TINJAUAN PUSTAKA
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang
penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan
bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis
besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla
oblongata.
2.3 Epidemiologi
Astrositoma merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi, insidensinya
sekitar 60% dari tumor otak yang lain di SSP. Ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma
pada seluruh tubuh, 80% terletak di intracranial, 20% terletak didalam kanalis spinalis.
Low-grade astrositoma insidensinya 25% dari seluruh glioma pada hemisfer serebri.
Dan dominan pada pria : wanita = 1,18 : 1. (Kleihus P, 1997)
Tumor astrositoma merupakan tipe tumor SSP yang paling banyak (38,6%) dan
berlokasi di korteks frontoparietal (G. Aryal, 2011). Astrositoma merupakan tumor
tersering pada anak dengan insidensi puncak usia 5–9 tahun pada laki-laki dan 10–14
tahun untuk wanita (Katchy et al., 2013).
2.4 Etiologi
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor penyebab
terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X. Anak-anak dengan
leukemia limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada susunan saraf
pusat akan meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma, bahkan glioblastoma.
Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang banyak mengandung senyawa
nitroso (seperti nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). Saat ini penelitian yang
menghubungkan tumor jenis ini dengan kerentanan genetik tertentu terus
dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan berbagai sindroma seperti Li-
Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome, dan neurofibromatosis
tipe 1 (NF-1). (Japardi, 2003)
2.5 Patofisiologi
Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma
adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh
lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif, yang sangat ganas
seperti glioblastoma multiform. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan
yang infiltratif. Meskipun paling sering ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat
timbul pada semua usia. Tumor tipe ini paling sering ditemukan pada hemisferium
serebri meskipun dapat ditemukan dimana saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih
sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang paling
sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus, tetapi seperti pada
kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat terkena. (Japardi, 2003)
Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam
berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak
hanya sedikit sekali pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma tidak
bersifat ganas walaupun dapat mengalami perubahan keganasan menjadi glioblastoma,
suatu astrositoma yang sangat ganas. Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh lambat.
Oleh karena itu, penderita sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan
bertahun-tahun sampai timbul gejala. (Robins, 2002)
Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif,
progresif, dan menimbulkan berbagai gejala klinik. Tumor ini akan menyebabkan
penekanan pada jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim otak.
Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia arterial dan vena, terjadi kompetisi
pengambilan nutrisi, pelepasan produk metabolisme, serta adanya pengaruh pelepasan
mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal diatas. Efek massa yang ditimbulkan,
dapat menimbulkan gejala defisit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh,
gangguan sensorik, parese/kelemahan nervus kranialis atau bahkan kejang. (Price,
2005)
Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan
tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time
untuk astrositoma tingkat rendah kira-kira lebih lambat dari astrositoma anaplastik
(grade III astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak munculnya gejala
hingga diagnosa astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-kira sekitar 3,5 tahun.
(Price, 2005)
2.9 Penatalaksanaan
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya
kelangsungan hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan yang
paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Pengobatan utama
yang dilakukan saat in mencakup : a) pembedahan, b) radioterapi, dan c) kemoterapi.
(Japardi, 2003)
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat vital
dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan indikasi
untuk operasi. Diagnostik dikonfirmasi melalui biopsi dan dilanjutkan dengan
pemberian radioterapi. Penderita lainnya dapat dilakukan pembedahan, seperti open
craniotomy dan eotactic biopsy. Biopsi secara stereotaktik merupakan tindakan minimal
invasive terutama terhadap tumor yang letaknya dalam dan di tempat yang sulit dicapai.
Jika disertai dengan hidrosefalus, dapat dilakukan VP Shunt atau External Ventricular
Drainage (EVD). Peranan pembedahan bagi penderita antara lain untuk: (i) melakukan
dekompresi terhadap massa tumor, (ii) mengambil jaringan untuk pemeriksaan
histopatologi, sehingga dapat direncanakan pengobatan adjuvans dan memperkirakan
prognosis. Radioterapi sudah berhasil memperpanjang kelangsungan hidup penderita
terutama dengan grade tumor yang tinggi. Pemberian radioterapi pada penderita
astrositoma mampu memperkecil massa tumor dan memperbaiki gejala-gejala
neurologis sebesar 50 - 75% kasus. (Bauman G, 1999)
Pada saat ini, kemoterapi bukanlah pilihan utama untuk pengobatan astrositoma.
Bila tumor menjadi ganas, pembedahan, radioterapi dan pemberian kemoterapi dapat
dilakukan. Astrositoma yang ganas bersifat incurable, dan tujuan utama pengobatan
adalah untuk memperbaiki gangguan neurologis (seperti fungsi kognitif) dan
memperpanjang kelangsungan hidup penderita. Pengobatan simtomatis, rehabilitasi dan
dukungan psikologis sangat penting. Pemberian steroid umunya akan memberikan hasil
yang membaik karena pengurangan efek massa tumor yang disertai edema sekitar
tumor. Pemberian steroid harus segera dihentikan setelah dilakukan tindakan
pembedahan. Antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan hanya diberikan pada
penderita yang mengalami kejang. Obat ini dapat menimbulkan efek samping dan
mengganggu pemberian kemoterapi. Median dari kelangsungan hidup penderita
astrositoma adalah 5-8 tahun. (Japardi, 2003)
2.10 Prognosis
Prognosis penderita astrositoma tergantung dari tiga faktor : i) usia, ii)status
fungsional, dan iii) grade histologis. Penderita usia = 45 tahun mempunyai
kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita berusia =65 tahun.
Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika disertai dengan
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan kesadaran, perubahan perilaku, defisit
nerologis yang bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada pemeriksaan radiologi.
(Japardi, 2003).