Anda di halaman 1dari 12

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) GAWAT DARURAT TERKAIT

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CIDERA KEPALA

Kelompok 1

1. Nurwati (S.0019.P.018)
2. Putri (S.0021.P.019)
3. Reza Ayu Nifyanti Nisba (S.0021.P.022)
4. Waode Fitrianti (S.0021.P.027)
5. Wa Ode Wisdayanti (S.0021.P.028)
6. Widia (S.0021.P.029)
7. Yana Yulisnawati (S.0021.P.030)
1. DEFINISI

Cidera kepala merupakan istilah luas yang menggambarkan


sejumlah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak, otak, dan
jaringan di bawahnya serta pembuluh darah di kepala (Haryono &
Utami, 2019).

Cedera kepala merupakan cidera yang meliputi trauma kulit


kepala, tengkorak, dan otak. Cidera kepala menjadi penyebab utamu
kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cidera kepala
seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan
cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan
intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial
(Morton, 2012) dalam (Lestari, 2021).
2.
ETIOLOGI
Penyebab cidera kepala sedang adala adanya trauma
yang diakibatkan benturan benda tumpul, trauma benda
tajam, kecelakaan saat berkendara ataupun kecelakaan saat
berolahraga. Cidera kepala akan menimbulkan luka robekan
yang dapat mengenai otak ataupun luka yang berbatas pada
daerah yang terkena (Andra & Yessie, 2013) dalam (Lestari,
2021).
3. PATOFISIOLOGI

Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cidera kepala primer adalah
cidera kepala yang terjadi segera setelah trauma. Cidera kepala ini dapat
berlanjut menjadi cidera sekunder. Akibat trauma terjadi penigkatan kerusakan
sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran
darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi
gangguan metabolisme dan perfusi otak.
Trauma dapat menyebabkan odema dan hematoma pada serebral
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sehingga pasien
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2013)
dalam (Lestari, 2021).
4. MANIFESTASI KLINIS

Cidera kepala sedang mengalami kelemahan pada salah satu


bagian tubuh disertai kebingungan bahkan terjadi penurunan
kesadaran hingga koma. Terjadi abnormalitas pupil, terjadi deficit
neurologis berupa gangguan penglihatan dan pendengar berdasarkan
letak lesi yang terdapat pada otak. Pasien akan mengalami kejang otot
dan gangguan pergerakan. Bila terjadi perdarahan dan fraktur pada
tengkorak maka akan terjadi hematoma yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan TIK dapat
menimbulkan nyeri atau pusing pada kepala (Andra & Yessie, 2013)
dalam (Lestari, 2021).
5. KOMPLIKASI

1. Edema Pulmona
Edema paru terjadi akibat tubuh berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan.

2. Kejang
Kejang timbul karena adanya gangguan pada neurologis.

3. Kobocoran Cairan Serebrospinal


Adanya fraktur pada area tulang tengkorak dapat merobek meningen sehingga CSS akan
keluar.

4. Infeksi
Luka terbuka pada area fraktur atau tanpa fraktur jika tidak dilakukan perawatan luka
secara benar akan menimbulkan infeksi sekunder pada cedera otak sedang.
6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Berikan infus dengan cairan non
osmotic kecuali dextrose, karena
1. Observasi 24 jam
dextrose cepat dimetabolisme
2. Melakukan anamnesa,
menjadi H2O+CO2 sehingga dapat
pemeriksaan fisik dan
menimbulakan edema serebri
pemeriksaan neurologis
2. Terapi obat-obatan
3. Stabilisasi Airway, Breathing,
3. Pembedahan dilakukan bila terjasi
dan Circulation
fraktur pada tulang tengkorak dan
4. Pada anak di istirahatkan atau
laserisasi
tirah baring
EBP CIDERA KEPALA
1. EBP 1

a) Penelitian dan tahun penelitian: Haryatun, N & Sudaryanto A. (2017)


b) Tujuan penelitian: Untuk mengetahui rata-rata waktu yang diperlukan dalam
memberikan pelayanan pasien cedera kepala berdasar masing- masing kategori
kegawatan, yaitu kategori I-V.
c) Metode Penelitian : Deskriptif observasional dengan menggunakan bentuk
Tancangan penelitian secara cross sectional.
d) Partisipan: 60 orang
e) Hasil

1. Pasien cedera kepala kategori I dengan rata-rata waktu tanggap 98,33 menit.
2. Pasien cedera kepala kategori II memerlukan waktu pelayanan rata-rata 79,08 menit.
3. Pasien cedera kepala kategori III memerlukan waktu pelayanan rata-rata 78,92 menit
4. Pasien cedera kepala kategori IV memerlukan waktu pelayanan rata-rata 44,67 menit
5. Pasien cedera kepala kategori V memerlukan waktu pelayanan paling cepat yaitu rata- rata
hanya 33.92 menit
 
f) Kesimpulan

Terdapat perbedaan yang signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien cedera
kepala kategori I - V. Pasien cedera kepala kategori I memperoleh waktu tindakan keperawatan
lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang lebih cepat.
2. EBP 2

a) Penelitian dan tahun penelitian: Chandra, C. (2016)


b) Tujuan penelitian
c) Metode Penelitian: Deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif
d) Partisipan: 52 orang
e) Hasil:
● Ketorolac, sebanyak 31 pasien (59,61%) sebagai terapi awal, 2 pasien
● diantaranya anak-anak dan 29 pasien lainnya dewasa.
● Metamizole, Sebanyak 15 pasien (28,85%), 6 oarng diantaranya anak-anak dan 9
lainnya pasien dewasa.
● Paracetamol secara tunggal sebagai terapi awal sebanyak 2 pasien (3,85%).
● Asam mefenamat sebagai terapi awal sebanyak 1 pasien (1,92%).
● Antalgin sebagai terapi awal sebanyak 1 pasien (1,92%).
Kesimpulan

Pada terapi awal, Ketorolac (59,61%), Metamizole


(28,85%), Paracetamol (3,85%), Asam Mefenamat (1,92%),
Antalgin (1,92%) dan Ketorolac + Paracetamol (3,85%). Pola
penggunaan obat analgesik berdasarkan usia anak
menggunakan obat Metamizole (54,55%) dan dewasa
menggunakan obat Ketorolac (70,73%). Pola penggunaan obat
analgesik pada pasien cedera kepala, pada terapi awal
diberikan secara intravena (92,30%) maupun secara peroral
(7,70%)
THANKS!

Anda mungkin juga menyukai