Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUMOR OTAK

A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem


1. Anatomi Sistem

Gambar 1.1 Anatomi Otak


Sumber : (Duarte & Pinto-Gouveia, 2017; Patel, Neelakantan,
Pandher, & Merrick, 2020; Wróbel, 2018)
2. Fisiologi Sistem
1) Otak
Otak adalah organ pusat yang sangat penting atau organ
vital bagi manusia yang merupakan pusat berpikir, bergerak,
mengatur keseimbangan dan lain – lain, karena otak merupakan
pusat dari tubuh (Wróbel, 2018) . Otak juga merupakan bagian
depan dari susunan saraf yang mengalami perubahan dan
pembesaran.Jaringan otak yang dibungkus oleh selaput otak dan
tulang tengkorak yang sangat kua (Srinayanti et al, 2021).

Didalam otak terdapat suatu cairan otak atau cairan


cerebrospinal atau CSS (Cerebri Spinal fluid), dimana cairan
tersebut menunjang otak yang lembek halus dan bekerja sebagai
penyerap goncangan akibat pukulan dari luar. Secara garis besar,
otak dibagi dua, yaitu otak besar (Cerebrum) dan otak kecil
(Cerebellum) (Wróbel, 2018).

a) Otak Besar (Cerebrum)


Otak Besar atau cerebrum merupakan bagian yang
paling berkembang pada manusia dan memiliki fungsi luhur
yang paling utama, yang meliputi 80% berat total otak. Otak
besar terdiri atas dua hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Setiap hemisfer terdiri dari dua lapisan luar yang tipis yaitu
substansia grisera (gray meter) atau korteks cerebrum
setebal kurang lebih 2 cm menutupi bagian tengah yang
lebih tebal yaitu substansia alba (white matter) berisi
“network” serabut – serabut saraf yang memungkinkan antar
bagian otak saling berkomunikasi dan jaringan penyangga
saraf yang berfungsi memberi bentuk otak (Wróbel, 2018).
Otak besar berfungsi sebagai pusat intelektual, pusat bicara,
emosi, integrasi sensorik dan motorik, kontrol gerak dan lain
– lain. Korrteks cerebrum berperan penting dalam sebagaian
besar fungsi tercanggih saraf, misalnya inisiasi volunter
gerakan, persepsi sensorok akhir, berfikir sadar, bahasa,
sifat kepribadian dan faktor – faktor lain yang kita hubungkan
dengan intelektual atau pikiran. Berdasarkan lobus, maka
cerebrum terdiri atas empat lobus, antara lain:

1. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus post sentralis (area sensorik primer)
untuk rasa raba dan pendengaran
2. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan
nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat penghidit
dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif.
3. Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi
untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran
dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan
emosi.
4. Lobus oksipital
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan
memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain
dan memori.
b) Otak Kecil ( Cerebellum )

Melekat pada bagian atas – belakang dari batang otak,


yang berkenaan dengan pemeliharaan posisi tubuh dalam
ruang yang sesuai dengan kondisi bawah-sadar aktivitas
motorik (gerakan). Cerebellum (otak kecil) merupakan bagian
otak terbesar kedua yang bertanggung jawab dalam mengatur
keseimbangan, koordinasi dan kontrol motorik. Cerebellum
mengontrol gerakan – gerakan cepat berulang untuk aktivitas
– aktivitas misalnya mengetik, bermain piano dan
mengendarai sepeda (Wróbel, 2018). Secara anatomis,
hemisfer dan vermis cerebellum dibagi atas beberapa
kelompok dan diklasifikasikan menjadi 3 sub divisi, yaitu
(Patel et al., 2020) :

1. Arkhi cerebellum
2. Paleocerebellum,
3. Neocerebellum.
c) Batang Otak (Brainstem)

Batang otak (Brainstem) berada pada daerah


paling tua dan paling kecil diotak dan merupakan jalur
terakhir dari otak yang menghubungkannya dengan
medulla spinalis. Batang otak ini bertanggung jawab pada
berbagai fungsi otonom seperti kontrol pernapasan, denyut
jantung, tekanan darah, bangun, rangsangan dan
perhatian. Batang otak dibagi menjadi 4 (Wróbel, 2018) :

1. Mesencephalon
2. Pons Vorali
3. Medulla Oblongata
4. Diensephalon
2) Peredaran Darah Otak

Daerah yang membawa zat asam, makanan dan


substansia lainnya yang diperlukan oleh jaringan hidup.
Kebutuhan dasar dijaringan otak sangat mendesak dan vital,
sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan.
Dalam keadaan apapun otak orang dewasa membutuhkan 500
– 600 ml oksigen dan 75 – 100 mg glucose tiap menit. Untuk
mencukupi kebutuhan otak ini, kitra – kira 1000 ml darah yang
mengandung oksigen dan glukose bersikulasi melalui jaringan
otak tiap menit. Aliran darah normal adalah 45 – 50 ml/100
gram/menit. Otak mendapat suplay darah dari : arteri carotis
interna dan arteri vertebralis (Abessa et al., 2016).

3) Sel Otak Manusia

Otak manusia mengandung bermilyar – milyar sel otak (sel


neuron) yang tumbuh terus menerus sampai usia 2 tahun.
Setelah usia tersebut jumlah sel neuron menetap. Namun
bukan berarti pertumbuhan sel berhenti, tetapi diganti oleh
perkembangan “nerve cell connections”.Sel otak terdiri dari
badan sel dan cabang – cabangnya (dendrit sebagai penerima
impuls dan neurit sebagai penyalur impils dari badan sel).
Dendrit – dendrit ini saling berhubungan satu dengan yang lain
yang disebut sinaps. Dengan adanya sinaps ini seluruh sel
neuron dapat saling berkomunikasi. Komunikasi antar sel
terjadi lewat mekanisme pelepasan zat penghubung yang
disebut neurotransmitter (Wróbel, 2018).

4) Plastisitas Otak

Otak bukan organ yag statis, tetapi dinamis yang


senantiasa tumbuh dan berkembang membentuk nerve cell
connections ( jaringan antar sel ) yang baru. Pertumbuhan
jaringan antar sel ini dipengaruhi oleh rangsangan atau
stimulasi dari dunia luar (environment) Otak beradaptasi
terhadap stimulasi lingkungan untuk menimbulkan “dendritic
sprouting”. Makin banyak dan sering anak diberikan stimulasi
lingkungan, makin banyak terjadi pertumbuhan jaringan antar
sel (dendritic sprouting) atau dengan kata lain “makin cerdas”
anak itu (Wróbel, 2018).

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal dengan
sel yang terus tumbuh dan bermultiplikasi secara tidak terkontol. Tumor
otak termasuk neoplasma yang berasal dari parenkim otak, meningen,
dan dari glandula pituitari atau struktur tulang intrakranial yang secara
tidak langsung dapat mempengaruhi jaringan otak. Tumor otak dapat
bersifat jinak (benigna) maupun ganas (maligna) (McFaline-Figueroa dan
Lee, 2018).

Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol menyebabkan penekanan


dan kerusakan pada sel-sel lainnya dan mengganggu fungsi kerja otak
bagian tersebut. Tekanan pada sel otak sekitar disebabkan oleh tekanan
berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta
area sekitar saraf. Akibatnya tumor akan merusak jaringan otak
(Yueniwati, 2017).

2. Etiologi
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tumor otak
yakni sebagai berikut (Yueniwati, 2017) :
a) Hereditas
Sindrom hereditas dapat meningkatkan risiko tumor otak. Gen yang
terlibat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu tumor-suppressor genes
dan oncogenes. Selain itu, sindroma seperti Turcot dapat
menimbulkan kecenderungan genetika untuk glioma, tetapi hanya
2%.
b) Radiasi
Radiasi ionizing radiation dapat menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas, dan nerve sheath tumor. Selain
itu, paparan terhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor
otak.
c) Virus
Infeksi virus juga dipercaya dapat menyebabkan tumor otak,
contohnya virus Epstein-barr.
d) Gaya hidup
Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan yang diawetkan
seperti daging asap atau acar berkorelasi dengan peningkatan risiko
tumor otak. Selain itu, risiko tumor otak menurun pada individu yang
mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur.

3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi ada beberapa yaitu :
a) Tumor supratentorial
1) Hemisfer otak
- Glioma: gliomablastoma multiforme, astrositoma,
oligodendroglioma
- Meningioma: tumor metastasis
2) Tumor struktur median: adenoma hipofisis, tumor grandula
pinealis, kraniofaringioma.
b) Tumor medula spinalis
1) Ekstadural: metastasis
2) Intradural
3) Ekstramedular: meningioma, neurofibroma
4) Intramedural: ependinoma, astrositoma
c) Tumor infratentorial
1) Schwannoma akustikus
2) Tumor metastasis
3) Meningioma
4) Hemangioblastoma
d) Berdasakan jenis tumor:
1) Jinak: acoustic neuroma, meningioma
2) Malignant: astrocytoma (grade 2, 3, 4), oligondedroglioma.
4. Patofisiologi
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia, fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari hari
pertama kali terpapar suatu karsinogen sampat terlihat kanker secara
klinis. Fase ini terbagi menjadi tiga fase yaitu (Yueniwati, 2017):

a) Fase inisiasi
Karsinogen kimia seperti golongan alkilating dapat langsung
menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, yang
disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya
golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang
dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi
bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif.
Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/RNA) atau protein
dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan
Glutation juga dapat diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini
dikatalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan
karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. RNA
yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang
dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut
genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik.
Dapat disimpulkan bahwa fase inisiasi adalah terikatnya RNA
polimerase pada rantai DNA (promoter), lalu RNA polimerase akan
memisahkan rantai ganda DNA dan menyiapkan template atau
cetakan untaian tunggal untuk ditranskripsi.
b) Fase promosi
Sel yang terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat
yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi
perubahan ke arah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi.
Jika promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan,
sel ini akan berproliferasi. Jadi, promotor adalah zat proliferatif. Fase
promosi adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang
menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (pormotr).
Berdasarkan percobaan, fase ini berlangsung selama bertahun-tahun
(≥10 tahun) dan terjadi secara reversibel sebelum terbentuknya sel
tumor yang otonom.
c) Fase progresi
Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel
preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif
menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada
populasi selsel terjadi ekspansi secara spontan dan irreversibel. Sel-
sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan
regulasi sel. Pada esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau
metaplasia menjadi epitel selapis thorak yang kemudian berkembang
menjadi jaringan dalam keadaan displasia hingga berkembang
menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk metaplasia.
Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai
sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat
lebih awal yang frekuensinya makin menurun dengan bertambahnya
progresifitas lesi tersebut. Batas yang pasti pada perubahan lesi
preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase
ini, gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan.
5.
6. Pathway

Genetik Imunologi Hormonal Lingkungan

Sistem regulasi kekebalan tubung terganggu

Mengativasi sel T dan sel B

Fungsi sel T-Supresor Abnormal

Peningkatan produksi auto-antibodi

Penumpukkan kompleks imun Kerusakkan Jaringan

Muskuloskeletal Integumen Cardiac Respirasi Vaskuler Hemato Pasien/


Keluarga pasien
Inflamasi pada Tubuh mengalami tidak familier
Pembengkakan Adanya lesi Perikarditis Penumpukkan
cairan pada arteriole terminalis pansitopenia dengan proses
sendi akut pd kulit
Penumpukkan cairan pleura penyakit
efusi pd perikardium Inflamasi pada Anemia
Nyeri Tekan Gangguan Efusi Pleura Defisit
arteriole terminalis
dan rasa nyeri Integritas Pengetahuan
ketika bergerak Kulit Penebalan perikardium Ekspansi Keletihan
Lesi diujung kaki,
dinding dada
Gangguan ↓ kontraksi jantung tumit dan siku
Nyeri Akut tidak adekuat
Citra Tubuh Sumber : (Gergianaki & Bertsias,
Risiko Penurunan Pola nafas tidak Gangguan 2018)
Curah jantung efektif Integritas Kulit
7. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada tumor otak yaitu (Devi, 2014):
a) Edema serebral
Terjadi akibat adanya peningkatan cairan otak secara berlebihan yang
menumpuk di sekitar lesi sehingga menyebabkan efek massa
bertambah. Hal ini bisa terjadi secara ekstrasel atau vasogenik atau
intrasel.
b) Herniasi otak
Ditandai dengan meningkatnya cairan intrakranial yang terdiri dari
hernias sentral, singuli, dan unkus
c) Hidrosefalus
Ditandai dengan meningkatnya TIK yang disebabkan oleh adanya
ekspansi massa yang ada di dalam rongga kranium yang tertutup
d) Epilepsi
e) Metastase

8. Manifestasi Klinis
Gejala umum yang biasa dialami oleh seseorang dengan tumor otak
antara lain terjadinya perubahan mental yang ringan (psikomotor asthenia).
Perubahan tersebut berupa emosi, labil, mudah tersinggung, pelupa,
mengalami perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas. Selain itu, bisa ditemukan gejala ansietas dan depresi. Gejala
tersebut berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus. Sebesar
30% diperkirakan gejala awal tumor otak adalah sakit kepala. Sifat sakit
kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut.
Umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur
pagi serta keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Adanya nyeri kepala sering kali disertai dengan terjadinya muntah pada
30% kasus. Gejala lainnya yaitu rasa mengantuk yang merupakan salah
satu gejala sentral, hal ini dapat bertambah parah hingga menyebabkan
pingsan dan bisa berakhir koma.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula
darah, dan elektrolit lengkap
b) Radiologi
CT Scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakan diagnosis dan sangat baik untuk menentukan klasifikasi,
lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dengan kontras dapat
melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik
untuk tumor infratentoral, namun memiliki keterbatasan dalam
menentukan klasifikasi.
c) Pemeriksaan cairan serebrospinal
d) Foto polos
e) Biopsi stereotatik
f) Angiografi serebral
g) Ekoensefalogram Dapat memberikan informasi mengenai pergeseran
kandungan intraserebral
h) EEG (elektroensefalogram) Dapat memberikan informasi mengenai
perubahan kepekaan neuron
i) Arterigrafi atau ventricolugram Untuk mendeteksi kondisi patologi pada
sistem ventrikel dan cisterna

10. Penatalaksanaan Medis


a) Farmakologi
b) Non Farmakologi
- Pembedahan
- Radiotherapy
Kasus malignant glioma dilanjutkan dengan interstitial
radiotherapy/ brachytherapy dengan radioaktif Irridium192 atau
Iodine-125 langsung ke tumor.
- Chemotherapy
Temozolomide dilakukan pada kasus Anaplastic
Oliogodendroglioma (grade III)
11. Pengkajian Fokus Keperawatan
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanga riwayat
trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai. (Padila,
2012)
1) Identitas pasien
2) Riwayat penyakit
a) Keluhan umum
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat penyakit dahulu
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Kardiovaskular
Pasien Tumor otak dapat mengalami bradikadi dan hipertensi
b) Sistem Respirasi
Frekuensi napas dapat meningkat (takipneu) dan dapat menurun
(dipsneu), potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
c) Sistem Gastrointestinal
Pola makan dapat terganggu, nafsu makan berkurang, dan mual
muntah. Kemungkinan frekuensi BAB menjadi berkurang dari
keadaan sebelumnya. Mukosa bibir kering dapat terjadi sebagai
tanda kurangnya cairan dan nutrisi
d) Sistem Persarafan
e) Kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan atau
kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
f) Sistem Muskuloskeletal
Klien tumor otak dapat mengalami hiperekstensi, kelemahan sendi
g) Sistem Integumen
Suhu tubuh bisa berubah, pada tahap awal pasien mengeluh
demam, edema, kemerahan dan nyeri tekan pada area kepala.
h) Sistem Urinaria
Kaji pola eliminasi urin warna urin, bau urin dan volume urin output
serta kemampuan BAK
i) Sistem Indra
Klien Tumor otak dapat mengalami penurunan lapang pandang,
penglihatan kabur, tinitus, penurunan pendengaran dan halusinasi
j) Sistem Hormonal Amenorea, rambut rontok dan DM
12. Diagnosa Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan
b) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
c) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan lesi
akibat tumor
d) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
e) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
f) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
13. Tujuan Keperawatan
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan perawatan pola nafas menjadi lebih Manajemen Jalan Napas (I.01011)
b/d kelemahan otot efektif dengan kriteria hasil: - Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
pernapasan - Klien menunjukkan kepatenan jalan nafas (tidak - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
merasa tercekik, irama dan RR dalam batas normal, - Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi, wheezing,
tidak ada suara nafas abnormal) ronkhi kering)
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas - Monitor sputum (jumlah, watna, aroma)
- Tidak ada pernapasan cuping hidung - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-til dan chin-lift
- Kedalaman napas membaik (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada (bila perlu)
- Lakukan suction < 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum suction endotrakeal
- Anjurkan asupan cairan 2000m;/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2. Gangguan ventilasi Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, pasien Dukungan Ventilasi (I.01002)
spontan b/d kelelahan mampu bernafas secara adekuat dengan kriteria hasil: - Observasi adanya kelelahan otot bantu napas
otot pernapasan - Volume tidal dalam batas normal (±500 ml) - Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR, kedalaman
- Tidak gelisah nafas, penggunaan otot bantu nafas tambahan, saturasi oksigen)
- HR dalam batas normal (60-80x/menit) - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- PCO2 dalam batas normal (38-42 mmHg) - Berikan posisi semi fowler atau fowler
- PO2 dalam batas normal (75-100 mmHg) - Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
- Gunakan bag-valve mask (bila perlu)
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator (bila perlu)
Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012)
- Monitor posisi selang ETT, terutama setelah mengubah posisi
- Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
- Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan,
drainase, perdarahan)
- Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan
- Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi
mekanik) 1,5 kali volume tidal
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan
(bukan secara berkala/rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24
jam
- Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi, kasa,
pelembap bibir)
- Lakukan perawatan stoma trakeostomi
- Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan
- Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang
tidak dapat dilakukan penghisapan

3. Penurunan kapasitas Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, Managemen Peningkatan TIK (I.06194)
adaptif intrakranial b/d kapasitas intrakranial dapat meningkat dengan kriteria Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex: lesi, gangguan
lesi akibat tumor hasil: metabolisme, edema serebral)
- Fungsi kognitif membaik - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (ex: TD meningkat,
- Tidak ada sakit kepala tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas irreguler, kesadaran
- Tidak ada gelisah, agitasi, muntah menurun)
- Tidak ada postur deserebrasi (ekstensi) - Monitor MAP, CVP, gelombang ICP
- Tidak ada papilefema - Monitor status pernapasan
- TD, HR dan RR dalam batas normal - Monitor intake dan output cairan
- Respon pupil positif - Monitor cairan serebro-spinalis (ex: warna, konsistensi)
- Refleks neurologis membaik - Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
- TIK membaik (mendekati batas normal) tenang
- Berikan posisi semi Fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Kolaborasi pemberian sedasi, anti konvulsan, diuretik osmosis dan
pelunak tinja (bila perlu)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria., et al. 2013. Nursing Interventions


Classification (NIC). ELSIVIER.

Devi, M. 2014. Asuhan keperawatan pada an. r dengan


gangguan sistem persarafan: post kraniofaringioma di melati
rsud dr. moewardi surakarta

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda


International Inc. Diagnosis Keperwatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

McFaline-Figueroa, J. R. dan E. Q. Lee. 2018. Brain tumors. The


American Journal of Medicine. 131(8):874–882.

Mckean-cowdin, R., P. Razavi, dan S. Preston-martin. 2017.


Brain Tumors. International Encyclopedia of Public Health. 2017.
Halaman 263–271.

Yueniwati, Y. 2017. Pencitraan Pada Tumor Otak:


Modalitas Dan Interpretasinya. Edisi Edisi Pert.
Malang: UB Media.

Anda mungkin juga menyukai