Oleh
Durrotul Qomariyah, S.Kep
NIM 202311101062
Ensefalopati adalah istilah untuk penyakit difus otak yang mengubah fungsi
atau struktur otak. Ensefalopati dapat disebabkan oleh agen infeksi (bakteri, virus,
atau prion), disfungsi metabolik atau mitokondria, tumor otak atau peningkatan
tekanan di tengkorak, kontak yang terlalu lama dengan elemen toksik (termasuk
pelarut, obat-obatan, radiasi, cat, bahan kimia industri, dan bahan kimia tertentu).
logam), trauma progresif kronis, gizi buruk, atau kekurangan oksigen atau aliran
darah ke otak. Ciri khas ensefalopati adalah keadaan mental yang berubah.
Tergantung pada jenis dan tingkat keparahan ensefalopati, gejala neurologis yang
umum adalah hilangnya memori dan kemampuan kognitif secara progresif,
perubahan kepribadian yang tidak kentara, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
lesu, dan hilangnya kesadaran secara progresif. Gejala neurologis lainnya
mungkin termasuk mioklonus (kedutan otot atau kelompok otot yang tidak
disengaja), nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak disengaja), tremor,
atrofi dan kelemahan otot, demensia, kejang, dan kehilangan kemampuan untuk
menelan atau berbicara. Tes darah, pemeriksaan cairan tulang belakang, studi
pencitraan, elektroensefalogram, dan studi diagnostik serupa dapat digunakan
untuk membedakan berbagai penyebab ensefalopati.
B. Anatomi
1. Otak
Otak adalah organ yang memiliki 3 bagian luar biasa yang dapat
mengendalikan semua fungsi tubuh, menafsirkan informasi yang diperoleh dari
luar, merefleksikan esensi dari pikiran, kecerdasan, kreativitas, emosi dan
memori. Ada banyak hal yang di atur oleh otak, otak terlindungi oleh tulang
tengkorak (Hines, 2018). Apabila otak mengalami kelainan atau suau masalah
maka hal tersebut akan mempengaruhi aktifias tubuh manusia.
Otak kecil berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak yang melekat pada
otak tengah. Terdapat tiga pengelompokan bagian-bagian otak kecil yaitu :
1) Berdasarkan lobus, otak kecil terbagi menjadi tiga yaitu lobus anterior,
lobus posterior dan lobus frocculonadular.
No Nama Fungsi
I Olfactory Penciuman
II Optic Pengelihatan
II Oculomotor Gerakan mata, pupil
IV Trochlear Gerakan mata kebawah dan
kedalam
V Trigeminal Sensasi wajah
- Menutup rahang dan mengunyah
(motorik)
- Kulit wajah, reflek kornea/ reflek
mengedip (sensorik)
VI Abducens Gerakan mata
VII Facial Gerakan wajah,
- Ekpersi wajah (motorik)
- Pengecapan 2/3 depan lidah
VIII Vestibulocochle Pendengaran dan keseimbangan
ar
IX Glossopharynge Perasa, menelan
al
X Vagus Detak jantung, pencernaan
XI Accessory Gerakan tangan
XII Hypoglossal Gerakan lidah
Sumber : Hines, 2
Gambar saraf kranial
3. Sistem saraf pusat
Sistem saraf merupakan pusat kontrol tubuh, pengaturan dan jaringan
komunikasi yang mengarahkan ke fungsi organ dan sistem tubuh. Sistem
saraf juga merupakan semua pusat dari semua aktivitas mental, meliputi
pemikiran, pembelajaran, dan memori (Chalik, 2016). Selain itu Sistem
saraf adalah sistem koordinasi penghantar impuls ke susunan saraf pusat,
dan pemberi tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2016). Susunan saraf
merupakan bagian terkecil dan kompleks dari organ tubuh yang mempunyai
arus informasi dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi tergantung pada
aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013). Adapun berbagai aktivitas
sistem saraf dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu :
1. Fungsi sensorik. Sistem saraf menggunakan jutaan reseptor sensorik nya
untuk memantau perubahan yang terjadi baik di dalam dan luar tubuh.
Informasi yang dikumpulkan disebut input sensorik
2. Fungsi Integritas. Sistem saraf memproses dan menafsirkan input sensorik
kemudian memutuskan apa yang harus dilakukan pada setiap saat. Proses ini
disebut integrasi.
C. Etiologi
1. Kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia dapat
menyebabkan fungsi mental berubah dan ensefalopati
2. Keracunan jaringan otak dan sel-sel juga dapat mempengaruhi fungsi.
Racun ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal,
atau mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau
tidak sengaja tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat
beracun)
3. Ensefalopati mungkin karena cacat lahir (kelainan genetic yang
meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala
yang di temukan pada saat lahir)
Beberapa contoh penyebab lain ensefalopati :
D. Klasifikasi
Beberapa contoh jenis ensefalopati :
1. Ensefalopati mitokondria
Gangguan metabolic yang di sebabkan oleh disfungsi dari DNA
mitokondria. Dapat mempengaruhi banyak system tubuh, terutama otak
dan system saraf.
E. Patofisiologi
Ensefalopati terjadi karena adanya suatu kelainan dalam struktur anatomi
listrik dan fungsi kimia yang berubah. Selain itu juga adanya keracunan jaringan
otak, racun ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal, atau
mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau tidak sengaja
tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat beracun). Hal tersebut
dapat kita lihat bahwa adanya gangguan mental, hilangnya fungsi kognitif,
ketidakmampuan untuk berkosentrasi, lesu, kesadaran menurun pada pasien
dengan ensefalopati. Ensefalopati mungkin juga dikarenakan cacat lahir (kelainan
genetic yang meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan
gejala yang di temukan pada saat lahir).
Prognosis untuk pasien dengan ensefalopati tergantung pada penyebab
awal dan, secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan,
menghentikan, atau menghambat penyebab tersebut. Akibatnya, prognosis
bervariasi dari pasien ke pasien dan berkisar dari pemulihan lengkap hingga
prognosis buruk yang sering menyebabkan kerusakan otak permanen atau
kematian. Prognosis yang sangat bervariasi ini dicontohkan oleh pasien yang
mendapatkan ensefalopati dari hipoglikemia. Jika pasien dengan hipoglikemia
diberikan glukosa pada tanda-tanda pertama ensefalopati (misalnya, lekas marah,
kebingungan ringan), kebanyakan pasien sembuh total. Keterlambatan dalam
mengoreksi hipoglikemia (berjam-jam hingga berhari-hari) dapat menyebabkan
kejang atau koma, yang dapat dihentikan dengan pengobatan dengan pemulihan
total atau sebagian (kerusakan otak permanen minimal). Penundaan yang lama
atau beberapa penundaan dalam pengobatan dapat menyebabkan prognosis yang
buruk dengan kerusakan otak yang luas, koma, atau kematian.
Meskipun gejala dan jangka waktu sangat bervariasi dari pasien ke pasien
dan sesuai dengan penyebab awal ensefalopati (lihat bagian di atas untuk contoh
penyebab), prognosis setiap kasus biasanya mengikuti pola yang dijelaskan dalam
contoh hipoglikemik di atas dan tergantung pada sejauh mana dan kecepatan
pengobatan penyebab yang mendasarinya. Dokter atau tim dokter yang mengobati
penyebab ensefalopati dapat memberikan informasi terbaik tentang prognosis
individu.
Edema serebral
Risiko Perfusi
Serebral Tidak
Herniasi otak Peningkatan TIK Gilus medialis lobus temporalis tergeser
Efektif
Muntah proyektil Kompensasi ICP gagal Nyeri kepala dan papil Medula oblongata tertekan
edema
Risiko ketidakseimbangan cairan Penurunan kapasitas Nyeri akut Penurunan kesadaran Gangguan sistem pernafasan
adaptif intrakranial
apneau Bradipneau
Gangguan Defisit Distres spiritual
menelan Perawatan diri
Gangguan ventilasi spontan Polanafas
tidak
Defisit Nutrisi efektif
G. Manifestasi klinik
Ciri ensefalopati adanya gangguan mental. Tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan ensefalopati.
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a) darah : rutin, creatinine, elektrolit
b) urine : Urinelisa dan kultur urin
c) EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi
d) Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)
e) Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada
bagian otak dan ada tidaknya perdarahan
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
a) sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography (kasus tertentu), biopsi
renald(kasus tertentu).
b) menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
c) Bila disangsikan Feokhromositoma : urin 24 jam untuk Katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
I. Asuham keperawatan
1. Identitas Klien
a. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan kejang-kejang dapat disertai dengan
penurunan kesadaran,
b. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran : Adanya penurunan tingkat kesadaran.
b. GCS : Eye respon: … Motorik respon: … Verbal respon: …
c. Kulit : saat diraba kulit terasa agak panas
d. Kepala : terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena, kehilangan
sensasi (kerusakan pada saraf kranial).
e. Mata : gangguan pada penglihatan,
f. Telinga : Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
g. Hidung : adanya gangguan penciuman
h. Mulut dan gigi : membran mukosa kering, lidah terlihat bintik putih dan
kotor.
i. Leher: terjadi kaku kuduk dan terasa lemas.
j. Eksremitas atas dan bawah : Tidak ada kekuatan otot dan teraba dingin.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan
cedera kepala
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
Risiko Perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan Cedera
Kepala (herniasi otak)
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d proses peradangan,
peningkatan TIK (Tekanan Intra Karnial)
d. Resiko Jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental
e. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit
neurologic
3. Intervensi Keperawatan
3. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan G. 01011 Manajemen Jalan Nafas
efektif selama 3x 60 menit, pola nafas klien Observasi
kembali membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
L.01004 Pola napas napas)
Indikator Awal Akhir 2. Monitor bunyi nafas tambahan
Dypnea Terapeutik
2 5
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Indikator Awal Akhir 4. Lakukan suction , jika perlu
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
Penggunaan otot I.09325 Pemantauan Respirasi
3 5 Observasi
bantu 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Indikator Awal Akhir upayah napas
2. Monitor pola nafas
Frekuensi nafas 3 5 3. Monitor adanya produksi sputum
Kedalaman nafas 3 5 4. Auskultasi bunyi nafas
5. Monitor saturasi oksigen
Keterangan 6. Monitor hasil x-ray thorax
I.01026 Terapi Oksigen
1. Menurun
Observasi
2. Cukup menurun 7. Monitor kecepatan aliran oksigen
3. Sedang 8. Monitor terapi alat oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat
4. Cukup meningkat pemasangan oksigen
5. Meningkat 10. Monitor tingkat kecemasan akibat
pemasangan oksigen
Keterangan
Terapeutik
1. Meningkat 11. Bersihan sektet pada hidung dan mulut, jika perlu
12. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Cukup Meningkat
13. Posisikan klien semi fowler
3. Sedang 14. Tetap berikan oksigen saat pasien transportasi
4. Cukup menurun Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian dosis terapi oksigen
5. Menurun Dukungan Ventilasi (1.01002)
Keterangan
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
1. Memburuk
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
2. Cukup mmeburuk
status pernafasan
3. Sedang
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi seperti
4. Cukup membaik
frekuensi, kedalaman nafas, penggunaan otot
5. Membaik
bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan, dan
saturasi oksigen.
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Berikan posisi head up
3. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
4. Sediakan bag-valve mask,
jika pasien membutuhkan
Edukasi
5. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam Kolaborasi
Kolaborasi pemberian terapi sesuai saran dokter
DAFTAR PUSTAKA