Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang bisa merasakan kemajuan
teknologi diantaranya dibidang transportasi. Akan tetapi akibat dari perkembangan
teknologi tersebut bisa berdampak negative dan positif. Misalnya saja dampak
negative dari perkembangan teknologi tersebut adalah semakin tingginya angka
kecelakaan yang menyebabkan timbulnya cedera kepala. Dimana kecelakaan tersebut
berasal dari kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama yang
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena insiden dan mortilitasnya yang
tinggi. Akibat trauma kepala bagi pasien dan keluarga sangat mempengaruhi
perubahan fisik maupun psikologis. Untuk itu diperlukan penanganan yang serius
dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam memberikan pelayanan, keperawatan
sebagai subsistem pelayanan kesehatan bekerjasama dengan pelayanan medis yaitu
dokter, guna mencapai tujuan bersama yaitu untuk memenuhi kebutuhan pasien,
disertai dengan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya (analis, gizi, dll).
Pentingnya laporan kasus ini dibuat karena perawat berada di dalam posisi
yang sentral untuk memahami perubahan-perubahan baik fisilogis maupun
psikologis, di mana pasien dengan cedera kepala rata-rata dirawat dalam perawatan
akut.
Disinilah dirasakan betapa pentingnya peran tenaga perawat harus mampu
menganalisa dan mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan tindakan
keperawatan. Dilihat dari presentasi kejadian di RSSA kasus cedera kepala selama
satu tahun terakhir yang meninggal sebesar 6,69 % sedangkan yang hidup
3,55%.Dalam 4 bulan terakhir diperoleh data kasus cidera kepala pada pria 163
kasus,pada wanita 99 kasus,yang meninggal 14 kasus,yang hidup 248 kasus, kejadian
dalam rentang usia terbanyak dari usia 15-44 tahun.

1
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun
laporan kasus yang berjudul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.Stm dgn Gangguan
System Persyarafan : Cedera Kepala Berat diunit St Fransiskus Rumah Sakit St.
Antonius Pontianak, karena penulis melihat pasien sebagai suatu focus keperawatan
yang mempunyai kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual. Untuk itu diperlukan
pendekatan yang komprehensif, dimana manusia dilihat sebagai mahkluk yang unik.

B. Ruang Lingkup
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis membahas masalah Asuhan
Keperawatan Pada Tn.Stm dgn Gangguan System Persyarafan : Cedera Kepala Berat
diUnit St. Fransiskus Rumah Sakit St. Antonius Pontianak. Asuhan keperawatan
dimulai pada tanggal 25 - 27 Sep 2007.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dgn gangguan
sistem persyarafan : cedera kepala.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran dan pengalaman belajar dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dgn gangguan system persyarafan : cedera kepala.
b. Dapat membandingkan perbedaan gangguan system persyarafan : cedera
kepala yang tepat di dalam teori dan praktek dilapangan.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan kasus ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu
metode yang memberikan gambaran tentang penulisan yang dibuat dengan cara
mengumpulkan data dan menganalisa data serta menarik kesimpulan dari kasus yang
diamati, metode tersebut meliputi :
1. Observasi
Penulis melakukan pengamatan dan observasi secara langsung pada pasien
dengan cedera kepala.

2
2. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara langsung dengan pasien atau keluarga untuk
mengumpulkan data.
3. Study Dokumentasi
Penulis mempelajari dokumentasi yang berkaitan dengan cedera kepala.
4. Study Kepustakaan
Dimana penulis mempelajari teori dan membaca literature yang berhubungan
dengan kasus cedera kepala.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan kasus ini disusun secara sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medik
1. Defenisi
2. Anatomi dan Fisiologi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Tanda dan Gejala
6. Pemeriksaan Diagnostik
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
2. Masalah Keperawatan
3. Rencana Keperawatan

3
4. Evaluasi
BAB III: PENGAMATAN KASUS
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
4. Rencana Keperawatan
5. Pelaksanaan Keperawatan
6. Evaluasi
BAB IV: PEMBAHASAN KASUS
BAB V: PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi substansi
otak dengan atau tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. ( Elyana Laura :
2000 ).
a. Trauma kepala terbuka
Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
b. Trauma kepala tertutup, terbagi atas :
1). Komusio cerebri / gegar otak
Merupakan bentuk cedera kepala ringan yang menimbulkan
kelainan fungsi otak tanpa disertai kelainan jaringan otak.
2). Kontusio cerebri
Memar otak merupakan perdarahan kecil pada jaringan otak akibat
pecahnya pembuluh darah kapiler. ( Kapita selekta kedokteran ).

2. Anatomi Fisiologi

5
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Sekali neuron rusak, tidak dapat lagi
diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotik, suatu jaringan
fibrosa padat dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap trauma
eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan suatu lapisan
membrane yang didalamnya mengandung pembuluh darah. Tepat dibawah galea
terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika.
Pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh kedalam
tengkorak.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meniges. Ketiga lapisan meniges
adalah duramater, arakhnoid, dan piamater. Dura adalah membrane luar liat dan
tidak elastis, fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena. Bila
robek maka fungsi pentingnya sebagai pelindung akan rusak. Didekat dura
terdapat membrane halus, fibrosa dan elastis yang arakhnoid. Diantara arakhnoid
dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid. Pia mater adalah suatu membran halus
yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus.

3. Etiologi
a. Sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh
dan cedera oleh raga.
b. Cedera kepala terbuka sering disebabkan akibat benda tajam dan
tembakan sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang dan laserasi dura
mater.

4. Patofisiologi
Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah :
a) Lokasi dan arah dari penyebab benturan
b) Kecepatan kekuatan yang datang
c) Permukaan dari kekuatan yang menimpa
d) Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan

6
Kerusakan otak yang dijumpai pada cedera kepala dapat terjadi melalui dua cara
1. Efek langsung ; trauma pada fungsi otak
2. Efek tidak langsung ; kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh
suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan
otak. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi- deselarasi.
Derajat kerusakan dipengaruhi oleh kekuatan yang menimpa. Ada 2 macam
kekuatan yang dihasilkan :
a. Cidera setempat yang disebabkan oleh benda tajam, kerusakan neurologik
terjadi pada tempat yang terbatas pada tempat serangan.
b. Cidera menyeluruh yang lebih lazim dijumpai pada trauma tumpul dan
setelah kecelakaan mobil.
Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan pada otak.
Banyak energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu : rambut, kulit kepala dan
tengkorak. Tetapi pada cidera berat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak.
Jika kepala bergerak dan berhenti dengan mendadak dan kasar, kerusakan
tidak hanya disebabkan oleh cidera setempat tetapi juga oleh akselerasi dan
deselarasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dalam tengkorak
yang keras bergerak, sehingga memaksa otak membantur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan benturan dan dampak yang terjadi adalah
cedera jaringan otak.
Setiap kali jaringan mengalami cidera, akan terjadi perubahan isi cairan
intrasel dan ekstrasel. Penigkatan suplai darah ketempat dimana terjadi cidera
yang menimbulkan tekanan intracranial mengalami penigkatan sebagai akibat
cidera sirkulasi otak untuk mengatur volum darah ke otak yang mengalami
kemampuannya sehingga menyebabkan iskemia pada otak.

5. Tanda dan Gejala


1). Trauma Kepala Terbuka
a. Terjadinya perdarahan yang nyata
b. Hematimpanum (perdarahan pada daerah gendang telinga)

7
c. Periorbital (mata berwarna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorhoe (liquor keluar dari hidung)
e. Otorhoe (liquor keluar dari telinga)
2). Trauma Kepala Tertutup
a) Komusio Cerebri
Pingsan < 10 menit
Nyeri kepala
Pusing, mual muntah
Noda-noda depan mata
Gangguan keseimbangan, linglung
Kelemahan
b) Kontusio cerebri
Edema jaringan otak didaerah sekitarnya
Bila oedema meluas akan terjadi tekanan intra cranial
Sering terjadi kenaikan suhu diatas 40oC
Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan kontusio coup dan kontusio
contracoup. Coup kontusio dimana daerah yang terkena benturan sama dengan
daerah yang terpengaruh. Kontracoup kontusio dimana daerah yang terkena
benturan berbeda dengan daerah yang terpengaruh, contohnya ; daerah yang
terbentur adalah bagian kanan, seharusnya yang terpengaruh adalah sebelah kanan
tetapi yang terjadi adalah sebelah kiri.
Klasifikasi cidera kepala berdasarkan mekanisme dan keparahan cidera :
1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi duramater :
Trauma tumpul ; kecepatan tinggi (tabrakan)
Trauma tajam ; luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.
2. Keparahan cidera :
a. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
1. Skor skala coma Glasgow 15 (sadar penuh dan orientatif)
2. Tidak ada kehilangan kesadaran
3. Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

8
5. Pasien dapat menderita haematoma pada kulit kepala
6. Tidak ada criteria cedera sedang berat
b. Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
1. Skor skala coma Glasgow 9 14 (letargi)
2. Amnesia paska trauma
3. Muntah
4. Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hemotimpanum,
otorea, rinorea cairan serebrospinal)
5. Kejang
c. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
1. Skor skala coma Glasgow 3 8 (coma)
2. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
3. Tanda neurologis vocal
4. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium.

6. Test Diagnostik
Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X untuk mengidentifikasi lokasi
fraktur haematom.
CT scan atau MRF dapat dengan cermat menentukan letak dan luas cedera
Pemeriksaan laboratorium ; hematokrit, trombosit, darah lengkap, masa
protombin.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Komusio Cerebri
Penderita harus tirah baring ditempat tidur sehingga semua keluhan
hilang.
Tanda tanda vital dan kesadaran dikontrol minimal setengah jam
selama 24 jam pertama, bila tensi naik dan nadi turun waspada
terjadinya perdarahan epidural.
Pemberiaan analgesic
Setelah keluhan nyeri, mual atau mutah hilang, maka dimulai mobilisasi.

9
b. Kontusio Cerebri
Pengawasan kesadaran dan fungsi vital dilakukan setiap 15 menit pada
empat jam pertama dan tiap 30 menit setelah itu.
Mengatahui gangguan sirkulasi
Pengawasan temperature
Pemberian cairan dan elektrolit
Pemberian antibiotic
Pemberian anti inflamasi
c. Cedera kepala ringan ; pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat
dipulangkan kerumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT scan bila
memenuhi criteria berikut :
Hasil pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama
24 jam pertama, dengan instruksi.

8. Komplikasi
Komplikasi yang timbul adalah peningkatan TIK, kehilangan sensori dan
motorik, kerusakan otak, dan disfungsi syaraf cranial.
Tindakan operatif yang dapat diberikan adalah kraniotomy atau trepanasi serta
debridement.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
Kejadian
Kondisi sesaat
c. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran (biasanya GCS < 15 )
2. Disorientasi : tempat, orang, dan waktu
3. Refleks Babinski positif

10
4. Perubahan tanda vital
5. Gerakan deserebrasi
6. Kemungkinan kaku kuduk
7. Hemiparese
d. Aspek kardio vaskuluer
1. Tensi darah turun
2. Bila tekanan intracranial meningkat akan terjadi nadi turun dan iramanya
tidak teratur.
e. Aspek pernafasan
1. Perubahan pola nafas (irama, kedalaman, dan frekuensi)
2. Bunyi nafas : ronchi, wheezing, dan stridor
3. Secret pada trakeobronkial
f. Aspek eliminasi
1. Retensi urine
2. Inkontinensia urine
g. Aspek GI
1. Perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan
2. Bising usus : lemah / tidak terdengar, mual dan muntah
h. Pola aktifitas / istirahat
Gejala ; merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, dan heniparese
i. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
j. Pola nutrisi
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
Bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau
perdarahan otak akan terjadi gangguan nervus kranialis.
1. N.I (Olfaktorius) : penurunan daya penghiduan
2. N. II (Optikus) : Penurunan daya penglihatan

11
3. N. III (Oculomotorius) : penurunan lapang pandang
4. N. IV (Trochlearis) : penurunan reflek cahaya, anisokor
5. N. V (Trigeminus) : Anestesi dahi
6. N. VI (Abdusen) : bola mata tidak mampu bergerak ke segala arah
7. N. VII (Facialis) : hilang rasa 2/3 bagian dari anterior
8. N. VIII (Akustikus) : penurunan daya pendengaran dan kesimbangan tubuh.
9. N. IX, X, XI (vagus) : kelainan jarang ditemukan, jika positif klien biasanya
meninggal
10. N. XII (Hipoglosus) : jatuh lidah ke salah satu sisi dan disertai kesilitan makan

2. Masalah Keperawatan :
1. Memaksimalkan perfusi atau fungsi cerebral
2. Mencegah atau meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungi otak / mengembalikan pada keadaan sebelum trauma.
4. Menyokong proses koping dan pemulihan keluarga
5. Memberikan informasi mengenai proses / prognosis penyakit dan rencana
tindakan

Tujuan :
1. Fungsi cerebral meningkat ; defisite neurology dapat diperbaiki dan
stabilkan
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Aktifitas kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi oleh diri sendiri atau dibantu
orang lain
4. Keluarga memahami keadaan sebenarnya dan terlibat dalam proses
pemulihan
5. Keluarga memahami tentang proses / prognosis penyakit dan cara penanganan
masalah yang timbul

12
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Dp. I : Perubahan perfusi jaringan cerebral yang berhubungan dengan kelainan
sirkulasi cerebrospinal ditandai oleh :
Kehilangan memori
Penurunan kesadaran
Perubahan respon motorik / sensorik, gelisah
Perubahan tanda vital

Tujuan : Perfusi jaringan cerebral memadai setelah dilakukan tindakan


keperawatan
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti tensi darah naik,
nadi lambat, pernafasan dalam dan lambat, suhu tinggi, pupil
melebar, refleks cahaya negative, dan GCS menurun.
Fungsi otak dan sensorik kembali normal.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan membuka mata seperti spontan, membuka hanya bisa diberi
rangsangan nyari atau tetap tertutup.
R / : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
TIK dalam menentukan lokasi.
2. Kaji respon verbal, catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
R / : Kesesuaian dalam berbicara menunjukkan tingkat kesadaran
3. Pantau tekanan darah, catat adanya hypertensi sistolik secara terus-menerus
dan tekanan nadi yang semakin berat.
R / : Peningkatan tekanan darah sistolik diikuti penurunan tekanan darah
diastolic merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
4. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan kabur, ganda,
lapang pandang menyempit.
R / : Gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan kerusakan pada otak
mempunyai konsekuensi terhadap keamanan.

13
5. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan
kanan dan reaksinya terhadap cahaya.
R / : Reaksi pupil diatur oleh syaraf cranial oculomotor yang berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk meninggikan kepala pasien 15 45 o sesuai
dengan indikasi yang dapat ditoleransi.
R / : Meningkatkan aliran darah balik vena dari kepala sehingga mengurangi
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Dp 2. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan atau


kerusakan pusat pernafasan di medulla oblongata ditandai oleh : pernafasan
cuping hidung, pernafasan >20 x / mt, cianosis.

Tujuan : Pola nafas efektif kembali


Kriteria Hasil :
Pola nafas dalam batas normal dan irama teratur.
Bunyi nafas normal
Pernfasan cuping hidung negative
Intervensi :
1. Pantau frekuansi, irama, dan kedalaman pernafasan
R / : Perubahan dapat menandakan luasnya keterlibatan otak
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi
R / : Untuk memudahkan ventilasi paru dan menurunkan adanya lidah jatuh
yang menyumbat jalan nafas.
3. Anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
R / : Mencegah / menurunkan akteletasis
4. Lakukan penghisapan dengan extra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik,
catat karakter, warna dan kekeruhan lender.
R / : Penghisapan pada trachea yang lebih dalam harus hati-hati karena dapat
menyebabkan hipoksia yang akan berpengaruh pada fungsi cerebral.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen

14
R / : Memaksimalkan oksigen yang dibutuhkan pasien.

Dp 3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :


Penurunan kekuatan / kemampuan motorik
Terapi pembatasan / kewaspadaan keamanan (misalnya ; tirah baring,
imobilisasi).

Tujuan :
1. Mampu melakukan aktifitas fisik dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
2. Tidak terjadi komplikasi (dekubitus)
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya
kembali aktifitas.
Intervensi :
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R / : seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko
kecelakaan.
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
R / : Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh
tubuh.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerak
R / : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala,
keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit

15
Dp 4. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yg berhubunga dengan :
Perubahan kemampuan untuk mencerna nutrisi sekunder terhadap
penurunan tingkat kesadaran.
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.

Tujuan : Kekurangan nutrisi tidak terjadi


Kriteria Hasil :
1. Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
2. Berat badan dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan.
R / : Faktor untuk menentukan pilihan terhadap jenis makanan.
2. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan / hilangnya suara.
R / : Fungsi saluran cerna biasanya tetap baik pada cedera kepala, jadi
biasanya usus membantu dalam menentukan respon untuk makan.
3. Timbang berat badan sesuai indikasi
R / : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan
teratur.
R / : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan.
5. Konsultasi dengan ahli gizi tentang pemberian nutrisi yang sesuai.
R / : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori
tergantung usia.

Dp 5. Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala, pusing, yang berhubungan dengan


kerusakan jaringan otak, perdarahan otak / peningkatan tekanan intracranial.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.


Kriteria hasil :
Pasien tenang, tidak gelisah

16
Nyeri kepala berkurang / hilang.
Intervensi :
1. Kaji lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhan pasien.
R / : Untuk memudahkan membuat intervensi.
2. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot-otot.
R / : Dapat mengurangi ketegangan syaraf, sehingga pasien merasa lebih
rileks
3. Buat posisi kepala lebih tinggi ( 15-45o C )
R / : Meningkatkan dan melancarkan aliran balik pembuluh darah vena dari
kepala sehingga dapat mengurangi oedema dan TIK.
4. Kurangi stimulasi yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan
yang menyenangkan.
R / : Respon yang tidak menyenangkan dapat menambah ketegangan saraf.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan analgetik.
R / : Obat analgetik dapat mengurangi nyeri dan rasa pusing.

17
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Ringkasan Kasus
Nama : Tn. IW
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Diagnosa medik : Cedera Kepala Berat
Tanggal masuk : 4 Juni 2006

Pasien tinggal di Jalan Kopiang No. 173 Mandor. Abang pasien mengatakan
Iwan sedang kerja mencari emas tiba-tiba ada kayu yang jatuh langsung menimpa
bagian kepalanya dan Iwan langsung pingsan, kami langsung membawanya ke Rumah
Sakit Rubini yang kemudian langsung di rujuk ke RSSA. Saat kejadian diperkirakan
sekitar jam 16.00 WIB, sesampainya di UGD pasien langsung dilarikan ke ICU karena
kondisinya yang begitu parah .
Pada saat pengkajian pada tanggal 5 Juni 2006, pasien sudah dirawat 1 hari di
Unit ICU dan masih tidak sadarkan diri. Pengkajian sepenuhnya di lakukan ke Abang
pasien yaitu Tn. M, pasien dirawat oleh dr. Jhon Hard, keadaan umum : pasien tampak
sakit berat, kesadaran somnolens, terpasang infus RL drif Remopain 1 Ampul + Tradosik
1 Ampul, terpasang NGT, Oksigen 8 liter / menit, pasien tampak berbaring lemah, pada
kedua mata pasien tampak hematoma, muka bengkak dan pasien tampak gelisah.
Mengobservasi TTV : S = 37 ,7 0C, N =71 x / mnt, P = 21 x / mnt, TD = 130 / 80 mmHg,
SPO2 =100%

18

Anda mungkin juga menyukai