Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS (DM)

Mata kuliah: Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengapu: Muh. Jasmin, S.Kep.Ns.M.Kep

DI SUSUN OLEH:

1. Nurwati (S.0021.P.018)
2. Reza Ayu Nifyanti Nisba (S.0021.P.022)
3. Wa ode Fitrianti (S.0021.P.027)
4. Wa ode Wisdayanti (S.0021.P.028)
5. Widia (S.0021.P.029)
6. Yana Yulisnawati (S.0021.P.030)

PRODI S1 KEPERWATAN

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkah
dan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan judul "Asuhan Keperawatan Pada Kasus Diabetes Melitus"
dapat terselesaikan dengan tepat waktu tanpa ada hambatan.

Makalah makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas wajib Pada mata
kuliah "Keperawatan Medikal Bedah II". Kami menyadari bahwa masi banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan
segala kritik dan saran pembangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTRA ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Pertanyaan Klinis
1.3 Tujuan
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Komplikasi
2.6 Tatalaksana
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosis
3.3 Intervensi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2017
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Beberapa gejala yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, dan penglihatan kabur.
Faktor risiko yang sering memengaruhi timbulnya penyakit diabetes mellitus
menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2013 antara lain: obesitas pada perempuan usia >18 tahun yaitu
sebanyak 20,0%, aktivitas fisik yang kurang pada usia >10 tahun sebanyak 26%,
hipertensi pada usia >18 tahun sebanyak 25,8%, dan dislipidemia
(hiperkolesterolemia) pada usia >15 tahun sebanyak 35,9%.
Penderita diabetes melitus di dunia sampai saat ini jumlahnya semakin
bertambah. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, jumlah
penderita diabetes telah meningkat dari 108 juta penduduk pada tahun 1980
menjadi 422 juta penduduk pada tahun 2014. Peningkatan jumlah penderita
diabetes melitus juga terjadi di Indonesia.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI),
diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai
21,3 juta orang. Hasil Riskesdas 2013, prevalensi diabetes melitus berdasarkan
wawancara terjadi peningkatan dari 1,1% tahun 2007 menjadi 2,1% tahun 2013
dan yang terdiagnosis oleh dokter sebanyak 1,5%

1.2 Pertanyaan Klinis


1. Apa definisi dari diabetes melitus?
2. Apa etiologi dari diabetes melitus?
3. Bagaimana patofisiologi dari diabetes melitus?
4. Apa manifestasi klinis dari diabetes melitus?
5. Bagaimana komplikasi dari diabetes melitus?
6. Apa saja penatalaksanaan dari diabetes melitus?

7. Apa saja pengkajian dari diabetes melitus?


8. Apa diagnosis dari diabetes melitus?
9. Apa intervensi dari diabetes melitus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes melitus
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes melitus
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari syok hipovolemik
5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi diabetes melitus
6. Untuk mengetahui tatalaksana dari diabetes melitus
7. Untuk mengatahui apa saja pengkajian dari diabetes melitus
8. Untuk mengetahui diagnosis dari diabetes mellitus
9. Untuk mengetahui intervensi dari diabetes melitus
BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis. (Purwanto. H, 2016)
Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) adalah
suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi beberapa
organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. (Tanto. C,
dkk, 2014)

2.2 Etiologi
a. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe 1.
2) Faktor imunologi (autoimun).
3) Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Destruksi sel beta, pada
umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute yaitu autoimun dan
idiopatik

b. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II antara lain:
usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam
pasca pembedahan di bagi menjadi 3 yaitu:
1) <140 mg/DL-normal
2) 140-<200-toleransi glukosa terganggu
3) >200 mg/DL = diabetes
DM tipe II bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai efek insulin disertai resistensi insulin.

c. DM tipe lain
1) Penyakit pangkreas seperti : pancreatiti, Ca Pancreas dll
2) Penyakit hormonal

Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang


sel-sel beta pangkreas yang menyebabkan sel-sel ini Hiperaktif dan rusak.

3) Obat-obatan
- Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxandan streptozerin.
- Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.
2.3 Patofisiologi
a. Patofisiologi DM Tipe 1
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruang intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik
osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran urine.
Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang
batas glukosa-biasanya sekitar 180 mg/dl- glukosa diekskresikan ke dalam
urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan volume intraseluler
dan peningkatan haluaran urine menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi
kering dan sensor haus diaktifkan, yang menyebabkan orang tersebut minum
jumlah air yang banyak (polidipsia) (LeMone, Priscilla, 2016).
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin. produksi energi
menurun Penurunan energi ini menstimulasi rasa lapar dan orang makan lebih
banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat, berat badan orang
tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan lemak
sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan keletihan menyertai
penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum terjadi, akibat
pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata (LeMone,
Priscilla, 2016).
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsia, dan
polifagia, disertai dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan hingga berat. Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber insulin
eksogen (eksternal) untuk mempertahankan hidup (LeMone, Priscilla, 2016).

b. Patofisiologi DM Tipe 2
Proses putofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistansi terhadap aktivitas
insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut
sebagai resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan
sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi
glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.
Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk
meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistansi insulin
perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap
reseptor pada permukaan sel. Insulin adalah hormon pembangun (anabolik).
Tanpa insulin, tiga masalah metabolik mayor terjadi: (1) penurunan
pemanfaatan glukosa, (2) peningkatan mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan
pemanfaatan protein (Black, M. Joyce, 2014).

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan
Kowalak (2011), yaitu:
1. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih)
yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa
serum yang meningkat.
2. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
3. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan
glukosa oleh sel menurun.
4. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada
kulit.
5. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar
glukosa intrasel yang rendah.
6. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan
elektrolit.
7. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena
pembengkakan akibat glukosa.
8. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan
jaringan saraf. dan nyeri.
9. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
10. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al. (2013) dan Tanto et al,
(2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam
jangka waktu pendek yang mencakup:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami
penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala pusing,
gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat
pembentukan keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketotik hyperosmolar hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang
menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan
dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada pasien
yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 - 15 tahun. Komplikasinya
mencakup:
a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini
memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah
otak.
b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula
darah untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang
mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan Kowalak (2011)
dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non farmakologi:
a. Terapi Farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan
dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat
suntikan, yaitu:

1. Obat antihiperglikemia oral


Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi beberapa golongan, antara lain:
a. Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
b. Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion
(TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek
dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
glukosa di perifer.
c. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam
usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah
dalam tubunh sesudah makan.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat
kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent)
2. Kombinasi obat oral dan suntikan insulin
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya dapat
mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil
atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6- 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah
mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin
basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan
(Perkeni, 2015).
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Perkeni. (2015) dan Kowalak, (2011) yaitu:
1. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidupmenjadi sehat.
Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan
sebagai pengelolaan DM secara holistic.
2. Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang
teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada
pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun insulin.
3. Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam
seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis
olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic dengan intensitas sedang yaitu
50 sampai 70% denyut jantung maksimal seperti: jalan cepat, sepeda
santai, berenang,dan jogging. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara: 220 - usia pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot,
gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
2) Riwayat ISK berulang
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya
infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium
menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
4) Gastrointestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
6) Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita
7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
1) Stress, anxientas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton): positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum: meningkat tapi < 330 m osm/It 4)
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
3.2 Diagnosa
a. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
b. Intoleransi aktivitas (D.0056)
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
3.3 Intervensi

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


keperawatan (SLKI) keperawatan
1 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
kulit/jaringan keperawatam ...x 24 jam Perawatan imtegritas
(D.0129) diharapkan “Integritas kulit ( I.11353)
kulit dan jaringan” Tindakan
(L.14125) Meningkat Observasi :
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
1. Elastisitas meningkat (5) gangguan integritas
2. Hidrasi meningkat (5) kulit (mis. Perubahan
3. Perfusi jaringan sirkulasi, perubahan
meningkat (5) status nutrisi, penrunan
kelembapan suhu
lingkungan ekstrim)
Terapeutik :
1. Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang jika perlu
3. Bersihkan prineal
dengan air hangat
terutama selama
periode diare
Edukasi :
1. Anjurkan menggunkan
pelembab misalnya
menggunakan lotion,
serum
2. Amjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan asuhan
nutrisi
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
(D.0056) keperawatam ...x 24 jam Manajemen energi
diharapkan “Toleransi (I.05178)
aktivitas” (L.05047) Tindakan :
Meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi gangguan
1. Frekuensi nadi fungsi tubuh yang
meningkat (5) mengakibatkan
2. Saturasi oksigen kelelahan
meningkat (5) 2. Monitor kelelahan fisik
3. Kemudahan dalam dan emosional
melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam
sehari-hari meningkat tidur
(5) Terapeutik :
1. Sediakan kingkungan
nyaman dan rendah
stimukus (mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif dan
atau aktif)
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda
kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
kadar glukosa darah keperawatam ...x 24 jam Manajemen
(D.0027) diharapkan “Kestabilan Hiperglikemia
kadar glukosa darah” (I.03115)
(L.05022) Meningkat Tindakan :
dengan kriteria hasil: Observasi
1. Koordinasi meningkat 1. Indetifikasi
(5) kemungkinan penyebab
2. Kesadaran hiperglikemia
meningkat(5) 2. Identifikasi situasi yang
mnyebabkan kebuthan
insulin meningkat
( mis.penyakit
kambuhan)
3. Monitor kadar glukosa
darah,jika perlu
Terapuitik
1. Berikan asupan cairan
oral
2. Konsultasi dengn
medis jika tanda &
gejala hipergelkimia
tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
Edukasi
1. Anjurkn mengindari
olahraga saat glukisa
darah lebh dari
250mg/dL
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
tehadap giat dan olhrga
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberia
insulin,jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV, jia perlu
3. Kolborasi pemberia
klium,jika perlu
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2017). Standards of Medical Care in Diabetes. Vol.


40. USA: ADA

PERKENI. (2015), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta: PERKENI

PPNI (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnosa, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Purwanto, Hal. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II Jakarta: Kemenkes RI

Smeltzer & Bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sulistiani, A. (2022). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Pada Tn. H Di Ruang


Cempaka Rsud Krt. Setjonegoro Wonosobo

WHO. (2016). Global Report On Diabetes. France: World Health Organization

Anda mungkin juga menyukai