Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS


DI RS BIMC SILOAM NUSA DUA

OLEH:
NI MADE SUDIATI
C2220082
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES BINA USADA BALI
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS

A. Review Anatomi dan Fisiologi


1) Bagian-bagian otak
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP
dilindungi oleh tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas
tulang belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari
neuron, glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia mempunyai berat 2% dari
berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah jantung, memerlukan 20%
pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak
merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh
manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Price &
WIlson, 2006).
Gambar 1. Bagian-bagian otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem


(batang otak), dan limbic system (sistem limbik).
a) Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat)
bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan
lobus temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin,
2008)..

Gambar 2. Lobus-lobus pada cerebrum

b) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak
di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada bagian
ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu mengkoordinasi
dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada
cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot
sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008).

c) Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya (Puspitawati, 2009).
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon berfungsi
untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata
mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan
VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
d) Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan
memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi takut,
marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual (Muttaqin,
2008).

2) Meninges
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh tulang
tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua macam jaringan
pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular. Meninges terdiri dari tiga
lapisan yaitu
a. Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel tetapi
tidak dapat diregangkan (unstrechable).
b. Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya seperti
jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan terletak
dibawah lapisan durameter.
c. Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah
(paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan melindungi jaringan-
jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang mengalir di
otak dan sumsum tulang belakang. Antara piameter dan membran arachnoid
terdapat bagian yang disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid)
yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSS) (Puspitawati, 2009).

Gambar 3. Lapisan meninges

3) Sistem Ventrikulus
Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain lapisan
meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di subarachnoid
space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi tekanan
pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak
dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ruang-ruang yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini disebut dengan ventrikel
(ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian subarachnoid dan juga
berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat (central canal) dari tulang
belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama ada pada pasangan ventrikel
lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga
(third ventricle) yang terletak di otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga
dihubungkan ke ventrikel keempat oleh cerebral aqueduct yang menghubungkan
ujung caudal ventrikel keempat dengan central canal. Ventrikel lateral juga
membentuk ventrikel pertama dan ventrikel kedua (Puspitawati, 2009).
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi oleh
choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi CSS
dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke cerebral
aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke lubang-lubang
subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total CSS sekitar 125 ml
dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh sebagian CSS untuk berada
pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang baru) sekitar 3 jam. Apabila
aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral aqueduct diblokir oleh tumor
dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena dipaksa untuk mengurangi cairan
yang terus menerus diproduksi oleh choroid plexus sementara alirannya untuk keluar
terhambat. Dalam kondisi ini, dinding-dinding ventrikel akan mengembang dan
menyebabkan kondisi hydrocephalus. Bila kondisi ini berlangsung terus menerus,
pembuluh darah juga akan mengalami penyempitan dan dapat menyebabkan
kerusakan otak (Puspitawati, 2009).

Gambar 4. Sistem ventrikel otak


B. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri
dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi,
(Donna D.,1999). Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, parasit, jamur, dan keadaan non infeksi seperti neoplasma
(Arydina, Triono, & Herini, 2014).
Meningitis adalah peradangan pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medulla spinalis/sumsum tulang belakang) yang disebabkan oleh virus,
bakteri, atau jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari
meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme Meningokokus,
Stafilokokus, Streptokokus, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus), (Long,
1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat,
(Suriadi & Rita, 2001). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa meningitis adalah
peradangan yang terjadi pada selaput otak (meningen), cairan serebrospinal dan
spinal column yang disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.

Gambar 5. Perbedaan meninges normal dan meningitis


2. Etiologi
Adapun etiologi menurut Alpers, (2006) adalah sebagai berikut.
a. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan.
Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah
Streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis
adalah tipe dari meningitis bakterial yang sering terjadi pada daerah
penduduk yang padat, sepert asrama maupun penjara. Klien yang mempunyai
kondisi seperti otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia
yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang
tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis .
Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun,
seperti: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang
didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon
dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit.
Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di
ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen yang cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi
awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar
kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps,
herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga
mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan
disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem
saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung
dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi.
Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem
imun antara lain: bisa demam atau tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.

3. Tanda dan Gejala


Baughman & Hackley (2003) menjelaskan bahwa tanda dan gejala meningitis
adalah sebagai berikut.
a. Sakit kepala
b. Demam merupakan gejala awal yang sering timbul.
c. Muntah
d. Peka rangsang
e. Kejang (seringkali merupakan tanda awal)
f. Kaku kuduk (stiff neck) merupakan tanda awal meningitis. Usaha untuk
memfleksikan kepala sangat sulit pada penderita meningitis karena mengalami
kejang otot pada leher.
g. Tanda kernig positif (Kernig’s sign) yaitu ketika pasien berbaring dengan paha
difleksikan ke abdomen, pasien akan merasa kesakitan.

Gambar 6. Kernig Sign


h. Tanda Brudzinki positif (Brudzinski’s sign) yaitu ketika leher pasian
dibungkukkan ke arah dada, pasien secara spontan menekuk lututnya ke atas.

Gambar 7. Brudzinki Sign

i. Fotofobia yaitu peka terhadap cahaya.


j. Ruam kulit berupa bintik-bintik merah yang tersebar (tidak terjadi pada semua
orang).
k. Perubahan tingkat kesadaran berkaitan dengan tipe bakteri yang menyerang.
l. Disorientasi dan kerusakan memori merupakan hal yang umum pada awal
penyakit.
m. Letargi, tidak memberikan respons, dan koma dapat berkembang sejalan dengan
perkembangan penyakit.
n. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) merupakan gejala sekunder akibat
akumulasi eksudat purulen.

4. Klasifikasi
Diagnosis pasti penyakit meningitis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Klasifikasi meningitis dapat dibedakan
menurut penyebabnya sebagai berikut (Mesranti, 2011).
a. Meningitis karena virus (aseptik)
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Umumnya meningitis virus dapat
sembuh tanpa perawatan khusus dan jarang berakibat fatal. Meningitis virus
paling sering disebabkan oleh enterovirus. Meningitis virus dapat menyebar
melalui pernapasan dan sekret tenggorokan seperti saat berciuman, batuk,
bersin, pinjam atau meminjam cangkir, lipstik atau rokok. Periode inkubasi
meningitis virus dapat berkisar beberapa hari sampai beberapa minggu sejak
penderita terinfeksi sampai munculnya gejala (Meningitis Foundation of
America Inc., 2013).
b. Meningitis karena bakteri (septik)
Meningitis bakteri ditandai dengan cairan serebrospinal yang tampak kabur,
keruh atau purulen. Meningitis bakteri sangat berbahaya dan mengancam
kehidupan karena dapat menyebabkan kerusakan otak, pendengaran, dan
disabilitas. Pada meningitis bakteri, sangat penting untuk mengetahui jenis
bakteri yang menjadi penyebab meningitis sehingga dapat diberikan antiobiotik
tertentu untuk pengobatannya. Seseorang dengan penurunan kekebalan tubuh
atau sedang menjalani prosedur pembedahan sangat beresiko tertular meningitis
bakteri. Gejala pada meningitis bakteri dapat muncul dengan cepat dalam waktu
3-7 hari. Kejang dan koma merupakan gejala yang umum dari infeksi bakteri
yang sudah parah (Mesranti, 2011; Meningitis Foundation of America Inc.,
2013).
c. Meningitis jamur
Meningitis jamur terjadi apabila jamur telah menyebar dalam aliran darah.
Bentuk umun dari meningitis jamur yaitu meningitis jamur kriptokokus.
Meningitis jamur biasanya terjadi pada seseorang dengan sistem imun yang
lemah seperti pasien kanker dan AIDS. Meningitis jamur tidak menular dari
orang ke orang tetapi menular melalui injeksi obat-obatan seperti steroid.
Meningitis jamur juga dapat menular melalui inhalasi pada lingkungan yang
terkontaminasi feses burung (Meningitis Foundation of America Inc., 2013).

5. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan
otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak atau mengalir melalui
sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang
belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di
dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan
menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral
mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan
hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan
otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan
ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang
patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak
dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia (multiplikasi bakteri dalam sel), yang menyebar ke meningen otak dan
medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah-
daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma
kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior,
telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak
yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais
cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar, (Corwin,
2003).

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita meningitis yaitu gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran (tuli), kejang, kelumpuhan, hidrosefalus, septic
shock, dan kematian (Baughman & Hackley, 2003)
Adapun komplikasi Meningitis menurut (Betz, 2009) adalah sebagai berikut:
a. Hidrosefalus obstruktif
Hidrosefalus Obstruktif merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan
penumpukan cairan pada otak, yaitu cerebro spinal fluid sehingga terjadi
pembengkakan akibat adanya gangguan aliran cairan serebro spinal (CSS)
dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid.
Obstruksi disini merupakan istilah yang digunakan untuk membandingkan
hidrosefalus yang disebabkan oleh produksi berlebih dari cairan serebro
spinal (CSS).
b. Meningococcal septicemia (mengingocemia)
Kondisis dimana didalam darah terdapat bakteri.
c. Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral Palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder
7. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak
dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin buruk, yaitu dapat menimbulkan
cacat berat dan kematian.

8. Pemeriksaan Penunjang
Meningitis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan
tes diagnostik tertentu. Tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk penegakan
diagnosa adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa
jenis bakteri.
b. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
1) Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
2) Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan Radiologis
1) Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
2) Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada
9. Penatalaksanaan
Adapun pengobatan yang dapat dilakukan adaah sebagai berikut:
a. Farmakologis
1) Obat anti inflamasi
a) Meningitis tuberkulosa
- Isoniazid 10 – 20 mg atau kg atau 24  jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500 gram selama 1 ½ tahun.
- Rifamfisin 10 – 15 mg atau kg atau 24 jam oral, 1 kali sehari selama
1 tahun.
- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg atau kg atau 24 jam sampai 1
minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
b) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
- Sefalosporin generasi ke 3
- ampisilina 150 – 200 mg (400 gr) atau kg atau 24 jam IV, 4 – 6 kali
sehari.
- Koloramfenikol 50 mg atau kg atau 24 jam IV 4 kali sehari.
c) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
- Ampisilina 150-200 mg (400 mg) atau kg atau 24 jam IV 4-6 kali
sehari
- Sefalosforin generasi ke 3.
2) Pengobatan simtomatis
- Diazepam  IV : 0.2  –  0.5 mg atau kg atau dosis, atau rectal 0.4  –  0.6 atau
mg atau kg atau dosis
- kemudian klien dilanjutkan dengan Fenitoin 5 mg atau kg atau 24 jam, 3
kali sehari.
- Turunkan panas antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg atau kg atau
dosis.
- Kompres air PAM atau es
3) Pengobatan suportif
- Cairan intravena
- Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
b. Perawatan
1) Pada waktu kejang
a) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
b) Hisap lender
c) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
d) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
2) Bila penderita tidak sadar lama.
a) Beri makanan melalui sonda.
b) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
c) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
3) Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
4) Pemantauan ketat
a) Tekanan darah
b) Respirasi
c) Nadi
d) Produksi air kemih
e) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

10. Pencegahan
Pencegahan meningitis dalam jurnal dari Universitas Sumatera Utara adalah
sebagai berikut:
a. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada
bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan
seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate
vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),
Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan
Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai
sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi
lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari
kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi
vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan
sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2
dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu
dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2
bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.
Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat
ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah
dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .Selain itu juga dapat dilakukan
surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak
dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita
juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis penyebab dari meningitis.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan
lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat
pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat
meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk
mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau
ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan
untuk mencegah dan mengurangi cacat.
C. Clinical Pathway
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas Klien
II. RiwayatKesehatan
1. Keluhan utama
Pada pasien meningitis dapat ditemukan keluhan utama berupa Panas badan
meningkat, kejang, kesadaran menurun.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien meningitis dapat ditemukan riwayat penyakit seperti gelisah,
muntah-muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit
kepala.           
3. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Penyakit yang pernah dialami
b. Alergi (obat, makanan, plester,dll)
c. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post
imunisasi pertusis.
d. Kebiasaan
Menunjukkan adanya kebiasaan yang dapat menyebabkan penyakit
meningitis.
e. Obat-obat yang digunakan
Menunjukkan adanya penyakit terdahulu yang dapat berpengaruh pada
penyakit sekarang.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,
Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
g. Genogram
Menunjukkan adanya keterlibatan anatara pasien dengan lingkungan
dirumah yang dapat menyebabkan penyakit
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi & pemeliharaan kesehatan
Menunjukkan adanya pemeiliharaan dan pengetahuan akan penyakit yang
dideritanya.
2. Pola nutrisi atau metabolik
Menunjukkan adanya asupan nutrisi baik atau buruk.
3. Pola eliminasi
Menunjukkan keadaan eliminasi yang baik atau tidak.
4. Pola aktivitas & latihan
Mengetahui tingkat aktivitas dan kebiasaan pasien sehai-hari yang
memungkinkan dapat terpengaruh oleh penyakit yang dialami.
5. Pola tidur & istirahat
Menunjukkan adanya perubahan pola tidur dan istirahat di rumah dengan
dirumah sakit sebagai pengaruh akibat adanya penyakit.
6. Pola kognitif & perceptual
Menujukkan adanya pengetahuan dan pesepsi sehat sakitnya, sehingga
menunjukkan adanya pencegahan atau penanganan terhadap penyakit baik di
rumah ataupun rumah sakit.
7. Pola persepsi diri
Cara pandang mengenai persepsi akan dirinya terhadap penyakit yang
diderita
8. Pola seksualitas & reproduksi
Menunjuukan adanya perubahan sebelum masuk rumah sakit dan saat
dirumah sakit terkait dengan seksualitas serta reproduksi pasien.
9. Pola peran & hubungan
Menunjuukan adanya perubahan sebelum masuk rumah sakit dan saat
dirumah sakit terkait dengan speran dan hubungan pasien dengan lingkungan
sekitar.
10. Pola manajemen koping-stress
Menunjuukan adanya perubahan sebelum masuk rumah sakit dan saat
dirumah sakit terkait dengan tingkat sress menghadapi penyakit.
11. System nilai & keyakinan
Menunjuukan adanya perubahan sebelum masuk rumah sakit dan saat
dirumah sakit terkait dengan pemenuhan aktivitas yang erat kaitannya dengan
tuhannya dan nilai-nilai yang dianutnya.

IV. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum
Menunjukkan adanya pengaruh penyakit terhadap tingkat kesadaran pasien.
b. Tanda vital
Tergantung kondisi dan keadaan pasien.
c. Kepala
1. Mata
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, bentuk, kebersihan, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, dan kemampuan untuk menggerakkan bola
mata, adanya benjolan dan nyeri tekan.
2. Telinga
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, dan kemampuan untuk mendengar dengan baik,
adanya benjolan dan nyeri tekan.
3. Hidung
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, dan kemampuan untuk mencium aroma dengan
baik, adanya benjolan dan nyeri tekan.
4. Mulut
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, ada karies, menggunakan gigi pasangan atau
tidak, adanya benjolan dan nyeri tekan.
5. Leher
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, adanya pembesaran kelenjar getah bening,,
adanya benjolan dan nyeri tekan.
6. Dada
Lakukan berdasarkan pemeriksaan jantung dan paru-paru.
7. Abdomen
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, pembesaran hati dan limfe, adanya ascites,
pembesaran vena, adanya benjolan dan nyeri tekan.
8. Urogenital
Terpasang kateter atau tidak.
9. Ekstremitas
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, kebersihan, bentuk, kesimetrisan,
ada lesi dan jejeas atau tidak, kemampuan untuk bergerak dengan baik,
kekuatan otot, adanya edema, adanya benjolan dan nyeri tekan.
10. Kulit dan kuku
Lakukan pemeriksaan mulai dari warna, sianosis atau tidak, CRT kurang atau
lebih dari 2 dtik, kebersihan, bentuk, kesimetrisan, ada lesi dan jejeas atau
tidak, adanya benjolan dan nyeri tekan.
11. Keadaan lokal
Terpasang alat invasive atau tidak.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium
klinik rutin (HB, Leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa ).

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan
otak. Lumbal fungsi tidak bisa dilakukan pada pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah
sel, protein dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa
cairan otaknya menurun dari nilai normal. Untuk mengetahui jenis mikroba,
maka organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman
pada cairan serebrospinal dan darah.
c. Pemeriksaan lainnya meliputi foto rontgen paru, CT scan kepala. CT scan
dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf
lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat
parah.
d. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein, cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
Meningitis bakteri: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis
bakteri.
Meningitis virus: tekanan bervariasi, CSS jernih, leukositosis, glukosa dan
protein normal, kultur biasanya negative
Glukosa & LDH : meningkat
LED : meningkat
(Muttaqin, 2008)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada kasus meningitis sesuai
dengan pathway adalah sebagai berikut (NANDA, 2015).
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peradangan
dan edema pada otak dan selaput otak.
b. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan
metabolisme tubuh
c. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
f. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kontraksi otot sekitar saraf
servikal
g. Gangguan citra tubuh berhubungan penumpukan cairan serebrospinal dalam
otak
h. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
3. Intervensi
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Resiko NOC NIC
ketidakefektifan 1. Status sirkulasi Monitor tekanan intrakanial 1. Mengetahui perubahan respon
perfusi jaringan 2. Perfusi jaringan serebral 1. Catat perubahan respon klien
otak berhubungan Kriteria Hasil: klien terhadap
dengan 1. Tekanan darah sistolik dan stimulus/rangsangan
peningkatan TIK diastolik dalam rentang 2. Monitor TIK klien dan 2. Mengetahui perfusi jaringan
dan edema serebral normal respon neurologis serebral klien
2. Tidak ada ortostatik terhadap aktivitas
hipotensi 3. Monitor intake dan output 3. Mengetahui keseimbangan
3. Tidak ada tanda peningkatan intake dan output
tekanan intrakranial yaitu 4. Pasang restrain bila perlu 4. Menjaga keamanan pasien
klien mampu komunikasi bila pasien gelisah
dengan jelas dan sesuai 5. Monitor suhu 5. Mengetahui kondisi pasien
kemampuan, klien 6. Kaji adanya kaku kuduk 6. Menunjukkan adanya
menunjukkan perhatian peningkatan tekanan
konsentrasi dan orientasi, intrakranial
klien mampu memproses 7. Monitor ukuran, 7. Menunjukkan adanya
informasi, tingkat kesadaran kesimetrisan reaksi dan peningkatan tekanan
klien membaik. bentuk pupil intrakranial
8. Kelola pemberian antibiotic 8. Mengurangi kesakitan yang
dirasakan pasien
9. Berikan posisi dengan 9. Jalan nafas pasien agar lebih
kepala elevasi 30 derajat paten
10. Minimalkan stimulus dari 10. Lingkungan yang nyaman
lingkungan membuat pasien rileks
11. Kolaborasi pemberian obat- 11. Menunjang kesembuhan
obatan untuk pasien
mempertahankan TIK
dalam batas spesifik
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan keperawatan selama ...x24 jam Penanganan demam
dengan inflamasi pengaturan suhu tubuh pasien 1. Monitor suhu sesering 1. Hipertermi dapat
pada meningen dan normal dengan kriteria hasil: mungkin meningkatkan resiko
peningkatan a) Suhu tubuh dalam rentang dehidrasi
metabolisme tubuh normal (36,5-37,5oC) 2. Monitor IWL (Insensible 2. Mencegah hilangnya cairan
b) Nadi dan RR dalam rentang Water Loss)
normal (Nadi 80-100x/menit, 3. Monitor tekanan darah, nadi, 3. Peningkatan tekanan darah
RR 16-20x/menit) dan RR dapat menyebabkan
c) Melaporkan kenyamanan peningkatan TIK
suhu tubuh 4. Selimuti pasien 4. Mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
5. Berikan cairan IV 5. menurunkan edema serebri,
menurunkan tekanan darah
dan TIK
6. Anjurkan untuk kompres 6. Menurunkan suhu tubuh
pada lipatan paha dan ketiak
7. Kolaborasi pemberian obat secara non-farmakologi
antipiretik 7. Menurunkan suhu tubuh

3 Nyeri akut NOC NIC


berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan iritasi 2.  Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui karakteristik
selaput dan 3. Tingkat kenyamanan secara komprehensif nyeri secara menyeluruh
jaringan otak Kriteria Hasil : termasuk lokasi, untuk menentukan intervensi
1. Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi, selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan faktor
mampu menggunakan tehnik presipitasi
nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Mengetahui perkembangan
mengurangi nyeri, mencari dari ketidaknyamanan respon nyeri
bantuan) 3. Kurangi faktor presipitasi 3. Mengurangi peningkatan
2. Melaporkan bahwa nyeri nyeri nyeri
berkurang dengan 4. Ajarkan tentang teknik non 4. Meniminalkan nyeri yang
menggunakan manajemen farmakologi dirasakan
nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri nyeri intervensi
(skala, intensitas, frekuensi 6. Kolaborasikan dengan dokter 6. Pengobatan medis untuk
dan tanda nyeri) jika ada keluhan dan tindakan mengurangi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman nyeri tidak berhasil
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang
normal

4. Hambatan NOC NIC


mobilitas fisik 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
berhubungan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan 1. Pasien dapat termotivasi
dengan penurunan 3. Perawatan diri: ADL dorongan pada klien untuk untuk melakukan program
tingkat kesadaran Kriteria Hasil : melakukan program latihan latihan
1. Klien meningkat dalam secara rutin
aktivitas fisik Latihan untuk ambulasi
2. Mengerti tujuan dari 1. Ajarkan teknik ambulasi & 2. Mencegah resiko cedera
peningkatan mobilitas perpindahan yang aman
3. Memverbalisasikan perasaan kepada klien dan keluarga.
dalam meningkatkan 2. Sediakan alat bantu untuk 3. Memudahkan pasien untuk
kekuatan dan kemampuan klien seperti kruk, kursi roda, melakukan mobilisasi
berpindah dan walker
4. Memperagakan penggunaan 3. Beri penguatan positif untuk 4. Pasien terus termotivasi untuk
alat Bantu untuk mobilisasi berlatih mandiri dalam tetap melakukan ambulasi
(walker) batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
1. Ajarkan pada klien & 5. Klien dan keluarga
keluarga tentang cara memahami mobilisasi dengan
pemakaian kursi roda & cara benar
berpindah dari kursi roda ke
tempat tidur atau sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat 6. Klien termotivasi untuk
anggota tubuh memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan 7. Klien tidak akan mengalami
kursi roda kekakuan sendi dan keluarga
dapat membantu klien untuk
mobilisasi
5 Defisit perawatan NOC NIC
diri berhubungan 1. Perawatan diri: berpakaian Perawatan diri: Mandi
dengan tirah baring 2. Perawatan diri: makan 1. Tempatkan alat-alat mandi di Agar klien mampu belajar untuk
dan penurunan 3. Perawatan diri: mandi tempat yang mudah dikenali melakukan aktivitasnya sendiri
kesadaran Kriteria Hasil: dan mudah dijangkau klien, walaupun hanya minimal dan
1. Pasien mengerti cara 2. libatkan klien dan dampingi diberikan bantuan sedikit agar
memenuhi ADL secara 3. berikan bantuan selama klien tidak bergantung seterusnya
bertahap tidak mampu mengerjakan kepada keluarga dan petugas
2. Pasien mampu berpartisipasi sendiri
dalam pemenuhan ADL Dengan memberikan pakaian
Perawatan diri: Berpakaian yang disukai klien maka klien
1. informasikan pada klien akan lebih nyaman dalam
dalam memilih pakaian memakai.
selama perawatan Letakkan baju pada tempat yang
2. sediakan pakaian di tempat mudah dijangkau pasien untuk
yang mudah dijangkau mengurangi resiko injury serta
dengan kenyamanan maka akan
3. bantu berpakaian yang sesuai membantu proses kesembuhan
4. jaga privacy klien pasien
5. berikan pakaian pribadi yang
digemari dan sesuai Dengan mendampingi pasien
makan maka keamanan juga
Perawatan diri: Makan terjaga serta lingkungan yang
1. anjurkan duduk dan berdoa baik dapat membuat pasien
bersama teman semakin rileks.
2. dampingi saat makan
3. bantu jika klien belum
mampu dan berikan contoh
4. berikan lingkungan nyaman
saat makan
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Jakarta: EGC.

Arydina, Triono, A., & Herini, E. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS)
Sebagai Indikator Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 15, No. 5, 274-280.

Baughman, D., & Hackley, J. 2003. Medical Surgical Nursing 10th Edition.
Philadelphia.

Bulechek, Gloria, Howard K, Joanne M., Cheryl M. 2012. Nursing Interventions


Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier Mosby.

Hidayat, A. A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Holistik. Bandung: YIAPK Padjajaran.

Mayo Clinic Staff. 2015. Diseases and Conditions Meningitis.


http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/meningitis/basics/tests-
diagnosis/con-20019713 [5 Desember 2016]

Meningitis Foundation of America inc. 2013. Understanding Meningitis.


http://www.musa.org/understanding_meningitis [5 Desember 2016]

Moorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2012.


Nursing Ooutcomes Classification (NOC): Measurement of Health
Outcomes Fifth Edition. Elsivier Mosby.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Price, S, Wilson L. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai