Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TUMOR OTAK

OLEH :
NAMA KELOMPOK 4 :
1. TIRSA A.L KASSE
2. PUTRI L.M TANGPEN
3. MARIA KLARITA MOUW
4. DOMINGGUS NAHAK
5. YANE ALEUT

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut panjatkan kepada Tuhan yangMaha Esa atas berkat
dan hikmatnya kelompok dapat menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan
MEDIKAL BEDAH II, tentang “ asuhan keperawatan pada pasien Tumor
Otak”. Semoga asuhan keperawatan ini bisa dapat bermamfaat bagi pembaca
terutama pada mahasiswa jurusan keperawan. Dari kelompok kami minta
masukan dan saran yang membangun dari pembaca.

Kupang, 8 oktober2021

Penulis

2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otak adalah bagian penting dari tubuh manusia karena otak merupakan
syaraf pusat yang mengkoordinir, mengatur seluruh tubuh dan pemikiran
manusia. Cidera sedikit pada otak dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi
seseorang, oleh sebab itu perlu pemeliharaan kesehatan otak agar tidak
diserang penyakit. Salah satu penyakit berbahaya yang menyerang otak
adalah Space Occupying Lesion (SOL). Space Occupying Lesion (SOL) (lesi
desak ruang intrakranial) merupakan neoplasma bisa berupa jinak atau ganas
dan primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam
rongga tengkorak yang menempati ruang di dalam otak menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Space Occupying Lesion (SOL) meliputi
tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
Data WHO menyebutkan di tahun 2017 terdapat 18,1 juta kasus baru
dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian, dimana 1 dari 5 laki-laki
dan 1 dari 6 perempuan di dunia mengalami kejadian SOL. Berdasarkan
data Riskesdas, prevalensi SOL di Indonesia menunjukkan adanya
peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per
1000 penduduk pada tahun 2017. Prevalensi kanker tertinggi adalah di
provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat
2,47 79 per 1000 penduduk dan Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk
(Riskesdas, 2018). Sedangkan data yang terdapat di ruangan ICU (Intensive
Care Unit) Rumah Sakit Achmad Mochtar.

4
.
Permasalahan klinis pada tumor otak agak berbeda dengan tumor lain karena efek
yang ditimbulkannya, dan keterbatasan terapi yang dapat dilakukan. Kerusakan pada
jaringan otak secara langsung akan menyebabkan gangguan fungsional pada sistem
saraf pusat, berupa gangguan motorik, sensorik, panca indera, bahkan kemampuan
kognitif. Selain itu efek massa yang ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan
masalah serius mengingat tumor berada dalam rongga tengkorak yang pada orang
dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan ukuran tetap (Wahjoepramono,
2006).
Dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237 juta penduduk ada sekitar 237.000
penderita kanker/tumor baru setiap tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga
menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit ini kian meningkat. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) tahun 2007, prevalensi kanker/tumor di
Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk dan merupakan penyebab kematian nomor 7
(5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perintal dan diabetes militus. Tingginya
kematian akibat penyakit ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan masyarakat
tentang bahaya dari tumor ini, tanda-tanda dini dari tumor, faktor-faktor resiko, cara
penanggulangannya secara benar serta membiasakan diri dengan pola hidup sehat
dan pasien sering datang berobat ke tempat yang salah sehingga datang ke Rumah
Sakit dalam keadaan yang sudah lanjut sehingga biaya pengobatannya lebih mahal.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien tumor otak
dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan psikologis pasien.
Perawat dalam merawat pasien dengan tumor otak harus memantau kondisi pasien
yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga kondisinya agar tidak terjadinya
peningkatan tekanan intracranial (TIK) dengan memaksimalkan dan
meminimalkannya. Membantu pasien tumor otak untuk bisa kembali ke keadaan
sebelum hospitalisasi serta memberikan kebutuhan psikologis pasien seperti
menghilangkan ansietas, memberikan dukungan spiritual dan mendiskusikan masalah
yang berhubungan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tumor otak
merupakan salah satu perawat.
1.2. Tujuan
a. Tujuan umum :
1. Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kondisi Tumor
Otak.
b. Tujuan khusus :
1. Mampu memahami konsep dasar tumor otak.
2. Mampu melakukan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi
pada pasien tumor otak.

1.3. Manfaat
a. Bagi Institusi
untuk menambah pengetahuan pada mahasiswa maupun dosen dalam
menggembangkan ilmu pengetahuan tentang penyakit tumor otak.
b. Bagi Rumah Sakit
Menambah wawasan kepada para tenaga medis dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien tumor otak.
c. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan tentang bagaiamana menerapkan asuhan
keperawatan tumor otak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1. Pengertian
Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul
dalam sistem saraf pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat
diferensiasi glia. (Liau, 2012).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau satu otak
(Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus,
2009). Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang
dalam tulang tengkorak. Tumor otak suatu lesi ekspansif yang
bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa
dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (Medulla Spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. (Mansjoer,
2007 : 3).
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri,
disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain,
disebut tumor otak metastase. (Huff, 2009).
2.1.2. Anatomi Fisiology
Otak terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan
yang bertanggungjawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Neuron
merupakan sel-sel yang terdapat di otak. Otak adalah organ mudah
beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. (Price, 2006).
Sistem saraf secara garis beras dibagi menjadi 2 yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Otak dan medulla spinalis membentuk sistem saraf pusat (SSP).
Sistem saraf tepi (SST) merupakan sistem saraf yang berada disisi luar SSP (Price,
2006). Komponen dari otak adalah :
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar. Cerebrum terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks yang
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum terdiri dari beberapa
lobus yaitu (Price, 2006) :
1) Lobus Frontalis
Fungsi lobus frontalis yaitu sebagai pusat intelektual seperti
kemampuan dalam berpikir dan nalar, bicara serta emosi. Pada
lobus frontalis terdapat daerah broca yang bisa mengatur ekspresi
dalam berbicara, lobus frontalis juga bisa mengatur perilaku sosial,
berbicara, gerakan sadar, motivasi dan inisiatif.
2) Lobus Temporalis
Cakupan dari lobus temporalis adalah bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis. Fungsi dari lobus ini yaitu mengatur
verbal, visual, daya ingat, pendengaran dan berperan dalam
perkembangan dan pembentukan emosi.
3) Lobus Parietalis

Lobus parietalis berada di gyrus postsentralis atau area sensorik


primer yang merupakan daerah pusat untuk kesadaran sensorik
berfungsi untuk rasa dalam perabaan dan pendengaran.
4) Lobus Oksipitali
Lobus oksipitalis berfungsi untuk area asosiasi dan pusat
penglihatan : nervus optikus menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan serta mengasosiasikan rangsangan ini dengan
informasi yang di dapatkan dari saraf lain dan memori.
5) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memoriemosi dan bersama hipothalamus melakukan pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonom yang dapat
menimbulkan perubahan.

Gambar 2.1 Anatomi Otak Berdasarkan Lobus


Gambar 2.2 Anatomi Cerebral

b. Cerebellum

Secara keseluruhan cerebellum merupakan struktur kompleks yang


mengandung lebih banyak neuron. Cerebellum memiliki peran yaitu
sebagai koordinasi dalam fungsi motorik didasarkan pada informasi
somato sensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output (Price, 2006). Cerebellum merupakan pusat
koordinasi sebagai keseimbangan dan tonus otot yang secara optimal
melakukan kontraksi otot-otot volunter. Cerebellum memiliki bagian-
bagian yaitu lobus anterior, lobus medialisdan dan lobus
fluccolonodularis (Price, 2006).
Gambar 2.3 Anatomi Cerebellum

c. Brainstem

Brainstem merupakan batang otak yang berfungsi dalam mengatur


seluruh proses kehidupan yang mendasar. Di atas brainstem terdapat
diensefalon dan medulla spinalis dibawahnya. Jaras asenden dan
desenden, traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial merupakan
struktur-struktur fungsional penting yang terdapat di batang otak.
Brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu medulla oblongata, pons dan
mesensefalon (Price, 2006).
2.1.3. Etiology
Menurut Ngoerah (2005) faktor-faktor yang berperan dalam
timbulnya suatu tumor otak adalah:
a. Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada Meningioma, Astrocytoma dan Neurofibroma dapat dijumpai
pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Struge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manisfestasi pertumbuhan baru
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis neoplasma tersebut
tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma ( Mehta, 2011).

b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam
tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada Kraniofaringioma, terotoma intracranial
dan kordoma (Keating, 2006).
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi
setelah timbulnya suatu radiasi (Petrovich, et al., 2006).
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat (Kauffman, 2007).
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan (Stark-Vance, et al., 2011).

2.1.4. Patofisiologi
tumor otak menyebabkan gangguan neurologic yang disebabkan o
leh gangguan neurologis. Gejala- gejala terjadi berurutan. Hal ini men
ekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-
gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh 2 faktor
gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron.
Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang
tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra cranial dapat diakibatkan
oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak,
terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya
massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang
tengkorak yang kaku. Menurut Price (2006).
Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaringan otak.
Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan
selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan
oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi
cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid
menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila
terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra
kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila
girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura
tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
menensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf
ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi
medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial
yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

2.1.5. Klasifikasi
a. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau proses
desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kompartemen supertentorial maupun infratentorial.
Kategori-kategori tumor menurut Arthur (2012) :
1. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, hanya
mendesak organ-organ disekitar dan tidak infiltratif. Setalah
dilakukan pengangkatan total ditemukan adanya pembentukan
kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi. Secara
histologis, menunjukkan struktur sel yang reguler, densitas sel yang
rendah dengan diferensi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang
tersusun teratur tanpa adanya formasi baru dan pertumbuhan tanpa
mitosis.
2. Maligna (ganas)
Tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis, tampilan
mikroskopis yang infiltratif atau tanpa batas yang jelas dan rekurensi
pasca pengangkatan total.
Kategori tumor berdasarkan letaknya :
1) Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer
yang tersering. Astrositoma adalah lesi berbatas tegas tumbuh lambat
yang merupakan sekelompok neoplasma heterogen seperti
astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas
seperti glioblastoma multiforme.
2) Oligodendroglioma
Oligodendroglioma biasanya terbentuk dalam hemisferium
serebri dan paling sering ditemukan pada masa dewasa. Hilangnya
heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan lengan pendek
kromosom 1 merupakan kelainan yang sering terjadi pada
oligodendroglioma. Oligodendroglioma secara makroskopis
biasanya galantinosa dan lunak. Sedangkan secara mikroskopis
oligodendroglioma dibedakan dengan adanya sel infiltratif dengan
bulat seragam. Dibandingkan dengan astositoma infiltratif tumor ini
memiliki batas yang lebih tegas.
3) Ependimoma

Ependioma bisa terjadi pada semua usia. Ependinoma sering


ditemui di daerah sentralis di korda spinalis atau dalam salah satu
rongga ventrikel. Pada dua dekade pertama kehidupan yang sering
terjadi yaitu ependimoma intrakranial sedangkan lesi intraspinal
terutama pada orang dewasa. Ventrikel keempat merupakan tempat
yang sering timbul ependioma intrakranial dan mungkin menyumbat
CSS yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
hidrosefalus.
4) Glioblastoma
Glioblastoma merupakan neoplasma yang infiltratif secara difuse
yang timbul dengan masa yang berbatas tegas. Pada daerah nekrosis
dengan konsistensi seperti krim kekuningan yang ditandai dengan
suatu daerah bekas perdarahan berwarna cokelat dan potongan tumor
dapat berupa masa yang lunak berwarna keabuan atau kemerahan.
5) Meduloblastoma
Meduloblastoma tumbuh sangat cepat yang merupakan neoplasma
yang invasif dan sering ditemukan pada anak. Lokasi tersering
meduloblastoma pada anak adalah di infratentorial yaitu di bagian
atap ventrikel ke empat dan posterior vermis serebeli.
6) Tumor Pleksus Khoroid
Bentuk dari mikroskopis tumor pleksus khoroid mirip dengan
kembang kol yang berupa massa dengan konsistensi lunak, vaskuler,
ireguler. Tumor ini cenderung berekstensi melalui foramen-foramen
ke dalam ventrikel lain yang berdekatan atau ke dalam rongga
subarakhnoid dan berbentuk sesuai dengan kontur ventrikel yang
ditempatinya.
a. Hematom Intrakranial
i. Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala bisa merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam
os temporale. Hematome epidural disebabkan oleh perdarahan.
Hematome bisa bertambah besar karena desakan dari hematom akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala. (R.
Sjamsuhidajat, 2004).
ii. Hematom Subdural
Trauma otak menyebabkan hematom subdural yang
mengakibatkan robeknya vena di dalam ruang araknoid. Robeknya
vena memerlukan waktu yang lama menyebabkan pembesaran
hematome. Dibandingkan dengan hematome epidural prognosis
hematome subdural lebih jelek karena sering disertai cedera otak
berat lain. (R. Sjamsuhidajat, 2004).
iii. Higroma Subdural
Hematome subdural lama dan disertai pengumpulan cairan
serebrospinal di dalam ruang subdural merupakan faktor penyebab
higroma subdural. Kelainan ini terjadi karena robekan selaput
arakhnoid yang menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke ruang
subdural dan jarang ditemui. Kenaikan tekanan intrakranial dan sering
tanpa tanda fokal merupakan gambaran klinis dari higro subdural (R.
Sjamsuhidajat, 2004).

20
2.1.6. PATWAY

Genetik Virus Zat kimia Radiasi

Pertumbuhan sel abnormal pada


otak

Massa pada cerebral

Infiltrasi jaringan pada celebral

Supplai darah ke serebri Volume otak

Nekrosis jaringan serebral Obstruksi vena kranid

Gangguan perfusi jaringan Edema

- Parolisil
Tik
- Kakeksia
- Kekuranga
n fungsi Papiledem - Mual,munta
- Pusing
motorik a h
- Nyeri
- anoreksia
Potensial kepala
- Gelisah
Intoleransi thd - takikard
- Depresi Perubahan nutrisi :
aktivitas perubahan i
- Paranoi Kurang dari
prosese kebutuhan
d Nyeri
keluarga
Ansietas

21
2.1.7. Manifestasi Klinis
Gejala tumor otak bervariasi dari satu penderita ke penderita lain
tergantung pada ukuran dan bagian otak yang terjangkit. Tumor bisa
membuat area otak yang terjangkiti tidak berfungsi dengan baik dan
menekan jaringan otak sehingga menyebabkan sakit kepala serta kejang-
kejang. Berikut ini tanda dan gejala umum tumor otak berupa (Schiff,
2008., Youmans,1990) :
1) Muncul sakit kepala atau perubahan pola sakit kepala
2) Sakit kepala secara bertahap menjadi makin sering dan makin parah
3) Mual atau muntah tanpa sebab
4) Masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur, dan lain – lain
5) Secara bertahap hilang sensasi atau gerakan tangan atau kaki
6) Sulit menjaga keseimbangan
7) Sulit berbicara
8) Kebingungan terhadap persoalan sehari-hari
9) Perubahan kepribadian atau kebiasaan
10) Kejang khususnya pada seseorang yang tidak pernah mengalami kejang
11) Masalah pendengaran

2.1.8. Komplikasi
Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang
menderita tumor otak ialah :
a) Gangguan fisik neurologist
b) Gangguan kognitif
c) Gangguan tidur dan mood
d) Disfungsi seksual

22
2.1.9. Penatalaksanaan medis
Pemeriksaan neuroradiologis yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya kelainan intra kranial, adalah dengan:
a) Rontgen foto (X-ray) kepala lebih banyak sebagai screening test, jika ada tanda-
tanda peninggian tekanan intra kranial, akan memperkuat indikasi perlunya
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
b) Angiografi suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam
pembuluh darah leher agar dapat melihat gambaran peredaran darah (vaskularisasi)
otak.
c) Computerized Tomography (CT-Scan kepala) dapat memberikan informasi tentang
lokasi tumor tetapi MRI telah menjadi pilihan untuk kebanyakan karena gambaran
jaringan lunak yang lebih jelas (Schober, 2010).
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI), bisa membuat diagosa yang lebih dini dan
akurat serta lebih defititif. Gambar otak tersebut dihasilkan ketika medan magnet
berinteraksi dengan jaringan pasien itu ( Satyanegara, 2010., Freedman, 2009).
e) Radiotherapi Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang
pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis,
radang tenggorokan.
f) Chemotherapy Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran
darah. Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan
membuat, mudah terserang penyakit.
g) Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.

23
2.1.10. Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan Diagnostik Menurut Satyanegara (2005) pemeriksaan diagnostik
yaitu :
1) Arterigrafi atau Ventricolugram : untuk mendeteksi kondisi patologi pada
sistem ventrikel dan cisterna.
2) CT – SCAN : Dasar dalam menentukan diagnosa.
3) Radiogram : Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi
selatursika.
4) Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron.
5) Ekoensefalogram :Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
pengkajian keperawatan berfokus pada bagaimana klien berfungsi,
bergerak dan berjalan, beradaptasi terhadap kelemahan atau paralisis dan
untuk melihat dan kehilangan kemampuan bicara dan adanya kejang.
Pengkajian dibuat terhadap gejala-gejala yang menyebabkan distress
bagi klien. Terdiri dari nyeri, masalah pernapasan, masalah eliminasi dan
berkemih, gangguan tidur dan gangguan integritas kulit, keseimbangan
cairan, dan pengaturan suhu. Masalah-masalah ini dapat disebabkan oleh
invasi tumor. Menurut Smeltzer (2007)

24
Perawat dapat bekerja sama dengan pekerja sosial untuk mengkaji
dampak penyakit klien pada keluarga dalam hal perawatan di rumah,
perubahan hubungan, masalah keuangan, keterbatasan waktu dan
masalah-masalah dalam keluarga.Informasi ini penting dalam membantu
keluarga menguatkan ketrampilan koping mereka. Pengumpulan data
dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Anamnesa
adalah pertanyaan Anamnesa adalah pertanyaan terarah yang
ditunjukkan kepada pasien, untuk mengetahui keadaan pasien dan
faktor yang dimiliknya. Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
a. Autoanamnesa
adalah anamnesa yang dilakukan langsung kepada pasien. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dan menceritakan
kondisinya.
b. Allonamnesa
adalah anamnesa yang dilakukan dengan orang lain guna mendapatkan
informasi yang tepat tentang kondisi pasien. Adapun pengkajian yang perlu
diperhatiakan dalam pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Tumor
Otak (Astrocytoma) adalah sebagai berikut: Identitas Pasien yang meliputi
nama, umur, alamat status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
a. Neurosensori Gejala :
Pusing, sakit kepala, kelemahan, hilangnya rangsangan sensorik
kontralateral, gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan,
penurunan kesadaran sampai dengan koma.
b. Sirkulasi Gejala: Nyeri dada (angina) Tanda :
Distritmia (Vibrilasi Atrium), irama , irama gallop, mur-mur, peningkatan
darah dengan tekanan nada yang kuat, takikardi saat istirahat, sirkulasi
kolaps (krisis tirotoksikosi)

25
c. Pernafasan Gejala :
Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada
krisis tirotoksikosis).
d. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Gejala: Adanya nyeri derajat bervarias misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri hebat (dihubungkan dengan proses penyakit).
e. Makanan/cairan Gejala :
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal), nafsu
makan hilang, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan,
kehilangan berat badan yang mendadak, kehausan, mual, muntah, kebiasaan
diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet
rasa).
f. Eliminasi Gejala :
Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia) misalnya
nyeri, bising usus negatif.
g. Seksualitas Gejala :
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas,
Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas.
Tanda: Perubahan pola respons seksual.
h. Aktivitas / Istirahat Gejala :
Perubahan pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari, adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan keringat
malam.
i. Integritas Ego Gejala :
Faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious, atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan,
menyangkal diagnosa, dan perasaan putus asa.
j. Interaksi Sosial Gejala :
Menarik diri, tidak percaya diri, menyendiri.
k. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala :
Riwayat tumor pada keluarga, sisi prime, penyakit primer, riwayat
pengobatan sebelumnya.
l. Keamanan Gejala :

26
Tidak toleransi terhadap aktifitas, keringat berlebihan, alergi, (mungkin
digunakan pada pemeriksaan). Tanda: Suhu meningkat 37, 40o C,
diaphoresis kulit halus, hangat dan kemerahan.
m. Perencanaan Pulang Gejala :
Mungkin membutuhkan bantuan untuk perawatan diri dan aktivitas.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah
aktual dan resiko tinggi, Label dari diagnosa keperawatan memberi
format untuk mengekspresikan bagian identifikasi masalah dari proses
keperawan n (Dongoes, Gelssier, Moorhouse, 2010).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan tumor otak
antara lain :
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf di tandai
dengan pasien mengeluh nyeri
2. Resiko Defisit Nutrisi nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular di tadai dengan mengeluh nyeri sulit menggerakan
aktvitas
4. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi di tandai dengan menanyakan maslah yang di hadapi
2.2.3. Intervensi Keperawatan
panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan
atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan
(Deswani, 2009).

27
2.2.4. Implementasi
pelaksanaan adalah realisasi tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Menurut Rohmah (2012),

2.2.5. Evaluasi
Evaluasi hasil asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat
sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua
tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan disebutkan juga evaluasi
pencapaian jangka panjang (Hidayat, 2004). Ada dua alternative dalam
menafsirkan hasil evaluasi yaitu:
1. Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan
perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapain tujuan yang telah ditetapkan.
2. Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali
tidak menunjukkan perubahan prilaku perkembangan kesehatan
bahkan timbul masalah yang baru.

28

Anda mungkin juga menyukai