Laporan Pendahuluan
oleh
Frandita Eldiansyah S. Kep
NIM 112311101014
1. Kasus
Edema Serebri
2. Proses Terjadinya Masalah
1. Anatomi Fisiologi Otak
2. Definisi
Edema otak adalah meningkatnya kadar cairan sebrospinal dalam otak baik
intra maupun ekstraseluler sebagai reaksi dari proses terjadinya penyakit
(Harsono, 2005). Cerebral edema adalah peningkatan volume otak yang
disebabkan oleh peningkatan cairan dalam jaringan otak (Raslan A, Bhardwaj
A, 2007). Satyanegara (2010) mendefinisikan edema serebri sebagai suatu
keadaan peningkatan volume otak akibat peningkatan muatan cairan di jaringan
otak yang dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
3. Etiologi
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis menurut
Dewanto (2009):
a. Kondisi neurologis
Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral
Trauma kepala
Penyebab paling umum dari TBI termasuk jatuh, kecelakaan kendaraan,
dipukul dengan obyek atau menabrak obyek, dan serangan. Cedera awal
dapat menyebabkan jaringan otak membengkak. Selain itu, bisa
menyebabkan pembuluh darah pecah di bagian kepala. Respon tubuh
terhadap cedera juga dapat meningkatkan pembengkakan. Terlalu banyak
pembengkakan dapat mencegah cairan meninggalkan otak.
Ttumor otak
Permeabilitas pembuluh darah dalam tumor terhadap protein meningkat.
Dalam tumor otak primer maupun sekunder, kapiler/pembuluh darah otak
umumnya mempunyai celah/fenestrata. Permeabilitas yang tinggi ini lebih
nyata pada cellular meningioma den tumor-tumor metastatik dan lebih
kurang pada fibrous meningioma dan neuroma akustik.
Infeksi otak.
Penyakit yang disebabkan oleh organisme menular seperti virus atau
bakteri dapat menyebabkan pembengkakan otak, contoh penyakit ini
antara lain meningitis adalah terjadinya infeksi di mana selaput otak
menjadi meradang. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, organisme
lain, dan beberapa obat. Ensefalitis adalah infeksi di mana otak itu sendiri
menjadi meradang. Hal ini paling sering disebabkan oleh sekelompok
virus dan menyebar biasanya melalui gigitan serangga
b. Kondisi non neurologis
Ketoasidosis diabetikum
Koma asidosis laktat
Hipertensi maligna
Hiponatremia
Ketergantungan pada opioid
High altitude cerebral edema (HACE).
4. Klasifikasi
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
Menurut Snell (2010), menyatakan terjadinya edema cerebri melalui 4
fase yaitu
1) Vasogenik
Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari blood brain
barrier (sawar darah otak) sehingga plasma darah ikut masuk dalam
jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah
ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra seluler. Akibatnya
terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler, yang tekanan
osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar
dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler
sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan. Kerusakan sawar
darah otak dapat disebabkan infeksi, atau trauma. Kondisi lain seperti
tumor atau stroke hemoragi juga dapat menyebabkan cairan
intravaskuler langsung keluar dan mengisi kompartemen-kompartemen
yang ada pada otak. Darah yang telah masuk melewati sawar darah otak
minim plasma dan harus keluar dari vaskuler memaksa cairan intra
seluler keluar dan menyebabkan edema pada otak.
Gambar 5 Edema vasogenik
2) Sitotoksik
Edema serebri sitotoksik terjadi jika suplai oksigen ke dalam jaringan
otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan
otak. Pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di
ubah menjadi 38 ATP dan H2O, sedangkan dalam keadaan anaerob
maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O. Karena
kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk
menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation
dan anion antara intra seluler dan ekstraseluler dimana pada proses
tersebut memerlukan ATP. Akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya
dipompa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya
natrium dan mengikat air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga
terjadi edema intra seluler.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia
(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat
kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri)
dan meningitis
6. Patofisiologi
Terjadinya edema serebri dapat dibagi menjadi empat yaitu (Snell, 2010):
1. Edema Vasogenik
Edema vasogenik bentuk edema cerebri yang paling banyak ditemukan di
klinik. Edema vasogenik adalah edema yang timbul karena meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah otak, terbukanya sawar darah otak atau karena
kerusakan pembuluh darah otak umumnya oleh lesi fokal, dengan akibat
utama (primer) masuknya air, elektrolit dan protein (plasma darah) ke ruang
ekstraseluler otak dan sekunder akibat lesi sebagai reaksi: timbul
pembengkakan sel dan perubahan metabolik. Edema vasogenik umumnya
ditemukan pada kelainan/penyakit-penyakit yang bersifat lesi fokal, tumor-
tumor otak primer dan sekunder, trauma cerebri, abses cerebri, meningitis,
ensefalitis, iskemia cerebri, venous/sinus trombosis, maupun haemorhagic
cerebri, ensefalopati hipertensif, dan encephalophaty toxic.
Dari segi hemodinamik, vasogenik edema terjadi bila kecepatan cairan
keluar dari kapiler melebihi kecepatan cairan jaringan meninggalkan jaringan
intersisial perivaskuler. Pertukaran cairan melalui dinding kapiler ditentukan
oleh faktor-faktor:
1. Tekanan darah
2. Tekanan (tahanan) jaringan
3. Tekanan osmotik koloid plasma dan cairan interstitial
4. Luasnya daerah kapiler/BBB (Blood Brain Barrier) yang rusak
5. Lamanya BBB terbuka
6. Autoregulasi vasomotorik otak
Cairan edema pada vasogenik edema terdiri atas unsur-unsur plasma (air,
elektrolit dan protein plasma) yang ternyata lebih meluas pada substansia alba.
Akibat protein dan elektrolit terutama natrium yang tertumpuk dalam cairan
edema, maka tekanan osmotik koloid cairan interstitial meninggi, sehingga
tidak terjadi resorbsi cairan ke dalam kapiler. Pertambahan air ke dalam
jaringan edematous, diikat oleh protein yang keluar. Tidak adanya pembuluh
limfe, maka tak ada pengeluaran cairan ini oleh limfe. Sebab lain dari retensi
cairan edema adalah karena miskinnya substansia alba akan pembuluh darah.
Edema yang telah terbentuk kemudian dapat menyebar ke sekitarnya,
bahkan dapat mencapai daerah yang jauh dari lesi asalnya. Penyebaran cairan
edema ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Besarnya ruangan ekstraseluler. Walaupun normal ruangan ekstraseluler di
substansia alba hanya 100-200 A, namun bentuknya yang ireguler, dan
mampu melebar sampai lebih dari 300 A, antara lain karena serat-serat
saraf yang jalannya sejajar sehingga mudah terentang, maka kapasitas
yang besar ini akan menampung banyak cairan. BBB yang utuh, diluar lesi
membantu mudahnya cairan mengalir maju. Pada substansia grisea lebih
sempit.
• Mekanisme penyebaran cairan, difusi dan terutama ialah ’bulk flow’ yang
merupakan mekanisme utama penyebaran cairan edema di substansia alba.
• Tekanan hidrostatik darah, membantu penyebaran cairan edema.
Sebaliknya penyebaran cairan edema dihambat oleh beberapa hal berikut
Tahanan jaringan.
Tekanan balik dari cairan jaringan yang tinggi akibat bertambahnya cairan
ekstraseluler ini merupakan ’pertolongan pertama’ pada jaringan terhadap
edema yang timbul akibat cedera kecil pada BBB.
Edema intraseluler yang mungkin terjadi lebih dahulu atau kemudian
(sekunder).
Pada vasogenik edema, cairan edema biasanya menyebar dari daerah lesi yang
terdekat melalui substansia alba ke substansia alba dalam yang diliputi
substansia grisea, lalu ke ventrikel. Pada keadaan-keadaan seperti tumor,
dimana permeabilitas senantiasa tetap tinggi, suatu tenaga pendorong cairan
tetap ada (walaupun kecil), walaupun ruangan ekstraseluler meregang dan
tahanan jaringan telah merendah. Sebaliknya pada lesi yang akut dengan
gangguan BBB hanya sementara waktu, tekanan pendorong itu akan hilang
dengan pulihnya BBB. Cairan ekstraseluler di substansia alba mengalir
diantara sel-sel glia dan neuron-neuron, dan menyusuri bagian-bagian yang
paling lemah disepanjang serabut-serabut bermyelin. Bayi (infant) lebih
mampu menahan kaadaan edema cerebri yang lebih luas dari pada orang
dewasa, mungkin disebabkan antara lain karena belum matangnya myelin otak
pada bayi. Pada substansia grisea dengan elemen-elemen seluler yang lebih
tebal dan kapiler yang relatif lebih banyak rupanya lebih tahan terhadap
pelebaran ruang ekstraseluler dari pada serabut-serabut saraf substansia alba.
Gambar 8 Edema vasogenik
3. Edema Osmotik
Edema osmotik timbul karena perpindahan air ke dalam jaringan otak
akibat hiposmolalitas plasma terhadap cairan jaringan otak. Apabila
osmolalitas plasma menurun lebih dari 12%, terjadilah edema disertai
peningkatan tekanan intrakanial. Pada edema osmotik tidak terjadi
perubahan pada sawar darah otak, membran tetap utuh, dan yang
meninggalkan pembuluh darah hanyalah air karena mengikuti hukum
osmotik. Perbedaan dengan VE dimana cairan yang masuk ekstraseluler
adalah cairan isotonis (plasma).
Edema osmotik dapat timbul pada keadaan dimana kadar osmolalitas
cairan jaringan otak lebih besar daripada plasma darah, misalnya pada:
koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik, water intoxication, infus
dengan cairan hipotonis, hipersekresi ADH. Edema osmotik dapat terjadi
pada beberapa tindakan (terapi) dalam klinik, seperti: hemodialisa yang
terlalu cepat. Ini disebabkan karena kadar ureum dalam central nervous
system, karena adanya sawar darah otak, tak dapat mengikuti penurunan
secara cepat kadar ureum darah. Akibatnya terdapat selisih kadar ureum
(ureum gradient) yang bertambah antara jaringan otak dan darah,
menyebabkan perpindahan air secara osmotis dari darah ke otak.
Menurunkan kadar glukosa dengan cepat pada hiperglikemik,
menyebabkan penimbunan sorbitol dan fruktose yang sukar melintasi sawar
darah otak. Akibatnya juga timbul gradient kadar gula dan osmolalitas
antara jaringan otak dan plasma darah dengan akibat masuknya air secara
osmotis ke dalam jaringan otak. Pada pengobatan koma diabetik asidosis
sering timbul OC setelah kadar gula normal. Sebabnya belum jelas,
mungkin akibat asfiksia cerebral yang lama, terjadi pemindahan ion K+ dan
Na+ antara ruang intraseluler dan ekstraseluler dan perubahan pH.
5. Komplikasi
Dapat terjadi herniasi yang terutama ditimbulkan oleh edema vasogenik,
meski pada tipe lain, misalnya pada edema sitotoksik, herniasi juga dapat terjadi.
Edema otak supratentorial pada satu sisi akan menekan bagian lobus
temporalis, uncus sehingga mengalami herniasi ke tentorial notch (herniasi
uncal). Tanda-tanda herniasi yang mengancam berupa dilatasi pupil,
hemianopsia, hemiparese kontralateral dan parese nervus kranialis
ipsilateral, coma akibat perdarahan di mesencefalon dan pons bagian atas,
deserebrasi akibat perdarahan batang otak (Lindsay & Robin, 1997).
Lesi yang terletak medial atau bilateral menekan batang otak ke bawah
dengan tekukan atau oleh perdarahan menimbulkan heniasi transtentorial
sentral. Perubahan yang timbul akibat tertariknya pembuluh darah dan
penekanan batang otak ke bawah. Gejala pertama akibat penekanan formatio
retikularis bagian atas (diensefalon) berupa kesadaran menurun, pernafasan
chyene stoke, pupil miosis, mata bergerak tidak menentu, doll’s eyes
phenomenon hilang dan sikap dekortikasi. Bila mesensefalon tertekan
timbul hiperventilasi, pupil midriasis dan koma. Bila penekanan berlanjut
maka pons akhirnya tertekan pula sehingga hiperventilasi berkurang, pupil
ditengah, reflex pupil tidak ada, refleks oculovestibuler menghilang,
motorik flaksid, reflex patologis bilateral dan akhirnya menuju keadaan
terminal (Lindsay & Robin, 1997).
Lesi di fossa posterior menyebabkan tonsila cerebelli melakukan herniasi
melalui foramen magnum (herniasi tonsilar). Gejalanya berupa kaku kuduk
dan kepala miring pada satu sisi. Pada penekanan medula menimbulkan
gangguan pernafasan dan sirkulasi sehingga timbul anoksia, dan penderita
koma. Penderita segera meninggal akibat respiratory dan circulatory arrest.
(Lindsay & Robin, 1997).
Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunan-bangunan
pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus
temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah :
a. Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada
hiatus.
b. N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil
mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif.
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi
somnolen, sopor atau koma. Tekanan pada arteri serebri posterior
menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
CT Scan
Edema cerebri pada hasil CT Scan ditunjukkan dengan pelemahan atau
sedikit lebih gelap di sekitar parenkim otak yang normal
Magnetic Resonance Imaging
Hasil MRI pada area edema akan menunjukkan sinyal tinggi pada T2-
weighted imaging dan sinyal rendah pada T1-weighted imaging (Ho,
2012).
7. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi edema serebri adalah
sebagai berikut:
1. Posisi
Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan pemberian posisi
semifowler dengan elevasi 15o-30o. Hindari posisi tredelenburg dan pronasi,
posisi kepala netral, tidak mengalami rotasi.
2. Analgetik, sedasi dan zat paralitik
Nyeri dan agitasi dapat meningkatkan kebutuhan metabolisme otak yang
dapat memperparah peningkatan TIK. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi
yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak.
3. Ventilasi dan oksigenasi
Upaya kompensasi agar tidak terjadi hipoksia dan hiperkapnia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di otak. Keadaan hipoksia dan
hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten
yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan permeabilitas kapiler yang
abnormal.
4. Penatalaksanaan Cairan
Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik
sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan
ketat pemberian cairan hipotonik (balance cairan -200 ml). Selain itu pada
kondisi edema cerebri vasogenik dapat diberikan cairan hipertonis seperti
manitol atau NaCl 3% untuk menarik cairan ke dalam intravaskuler dan
dibawa menuju ginjal dan dibuang melalui urin. Untuk memperlancar hal
tersebut, furosemide juga dapat ditambahkan.
5. Penatalaksanaan Tekanan Darah
Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada
pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara
menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat
tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus
tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pasca trauma otak.
6. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi
Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat
memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah
terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam
praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap
diukur.
7. Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas sawar darah otak. Namun steroid tidak berguna untuk
mengatasi edema sitotoksik. Steroid yang biasa digunakan adalah
deksametason 10 mg per IV atau per oral, karena aktivitas
mineralokortikoidnya yang sangat rendah.
PATHWAY
Reaksi anaerob
Kerusakan sawar
darah otak
Energi yang Gangguan sirkulasi
dihasilkan CSS
Plasma ikut masuk
ke dalam aliran otak Pompa Na tidak
berfungsi
Reaksi osmotic
vaskuler Na kembali masuk
ke dalam sel Hidrosefalus
Cairan intraseluler
tertarik keluar Air tertarik masuk
Edema cerebri
Edema cerebri
Penurunan aliran
Iskemia O2 ke otak Nyeri kepala, muntah POLA NAPAS
jaringan otak proyektil, papiledema TIDAK EFEKTIF
PaCO2
GANGGUAN
Korteks motorik PERFUSI JARINGAN Penurunan kesadaran
tidak berfungsi Vasolidalatasi Bradikardi CEREBRAL