Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tuberkulosis

Mata kuliah : Keperawatan anak 2

Dosen pengapu : I Wayan Romantika, Kep.,Ns.,M.Kep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

1. Ana sukmawati (S.0021.P.001)


2. Reza ayu nifiyanti (S.0021.P.022)
3. Rizky ananda (S.0021.P.023)

S1 KEPERAWATAN
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
TAHUN AJARAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-nya penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan asuhan
keperawatan yang berjudul “Tuberkulosis” yang disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan anak II. Penyusun mengucapkan terimah kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan ini dengan baik dan
lancar.

Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,


membentuk sember daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk
watak dan jiwa sosial, bebudaya, berakhlak dan berbudi luhur , serta berwawasan
pengetahuan yang luas dan menguasai teknologi. Laporan ini dibuat oleh penulis
untuk membantu memahami materi tersebut. Mudah-mudahan Laporan ini
me,berikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat
memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah direncanakan.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam Laporan ini. Oleh


kareana itu, segala kritikan dan saran yang membangu akan kami terima dengan
lapang dada sebagai wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masi belajar .
akhir kita, semoga Laporan ini bermanfaat bagi kita semua Aamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................
ii

BAB1 KONSEP MEDIS..............................................................................


1
A. Definisi ....................................................................................................
1
B. Etiologi ....................................................................................................
1
C. Patofisiologi.............................................................................................
6
D. Patway .....................................................................................................
8
E. Manifestatis klinis....................................................................................
9
F. Tatalaksana ..............................................................................................
9

BAB II KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan...........................................................................
11
B. Diagnosa keperawatan.............................................................................
13
C. Outcome ..................................................................................................
14
D. Intervensi .................................................................................................
19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
30

BAB 1

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronis yang paling banyak


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar
kuman tuberkulosis ditemukan di parenkim paru dan menyebabkan TB
paru, tetapi bakteri ini juga mempunyai kemampuan untuk menginfeksi
organ lain (TB ekstra paru) seperti pada tulang, kelenjar limfe, pleura, dan
organ ekstra paru lain. Spondilitis tuberkulosis adalah suatu bentuk
destruktif dari tuberkulosis dan merupakan setengah dari semua kasus
tuberkulosis muskuloskeletal. Diagnosis dini spondilitis tuberkulosis sulit
ditegakkan dan sering diduga sebagai neoplasma tulang belakang ataupun
spondilitis piogenik lainnya. Biasanya diagnosis baru dapat ditegakkan
pada stadium lanjut yaitu saat telah terjadi deformitas tulang dan defisit
neurologi. Diagnosis spondilitis tuberkulosis bergantung pada manifestasi
klinis dan penemuan neuroimaging. Konfirmasi etiologi memerlukan
pemeriksaan Basil Tahan Asam pada mikroskop atau kultur dengan
sampel yang diperoleh pada hasil biopsi dari lesi. Selain itu, pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Laju Endap Darah (LED) juga
dapat dilakukan. Dengan penegakan diagnosis dini dan pengobatan segera,
prognosis umunya baik. Desenia, A. P., Fauzi, A., Triyandi, R., &
Rahmayani, F. (2023).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) yang ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan
percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain
saat bernapas. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis (Widoyono, 2021).

B. Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis dengan
ukuran panjang 14/mm dan tebal 0.3 0.6/mm. Kuman Mycobacterium
tuberculosis adalah kuman terdiri dari asam lemak, Sehingga kuman leih
tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan Fisis (Santa
Manurung, 2018).
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa dan bersin dan
15 melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman,
akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar (Dep Kes
RI 2020)

C. Patofisiologi
Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan,
bakteri, pernafasan, bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan
nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk
memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan melalui
sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya. Selain imun,
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan
banyak bakteri, limposit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli yang dapat menyebabkan broncho Pneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah penajaman.
Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan
membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa,
bagian sentral dari fibrosa ini disebut “TUBERKEL”, bakteri dan.
Makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Setelah
pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Tuberkel memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi. Tuberkel yang pecah
menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronchopneumonia
lebih lanjut (Santa Manurung, 2018)

D. Manifestasi Klinis
Bukti gejala tuberkulosis dibagi 2 (dua) golongan seperti gejala
sistemik dan gejala respiratorik (Inayah & Wahyono, 2018).
1. Gejala sistemik
a. Badan Panas
Tuberkulosis paru gejala pertamanya kadang kala
muncul suhu meningkat dikit disiang hingga disore hari.
Badan suhu meningkat menjadi makin tinggi apabila
prosess jadi progresif kemudian penderita merasakan
badannya menjadi hangat atau wajahnya panas.
b. Badan Kedinginan/Menggigil
Badan merasa dingin terjadi apabila suhu fisik akan
naik secara kilat, tetapi tidak ada panas dengan angka
sama dapat menjadi reaksi umum lebih kuat.
c. Peluh dimalam hari
Peluh malam bukan salah satu gejala patognomonis
dari penyakit TB paru. Tetapi peluh malam pada
umumnya akan timbul jika proses sudah lanjut, kecuali
penderita dengan vasodilation labil, peluh malam juga
bisa muncul lebih awal. Tachycardia dan kliyengan hanya
muncul apabila disertai panas.
d. Malaise
Lantaran penyakit Tuberkulosis paru sifatnya radang
menahun, maka penderita akan merasakan badan sakit
tidak enak dirasakan, nafsu makan berkurang, pegal
linu,badan semakin kurus, kliyengan, dan gampang
capek.
2. Gejala Respiratorik
a. Batuk-batuk
Batuk awal mulai muncul jika proses dari penyakit
TBC sudah mengena bronkeolus, selanjutnya
mengakibatkan peradangan bronkeolus, dan batuk
menjadi aktif. Kemudian bermanfaat sebagai pembuang
produk pengeluaran dahak yang meradang tersebut.
b. Sekret
Sesuatu yang sifatnya mukoid membuntangi paru-
paru dan keluar dengan jumlah sedikit, kemudian akan
menjelma seperti muko purulen berwarna kuning atau
hijau sampai purulen tersebut mengalami perubahan
dengan tekstur kental jika secret telah terbentuk menjadi
lunak atau seperti keju.
c. Nyeri pada dada
Nyeri dadakan muncul jika sistem syaraf yang ada
dalam parietal sudah mengenai, gejala yang dirasakan
sifatnya domestik.
d. Ronchii
Satu hasil pemeriksaan yang tersiar bunyi tambahan
seperti suara gaduh terutama pada saat penderita ekspirasi
disertai adanya sekret pada pernafasan.

E. Penatalaksanaan

Ada fase metode penyembuhan tuberkulosis yaitu fase mendalam semasa (2


sampai 3 bulan) dalam fase susulan hingga 4 atau 7 candra. Perpaduan obat Yang
dipakaiyaitu perpaduan obat pertama dan pula obat susulan (Guyton & Hall,
2016). Obat pertama yang dipakai dalam terapi Tuberkulosis Paru celah lain
sebagai berikut:

1. Obat rifampisin
Rifampisin sediaan obtatnya10 mg/kg berat badan,
maks600mg2-3x/minggunya (berat badan lebih60kg sampai
600mg, berat badannya40-60kg Sampai 450mg, berat badan<40kg
sampai 300mg,dosisintermediation yaitu 600 Mg/x).
Obat rifampisin mampu mengakibatkan air seni/kencing
berwarna Merah, peluh, air mata, dan selera. Proses metabolisme
yang memproses air Seni berwarna merah dan termasuk obat yang
tidak berbahaya. Hal tersebut harus diinfokan kepada pengidap
supaya dipahami dan tidak perlu dikhawatirkan.
Efek samping ringan hanya perlu penyembuhan sistematis
ialah :
a. Syndrome influenza seperti panas kedinginan bahkan
nyeri tulang.
b. Syndrome perut dirasakan sepertimulas, mual,
taknafsu santap, muntah, kadang kala berak air.
c. Syndrome kulit dirasakan seperti terasa renyem dan
kebiraman.
2. Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg berat
badan, maximal 300mg, 10 mg/kg berat badan
3x/seminggunya, 15 mg/kgBB 2x/1 minggu atau (300 mg/hari
untuk orang cukup umur. Lntermiten : 600 mg/kali).
Efek samping ringan muncul tanda terjadi keracunan syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeriotot. Efek
sampingnya bisa dikurangi dengan pemberian piridoksin
dengan dosis 100mg/hari dengan vitamin Bkompleks. Pada
suasana tersebut penyembuhan bisa dijalankan.
Abnormalitas lain ialah menyamai syndrom pelagra.
Efek samping berat bisa berupa hepatitis yang mungkin
muncul kurang lebihnya0,5% pengidap. Jika terjadi hepatitis
dampak obat, Hentikan OAT dan penyembuhan sinkron dengan
arahan tuberkulosis pada suasana privat.
3. Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat faseintensif 25mg/kg berat
badan, 35mg/kg berat badan 3x/semingggunya, 50 mg/kg berat
badan 2 x/satu mingggu atau: berat badan lebih 60 kg :1500
mg, berat badan 40-60 kg :1000mg, berat badan kurang
40kg :750mg.
Efek samping pertamanya hepatitis dampak obat jika
penatalaksanaan menurutarahan tuberkulosis disuasana
privat.Nyeri persendian dirasakanbisa diberikan aspirin dan
kadang kala dapat mengakibatkan serbuan arthritis Gout, hal
itu barang kali diakibatkan oleh terbatasnya ekskresi dan
pengumpulan asam urat. Kadang kala timbul reaksi seperti:
panas dingin, meluah, kemerahandan reaksi kulit yang lain.
4. Streptomisin
Pada obat streptomisin ini diberikan dosis 15mg/kg berat
badan /(BB lebih 60kg sampai 1000mg, BBnya 40-
60kg=750mg, BB kurang 40kg =sesuai berat badan). Efek
samping yang pertama dapat terjadi keburukan pada syaraf
kedelapan yang berangkaian pada kesepadanan dan
pendengaran. Efek lainya ini akan melonjak seiring dengan
tingkat dosis yang digunakan dan berdasarkan usia pengidap.
5. Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg/kg
BB, fase lanjut 15 mg/kg berat badan, 30mg/kg berat badan
3x/seminggunya, 45 mg/kg berat badan 2x/seminggu atau :
(BB lebih60kg :1500 mg, berat badan 40-60 kg :1000mg, berat
badan kurang 40 kg :750 mg, Dosis intermiten 40 mg/kg BB/
kali).
Etambutol juga mengakibatkan terganggunya pandangan
berupa kurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk
warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler
tersebut tergantung dosis yang digunakan, ronggang terjadi bila
dosisnya 15-25mg/kg BB perhari atau 30 Mg/kg BB diberikan
3 x/seminggu. Gangguan pendangan bisa normal lagi setelah
seputar minggu obat diperhentikan. Dianjurkan etambutol tak
dikasihkan untuk anak-anak akibat risiko keburukan okuler dan
sulit dideteksi (Guyton & Hall, 2016).

F. Patway
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien (Doengoes, Marilynn E: 2000) adalah
sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
- Subjektif Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
- Objektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-
410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
- Subjektif: Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
- Objektif: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
- Subjektif: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
- Objektif Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum.
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris. (effusi pleura.), perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d. Respirasi
- Subjektif: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
- Objektif Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum.
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks. paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
- Subjektif: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
- Obiektif: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
f. Integritas ego
- Subjektif Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
- Objektif: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
g. Keamanan
- Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
- Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
- Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.

B. Diagnosa Keperwatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas (D.0001)
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
3. Hipertermi b.d reaksi inflamasi (D.0130)
4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-
kapiler (D.0003)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)

C. Outcome
No Diagnosa Outcome (SLKI)
1. Bersihan jalan napas Luaran uatama : Bersihan jalan
tidak efektif b.d spasme napas (L.01001).
jalan napas (D.0001) . Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam
bersihan jalan napas meningkat dengan
kriteria hasil :
1. Pasien tidak mengeluh sesak
meningkat.
2. Pasien mampu melakukan
batuk efektif meningkat.
3. Pasien dapat mengeluarkan
dahak meningkat.
4. Tidak ada suara napas
tambahan meningkat.
Luaran tambahan : Kontrol Gejala
(L. 14127).
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam
diharapkan kontrol gejala meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan memonitor
munculnya gejala secara
mandiri meningkat.
2. Kemampuan memonitor lama
bertahanya gejala meningkat.
3. Kemampuan memonitor
keparahan gejala meningkat.
4. Kemampuan memonitor
frekuensi gejala meingkat.
5. Kemampuan melakukan
tindakan untuk mengurangi
gejala meningkat.

Luaran uatama : Status nutrisi


2. Defisit nutrisi b.d (L.03030)
peningkatan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan
metabolisme (D.0019) keperawatan selama 3X24 jam defisit
nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
1. Porsi makan yang dihabiskan.
2. Kekuatan otot pengunyah
membaik.
3. Kekuatan otot menelan
membaik.

Luaran tambahan : Berat badan


(L.03018)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan berat badan membaik
dengan kriteria hasil :

1. Berat badan membaik.


2. Tebal lipatan kulit membaik.
3. Indeks massa tubuh membaik.

Luaran uatama : Termoregulasi


3. Hipertermi b.d reaksi (L.14134).
inflamasi (D.0130) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam
diharapkan termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil :
1. Kulit merah menurun.
2. Kejang menurun.
3. Akrosianosis menurun.

Luaran tambahan : Kontrol risiko


(L.14128).
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan kontrol risiko meningkat
dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan mencari informasi
tentang faktor risiko
meningkat.
2. Kemampuan mengidentifikasi
faktor risiko meningkat
3. Kemampuan melakukan
strategi kontrol risiko
meningkat.

Luaran uatama : Pertukaran gas


4. Gangguan Pertukaran (L.01003).
gas b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan
membran alveolus- keperawatan selama 3X24 jam
kapiler (D.0003). diharapkan pertukaran gas meningkat
dengan kriteria hasil :

1. Tingkat kesadaran
meningkat.
2. Dispnea menurun.
3. Bunyi napas tambahan
menurun.

Luaran tambahan : Keseimbangan


asam basa (L.02009)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan keseimbangan asam basa
meningkat dengan kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran istrahat
meningkat.
2. Mual menurun.
3. Kram otot menurun.

Luaran uatama : Toleransi aktivitas


(L.05047).
5. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan
ketidakseimbangan keperawatan selama 3X24 jam
antara suplai dan diharapkan toleransi aktivitas
kebutuhan oksigen (D. meningkat dengan kriteria hasil :
0056).
1. Frekuensi nadi meningkat.
2. Saturasi oksigen meningkat.
3. Kemudahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari meningkat.

Luaran tambahan : Ambulansi


(L.05038)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan ambulansi meningkat
dengan kriteria hasil:
1. Menopang berat
badan
meningkat.
2. Berjalan dengan
langkah yang
efektif
meningkat.
3. Berjalan dengan
langkah pelan
meningkat.
D. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan (SIKI)


1. Bersihan jalan napas Intervensi uatama : Latihan batuk
tidak efektif b.d spasme efektif (I.01006).
jalan napas (D.0001).
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan
batuk.
2. Monitor adanya retensi
sputum.
3. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas.
4. Monitor input dan output
cairan (mis, jumlah dan
karakteristik).
Terapeutik :
1. Atur posisi semi- fowler atau
fowler.
2. Pasang Perlak dan bengkok di
pangkuan pasien.
3. Buang sekret pada tempat
sputum.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif.
2. Anjurkan Tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibukatkan) selama 8 detik.
3. Anjurkan mengulangi Tarik
nafas dalam hingga 3 kali.
4. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, Jika perlu

Intervensi pendukung : Dukungan


kepatuhan program pengobatan
(I.12361)
Obsevasi :
1. Identifikasi kepatuhan
menjalani program
pengobatan.
2.
Terapeutik :
1. Buat komitmen menjalani
program pengobatan dengan
baik.
2. Buat jadwal pendampingan
keluarga untuk bergantian
menemani pasien selama
menjalani program
pengobatan, jika perlu.
3. Dokumentasikan aktivitas
selama menjalani proses
pengobatan.
4. Diskusikan hal-hal yang dapat
mendukung atau menghambat
berjalannya program
pengobatan.
5. Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang dijalani.
Edukasi :
1. Informasikan program
pengobatan yang harus
dijalani.
2. Informasikan manfaat yang
akan diperoleh jika teratur
menjalani program
pengobatan.
3. Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat
pasien selama menjalani
program pengobatan.
4. Anjurkan pasien dan keluarga
melakukan konsultasi ke
pelayanan kesehatan yang
terdekat, Jika perlu.
2. Defisit nutrisi b.d Intervensi utama : Manajemen
peningkatan kebutuhan nutrisi (I.03119)
metabolisme (D.0019) Observasi :
1. Identifikasi status nutrisi.
2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan.
3. Identifikasi makanan yang
disukai.
4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrien.
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik.
6. Monitor asupan makanan.
7. Monitor berat badan.
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, Jika perlu.
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan).
3.Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai.
Edukasi :
1.Anjurkan posisi duduk, Jika
perlu.
2.Ajarkan diet yang
diprogramkan.
Kolaborasi:
1 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antemetrik), Jika perlu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, Jika perlu.

Intervensin pendukung : Edukasi


diet (I.12369)
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga
menerima informasi.
2. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat ini.
3. Identifikasi kebiasaan pola
makan saat ini dan masa lalu.
Terapeutik :
1. Persiapkan materi, media dan
alat peraga.
2. Jadwalkan waktu yang tepat
untuk memberikan
pendidikan kesehatan.
3. Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya.
4. Sediakan rencana makan
tertulis, juga perlu.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan kepatuhan dia
terhadap kesehatan.
2. Informasikan makanan yang
diperbolehkan dan dilarang.
3. Informasikan kemungkinan
interaksi obat dan makanan,
Jika perlu.
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli gizi dan
sertakan keluarga, jika perut.

Intervensi utama : Manajemen


hipertermi (I.15506)
3. Hipertermi b.d reaksi Observasi :
inflamasi (D.0130) 1. Identifikasi penyebab
hipertermi (mis. Dehidrasi,
terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator).
2. Monitor suhu tubuh.
3. Monitor kadar elektrolit.
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan yang
dingin.
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh.
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.

Intervensi pendukung : Edukasi


dehidrasi (I.12367)
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga
menerima informasi.
Terapeutik :
1. Tentukan waktu yang tepat
untuk memberikan
pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan dengan pasien
dan keluarga.
2. Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya.
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
dehidrasi.
2. Anjurkan tidak hanya minum
air saat haus, jika sedang
berolahraga atau beraktivitas.
3. Anjurkan memperbanyak
minum.

4. Gangguan pertukaran Intervensi utama : Pemantauan


gas b.d perubahan respirasi (I.01014)
membran alveolus-
kapiler (D.0003) Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas.
2. Monitor kemampuan batuk
efektif.
3. Monitor adanya produksi
sputum.
Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien.
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan hasil
pemantauan, Jika perlu.

Intervensi pendukung : Dukungan


berhenti merokok (I.01001)
Observasi :
1. Identifikasi keinginan
berhenti merokok.
2. Identifikasi upaya berhenti
merokok.
Terapeutik :
1. Diskusikan motivasi
penghentian merokok.
2. Diskusikan kesiapan
perubahan gaya hidup.
3. Lakukan pendekatan
psikoedukasi untuk
mendukung dan membimbing
upaya berhenti merokok.
Edukasi :
1. Jelaskan efek langsung
berhenti merokok.
2. Jelaskan berbagai intervensi
dengan farmakoterapi
(miss.terapi penggantian
nikotin).

5. Intoleransi aktivitas b.d Intervensi utama : Manajemen


ketidakseimbangan energi (I.05178)
antara suplai dan
kebutuhan oksigen Observasi :
(D.0056) 1. Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan
kelelahan.
2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional.
3. Monitor pola dan jam tidur.
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
(mis.cahaya, suara,
kunjungan).
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif.
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan.

Edukasi :
1. Ajarkan tirah baring.
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap.
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.

Intervensi pendukung : Dukungan


ambulasi (I.06171)
Observasi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya.
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi.
3. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi.
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
Tongkat, kruk).
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi.
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini.
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Berjalan dengan tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).

Anda mungkin juga menyukai