Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN EDEMA SEREBRI

Laporan Pendahuluan

oleh
Frandita Eldiansyah S. Kep
NIM 112311101014

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN EDEMA SEREBRI DI RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI
JEMBER
Oleh : Frandita Eldiansyah, S. Kep.

1. Kasus
Edema Serebri
2. Proses Terjadinya Masalah
1. Anatomi Fisiologi Otak

Gambar 1. Bagian-bagian otak

Gambar 2 Bagian-bagian otak


Sebagian besar otak terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel pendukung.
Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane, 2003).
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa
(Price & Wilson, 2006).
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem
(batang otak), dan limbic system (sistem limbik).
 Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum
membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara
terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal,
lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal.
 Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin,
2008).
Gambar 3. Lobus-lobus pada cerebrum
 Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang
terletak di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua
aktivitas pada bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama
cerebelum yaitu mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta
mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada cerebelum,
dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot
sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin,
2008).
 Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya (Puspitawati, 2009).
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
 Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan
fungsi pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla oblongata mengontrol fungsi involunter otak
(fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
 Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut
yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta
menghubungkan midbrain di sebelah atas dengan medula oblongata.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus
saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat
pada bagian ini.
 Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
 Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu
 Suatu respon sadar terhadap lingkungan
 Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak
sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon
keadaan
 Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan
 Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual (Muttaqin, 2008).
1. Meninges
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh
tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua
macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular.
Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu
 Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan
fleksibel tetapi tidak dapat diregangkan (unstrechable).
 Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya
seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga,
dan terletak dibawah lapisan durameter.
 Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan
paling bawah (paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan
melindungi jaringan-jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung
pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang.
Antara piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut
dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi oleh
cairan serebrospinal (CSS) (Puspitawati, 2009).

Gambar 4. Lapisan meninges


2. Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain
lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di
subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi
dan juga meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini
terletak dalarn ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
Ruang-ruang ini disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan
dengan bagian subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung
pada canal pusat (central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang
berisi cairan terutama ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle).
Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang
terletak di otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke
ventrikel keempat oleh cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal
ventrikel keempat dengan central canal. Ventrikel lateral juga membentuk
ventrikel pertama dan ventrikel kedua (Puspitawati, 2009).
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi
oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi
CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir
ke cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir
ke lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume
total CSS sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan
oleh sebagian CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh
cairan yang baru) sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya
karena cerebral aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan
pada ventrikel karena dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus
diproduksi oleh choroid plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat.
Dalam kondisi ini, dinding-dinding ventrikel akan mengembang dan
menyebabkan kondisi hydrocephalus. Bila kondisi ini berlangsung terus
menerus, pembuluh darah juga akan mengalami penyempitan dan dapat
menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).
Gambar 4. Sistem ventrikel otak

2. Definisi
Edema otak adalah meningkatnya kadar cairan sebrospinal dalam otak baik
intra maupun ekstraseluler sebagai reaksi dari proses terjadinya penyakit
(Harsono, 2005). Cerebral edema adalah peningkatan volume otak yang
disebabkan oleh peningkatan cairan dalam jaringan otak (Raslan A, Bhardwaj
A, 2007). Satyanegara (2010) mendefinisikan edema serebri sebagai suatu
keadaan peningkatan volume otak akibat peningkatan muatan cairan di jaringan
otak yang dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
3. Etiologi
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis menurut
Dewanto (2009):
a. Kondisi neurologis
 Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral
 Trauma kepala
Penyebab paling umum dari TBI termasuk jatuh, kecelakaan kendaraan,
dipukul dengan obyek atau menabrak obyek, dan serangan. Cedera awal
dapat menyebabkan jaringan otak membengkak. Selain itu, bisa
menyebabkan pembuluh darah pecah di bagian kepala. Respon tubuh
terhadap cedera juga dapat meningkatkan pembengkakan. Terlalu banyak
pembengkakan dapat mencegah cairan meninggalkan otak.
 Ttumor otak
Permeabilitas pembuluh darah dalam tumor terhadap protein meningkat.
Dalam tumor otak primer maupun sekunder, kapiler/pembuluh darah otak
umumnya mempunyai celah/fenestrata. Permeabilitas yang tinggi ini lebih
nyata pada cellular meningioma den tumor-tumor metastatik dan lebih
kurang pada fibrous meningioma dan neuroma akustik.
 Infeksi otak.
Penyakit yang disebabkan oleh organisme menular seperti virus atau
bakteri dapat menyebabkan pembengkakan otak, contoh penyakit ini
antara lain meningitis adalah terjadinya infeksi di mana selaput otak
menjadi meradang. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, organisme
lain, dan beberapa obat. Ensefalitis adalah infeksi di mana otak itu sendiri
menjadi meradang. Hal ini paling sering disebabkan oleh sekelompok
virus dan menyebar biasanya melalui gigitan serangga
b. Kondisi non neurologis
 Ketoasidosis diabetikum
 Koma asidosis laktat
 Hipertensi maligna
 Hiponatremia
 Ketergantungan pada opioid
 High altitude cerebral edema (HACE).

4. Klasifikasi
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
Menurut Snell (2010), menyatakan terjadinya edema cerebri melalui 4
fase yaitu
1) Vasogenik
Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari blood brain
barrier (sawar darah otak) sehingga plasma darah ikut masuk dalam
jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah
ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra seluler. Akibatnya
terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler, yang tekanan
osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar
dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler
sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan. Kerusakan sawar
darah otak dapat disebabkan infeksi, atau trauma. Kondisi lain seperti
tumor atau stroke hemoragi juga dapat menyebabkan cairan
intravaskuler langsung keluar dan mengisi kompartemen-kompartemen
yang ada pada otak. Darah yang telah masuk melewati sawar darah otak
minim plasma dan harus keluar dari vaskuler memaksa cairan intra
seluler keluar dan menyebabkan edema pada otak.
Gambar 5 Edema vasogenik
2) Sitotoksik
Edema serebri sitotoksik terjadi jika suplai oksigen ke dalam jaringan
otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan
otak. Pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di
ubah menjadi 38 ATP dan H2O, sedangkan dalam keadaan anaerob
maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O. Karena
kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk
menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation
dan anion antara intra seluler dan ekstraseluler dimana pada proses
tersebut memerlukan ATP. Akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya
dipompa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya
natrium dan mengikat air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga
terjadi edema intra seluler.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia
(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat
kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri)
dan meningitis

Gambar 6 Edema vasogenik

3) Edema serebri osmotik


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma
darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).
4) Interstisial/hidrostatik
Terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik di sistem ventrikel
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi cairan serebrospinal, cairan
tersebut terletak di interstitial daerah periventrikular. Penyebabnya
adalah obstruksi hidrosefalus.
Gambar 7 Edema Vasogenik

Tabel 1 Perbedaan tipe edema serebri


5. Tanda gejala
Tanda gejala edema serebri adalah sebagai berikut
 Nyeri kepala hebat
 Muntah proyektil
 Penglihatan kabur
 Bradikardi
 Hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor
medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran
darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi
serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh
edema.
 Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat
dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial
(TIK) yang menyebabkan herniasi. Saat terjadi kompresi batang otak,
timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes,
kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler,
apnea, dan kematian.
 Gambaran papil edema pada funduskopi
 Tanda dan gejala lain dipengaruhi oleh lokasi kompresi atau iskemi pada
area di otak, seperti kesulitan berbicara akibat iskemi pada korteks cerebri
di bagian frontal inferior posterior atau kerusakan nervus hipoglosus yang
menyebabkan lidah mengalami deviasi dan mengganggu wicara

6. Patofisiologi
Terjadinya edema serebri dapat dibagi menjadi empat yaitu (Snell, 2010):
1. Edema Vasogenik
Edema vasogenik bentuk edema cerebri yang paling banyak ditemukan di
klinik. Edema vasogenik adalah edema yang timbul karena meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah otak, terbukanya sawar darah otak atau karena
kerusakan pembuluh darah otak umumnya oleh lesi fokal, dengan akibat
utama (primer) masuknya air, elektrolit dan protein (plasma darah) ke ruang
ekstraseluler otak dan sekunder akibat lesi sebagai reaksi: timbul
pembengkakan sel dan perubahan metabolik. Edema vasogenik umumnya
ditemukan pada kelainan/penyakit-penyakit yang bersifat lesi fokal, tumor-
tumor otak primer dan sekunder, trauma cerebri, abses cerebri, meningitis,
ensefalitis, iskemia cerebri, venous/sinus trombosis, maupun haemorhagic
cerebri, ensefalopati hipertensif, dan encephalophaty toxic.
Dari segi hemodinamik, vasogenik edema terjadi bila kecepatan cairan
keluar dari kapiler melebihi kecepatan cairan jaringan meninggalkan jaringan
intersisial perivaskuler. Pertukaran cairan melalui dinding kapiler ditentukan
oleh faktor-faktor:
1. Tekanan darah
2. Tekanan (tahanan) jaringan
3. Tekanan osmotik koloid plasma dan cairan interstitial
4. Luasnya daerah kapiler/BBB (Blood Brain Barrier) yang rusak
5. Lamanya BBB terbuka
6. Autoregulasi vasomotorik otak
Cairan edema pada vasogenik edema terdiri atas unsur-unsur plasma (air,
elektrolit dan protein plasma) yang ternyata lebih meluas pada substansia alba.
Akibat protein dan elektrolit terutama natrium yang tertumpuk dalam cairan
edema, maka tekanan osmotik koloid cairan interstitial meninggi, sehingga
tidak terjadi resorbsi cairan ke dalam kapiler. Pertambahan air ke dalam
jaringan edematous, diikat oleh protein yang keluar. Tidak adanya pembuluh
limfe, maka tak ada pengeluaran cairan ini oleh limfe. Sebab lain dari retensi
cairan edema adalah karena miskinnya substansia alba akan pembuluh darah.
Edema yang telah terbentuk kemudian dapat menyebar ke sekitarnya,
bahkan dapat mencapai daerah yang jauh dari lesi asalnya. Penyebaran cairan
edema ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Besarnya ruangan ekstraseluler. Walaupun normal ruangan ekstraseluler di
substansia alba hanya 100-200 A, namun bentuknya yang ireguler, dan
mampu melebar sampai lebih dari 300 A, antara lain karena serat-serat
saraf yang jalannya sejajar sehingga mudah terentang, maka kapasitas
yang besar ini akan menampung banyak cairan. BBB yang utuh, diluar lesi
membantu mudahnya cairan mengalir maju. Pada substansia grisea lebih
sempit.
• Mekanisme penyebaran cairan, difusi dan terutama ialah ’bulk flow’ yang
merupakan mekanisme utama penyebaran cairan edema di substansia alba.
• Tekanan hidrostatik darah, membantu penyebaran cairan edema.
Sebaliknya penyebaran cairan edema dihambat oleh beberapa hal berikut
 Tahanan jaringan.
Tekanan balik dari cairan jaringan yang tinggi akibat bertambahnya cairan
ekstraseluler ini merupakan ’pertolongan pertama’ pada jaringan terhadap
edema yang timbul akibat cedera kecil pada BBB.
 Edema intraseluler yang mungkin terjadi lebih dahulu atau kemudian
(sekunder).
Pada vasogenik edema, cairan edema biasanya menyebar dari daerah lesi yang
terdekat melalui substansia alba ke substansia alba dalam yang diliputi
substansia grisea, lalu ke ventrikel. Pada keadaan-keadaan seperti tumor,
dimana permeabilitas senantiasa tetap tinggi, suatu tenaga pendorong cairan
tetap ada (walaupun kecil), walaupun ruangan ekstraseluler meregang dan
tahanan jaringan telah merendah. Sebaliknya pada lesi yang akut dengan
gangguan BBB hanya sementara waktu, tekanan pendorong itu akan hilang
dengan pulihnya BBB. Cairan ekstraseluler di substansia alba mengalir
diantara sel-sel glia dan neuron-neuron, dan menyusuri bagian-bagian yang
paling lemah disepanjang serabut-serabut bermyelin. Bayi (infant) lebih
mampu menahan kaadaan edema cerebri yang lebih luas dari pada orang
dewasa, mungkin disebabkan antara lain karena belum matangnya myelin otak
pada bayi. Pada substansia grisea dengan elemen-elemen seluler yang lebih
tebal dan kapiler yang relatif lebih banyak rupanya lebih tahan terhadap
pelebaran ruang ekstraseluler dari pada serabut-serabut saraf substansia alba.
Gambar 8 Edema vasogenik

2. Edema Sitotoksik (CE)


Edema sitotoksik adalah edema cerebri yang timbul karena
pembengkakan sel-sel otak akibat gangguan metabolisme sel dimana terdapat
kekurangan energi dan kerusakan pompa Na-K. Sel-sel otak yang menderita
adalah neuron dan sel-sel glia maupun sel endotel. Sel-sel ini menjadi
bengkak kemudian pecah dan isinya dilepas ke dalam ruang ekstraseluler.
Penyebab edema sitotoksik yang paling sering dalam klinik adalah
hipoksia dan keracunan. Hipoksia baik lokal (iskemik hipoksia) misalnya
oleh karena oklusi pembuluh darah intrakranial, maupun difus akibat suatu
gangguan sistemik misalnya akibat cardiac arest, asfiksia, hiperkapnea
hipoksia, oklusi arteri cerebri (pada kebanyakan kasus terdapat bersama-sama
dengan vasogenik edema).
Adanya pemindahan air akan membuat terjadinya pemindahan Cl ke
ruang intraseluler dan pemindahan Na+ ke ruang intraseluler dan sebaliknya
K+ keluar sel (ke ruang ekstraseluler). Pada anoksia Na+ lebih menumpuk,
yang asalnya dari darah. Penimbunan air intraseluler dan perpindahan ion-ion
ini disebabkan oleh rusaknya pompa Na-K pada keadaan anoksia. Pompa
Na-K bekerja dengan bantuan energi yang diperoleh dari ATP, memompa Na
keluar dan K ke dalam sel.
Rusaknya pompa Na-K karena anoksia, maka Na diikuti dengan Cl dan
air mengalir ke dalam sel, dan K keluar sel. Ini merupakan suatu tanda yang
khas untuk edema sitotoksik, dan dapat terjadi hanya dengan beberapa detik
hipoksia, sel-sel otak bisa membengkak. Rupanya iskemik dibutuhkan untuk
terbetuknya edema, karena hipoksik hipoksia saja hanya menyebabkan
kerusakan kecil. Iskemik hipoksia diikuti oleh edema serebral yang luas dan
timbulnya hipertensi intrakranial yang hebat.
Perubahan volume otak seluruhnya, baik di substansia grisea maupun
substansia alba dapat berat maupun ringan. Cairan edema di substansia alba
tertimbun di selubung myelin, sehingga cairan tidak berhubungan dengan
ruang ekstraseluler dan tidak ada peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Bila sel endotel yang terganggu, maka timbullah peningkatan resistensi
terhadap perfusi arteri. Pada edema sitotoksik akibat hiposmolalitas akut,
timbulnya edema karena sel otak menyesuaikan diri dengan hiposmolalitas
plasma dengan menurunnya daya osmolalitas intraseluler terutama karena
keluarnya ion K+.

Gambar 9. Edema sitotoksik

3. Edema Osmotik
Edema osmotik timbul karena perpindahan air ke dalam jaringan otak
akibat hiposmolalitas plasma terhadap cairan jaringan otak. Apabila
osmolalitas plasma menurun lebih dari 12%, terjadilah edema disertai
peningkatan tekanan intrakanial. Pada edema osmotik tidak terjadi
perubahan pada sawar darah otak, membran tetap utuh, dan yang
meninggalkan pembuluh darah hanyalah air karena mengikuti hukum
osmotik. Perbedaan dengan VE dimana cairan yang masuk ekstraseluler
adalah cairan isotonis (plasma).
Edema osmotik dapat timbul pada keadaan dimana kadar osmolalitas
cairan jaringan otak lebih besar daripada plasma darah, misalnya pada:
koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik, water intoxication, infus
dengan cairan hipotonis, hipersekresi ADH. Edema osmotik dapat terjadi
pada beberapa tindakan (terapi) dalam klinik, seperti: hemodialisa yang
terlalu cepat. Ini disebabkan karena kadar ureum dalam central nervous
system, karena adanya sawar darah otak, tak dapat mengikuti penurunan
secara cepat kadar ureum darah. Akibatnya terdapat selisih kadar ureum
(ureum gradient) yang bertambah antara jaringan otak dan darah,
menyebabkan perpindahan air secara osmotis dari darah ke otak.
Menurunkan kadar glukosa dengan cepat pada hiperglikemik,
menyebabkan penimbunan sorbitol dan fruktose yang sukar melintasi sawar
darah otak. Akibatnya juga timbul gradient kadar gula dan osmolalitas
antara jaringan otak dan plasma darah dengan akibat masuknya air secara
osmotis ke dalam jaringan otak. Pada pengobatan koma diabetik asidosis
sering timbul OC setelah kadar gula normal. Sebabnya belum jelas,
mungkin akibat asfiksia cerebral yang lama, terjadi pemindahan ion K+ dan
Na+ antara ruang intraseluler dan ekstraseluler dan perubahan pH.

Gambar 10 Edema osmotik


4. Edema Interstitial/Edema Hidrostatik (IE)
Edema interstitial merupakan tipe edema cerebri dimana terjadi
penimbunan cairan di ruang ekstraseluler karena produksi cairan yang
berlebihan akibat tekanan filtrasi yang tinggi. Edema tipe ini dapat dijumpai
pada :
 Hidrosefalus baik tipe obstruktif, maupun communicating hydrocefalus.
 Muncul bersama dengan edema vasogenik dan edema sitotoksik pada
meningitis purulenta
 Benigna intracranial hypertension.
Pada hidrosefalus, akibat obstruksi aliran CSF sistem ventrikel atau
produksi berlebihan dan gangguan absorbsi liquor pada villi arachnoidales,
maka tekanan CSF yang tinggi dan disertai perubahan permeabilitas
ependim, memudahkan masuknya cairan ke dalam ruangan ekstraseluler
substansia alba periventrikuler maupun substansia grisea. Penimbunan
cairan ekstraseluler serupa dapat terjadi akibat tekanan filtrasi yang tinggi
dan apabila terdapat vasodilatasi, maka cairan dengan mudah masuk ke
ruang ekstraseluler. Cairan transudat rendah protein dan pada hidrosefalus
cairan tersebut adalah liquor. Pada interstitial edema sel-sel utuh dan
kapiler/BBB tidak rusak.
Kondisi-kondisi di atas berujung pada akumulasi cairan dalam intracranial
yang mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang memiliki nilai
>15 mmHg. Peningkatan ini membuat vasokonstriksi yang berujung pada
penurunan aliran darah dan berakhir iskemia. Iskemia yang komplet selama 3-5
menit dapat menyebabkan kerusakan irreversible. Pada keadaan iskemia serebral,
pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk
mempertahankan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya
denyutan pembuluh darah dan pernapasan yang tidak teratur. Mekanisme ini tetap
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen otak. Darah yang masih ada di
pembuluh darah serebral memiliki PaCO2 yang tinggi dan memaksa dilatasi
pembuluh darah yang semakin memperparah peningkatan TIK. Akibatnya
mekanisme kompensasi berupa lonjakan tekanan intravaskuler yang berujung
pada hipertensi. Darah yang kembali melalui vena menurun dan begitu pula yang
memasuki jantung. Kondisi ini memaksa jantung memperlambat denyut namun
volume sekuncup melonjak dan timbul bradikardi. Manifestasi klinis awal yang
terjadi apabila TIK telah meningkat adalah nyeri kepala hebat, muntah proyektil
dan papilledema (trias TIK). Secara berangsur-angsur terjadi penurunan
responsivitas/kesadaran yang dapat dinilai melalui pengukuran glasgow-coma
scale (GCS) (Smeltzer dan Bare, 2002).

5. Komplikasi
Dapat terjadi herniasi yang terutama ditimbulkan oleh edema vasogenik,
meski pada tipe lain, misalnya pada edema sitotoksik, herniasi juga dapat terjadi.

Gambar 7 bentuk-bentuk herniasi pada otak

 Edema otak supratentorial pada satu sisi akan menekan bagian lobus
temporalis, uncus sehingga mengalami herniasi ke tentorial notch (herniasi
uncal). Tanda-tanda herniasi yang mengancam berupa dilatasi pupil,
hemianopsia, hemiparese kontralateral dan parese nervus kranialis
ipsilateral, coma akibat perdarahan di mesencefalon dan pons bagian atas,
deserebrasi akibat perdarahan batang otak (Lindsay & Robin, 1997).
 Lesi yang terletak medial atau bilateral menekan batang otak ke bawah
dengan tekukan atau oleh perdarahan menimbulkan heniasi transtentorial
sentral. Perubahan yang timbul akibat tertariknya pembuluh darah dan
penekanan batang otak ke bawah. Gejala pertama akibat penekanan formatio
retikularis bagian atas (diensefalon) berupa kesadaran menurun, pernafasan
chyene stoke, pupil miosis, mata bergerak tidak menentu, doll’s eyes
phenomenon hilang dan sikap dekortikasi. Bila mesensefalon tertekan
timbul hiperventilasi, pupil midriasis dan koma. Bila penekanan berlanjut
maka pons akhirnya tertekan pula sehingga hiperventilasi berkurang, pupil
ditengah, reflex pupil tidak ada, refleks oculovestibuler menghilang,
motorik flaksid, reflex patologis bilateral dan akhirnya menuju keadaan
terminal (Lindsay & Robin, 1997).
 Lesi di fossa posterior menyebabkan tonsila cerebelli melakukan herniasi
melalui foramen magnum (herniasi tonsilar). Gejalanya berupa kaku kuduk
dan kepala miring pada satu sisi. Pada penekanan medula menimbulkan
gangguan pernafasan dan sirkulasi sehingga timbul anoksia, dan penderita
koma. Penderita segera meninggal akibat respiratory dan circulatory arrest.
(Lindsay & Robin, 1997).
 Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunan-bangunan
pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus
temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah :
a. Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada
hiatus.
b. N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil
mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif.
 Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi
somnolen, sopor atau koma. Tekanan pada arteri serebri posterior
menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
 CT Scan
Edema cerebri pada hasil CT Scan ditunjukkan dengan pelemahan atau
sedikit lebih gelap di sekitar parenkim otak yang normal
 Magnetic Resonance Imaging
Hasil MRI pada area edema akan menunjukkan sinyal tinggi pada T2-
weighted imaging dan sinyal rendah pada T1-weighted imaging (Ho,
2012).

7. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi edema serebri adalah
sebagai berikut:
1. Posisi
Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan pemberian posisi
semifowler dengan elevasi 15o-30o. Hindari posisi tredelenburg dan pronasi,
posisi kepala netral, tidak mengalami rotasi.
2. Analgetik, sedasi dan zat paralitik
Nyeri dan agitasi dapat meningkatkan kebutuhan metabolisme otak yang
dapat memperparah peningkatan TIK. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi
yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak.
3. Ventilasi dan oksigenasi
Upaya kompensasi agar tidak terjadi hipoksia dan hiperkapnia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di otak. Keadaan hipoksia dan
hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten
yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan permeabilitas kapiler yang
abnormal.
4. Penatalaksanaan Cairan
Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik
sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan
ketat pemberian cairan hipotonik (balance cairan -200 ml). Selain itu pada
kondisi edema cerebri vasogenik dapat diberikan cairan hipertonis seperti
manitol atau NaCl 3% untuk menarik cairan ke dalam intravaskuler dan
dibawa menuju ginjal dan dibuang melalui urin. Untuk memperlancar hal
tersebut, furosemide juga dapat ditambahkan.
5. Penatalaksanaan Tekanan Darah
Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada
pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara
menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat
tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus
tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pasca trauma otak.
6. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi
Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat
memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah
terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam
praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap
diukur.
7. Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak. Namun steroid tidak berguna untuk
mengatasi edema sitotoksik. Steroid yang biasa digunakan adalah
deksametason 10 mg per IV atau per oral, karena aktivitas
mineralokortikoidnya yang sangat rendah.
PATHWAY

Tumor, hemoragi, Suplai O2 ke otak Obstruksi aliran CSS


cedera kepala

Reaksi anaerob
Kerusakan sawar
darah otak
Energi yang Gangguan sirkulasi
dihasilkan CSS
Plasma ikut masuk
ke dalam aliran otak Pompa Na tidak
berfungsi

Reaksi osmotic
vaskuler Na kembali masuk
ke dalam sel Hidrosefalus

Cairan intraseluler
tertarik keluar Air tertarik masuk

Edema vasogenik Edema sitotoksik Edema interstisial

Edema cerebri
Edema cerebri

Himpitan pada Hipertensi Kompresi medulla


vaskuler otak Peningkatan TIK oblongata

Penurunan aliran
Iskemia O2 ke otak Nyeri kepala, muntah POLA NAPAS
jaringan otak proyektil, papiledema TIDAK EFEKTIF

PaCO2
GANGGUAN
Korteks motorik PERFUSI JARINGAN Penurunan kesadaran
tidak berfungsi Vasolidalatasi Bradikardi CEREBRAL

Penurunan reflek batuk


NYERI AKUT
Respon motorik
terganggu Lidah, Laring kaku Penumpukan sekret
Mual, muntah

Esktremitas kaku Kemampuan bicara RISIKO BERSIHAN


anoreksia JALAN NAPAS
TIDAK EFEKTIF
GANGGUAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIK KOMUNIKASI VERBAL RISIKO NUTRISI
KURANG DARI
KEBUTUHAN
3. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Fokus
 Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan tumor otak dapat dilakukan sebagai berikut
1) Data demografi
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung
jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa
medis. Edema cerebri berisiko terjadi pada orang dengan pekerjaan yang
berisiko terkena trauma kepala seperti pekerja bangunan, pertambangan,
dan pekerjaan yang berhubungan dengan lalu lintas
2) Keluhan utama
Klien biasanya sudah tidak sadarkan diri. Jika GCS masih dalam rentang
13-15 biasanya timbul nyeri kepala hebat, muntah proyektil dan
pandangan mulai kabur. Umumnya dapat muncul trias TIK yaitu nyeri
kepala, muntah proyektil, dan papil edema
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan
penurunan tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
perubahan didalam intracranial. Edema cerebri bisa terjadi akibat cedera
kepala.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Memiliki riwayat cedera kepala, tekanan darah tinggi, pernah infeksi
hingga demam dan kejang
5) Riwayat kesehatan keluarga
Edema cerebri bukan penyakit keturunan
 Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan pasien biasanya berisiko pada bagian cranium
seperti tidak menggunakan helm, berada pada daerah konflik, atau pernah
mengalami gangguan yang mengakibatkan sawar darah otak terganggu
seperti pada kasus meningitis
2. Pola nutrisi/ metabolik
Pada saat edema cerebri, pasien mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat muntah ataupun penurunan kesadaran.
3. Pola eliminasi
Edema cerebri dapat mengakibatkan perubahan pola miksi, baik akibat
penurunan asupan ataupun akumulasi cairan di intrakranial. Prosedur
pengobatan seperti pemberian cairan hipertonis dan pemberian diuretik
juga menambah frekuensi miksi. Defekasi juga akan berubah seiring
penurunan asupan.
4. Pola aktivitas & latihan
Terjadi penurunan aktivitas dan kemampuan mobilisasi pasien dengan
edema cerebri. Jika TIK sudah mengalami peningkatan serius, akan
muncul postur dekortikasi, deserebrasi bahkan flaksid yang sama sekali
membuat pasien tidak dapat beraktivitas normal.
5. Pola tidur & istirahat
Tidur dan istirahat akan memanjang akibat penurunan kesadaran
6. Pola kognitif & perceptual
Kognitif dan perseptual pada edema cerebri umumnya kacau akibat
penurunan asupan O2 ke otak. Bisa muncul kehilangan ingatan jangka
pendek dan disorientasi, baik orang, tempat dan waktu.
7. Pola persepsi diri
Pasien sudah tidak dapat mempersepsikan dirinya sendiri
8. Pola seksualitas & reproduksi
Pola seksualitas terganggu akibat gangguan kognisi ataupun kondisi
penurunan kesadaran yang memaksa pasien tidak mampu melakukan
hubungan seksual dengan pasangan.
9. Pola peran & hubungan
Peran dan hubungan dengan orang lain akan terganggu. Gangguan
komunikasi verbal menghalangi hubungan interpersonal yang adekuat
antara pasien dengan orang lain.
10. Pola manajemen koping-stress
Manajemen koping-stress biasanya sudah tidak tertoleransi lagi akibat
nyeri yang hebat di awitan serangan peningkatan TIK.
11. Sistem nilai & keyakinan
Nilai dan keyakinan biasanya berubah seiring perubahan kognitif dan
memory.
 Pengkajian pola Gordon (Doenges, 2002) :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan inpulsif.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal
pada ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
fotofobia. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda: Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan, seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris.
Genggaman lemah, tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada
atau lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia. Postur
(dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap
sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif
(kemungkinan karena respirasi).
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”, Tanda
battle disekitar telinga (merupakan Tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria, anomia.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pasien dengan edema cerebri biasanya lemah, letargi atau tidak sadar yang
ditandai penurunan GCS.
Tanda vital:
Tensi : hipertensi akibat upaya kompensasi jantung
Nadi : bradikardi akibat himpitan vaskuler di otak
Suhu : umumnya normal, kecuali hipotalamus terserang
RR : bradipnea
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Cedera kepala, bekas benturan atau tusukan benda tajam (pisau, peluru),
klien mengeluh nyeri kepala
2. Mata
Pandangan kabur akibat papilledema, pupil tidak bereaksi
3. Telinga
Pada kasus edema cerebri vasogenik akibat trauma dapat ditemukan otorea
4. Hidung
Pada kasus edema cerebri vasogenik akibat trauma dapat ditemukan
rinorea.
5. Mulut
Saat pasien mengalami flaksid, rahang mengalami kekakuan. Apabila
nervus XII (hipoglosus) terganggu, lidah pasien akan mengalami deviasi.
6. Leher
Penurunan denyut arteri karotis
7. Dada
Dada simetris, S1 dan S2 jantung tunggal, dapat ditemukan ronchi apabila
pasien telah lama terjadi penurunan kesadaran
8. Abdomen
Abdomen flat, tidak ada asites kecuali jika komplikasi berupa SIADH
muncul.
9. Urogenital
Peningkatan frekuensi miksi akibat terapi cairan
10. Ekstremitas
Terjadi kelemahan ekstremitas
11. Kulit dan kuku
Turgor baik, CRT <2 detik

 Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium


a. CT Scan: Edema cerebri pada hasil CT Scan ditunjukkan dengan pelemahan
atau sedikit lebih gelap di sekitar parenkim otak yang normal
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI): hasil MRI pada area edema akan
menunjukkan sinyal tinggi pada T2-weighted imaging dan sinyal rendah
pada T1-weighted imaging
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan tumor otak
adalah sebagai berikut:
 Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan himpitan
vaskuler di otak
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompresi medulla oblongata
 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kekakuan lidah dan
faring
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan saraf motoric
 Risiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kemampuan reflek batuk
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Gangguan perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
berhubungan dengan himpitan vaskuler Circulation status a. Monitor TTV
di otak Neurologic status b. Monitor AGD, ukuran pupil,
Tissue Prefusion :cerebral ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
DO
c. Monitor adanya diplopia, pandangan
- Gangguan status mental Setelah dilakukan asuhan keperawatan
- Perubahan perilaku selama 1x24 jam ketidakefektifan perfusi kabur, nyeri kepala
- Perubahan respon motorik jaringan cerebral teratasidengan kriteria d. Monitor level kebingungan dan
- Perubahan reaksi pupil hasil: orientasi
- Kesulitan menelan a. Tekanan systole dan diastole dalam e. Monitor tonus otot pergerakan
- Kelemahan atau paralisis ekstrermitas rentang yang diharapkan f. Monitor tekanan intrkranial dan
- Abnormalitas bicara b. Tidak ada hipertensi orthostatik respon nerologis
c. Komunikasi jelas g. Catat perubahan pasien dalam
d. Menunjukkan konsentrasi dan merespon stimulus
orientasi h. Monitor status cairan
e. Pupil seimbang dan reaktif i. Pertahankan parameter
f. Bebas dari aktivitas kejang hemodinamik
g. Tidak mengalami nyeri kepala j. Tinggikan kepala 15-30o tergantung
pada kondisi pasien dan order medis
2 Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan kompresi medulla Respiratory status : Ventilation a. Posisikan pasien untuk
oblongata Respiratory status : Airway patency memaksimalkan
Vital sign Status b. ventilasi
DS
c. Pasang mayo bila perlu
- Dyspnea , dibuktikan dengan kriteria hasil: d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Nafas pendek a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan e. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suara suction
DO: b. nafas yang bersih, tidak ada sianosis f. Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspiras
dan suara tambahan
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan c. dyspneu (mampu mengeluarkan g. Berikan bronkodilator :
tambahan sputum mampu bernafas dg mudah, h. Berikan pelembab udara Kassa
- Orthopnea tidakada pursed basah
- Pernafasan pursed-lip d. lips) i. NaCl Lembab
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat e. Menunjukkan jalan nafas yang paten j. Atur intake untuk cairan
lama (klien tidak merasa tercekik, irama mengoptimalkan keseimbangan.
- Penurunan kapasitas vital
nafas, frekuensi k. Monitor respirasi dan status O2
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
f. pernafasan dalam rentang normal, l. Bersihkan mulut, hidung dan secret
tidak ada suara nafas abnormal) m. Pertahankan jalan nafas yang paten
g. Tanda Tanda vital dalam rentang n. Observasi adanya tanda tanda
normal (tekanan darah, nadi, hipoventilasi
pernafasan) o. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
p. Monitor vital sign
q. Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
r. Ajarkan bagaimana batuk efektif
s. Monitor pola nafas
3 Gangguan komunikasi verbal NOC: NIC:
berhubungan dengan kekakuan lidah Communication Communication Enhancement: Speech
dan faring Communication: Expresive Deficit
Communication: Receptive
a. Kaji kemampuan berbicara pasien
DO Delirium level
(kecepatan, intonasi, ketepatan,
 Tidak ada kontak mata Neurological status
volume)
 Tidak mampu bicara Neurological status: cranial
sensory/motor function b. Kaji kognitif, anatomi dan fisiologi
 Kesulitan mengekspresikan secara
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien yang berhubungan dengan
verbal (contoh: afasia, disfasia, selama 3x24 jam, gangguan komunikasi
wicara
apraksia, disleksia) verbal dapat diatasi dengan kriteria hasil: c. Anjurkan pasien untuk berpartisipasi
 Kesulitan merangkai kalimat
dalam berkomunikasi
 Kesulitan mengucapkan kata (contoh: a. Menggunakan tanda/kode
d. Sediakan metode komunikasi lain
afonia, dislalia, dysarthria) b. Menggunakan isyarat non-verbal
selain lisan, seperti isyarat, kode,
 Kesulitan menunjukkan pola c. Merasa pesan telah diterima atau gambar
komunikasi yang umum dan d. Interpretasi pesan yang diterima e. Pertahankan komunikasi sebagai
komprehensif secara akurat
rutinitas harian
 Kesulitan mempertahankan pola e. Memberi pesan langsung pada f. Konfirmasi ulang apa yang pasien
komunikasi yang umum penerima yang tepat
ucapkan/sampaikan
 Kesulitan mengikuti suatu topik f. Pertukaran informasi yang tepat
g. Ajarkan pasien untuk berbicara
dengan orang lain
 Kesulitan menunjukkan ekspresi pelan
g. Menginterpretasi bahasa lisan
tubuh h. Berikan reinforcement positif saat
h. Menginterpretasi tanda/kode
 Kesulitan menunjukkan ekspresi pasien mampu berkomunikasi
i. Menginterpretasi isyarat non-verbal
wajah i. Ajarkan kepada keluarga isyarat atau
j. Disorientasi waktu berkurang
 Disorientasi orang kode yang biasa digunakan pasien
k. Disorientasi tempat berkurang
 Disorientasi ruang l. Disorientasi orang berkurang j. Kolaborasi dengan terapis
 Disorientasi waktu m. Gangguan ingatan/memori tidak ada wicara/bahasa
 Tidak berbicara n. Peningkatan GCS k. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi
 Dyspnea o. Komunikasi sesuai situasi medik
 Tidak mampu bercakap dengan p. Pupil reaktif
perawat q. Pola pergerakan mata
 Tidak mampu menunjukkan ekspresi r. Status kognitif
tubuh
 Tidak mampu menunjukkan ekspresi
wajah
 Ucapan yang tidak tepat
 Gangguan penglihatan
parsial/sebagian
 Bibir mengatup
 Kesulitan berbicara
 Gagap
 Gangguan penglihatan total
 Kesulitan dalam mengungkapkan
sesuatu
 Keinginan menolak untuk
mengucapkan/berbicara
DAFTAR PUSTAKA

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.
Doenges M.E.,2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 4 , Jakarta:
EGC.
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : UGM Press
Ho, Mai-Lan., dkk. 2012. Cerebral Edema. American Journal of Radiology, 199:
W258-W273.
Lindsay KW, Ian B, Robin C. Raised Intracranial Pressure in: Neurology And
Neurosurgery Illustrated 3rd edition. 1997. London: Curchill Livingstone.
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Price, S, Wilson L. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC
Puspitawati, Ira. 2009. Psikologi Faal. Jakarta: Universitas Gunadarma
Raslan A and Bharwarj A. 2007. Medical Management Of Cerebral Edema.
Neuro Surgical Focus
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai