Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN DIABETES MELLITUS

OLEH :
NI PUTU SISKA ANGGITA DEWI KASIDI

C2121064

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA USADA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN DIABETES MELLITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Perubahan yang terjadi pada sistem Endokrin lansia dan dampaknya
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau langerhans
jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau
Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini
merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan
endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase,
peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Sembiring, 2015).

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu;


a. Sel Alfa = sekresi glukagon
b. Sel Beta = sekresi insulin
c. Sel Delta = sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik
Perubahan ini akan berdampak pada keseluruhan sistem yang berada pada
tubuh lansia tersebut, perubahan sistem endokrin pada lansia adalah terjadi penurunan
produksi hormon, terjadi penurunan dalam mendeteksi stres, penurunan kadar
estrogen dan progesteron, aldosteron menurun sebanyak 50%, penurunan laju sekresi
kortisol sebanyak 25%, dan kadar glugosa darah akan meningkat (Yusuf Sukman,
2017).

2. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Yuliana Elin, 2009). Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(American Diabetes Association, 2019). Menurut Perkeni (2015) seseorang dapat
didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti
poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl
dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.

3. Klasifikasi
a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin karena sel-sel
penghasil insulin di pankreas telah dihancurkan. Pada kebanyakan orang, hal ini
disebabkan oleh respons autoimun di mana sistem kekebalan secara keliru
menyerang sel-sel yang mensekresi insulin. Penyebab reaksi ini belum diketahui.
Terlepas dari orang yang memiliki kerusakan pada pankreas, diabetes tipe 1 hanya
terjadi pada mereka yang memiliki kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut.
Diabetes tipe 1 tampaknya datang tiba-tiba, tetapi penghancuran sel-sel penghasil
insulin dapat dimulai beberapa bulan atau tahun sebelumnya, dan baru sekitar 80
persen atau lebih dari selsel ini telah dihancurkan sehingga gejala biasanya muncul.
b. Diabetes Tipe II
Pada jenis diabetes ini, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau
sel kurang dapat meresponsnya. Ini berarti glukosa tetap berada di dalam darah dan
tidak dapat digunakan untuk energi. Awalnya, pankreas merespons resistensi insulin
dengan memproduksi lebih banyak insulin, tetapi seiring waktu, pankreas tidak
dapat mengatasi peningkatan permintaan. Inilah sebabnya mengapa pengobatan
diabetes tipe 2 sering berubah seiring waktu dan pada akhirnya cenderung
membutuhkan insulin. Diabetes tipe 2 seringkali, meskipun tidak selalu, dikaitkan
dengan kelebihan berat badan, dan juga dengan penumpukan timbunan lemak di
sekitar hati dan pankreas.
c. Diabetes Gestational
Diabetes yang muncul pertama kali dalam kehamilan dikenal sebagai diabetes
gestasional. Terkadang, diabetes tipe 1 atau tipe 2 tidak terdiagnosis sebelum
kehamilan. Lebih sering, bagaimanapun, pertama kali muncul selama kehamilan,
sekitar 24-28 minggu, dan menghilang saat bayi lahir. Wanita yang mengidap
diabetes tipe ini berisiko tinggi terkena diabetes gestasional lagi di kehamilan
berikutnya dan juga mengembangkan diabetes tipe 2 permanen dalam beberapa
tahun. Saat Anda hamil, tubuh Anda meningkatkan glukosa darahnya untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh dan dibutuhkan lebih banyak
insulin. Namun, hormon yang diproduksi oleh plasenta membuat insulin menjadi
kurang efektif. Jika produksi insulin Anda tidak dapat mengatasi penurunan
efektivitas ini, glukosa tetap berada dalam darah dan diabetes gestasional
berkembang. Kondisi ini mungkin tidak menimbulkan gejala tetapi akan terdeteksi
selama pemeriksaan antenatal rutin. Jika Anda mengalami diabetes gestasional,
Anda akan ditawari perawatan dan perawatan yang dipersonalisasi selama
kehamilan.
d. Tipe Diabetes Lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (Association American Diabetes,
2014).

4. Epidemologi
Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah
menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun
2012 angka kejadian diabetes me litus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana
proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko
yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik. Faktor
yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok
tingkat (Fatimah, 2016). Diabetes mellitus dapat menimbulkan dampak secara
langsung pada penderita antara lain pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, niat,
referensi dan sosial budaya. Jika penderita diabetes mellitus tidak mampu mengontrol
kadar gula dalam darah, akibatnya kadar gula dalam darah selalu tinggi dan dapat
menganggu fungsi tubuh lainnya (Wulandari, 2018).

5. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan
obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan
insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan
hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini
masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan
maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus.
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak
berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang
menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi
lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk
buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin
tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

6. Patofisologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat.
7. Gejala Klinis
a. Poliuri
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehinggaserum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkancairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairanintravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibatdari
hiperosmolaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic(poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.
Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi
rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak
makan(poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu
maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami
atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan
Kesemutan ,Lemas dan Mata kabur(Letuna, 2019).

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

a) Postprandial :
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130mg/dl
mengindikasikan diabetes.
b) Hemoglobin glikosilat:
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140
hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c) Tes toleransi glukosa oral :
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam
setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan
sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat
dilakukan dirumah (Letuna, 2019).
9. Tindakan Penanganan
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan adar glukosas darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes.
Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
a. Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,
komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan
dapat lebih menyadari pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan
kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes. Penderita perlu
menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes
bukanlah suatu penyakit yang di luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai
penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya. Edukasi (penyuluhan)
secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
b. Pengaturan makan (Diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan
gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan
demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan
kenikmatan proses makan itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu
dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip
sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat
termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan
kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
c. Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian
diabetes lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan
porsi makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang
terlalu rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan
intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap.
Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan,
berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dll. Penderita juga perlu
meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih memilih
naik tangga ketimbang lift, dll. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita
diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat
diatasi sebelum olahraga dimulai.
d. Obat / Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap
tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup
sehat di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-
keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan
kadar gula darah yang terlampau tinggi.

10. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua berdasarkan
lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik (PERKERNI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis Diabetic (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+), anion gap
normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari
berdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa lapar, pusing, gelisah,
dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien
DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama.
Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi
jangka panjang terdiri dari :
1) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan
plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat
timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan
orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan control kadar gula darah yang baik. Tetapitelah
terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu
factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar
insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi
semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati,
mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah pembuluh darah
jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak atau
stroke, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal
sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015).
2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan
nefropati diabetik. Retinopati diabetic dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif. Retinopati non
proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
hipoksia retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi
ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetic
ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat
retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-
molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih
(albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat
menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah
(Smeltzer dan Bare, 2015).
3) Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya
mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang
sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan,
pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan
edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki
(PERKENI, 2015).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik secara bio,pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2012).
a) Identitas atau biodata Klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnose medis.
b) Keluhan Utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan
asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi
minor, kebingungan akut, atau depresi ).
c) Genogram
d) Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
- Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
Hipertensi, TBC, penyakit kelamin, yang mungkin dapat diturunkan
kepada pasien.
e) Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
f) Pemeriksaan Head to toe
1) Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat
dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit
dan menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari
tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun
rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut
kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
2) Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan
otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu
berpengaruh.
3) Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen
sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
4) Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang
penglihatan ( daya adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah
melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya
membedakan warna hijau atau biru pada skala.
5) Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar
biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi
75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk
berkurang.
6) Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
7) Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung,
peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
8) Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi
tubulus berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin
menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat, kapasitas kandung kemih menurun ( zoome ) karena otot –
otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
9) Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus,
atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai
usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
10) Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya
aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun,
menurunnya produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad,
progesteron, estrogen, testosteron.
11) Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak
menurun sekitar 10 – 20 % )
g) Pengkajian Psikososial dan Spiritual
h) Pengkajian Status Mental menggunakan MMSE

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
3) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake
nutrisi (tipe 2)
4) Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
5) Ketidakseimbangan kadar glukosa darah b.d hiperglikemia/hipoglikemia
6) Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
7) Resiko cedera b.d hipoksia jaringan

3. INTERVENSI DAN RASIONAL


NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) Rasional

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :


keperawatan selama 3 x 24
1. Lakukan pegkajian 1. Untuk
jam, diharapkan nyeri dapat
nyeri secara mengetahui tingkat
berkurang dengan kriteria
komprehensif nyeri yang dialami
hasil:
termasuk lokasi, pasien.
NOC Label: Tingkat nyeri karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
a) Mengenal faktor-faktor
penyebab dan ontro 2. Mengetahui
b) Mengenal onset nyeri presipitasi. keparahan nyeri
c) Tindakan pertolongan yang dialami
2. Observasi reaksi
non farmakologi
nonverbal dari
d) Menggunakan analgetik
ketidaknyamanan.
e) Melaporkan gejala-gejala 3. Meningkatkan

nyeri kepada tim 3. Kontrol lingkungan kenyamanan pasien

kesehatan. yang mempengaruhi


nyeri seperti suhu
ruangan, 4. Untuk
NOC Label: Nyeri mengurangi nyeri
pencahayaan,
terkontrol
kebisingan.
a) Melaporkan nyeri
4. Pilih dan lakukan 5. Mengurangi
b) Frekuensi nyeri
penanganan nyeri nyeri tanpa
c) Lamanya episode nyeri
(farmakologis/non penggunaan
d) Ekspresi nyeri; wajah
farmakologis).. farmakologi
e) Perubahan respirasi rate
f) Perubahan tekanan 5. Ajarkan teknik non

darah farmakologis
6. untuk
g) Kehilangan nafsu (relaksasi, distraksi
mengurangi nyeri
makan dll) untuk mengetasi
dengan efektif dan
nyeri..
cepat
6. Berikan analgetik
7. Untuk
untuk mengurangi
mengetahui
nyeri.
keefektifan
7. Evaluasi tindakan Tindakan yang
pengurang diberikan
nyeri/kontrol nyeri.

2 Ketidakseim Setelah dilakukan asuhan Nutrition


bangan keperawatan selama 3 x 24 Management
nutrisi jam, diharapkan kebutuhan
1. Monitor intake
kurang dari nutrisi dapat terpenuhi dengan 1. Mengetahui
makanan dan
kebutuhan kriteria hasil: minuman yang mengetahui
tubuh dikonsumsi klien pemenuhan nutrisi
NOC Label: Nutritional
setiap hari yang telah
Status : Food and Fluid
dilakukan
Intake 2. Tentukan berapa
jumlah kalori dan 2. Mengetahui
a) Intake makanan peroral
tipe zat gizi yang kebutuhan nutrisi
yang adekuat
dibutuhkan dengan yang diperlukan
b) Intake NGT adekuat
berkolaborasi
c) Intake cairan peroral 3. Memenuhi
dengan ahli gizi
adekuat kebutuhan nutrisi
d) Intake cairan yang adekuat 3. Dorong
4. Memenuhi
e) Intake TPN adekuat peningkatan intake
kebutuhan nutrisi
kalori, zat besi,
dan kemampuan
protein dan vitamin
intake makanan
C
melalui oral
4. Beri makanan
lewat oral, bila
memungkinkan

3 Ketidakseim Setelah dilakukan asuhan Weight


bangan keperawatan selama 3 x 24 Management
nutrisi lebih jam, diharapkan kebutuhan
1. Diskusikan resiko
dari nutrisi dapat terpenuhi dengan 1. Mencegah
kelebihan berat
kebutuhan kriteria hasil: komplikasi DM
badan.
tubuh b.d. 2. Mengetahui IMT
NOC Label: Nutritional
kelebihan 2. Kaji berat badan
Status : Nutrient Intake pasien
intake nutrisi ideal klien.
a) Terpenuhinya kebutuhan 3. Mencegah
(tipe 2) 3. Beri motivasi
Kalori terjadinya
kepada klien untuk
b) Terpenuhinya kebutuhan komplikasi DM
menurunkan berat
Protein 4. Mengetahui berat
badan.
c) Terpenuhinya kebutuhan badan secara
Lemak 4. Timbang berat
berkala
d) Terpenuhinya kebutuhan badan setiap hari.
5. Mencegah
Karbohidrat 5. Buat rencana untuk komplikasi dari DM
e) Terpenuhinya kebutuhan menurunkan berat
6. Meningkatkan
Vitamin badan klien.
resistensi insuline
f) Terpenuhinya kebutuhan
6. Buat rencana dalam tubuh
Mineral
olahraga untuk
g) Terpenuhinya kebutuhan 7. Memenuhi
klien.
Zat besi kebutuhan nutrisi

h) Terpenuhinya kebutuhan 7. Ajari klien untuk tanpa menimbulkan

Kalsium diet sesuai dengan komplikasi

i) Berat badan dalam batas kebutuhan

normal nutrisinya.

4 Defisit Setelah dilakukan asuhan NIC Label :


Volume keperawatan selama 3 x 24 Manajemen
Cairan jam, diharapkan kebutuhan Cairan
cairan dapat terpenuhi dengan 1. Mencegah
1. Pertahankan
kriteria hasil: dehidrasi dan
catatan intake dan
kelehihan
NOC Label : Balance output yang akurat
cairan
Cairan
2. Monitor status 2. Mengetahui
a) Mempertahankan urine hidrasi tingkat hidrasi
output sesuai dengan usia ( kelembaban yang harus
dan BB, BJ urine normal, membran mukosa, dipenuhi
HT normal nadi adekuat, 3. Mengetahui
b) Tekanan darah, nadi, tekanan darah status
suhu tubuh dalam batas ortostatik ), jika perkembanga
normal diperlukan n pasien
4. Mengetahui
3. Monitor vital sign
keseimbangan
NOC Label : Hydration
4. Monitor masukan cairan tubuh
a) Tidak ada tanda tanda makanan / cairan 5. Memenuhi
dehidrasi, dan hitung intake kebutuhan
b) Elastisitas turgor kulit kalori harian cairan pasien
baik, 5. Kolaborasikan 6. Membantu
c) membran mukosa pemberian cairan memenuhi
lembab, IV kebutuhan
d) tidak ada rasa haus yang cairan tubuh
6. Berikan cairan IV
berlebihan 7. Membantu
pada suhu ruangan
mencegah
7. Dorong masukan dehidrasi
oral 8. Membantu

8. Dorong keluarga memenuhi

untuk membantu status nutrisi

pasien makan dan hidrasi


pasien
9. Kolaborasi dokter
9. Mengetahui
jika tanda cairan
terapi yang
berlebih muncul
paling tepat
meburuk
untuk
10. Atur kemungkinan diberikan
tranfusi, jika 10. Mencegah
diperlukan syok
hypovolemia
11. Persiapan untuk
11. Mencegah
tranfusi, jika
syok
diperlukan
hypovolemia
5 Resiko Setelah dilakukan askep 3 x24 NIC Label :
Ketidakseim jam diharapkan perawat akan Managemen
bangan menangani dan Hipoglikemia:
Kadar meminimalkan hipo/ 1. Mengetahui
1. Monitor tingkat
Glukosa hiperglikemia. kadar glukosa
gula darah sesuai
Darah b.d darah
Dengan Kriteria Hasil : indikasi
hiperglikemi 2. Menccegah

a/hipoglikem NOC Label: Blood Glucose 2. Monitor tanda dan terjadinya

ia gejala hipoglikemi ; komplikasi dari


a) Glukosa darah dalam batas
kadar gula darah < hipoglikemia
normal
70 mg/dl, kulit 3. Memenuhi
b) Glukosa darah puasa dingin, lembab kebutuhan
dalam batas normal pucat, tachikardi, glukosa
c) Mampu mengontrol peka rangsang, 4. Mengganti
glukosa darah gelisah, tidak sadar , glukosa yang
d) Tanda – tanda vital dalam bingung, ngantuk. hilang
batas normal 5. Memenuhi
3. Jika klien dapat
status nutrisi
menelan berikan jus
sesuai diit dan
jeruk / sejenis jahe
kebutuhan
setiap 15 menit
tubuh
sampai kadar gula
darah > 69 mg/dl
1. Mengetahui
4. Berikan glukosa
kadar glukosa
50 % dalam IV
darah
sesuai protokol
2. Mencegah
5. K/P kolaborasi terjadinya
dengan ahli gizi komplikasi dari
untuk dietnya. hiperglikemia
3. Mengetahui
perkembangan
pasien
4. Mengatur kadar
glukosa darah
NIC Label :
5. Mempertahank
Managemen
an status
Hiperglikemia
hidrasi
1. Monitor Gula
6. Mempertahank
darah sesuai indikasi
an status
2. Monitor tanda dan hidrasi
gejala diabetik 7. Agar mendapat
ketoasidosis ; gula terapi yang
darah > 300 mg/dl, tepat
pernafasan bau 8. Mencegah
aseton, sakit kepala, cidera
pernafasan kusmaul, 9. Mengetahui
anoreksia, mual dan adanya
muntah, tachikardi, gangguan pada
TD rendah, sistem saraf
polyuria,
polidypsia,poliphagi
a, keletihan,
pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4
menurun.

3. Monitor v/s :TD


dan nadi sesuai
indikasi

4. Berikan insulin
sesuai order

5. Pertahankan akses
IV

6. Berikan IV fluids
sesuai kebutuhan

7. Konsultasi dengan
dokter jika tanda
dan gejala
Hiperglikemia
menetap atau
memburuk

8. Dampingi/ Bantu
ambulasi jika terjadi
hipotensi

9. Pantau jantung dan


sirkulasi ( frekuensi
& irama, warna
kulit, waktu
pengisian kapiler,
nadi perifer dan
kalium

6 Ketidakefekti Setelah diberikan asuhan NIC label :


fan perfusi keperawatan gerontik selama
Perawatan Sirkulasi :
jaringan 3 kali kunjungan diharapkan
perifer aliran darah perifer membaik 1. Lakukan penilaian 1. Untuk
dibuktikan dengan : sirkulasi perifer (nadi mengetahui
perifer) secara secara dini
NOC label :
komprehensif. komplikasi
Perfusi jaringan perifer : yang terjadi.

1. Aliran darah melaui


2. Intruksikan pasien
pembuluh darah perifer 2. Mencegah
untuk melakukan
normal, dari skala 3 (deviasi terjadinya
perawatan kaki yang
sedang dari skala normal) trauma dan
benar.
ke skala 5 (tidak ada deviasi meningkatkan
dari kisaran normal). sirkulasi darah.
2. Suhu kulit ujung kaki dan 3. Deteksi dini
3. Monitor panas,
tangan normal, dari skala 3 untuk
kemerahan, nyeri
(deviasi sedang dari kisaran mengetahui
parastesia pada
normal) ditingkatkan ke fungsi perifer
ekstremitas.
skala 5 (tidak ada deviasi tidak baik.
4. Ajarkan klien cara
dari kisaran normal). 4. Meningkatkan
perawatan kuku dan
3. Parastesia dipertahankan kelembaban
kaki.
dari skala 3 (diviasi sedang pada kaki.
5. Ajarkan senam kaki
dari kisaran normal) 5. Meningkatkan
diabetic.
ditingkatkan ke skala 5 Sirkulasi aliran
(tidak ada deviasi dari darah ke
kisaran normal). perifer.
6. Anjurkan klien untuk
6. Kulit kering
menggunkan
meningkatkan
pelembab pada kulit resiko
kaki yang kering. terjadinya lesi.

7. Pengetahuan
7. Anjurkan klien untuk
yang memadai
melindungi area
dapat
yang mengalami
mencegah
gangguan dari
terjadinya
trauma.
trauma.
8. Kadar gula
darah yang
8. Anjurkan klien untuk
normal dapat
mengontrol kadar
memperbaiki
gula darahnya.
sirkulasi darah.

7 Risiko Setelah diberikan asuhan NIC label :


Cedera keperawatan gerontik selama
Pencegahan jatuh :
3 kali kunjungan diharapkan
cedera tidak terjadi dibuktikan 1. Identifikasi 1. Dengan

dengan : karakteristik dari mengetahui


lingkungan yang kondisi
NOC label :
mungkin lingkungan
Pengetahuan pencegahan meningkatkan dapat
jatuh : potensi jatuh (misal, mengurangi
lantai yang licin). resiko cedera
1. Alas kaki yang tepat (tidak
2. Anjurkan keluarga klien.
licin) dari skala 3
menyediakan 2. Membantu
(pengetahuan sedang)
pencahayaan yang dalam hal
ditingkatkan ke skala 5
cukup dalam rangka penglihatan
(pengetahuan sangat
meningkatkan klien sehingga
banyak).
pandangan. resiko cedera
2. Penggunaan pencahayaan
3. Anjurkan klien dapat dihindari.
lingkungan yang benar
adaptasi dirumah 3. Mencegah resiko
dari skala 3 (pengetahuan
sedang) ditingkatkan ke untuk menigkatkan cedera.
skala 5 (pengtahuan keamanan (misalnya,
banyak). menghindari
3. Kondisi kronis yang permukaan yang
meningkatkan resiko jatuh licin).
dari skala 2 (pengetahuan 4. Anjurkan keluarga
terbatas) ditingkatkan ke akan pentingnya
4. Dengan adanya
skala 5 (pengetahuan pegangan tangan
pegangan di
banyak). untuk kamar mandi.
kamar mandi
4. Strategi untuk menjaga
dapat
permukaan lantai tetap
mengurangi
aman dari skala 3
resiko cedera
(pengetahuan sedang)
pada klien.
ditingkatkan ke skala 5
(pengetahuan banyak). 5. Anjurkan keluarga
5. Alas kaki yang
menyediakan alas
tepat dapat
kaki yang tidak licin
mengurangi
untuk memfasilitasi
resiko jatuh.
kemudahan
menjangkau.

4. EVALUASI
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Ada 2 komponen
untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu Proses Formatif dan hasil
sumatif. Proses Formatif berfokus pada aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan dilaksanakan dan terus menerus dilaksanakan sampai
tujuan tercapai.
Hasil sumatif berfokus pada perubahan prilaku/status kesehatan pasien pada
akhir tindakanperawatan pasien, tipe ini dilaksanakan pada akhir tindakan secara
paripurna. Disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara objektif oleh pasien
setelah diberikan implementasi keperawatan
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjek dan objektif apakah telah
tertasi, teratasi sebagian atau belum teratasi
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis Ada tiga
kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan tindakan
yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan sesuai kriteria hasil
yang telah ditentukan,tujuan tercapai sebagian apabila jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai
jika klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali
(Abdul & Sjahranie, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R., & Sjahranie, W. (2019). Caesarea Di Ruang Perawatan Mawar Nifas.

Fatimah, R. N. (2016). Diabetes Melitus Tipe 2. Indonesian Journal of Pharmacy, 27(2), 74–
79. https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74

Hestina, D. W. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam


Pengelolaan Diet Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kota Semarang.
Journal of Health Education, 25(1), 57–60.
https://doi.org/10.1080/10556699.1994.10603001

Letuna, P. (2019). Diabetes Melitus Tipe Ii Di Ruangan Teratai Rsud .

Rohma, F. A. (2019). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus pada Tn. S dan Tn. N dengan
Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit di Ruang Melati RSUD Dr. Haryoto
Lumajang. Fakultas Keperawatan Universitas Jember, 1–69.

Sembiring. (2015). Tinjauan Pustaka Diabetes Mellitus, 2015, 1–239.

Wulandari, W. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Tipe Ii
Di Ruang Flamboyan Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Yusuf Sukman, J. (2017). Perubahan pada sistem fisiologis lansia, 4, 9–15.

Anda mungkin juga menyukai