BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
NIM : 14.IK.396
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif, yang sebagian besar di sebabkan kecelakaan lalu
lintas, selain penanganan di lokasi kejadian dan transportasi pasien ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi anamnesis dan
pemeriksaan fisik umum serta neurologi harus segera dilakukan secara serentak agar
dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Kemudian
penanganan selanjutnya di ruang pemulihan akan menentukan seberapa besar tingkat
keberhasilan pemulihan pasien setelah dilakukan tindakan medis seperti pembedahan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep secara umum kasus cedera kepala.
1. Bagi Penulis
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium .
b. Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang kranium
terdiri dari 3 lapisan :lapisanluar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan
dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur
yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior
didalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis,
parientalis,oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis.Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
c. Meningen.
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Dura Mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri-arteri
meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis(fosamedia)
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arachnoid
Umumnya disebabkan oleh cedera kepala.
3. Pia Mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak
depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak ( muttaqin, 2008)
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema serebral
di sekitar jaringan otak. (B.Batticaca,2008)
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii
serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-
degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga
timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran. (Mansjur,2007)
Gambar I
Gambar II
B. Etiologi /Penyebab
antara lain:
2. Muntah proyektil
3. Pupil edema
4. Perubahan tipe kesadaran
5. Tekanan darah menurun, bradikardia
6. Anisokor
7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
8. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
9. Kebingungan/kecemasan
10. Iritabel
11. Pucat
12. Pusing kepala
13. Terdapat hematoma
14. Sukar untuk dibangunkan
15. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
D. Komplikasi
Komplikasilainsecaratraumatik:
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
Klasifikasi perdarahan
3. Kegagalan nafas
Diseksi ekstrakranial arteri karotis dapat timbul secara spontan atau akibat
dari trauma. Spontan mungkin disebabkan oleh vaskulopati yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Sedangkan trauma dapat
timbul karena mengangkat beban berat, batuk, mengejan atau akibat
tindakan medik.
Cedera kepala dapat di klasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis cedera
kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan : mekanisme, beratnya, dan morfologi
kepala.
Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul.
c. Beratmnya cedera kepala
Mengikuti perintah 6
Mampu melokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindari nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon sama sekali 1
Respon verbal skor
Orientasi baik 5
Kebingungan ( tidak mampu 4
berkomunikasi )
Hanya ada kata-kata tapi tidak berbentuk 3
kalimat (teriakan)
Hanya asal bersuara atau berupa erangan 2
Tidak ada respon sama sekali 1
( Sumber : www.perbidkes.com )
Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala di bagi atas :
a. Fraktur kranium.
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak.
Dibagi atas :
1. Fraktur kalvaria :
1) Bisa berbentuk garis atau bidang
2) Depresi atau non depresi
3) Terbuka atau tertutup
2. Fraktur dasar tengkorak :
1) Dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid ( CSF )
2) Dengan atau tanpa paresis N.VII.
b. Lesi intrakranium.
Dapat di golongkan menjadi :
Lesi fokal :
1) Perdarahan epidural
2) Perdarahan subdural
3) Perdarahan intraserebral
Lesi difus :
1) Komosio ringan
2) Komosio klasik
3) Cedera akson difus
( Sumber : eprints.undip.ac.id )
F. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, yang menyebabkan
cidera kulit kepala, tulang kepala,jaringan otak, baik terpisah maupun
seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak,
luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal
dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.Trauma tak langsung
disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada
kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terbuka,
semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga,
dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.Trauma langsung juga menyebabkan
rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul
rusaknya otak oleh kompresi ,goresan ,atau tekanan.Cidera yang terjadi waktu
benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba,
cidera robekan, atau hemmorarghi.Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi
sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area
cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah,
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intracranial)
(Huddak&Gallo,2010).
Cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang
berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial. Cidera kepala juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
edem otak yang menyebabkan peningkatan intrakranial yang dapat menyebabkan
herniasi dan penekanan pada batang otak. Trauma pada kepala menyebabkan
tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya
getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari
benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi
yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek
sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial,
perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak
menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan
menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan
distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang
berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary
dan Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul
rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and
Wilson, 2006:1010).
G. Pathway
( Sumber : nursebasic.com )
H. Pemeriksaan Diagnostik
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral
2) Nyeri akut b.d tindakan invasife
3) Kerusakan integritas kulit b.d trauma
4) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh
5) Deficit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
6) Resiko infeksi faktor infeksi trauma tindakan invasife
4. Rencana Keperawatan
No. DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Monitoring tekanan intrakranium:
perfusi jaringan keperawatan …. jam klien a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
cerebral b.d edema menunjukan status sirkulasi dan penurunan perfusi serebral: gangguan
serebral tissue perfusion cerebral membaik mental, pingsan, reaksi pupil,
dengan KH: penglihatan kabur, nyeri kepala,
-TD dalam rentang normal (120/80 gerakan bola mata.
mmHg) b. Hindari tindakan valsava manufer
-Tidak ada tanda peningkatan TIK (suction lama, mengedan, batuk terus
-Klien mampu bicara dengan jelas, menerus).
menunjukkan konsentrasi, perhatian c. Berikan oksigen sesuai instruksi
dan orientasi baik dokter
-Fungsi sensori motorik cranial utuh d. Lakukan tindakan bedrest total
: kesadaran membaik (GCS 15, tidak e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi
ada gerakan involunter) dari badan (30-40 derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
g. Monitor Vital Sign serta tingkat
kesadaran
h. Monitor tanda-tanda TIK
i. Batasi gerakan leher dan kepala
j. Kolaborasi pemberian obat-obatan
untuk meningkatkan volume
intravaskuler sesuai perintah dokter.
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
tindakan invasife keperawatan …. Jam tingkat a. Kaji nyeri secara komprehensif
kenyamanan klien meningkat, nyeri (lokasi, karakteristik, durasi,
terkontrol dg KH: frekuensi, kualitas dan faktor
-Klien melaporkan nyeri berkurang presipitasi).
dg scala nyeri 2-3 b. Observasi reaksi nonverbal dari
-Ekspresi wajah tenang ketidaknyamanan.
-klien dapat istirahat dan tidur c. Gunakan teknik komunikasi
-v/s dbn terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d. Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Tekanan
integritas kulit b.d keperawatan selama….. kerusakan a. Anjurkan pasien untuk
trauma integritas kulit pasien teratasi dengan menggunakan pakaian yang longgar
kriteria hasil: c. Hindari kerutan pada
- Integritas kulit yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan (sensasi, d. Jaga kebersihan kulit agar tetap
elastisitas, temperatur, hidrasi, bersih dan kering
pigmentasi) e. Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Tidak ada luka/lesi pada kulit pasien) setiap dua jam sekali
- Perfusi jaringan baik f. Monitor kulit akan adanya
- Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses perbaikan kulit dan g. Oleskan lotion atau minyak/baby
mencegah terjadinya sedera oil pada derah yang tertekan
berulang h. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Mampu melindungi kulit dan pasien
mempertahankan kelembaban i. Monitor status nutrisi pasien
kulit dan perawatan alami j. Memandikan pasien dengan sabun
- Menunjukkan terjadinya dan air hangat
proses penyembuhan luka k. Kaji lingkungan dan peralatan
yang menyebabkan tekanan
l. Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
m. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luka
n. Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
o. Cegah kontaminasi feses dan urin
p. Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
q. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
5. Defisit self care b/d Setelah dilakukan askep … jam klien Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, dan keluarga dapat merawat diri : a. Monitor kemampuan pasien terhadap
penurunan dengan kritria : perawatan diri yang mandiri
kesadaran. -kebutuhan klien sehari-hari b. Monitor kebutuhan akan personal
terpenuhi (makan, berpakaian, hygiene, berpakaian, toileting dan
toileting, berhias, hygiene, oral makan, berhias
higiene) c. Beri bantuan sampai klien
-klien bersih dan tidak bau. mempunyai kemapuan untuk merawat
diri
d. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
e. Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
g. Dorong untuk melakukan secara
mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
h. Anjurkan keluarga untuk ikutserta
dalam memenuhi ADL klien
6. resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi :
factor infeksi: keperawatan … jam infeksi a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Trauma, tindakan terdeteksi dg KH: pasien lain.
invasife, -Tdk ada tanda-tanda infeksi b. Batasi pengunjung bila perlu.
immunosupresif, -Suhu normal ( 36-37 c ) c. Lakukan cuci tangan sebelum dan
kerusakan jaringan sesudah tindakan keperawatan.
d. Gunakan baju, masker dan sarung
tangan sebagai alat pelindung.
e. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
f. Lakukan perawatan luka, drainage,
dresing infus dan dan kateter setiap
hari, jika ada.
g. Berikan antibiotik sesuai program.
Hudak dan Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.