Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS CEDERA KEPALA BERAT

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT SARI MULIA

BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

Nama Mahasiswa : Lita Wulandari

NIM : 14.IK.396

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN

2016
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif, yang sebagian besar di sebabkan kecelakaan lalu
lintas, selain penanganan di lokasi kejadian dan transportasi pasien ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi anamnesis dan
pemeriksaan fisik umum serta neurologi harus segera dilakukan secara serentak agar
dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Kemudian
penanganan selanjutnya di ruang pemulihan akan menentukan seberapa besar tingkat
keberhasilan pemulihan pasien setelah dilakukan tindakan medis seperti pembedahan.

Penyebab cedera kepala di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, Jatuh,


Trauma benda tumpul, Kecelakaan kerja, Kecelakaan rumah tangga, Kecelakaan
olahraga, Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
Kematian akibat cedera kepala yang dari tahun ke tahun semakin bertambah,
pertambahan angka kematian ini antara lain karena jumlah penderita cedera kepala
yang semakin bertambah dan penanganan yang kurang tepat atau sesuai dengan
harapan kita. Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki, 58% lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi
dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan
masih rendah, disamping itu penanganan terhadap penderita yang belum sesuai dan
rujukan yang terlambat akan menyebabkan penderita meninggal dunia.
Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak
296.678 orang (59,3%) , cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%)
dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus
tersebut 10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit.
Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut data Direktorat Keselamatan Transportasi Darat Departemen
Perhubungan (2005), jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2003
sebanyak 24.692 orang dengan jumlah kematian 9.865 orang (39,9%), tahun
2004 terdapat 32.271 orang dengan jumlah kematian 11.204 orang (34,7%),
dan pada tahun 2005 sebanyak 33.827 kasus dengan jumlah kematian 11.610
orang (34,4%). Dari data tahun 2005 di atas, didapatkan bahwa setiap harinya
terdapat 31 orang yang meninggal atau dengan kata lain setiap 45 menit
terdapat 1 orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di buat kesimpulan “ Bagaimana


asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan


cedera kepala berat sesuai standar keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep secara umum kasus cedera kepala.

b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan cedera kepala berat.


c. Mampu menentukan diagnose keperawatan pada pasien cedera kepala berat.
d. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada pasien cedera kepala berat.
e. Mampu melaksanakan implementasi dan evaluasi pada pasien dengan cedera
kepala berat.
D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan


dalam penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit cedera kepala berat dan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala
berat.

2. Bagi Pasien dan Keluarga

Agar pasien dan keluarga mempunyai pengetahuan tentang perawatan pada


pasien cedera kepala berat .
3. Bagi Institusi Pelayanan
Memberikan bantuan yang mempengaruhi perkembangan klien untuk
mencapai tingkat asuhan keperawatan dan tindak lanjut untuk perawatan mutu
pasien khusus penderita cedera kepala berat.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan pada pasien
cedera kepala berat terutama dibidang dokumentasi asuhan keperawatan.
1. Anatomi dan Fisiologi Kepala

a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium .

b. Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang kranium
terdiri dari 3 lapisan :lapisanluar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan
dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur
yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior
didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,
parientalis,oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis.Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.

c. Meningen.

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Dura Mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri-arteri
meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis(fosamedia)
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arachnoid
Umumnya disebabkan oleh cedera kepala.
3. Pia Mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

d. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

1. Batang Otak; mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan dasar


misalnya pernapasan dan laju denyut jantung. Bagian ini juga mengontrol
tingkat kesiagaan, yaitu menyiagakan anda terhadap informasi sensorik yang
masuk. Mengendalikan suhu. Mengendalikan proses pencernaan.
Menyampaikan informasi dari serebelum.
2. Serebelum atau otak kecil atau otak belakang; mengendalikan posisi
tubuh, sikap tubuh dan keseimbangan. Memantau gerakan tubuh dalam
ruangan. Menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari.
Mengirim informasi vital dari batang otak ke otak.
3. Sistem Limbik atau otak tengah; sistem ini terdiri atas Talamus dan Ganglia
Basal yang terletak diantara batang otak dan korteks. Sistem ini berfungsi
untuk menjaga kestabilan tekanan darah, suhu tubuh dan kadar gula. Sangat
penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek serta panjang,
menyimpan ingatan dari pengalaman hidup. Menjaga homeostatis (lingkungan
yang konstan) di dalam tubuh. Terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari
hasrat seksual atau perlindungan diri. Menurut ilmuwan Robert
Ornstein “suatu cara untuk mengingat fungsi sistem limbik adalah 4F,
yaitu; Feeding(memberi makan), Fighting (berkelahi), Fleeing (melarikan
diri), dan reproduksi sosial (F untuk menerangkan reproduksi). Sistem
Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian
terpenting dari ‘otak mamalia’. Hipotalamus meskipun kecil (besarnya hanya
sepatuh gula kotak) dan beratnya hanya empat gram, hipotalamus mengatur
hormon, hasrat seksual, emosi, makan, minum, suhu tubuh, keseimbangan
kimiawi, tidur dan bangun, sekaligus mengatur kelenjar utama dari otak
(kelenjar pituitari). Hipotalamus adalah bagian otak yang memutuskan mana
yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak, misalnya kapan kita
lapar.
4. Serebum atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya
berada di depan. Serebum adalah karya besar evolusi alam dan bertanggung
jawab atas berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan
keputusan dan kreativitas. Fungsi : pengaturan, ingatan, pemahaman,
komunikasi, kreativitas, pembuatan keputusan, bicara, musik. Serebum adalah
bagian yang terbesar dari otak dan dibungkus oleh suatu lapisan berkerut-
kerut berupa sel-sel saraf setebal seperdelapan inci yang amat sangat
menakjubkan, yang dikenal sebagai korteks serebral. Sifat kortekslah yang
merumuskan kita sebagai manusia.
e. Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus
khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir
dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak ( muttaqin, 2008)
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema serebral
di sekitar jaringan otak. (B.Batticaca,2008)
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii
serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga
timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran. (Mansjur,2007)

Gambar I
Gambar II

B. Etiologi /Penyebab

Etiologi cedera kepala adalah


1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala


Menurut Mansjur (2007), gejala yang timbul

antara lain:

1. Sakit kepala berat

2. Muntah proyektil
3. Pupil edema
4. Perubahan tipe kesadaran
5. Tekanan darah menurun, bradikardia
6. Anisokor
7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
8. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
9. Kebingungan/kecemasan
10. Iritabel
11. Pucat
12. Pusing kepala
13. Terdapat hematoma
14. Sukar untuk dibangunkan
15. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
D. Komplikasi

Komplikasilainsecaratraumatik:

1) Infeksi sistemik ( pneumonia, ISK, sepsis )


2) Infeksi bedah neurologi ( infeksi luka, osteomyelitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak )
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi.

Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK

Tanda-tanda peningkatan TIK


1) Nyeri kepala.
2) Muntah.
3) Penurunan tingkat kesadaran.
4) Perbedaan ukuran pupil; melambatnya reaksi terhadap cahaya.
5) Penekanan tekanan darah.
6) Melambatnya nadi.
7) Kelemahan anggota badan.
8) Munculnya respon plantar.
2. Hemorarghi

Klasifikasi perdarahan

kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik


I 15% (Ringan) Tekanan darah dan nadi normal
Tes tilt (+)
II 20-25% (Sedang) Takikardi-takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV 40-45% (Sangat Berat) Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

( Sumber : Rustam, 2012 )

3. Kegagalan nafas

Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga


terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri),
dan asidosis.
4. Diseksi ekstrakranial

Diseksi ekstrakranial arteri karotis dapat timbul secara spontan atau akibat
dari trauma. Spontan mungkin disebabkan oleh vaskulopati yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Sedangkan trauma dapat
timbul karena mengangkat beban berat, batuk, mengejan atau akibat
tindakan medik.

E. Klasifikasi cedera kepala

Cedera kepala dapat di klasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis cedera
kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan : mekanisme, beratnya, dan morfologi
kepala.

Mekanisme cedera kepala

Berdasarkan mekanisme cedera kepala di bagi atas :

a. Cedera kepala tumpul, dapat terjadi


1) Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil-motor.
2) Kecepatan rendah, biasanya di sebabkan jatuh dari ketinggian atau di pukul
dengan benda tumpul.
b. Cedera kepala tembus
Disebabkan oleh :
- Cedera peluru
- Cedera tusukan

Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
c. Beratmnya cedera kepala

Glasgow coma scale ( GCS ) di gunakan untuk menilai secara kuantitatif


kelainan neurologis dan di pakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen diantaranya
respon membuka mata, respon motorik, dan respon verbal.

Respon membuka mata Skor


Membuka mata spontan 4
Buka mata apabila ada rangsangan suara 3
atau sentuhan ringan
Membuka mata apabila ada rangsangan 2
nyeri
Tidak ada respon sama sekali 1
Respon motoric skor

Mengikuti perintah 6
Mampu melokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindari nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon sama sekali 1
Respon verbal skor
Orientasi baik 5
Kebingungan ( tidak mampu 4
berkomunikasi )
Hanya ada kata-kata tapi tidak berbentuk 3
kalimat (teriakan)
Hanya asal bersuara atau berupa erangan 2
Tidak ada respon sama sekali 1

( Sumber : www.perbidkes.com )
Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala di bagi atas :

1. Cedera kepala ringan : 14 – 15


2. Cedera kepala sedang : 9 – 13
3. Cedera kepala berat : 3 – 8
d. Morfologi cedera kepala

Secara morfologi cedera kepala di bagi atas :

a. Fraktur kranium.
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak.
Dibagi atas :
1. Fraktur kalvaria :
1) Bisa berbentuk garis atau bidang
2) Depresi atau non depresi
3) Terbuka atau tertutup
2. Fraktur dasar tengkorak :
1) Dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid ( CSF )
2) Dengan atau tanpa paresis N.VII.
b. Lesi intrakranium.
Dapat di golongkan menjadi :
Lesi fokal :
1) Perdarahan epidural
2) Perdarahan subdural
3) Perdarahan intraserebral
Lesi difus :
1) Komosio ringan
2) Komosio klasik
3) Cedera akson difus

( Sumber : eprints.undip.ac.id )
F. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, yang menyebabkan
cidera kulit kepala, tulang kepala,jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak,
luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal
dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.Trauma tak langsung
disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada
kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terbuka,
semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga,
dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.Trauma langsung juga menyebabkan
rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul
rusaknya otak oleh kompresi ,goresan ,atau tekanan.Cidera yang terjadi waktu
benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba,
cidera robekan, atau hemmorarghi.Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi
sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area
cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah,
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intracranial)
(Huddak&Gallo,2010).
Cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang
berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial. Cidera kepala juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
edem otak yang menyebabkan peningkatan intrakranial yang dapat menyebabkan
herniasi dan penekanan pada batang otak. Trauma pada kepala menyebabkan
tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya
getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari
benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi
yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek
sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial,
perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak
menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan
menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan
distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang
berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary
dan Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul
rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and
Wilson, 2006:1010).
G. Pathway

( Sumber : nursebasic.com )
H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas


darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun
thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjur (2007), penatalaksanaan cedera kepala berat adalah : Setelah
penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada pasien ini adalah
apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial
yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke bedah saraf untuk
tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat sebaiknya perawatan
dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan
untuk kerusakan primer akibat cedera kepala, tetapi sebaiknya dapat mengurangi
kerusakan otaksekunder akibat hipoksia, hipertensi, atau tekanan intrakranial yang
meningkat.
Dalam unit rawat intensif dapat dilakukan hal-hal berikut :
1. Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
2. Monitor tekanan darah
3. Pemasangan alat monitor tekanan intraktranial pada pasien dengan skor GCS
< 8, bila memungkinkan.
4. Penatalaksanaan cairan : hanya larutan isotonis (salin normal dan ringer
laktat)
5. Nutrisi
6. Temperatur badan
7. Anti kejang fenitoin 15 – 20 mg/kg BB bolus intravena
8. Steroid deksametason 10 mg intravena setiap 4 – 6 jam selama 48 – 72 jam
9. Antibiotik
10. Pemeriksaan
Dapat menberikan manfaat terhadap kasus yang ragu-ragu. Harus dilakukan
pemeriksaan sinar X tulang kepala, bila bertujuan hanya untuk kepentingan
medikolegal.
11. Pembedahan
terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang
besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke bedah saraf untuk
tindakan operasi.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Primary Survey
a) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki
jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau
rotasi dari leher.
b) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
c) Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien, Kontrol Perdarahan. Suatu keadaan hipotensi harus
dianggap disebabkan oleh hipovelemia. observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran,
warna kulit dan nadi. Kontrol Perdarahan
d) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
e) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
Terfokus pada tahap pengkajian pada area keperawatan gawat darurat yang di
lakukan setelah primary survey dan secondary survey.
b. Head to toe assessment
1) Pengkajian / Asuhan Keperawatan
Data Dasar Pengkajian Klien (NANDA, 2013). Data tergantung pada tipe, lokasi
dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-
organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia,
cara berjalan tidak tegang.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan
fungsi.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman,
perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi
nafas berbunyi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.

3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral
2) Nyeri akut b.d tindakan invasife
3) Kerusakan integritas kulit b.d trauma
4) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh
5) Deficit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
6) Resiko infeksi faktor infeksi trauma tindakan invasife
4. Rencana Keperawatan
No. DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Monitoring tekanan intrakranium:
perfusi jaringan keperawatan …. jam klien a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
cerebral b.d edema menunjukan status sirkulasi dan penurunan perfusi serebral: gangguan
serebral tissue perfusion cerebral membaik mental, pingsan, reaksi pupil,
dengan KH: penglihatan kabur, nyeri kepala,
-TD dalam rentang normal (120/80 gerakan bola mata.
mmHg) b. Hindari tindakan valsava manufer
-Tidak ada tanda peningkatan TIK (suction lama, mengedan, batuk terus
-Klien mampu bicara dengan jelas, menerus).
menunjukkan konsentrasi, perhatian c. Berikan oksigen sesuai instruksi
dan orientasi baik dokter
-Fungsi sensori motorik cranial utuh d. Lakukan tindakan bedrest total
: kesadaran membaik (GCS 15, tidak e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi
ada gerakan involunter) dari badan (30-40 derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
g. Monitor Vital Sign serta tingkat
kesadaran
h. Monitor tanda-tanda TIK
i. Batasi gerakan leher dan kepala
j. Kolaborasi pemberian obat-obatan
untuk meningkatkan volume
intravaskuler sesuai perintah dokter.
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
tindakan invasife keperawatan …. Jam tingkat a. Kaji nyeri secara komprehensif
kenyamanan klien meningkat, nyeri (lokasi, karakteristik, durasi,
terkontrol dg KH: frekuensi, kualitas dan faktor
-Klien melaporkan nyeri berkurang presipitasi).
dg scala nyeri 2-3 b. Observasi reaksi nonverbal dari
-Ekspresi wajah tenang ketidaknyamanan.
-klien dapat istirahat dan tidur c. Gunakan teknik komunikasi
-v/s dbn terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d. Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Tekanan
integritas kulit b.d keperawatan selama….. kerusakan a. Anjurkan pasien untuk
trauma integritas kulit pasien teratasi dengan menggunakan pakaian yang longgar
kriteria hasil: c. Hindari kerutan pada
- Integritas kulit yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan (sensasi, d. Jaga kebersihan kulit agar tetap
elastisitas, temperatur, hidrasi, bersih dan kering
pigmentasi) e. Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Tidak ada luka/lesi pada kulit pasien) setiap dua jam sekali
- Perfusi jaringan baik f. Monitor kulit akan adanya
- Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses perbaikan kulit dan g. Oleskan lotion atau minyak/baby
mencegah terjadinya sedera oil pada derah yang tertekan
berulang h. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Mampu melindungi kulit dan pasien
mempertahankan kelembaban i. Monitor status nutrisi pasien
kulit dan perawatan alami j. Memandikan pasien dengan sabun
- Menunjukkan terjadinya dan air hangat
proses penyembuhan luka k. Kaji lingkungan dan peralatan
yang menyebabkan tekanan
l. Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
m. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luka
n. Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
o. Cegah kontaminasi feses dan urin
p. Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
q. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka

4. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Latihan Gerak


Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama….gangguan a. Monitoring vital sign
penurunan mobilitas fisik teratasi dengan sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
kekuatan dan daya kriteria hasil: pasien saat latihan
tahan tubuh - Klien meningkat dalam b. Konsultasikan dengan terapi fisik
aktivitas fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
- Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan mobilitas c. Bantu klien untuk menggunakan
- Memverbalisasikan perasaan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
dalam meningkatkan kekuatan cedera
dan kemampuan berpindah d. Ajarkan pasien atau tenaga
- Memperagakan penggunaan kesehatan lain tentang teknik ambulasi
alat Bantu untuk mobilisasi e. Kaji kemampuan pasien dalam
(walker) mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
i. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

5. Defisit self care b/d Setelah dilakukan askep … jam klien Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, dan keluarga dapat merawat diri : a. Monitor kemampuan pasien terhadap
penurunan dengan kritria : perawatan diri yang mandiri
kesadaran. -kebutuhan klien sehari-hari b. Monitor kebutuhan akan personal
terpenuhi (makan, berpakaian, hygiene, berpakaian, toileting dan
toileting, berhias, hygiene, oral makan, berhias
higiene) c. Beri bantuan sampai klien
-klien bersih dan tidak bau. mempunyai kemapuan untuk merawat
diri
d. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
e. Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
g. Dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
h. Anjurkan keluarga untuk ikutserta
dalam memenuhi ADL klien
6. resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi :
factor infeksi: keperawatan … jam infeksi a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Trauma, tindakan terdeteksi dg KH: pasien lain.
invasife, -Tdk ada tanda-tanda infeksi b. Batasi pengunjung bila perlu.
immunosupresif, -Suhu normal ( 36-37 c ) c. Lakukan cuci tangan sebelum dan
kerusakan jaringan sesudah tindakan keperawatan.
d. Gunakan baju, masker dan sarung
tangan sebagai alat pelindung.
e. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
f. Lakukan perawatan luka, drainage,
dresing infus dan dan kateter setiap
hari, jika ada.
g. Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit dan WBC.
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
d. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
f. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg,L.2007.Neurologi.Dialihbahasakan oleh Retno,I.Edisi ke-8.Jakarta :


Erlanggahttps://docs.google.com/document/d/1ZdV_OyAqRvKub8Z3tVv32WSGCu
YO-8oWodh6dFCBjv4/mobilebasic

Hudak dan Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjur, Arif. 2007 . Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, A (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, S, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, (terjemahan), Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed.8. EGC. Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi
NIC dan NOC kriteria hasil NOC.

Anda mungkin juga menyukai