Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi otak


Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri
dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-
bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya
belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan
dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah :
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003).
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White,
2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus
optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan
bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis
besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla
oblongata.

2.2 Definisi Astrositoma


Istilah astrositoma pertama kali diperkenalkan pada abad ke 19 oleh Virchow.
(Cavenee, 1997) Gambaran histopatologi tumor ini diperkenalkan oleh Bailey dan
Cushing pada tahun 1926. (Bailey, 1926) Astrositoma adalah sekelompok neoplasma
heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma
pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas seperti glioblastoma
multiforme. Tumor Astrositik dapat dibagi menjadi astrositik fibriler (infiltratif),
astrositoma pilositik dan beberapa varian yang jarang.
Astrositoma mencakup tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya di
SSP, berpotensi untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan menyebabkan timbulnya
berbagai gejala klinik. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut agar dapat
dilakukan deteksi secara dini dan memberikan pengobatan yang tepat. (Japardi, 2003)
Astrositoma merupakan jenis tumor otak yang mempunyai batasan yang jelas,
berwarna abu-abu putih,tumbuh infiltrat meluas dan merusak jaringan otak dibawahnya.
(Capodano, 2000).

2.3 Epidemiologi
Astrositoma merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi, insidensinya
sekitar 60% dari tumor otak yang lain di SSP. Ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma
pada seluruh tubuh, 80% terletak di intracranial, 20% terletak didalam kanalis spinalis.
Low-grade astrositoma insidensinya 25% dari seluruh glioma pada hemisfer serebri.
Dan dominan pada pria : wanita = 1,18 : 1. (Kleihus P, 1997)
Tumor astrositoma merupakan tipe tumor SSP yang paling banyak (38,6%) dan
berlokasi di korteks frontoparietal (G. Aryal, 2011). Astrositoma merupakan tumor
tersering pada anak dengan insidensi puncak usia 5–9 tahun pada laki-laki dan 10–14
tahun untuk wanita (Katchy et al., 2013).

2.4 Etiologi
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab
terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X. Anak-anak dengan
leukemia limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf
pusat akan meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma.
Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa
nitroso (seperti nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang
menghubungkan tumor jenis ini dengan kerentanan genetik tertentu terus
dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan berbagai sindroma seperti Li-
Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome, dan neurofibromatosis
tipe 1 (NF-1). (Japardi, 2003)

2.5 Patofisiologi
Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma
adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh
lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif, yang sangat ganas
seperti glioblastoma multiform. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan
yang infiltratif. Meskipun paling sering ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat
timbul pada semua usia. Tumor tipe ini paling sering ditemukan pada hemisferium
serebri meskipun dapat ditemukan dimana saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih
sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang paling
sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus, tetapi seperti pada
kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat terkena. (Japardi, 2003)
Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam
berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak
hanya sedikit sekali pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak
bersifat ganas walaupun dapat mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma,
suatu astrositoma yang sangat ganas. Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh lambat.
Oleh karena itu, penderita sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan
bertahun-tahun sampai timbul gejala. (Robins, 2002)
Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif,
progresif, dan menimbulkan berbagai gejala klinik. Tumor ini akan menyebabkan
penekanan pada jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim otak.
Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia arterial dan vena, terjadi kompetisi
pengambilan nutrisi, pelepasan produk metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan
mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal diatas. Efek massa yang ditimbulkan,
dapat menimbulkan gejala defisit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh,
gangguan sensorik, parese/kelemahan nervus kranialis atau bahkan kejang. (Price,
2005)
Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan
tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time
untuk astrositoma tingkat rendah kira-kira lebih lambat dari astrositoma anaplastik
(grade III astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak munculnya gejala
hingga diagnosa astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-kira sekitar 3,5 tahun.
(Price, 2005)

2.6 Klasifikasi Astrositoma


Indikator yang signifikan untuk membedakan dengan tumor yang lain adalah :
inti yang atipik (meliputi hiperkromasi, inti yang polimorfi, multinukear,
pseudoinklusi), adanya aktifitas mitosis,selularitas, proliferasi vaskuler dan nekrosis.
Grading dari astrocitoma yang dipakai sesuai dengan kriteria grading menurut WHO
1997, sedangkan sistem grading menurut St Anne/Mayo yang memiliki 4 kriteria(inti
yang atipik, mitosis, proliferasi mikrovaskuler dan / atau nekrosis) memprediksi
harapan hidup pasiennya. (Kleihus P, 1997)
Berdasarkan kecenderungannya untuk menjadi anaplasia, WHO mengklasifikasi
astrositoma menjadi pilocytic astrocytoma (grade I), diffuse astrocytoma (grade II),
anaplastic astrocytoma (grade III) dan glioblastoma multiforme (grade IV).
(Smirniotopoulos, 2003)

1. Pilocytic Astrocytoma (Grade I)


Grade I merupakan tumor yang memberikan gambaran histologis yang
stabil, yang dikenal sebagai tumor jinak. Tanda-tanda bahwa tumor tersebut atipik
adalah gambaran inti sel yang atipik seperti kromatin inti yang kasar, bentuk inti
yang bermacam-macam, jumlah inti lebih dari satu pada satu sel, dan terdapat
pseudoinklusi. Selain itu aktivitas mitosis, bentuk sel, proliferasi vaskuler dan
nekrosis juga memberikan informasi mengenai perilaku biologi tumor. (Cavenee et
al, 1997).
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini
biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara
tuntas dan memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat
yang sukar dijangkau, masih dapat mengancam hidup. (Japardi, 2003)
Lokasi dapat ditemukan di nervus optikus sampai konus medularis. Secara
umum terbatas padaastrositoma yang sering ditemui pada anak-anak dan dewasa
muda. (Kleihus, 1997). Daerah yang termasuk : nervusoptikus, chiasma optikus,
hipothalamus.Talamus dan basal ganglia, serebral, serebellum dan juga batang otak,
jarang sekali pada medulla spinalis. (Rosai, 2004)

2. Diffuse astrocytoma (grade II)


Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat
berlanjut ke tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda. (Japardi,
2003)
Bila astrositoma yang didiagnosa tidak spesifik, biasanya mengarah ke low-
grade astrocytoma dewasa (Well-diferentiated atau fibrilary astrocytoma). (Kleihus,
1997) Lokasi berkembang pada daerah supratentorialdari serebrum, juga pada
batang otak. (Rosai, 2004)

3. Anaplastic astrocytoma (grade III)


Kriteria astrocytoma anaplastic antara lain, jumlah sel lebih sedikit
dibandingkan dengan glioblastoma multiforme, demikian juga dengan gambaran sel
dan inti sel serta mitosis yang lebih sedikit, umumnya tidak disertai dengan
nekrosis. (Japardi, 2003).
Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan
menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda dibanding
dengan sel-sel yang normal. Rata-rata pasien yang menderita tumor jenis ini
berumur 41 tahun. (Japardi, 2003).
Lokasi sebagian besar dapat disamakan dengan astrositoma difus lain, lebih
sering pada serebralhemisfer. Astrositoma infiltrasi difus dengan fokal atau
anaplasia yang menyebar dan tanda potensial proliferasi. Anaplastik astrocytoma
dapat timbul dari low-grade astrositoma tetapi selalu didiagnosa padasaat pertama
dibiopsi. Neoplasma ini sering juga disebut malignan astrositoma dan High
gradeastrositoma. (Kleihus, 1997)

4. Glioblastoma multiforme (grade IV)


Kriteria disebut glioblastoma multiforme antara lain, hiperselluler, bentuk
sel dan inti sel bermacam-macam, proliferasi endotel, gambaran mitosis dan sering
disertai dengan nekrosis. (Japardi, 2003)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang
normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun. Tumor
ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.
(Japardi, 2003)
Astrositoma yang paling ganas, terdiri dari neoplastik astrosytoma poorly
differentiaced denganarea vaskuler prolifrasi dan atau nekrosis. Glioblastoma dapat
berkembang dari low grade astrocytomaatau anaplastik astrocytoma, tetapi
frekwensi lebih sering bermanisfestasi setelah terdapat gejala klinik yang singkat,
dengan tidak ada tanda-tanda keganasan lesi pencetus. (Greenberg, 2001)

2.7 Gejala Klinis


Kejang-kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai,
walaupun secara retrospektif dapat djumpai gangguan-gangguan lain terlebih dahulu
seperti kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan atau motorik
Pada tumor low grade astrositoma kejangkejang dijumpai pada 80% kasus
dibandingkan high grade sebesar 30%. (Japardi, 2003).
Jika dibandingkan dengan astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang
lebih jarang dijumpai. Gejala lainnya adalah meningginya tekanan intrakranial sebagai
akibat pertumbuhan tumor yang dapat menyebabkan edema vasogenik. Penderita
mengalami keluhankeluhan sakit kepala yang progresif, nausea, muntah-muntah,
mengantuk, dan gangguan penglihatan (edema papil pada pemeriksaan funduskopi, atau
diplopia akibat kelumpuhan nervus abdusens). (Japardi, 2003).
Gejala meningginya tekanan intracranial lainnya adalah terjadinya hidrosefalus.
Semakin bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan sangat tergantung dari
lokasi tumor tersebut. Tumor supratentorial dapat menyebabkan gangguan motorik atau
sensitifitas, hemianopsia, afasia atau kombinasi gejala-gejala. Sedangkan tumor di fosa
posterior dapat menimbulkan kombinasi dari gejalagejala kelumpuhan saraf kranial,
disfungsi serebeler dan gangguan kognitif. (Japardi, 2003)

2.8 Gambaran Radiologi


Pemeriksaan computed tomography imaging (CT scan) dan magnetic resonance
imaging (MRI) di daerah kepala dengan dan tanpa kontras, sangat membantu dalam
diagnosa, penentuan grading, dan evaluasi patofisiologi tumor ini. MRI dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari pada CT scan. Pada pemeriksaan CT scan,
gambaran low grade astrocytoma akan terlihat sebagai lesi dengan batas tidak jelas,
homogen, hipodens tanpa penyangatan kontras. Kadangkadang dapat ditemukan
kalsifikasi, perubahan kistik dan sedikit penyangatan kontras. Pada astrocytoma
anaplastic akan terlihat massa yang tidak homogen, sebagian dengan gambaran lesi
hipodens dan sebagian lagi hiperdens. Umumnya disertai dengan penyangatan contrast.
(Davis, 1997).
Pada glioblastoma multiforme akan tampak gambaran yang tidak homogen,
sebagian massa hipodens, sebagian hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis sentral.
Tampak penyangatan pada tepi lesi sehingga memberikan gambaran seperti cincin
dengan dinding yang tidak teraturSecara umum, astrositoma akan memberikan
gambaran isointens pada T1 dan hiperintens pada T2. (Greene GM, 1989)

2.9 Penatalaksanaan

Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya
kelangsungan hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang
paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Pengobatan utama
yang dilakukan saat in mencakup : a) pembedahan, b) radioterapi, dan c) kemoterapi.
(Japardi, 2003)
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat vital
dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi
untuk operasi. Diagnostik dikonfirmasi melalui biopsi dan dilanjutkan dengan
pemberian radioterapi. Penderita lainnya dapat dilakukan pembedahan, seperti open
craniotomy dan eotactic biopsy. Biopsi secara stereotaktik merupakan tindakan minimal
invasive terutama terhadap tumor yang letaknya dalam dan di tempat yang sulit dicapai.
Jika disertai dengan hidrosefalus, dapat dilakukan VP Shunt atau External Ventricular
Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi penderita antara lain untuk: (i) melakukan
dekompresi terhadap massa tumor, (ii) mengambil jaringan untuk pemeriksaan
histopatologi, sehingga dapat direncanakan pengobatan adjuvans dan memperkirakan
prognosis. Radioterapi sudah berhasil memperpanjang kelangsungan hidup penderita
terutama dengan grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi pada penderita
astrositoma mampu memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala
neurologis sebesar 50 - 75% kasus. (Bauman G, 1999)
Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk pengobatan astrositoma.
Bila tumor menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan pemberian kemoterapi dapat
dilakukan. Astrositoma yang ganas bersifat incurable, dan tujuan utama pengobatan
adalah untuk memperbaiki gangguan neurologis (seperti fungsi kognitif) dan
memperpanjang kelangsungan hidup penderita. Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan
dukungan psikologis sangat penting. Pemberian steroid umunya akan memberikan hasil
yang membaik karena pengurangan efek massa tumor yang disertai edema sekitar
tumor. Pemberian steroid harus segera dihentikan setelah dilakukan tindakan
pembedahan. Antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan hanya diberikan pada
penderita yang mengalami kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek samping dan
mengganggu pemberian kemoterapi. Median dari kelangsungan hidup penderita
astrositoma adalah 5-8 tahun. (Japardi, 2003)

2.10 Prognosis
Prognosis penderita astrositoma tergantung dari tiga faktor : i) usia, ii)status
fungsional, dan iii) grade histologis. Penderita usia = 45 tahun mempunyai
kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita berusia =65 tahun.
Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika disertai dengan
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, defisit
nerologis yang bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan radiologi.
(Japardi, 2003).

Anda mungkin juga menyukai