasil posisi), miring kanan,
: miring kiri, setiap 2
1. Integritas kulit yang jam.
baik dapat 4.5 Monitor perkembangan
dipertahankan. kulit pada luka post
2. Luka sembuh sesuai debridement setiap hari.
kriteria. 4.6 Mengobservasi luka :
3. Tidak ada luka atau perkembangan, tanda-
lesi. tanda infeksi,
4. Perfusi jaringan baik. kemerahan, perdarahan,
5. Menunjukkan proses jaringan nekrotik,
penyembuhan luka. jaringan granulasi.
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
4.7 Lakukan teknik
perawatan luka dengan
prinsip steril.
4.8 Kolaborasi pemberian
diit kepada penderita
ulkus dm.
5. Resiko infeksi NOC : NIC :
b.d adanya luka 1. Immune Status 5.1 Pertahankan teknik
post op. 2. Knowledge : aseptik
Infection control 5.2 Cuci tangan sebelum
3. Risk control dan sesudah tindakan
Setelah dilakukan keperawatan.
asuhan keperawatan selama 3 x 24 5.3 Monitor tanda dan
jam diharapkan resiko infeksi gejala infeksi.
dapat dicegah dan teratasi dengan 5.4 Meningkatkan intake
kriteria hasil : nutrisi.
1. Pasien bebas dari tanda dan 5.5 Berikan perawatan luka
gejala infeksi pada area epiderma.
2. Menunjukkan kemampuan 5.6 Observasi kulit,
untuk mencegah timbulnya membran mukosa
infeksi terhadap kemerahan, panas,
3. Jumlah leukosit dalam drainase.
batas normal 5.7 Inspeksi kondisi
4. Menunjukkan luka/insisi bedah.
perilaku hidup sehat 5.8 Kolaborasi pemberian
antibiotik.
6. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistemastis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
7.1 Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawatan, dilakukan setiap
selesai melakukan tindakan keperawatan.
7.2 Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan rekapan akhir
secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah.

Anda mungkin juga menyukai