Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KRONIS DAN PALIATIF PADA

PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan
Dewasa pada Kondisi Kronis dan Terminal
Dosen: Ns. Henni Kusuma, M.Kep., Sp.KMB

KELOMPOK 1
1. Yayan Kurniawan 22020117410008
2. Zuliya Indah Fatmawati 22020117410026
3. Fefi Eka Wahyuningsih 22020117410035
4. Dadi Hamdani 22020117410046
5. Sukesi 22020117410047
6. Agustina Chriswinda B. 22020117410050

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir atau
ESRD (End Stage Renal Desease) merupakan gangguan fungsi gagal yang
progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ginjal kronik terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
irreversibel. Penyebab Chronic Kidney Desease antara lain penyakit
infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik,
nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price & Wilson, 2006)
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal
kronik yang cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2010 tercatat 17.507
pasien, tahun berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun 2013
tercatat 24.141 orang pasien (Namawi, 2013).
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi
seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisametabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan danelektrolit pada pasien
gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menjalani
hemodialisis memiliki kualitas hidup yang buruk dan cenderung
mengalami komplikasi seperti depresi, kekurangan gizi, dan peradangan.
Banyak dari mereka menderita gangguan kognitif, seperti kehilangan
memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental, dan sosial yang
2
nantinya mengganggu aktifitas sehari -hari. Banyak peneliti menekankan
bahwa peningkatan kualitas hidup akan mengurangi komplikasi yang
terkait dengan penyakit ini. Kualitas hidup diukur berdasarkan rasa
subjektif dari kesejahteraan umum yang dirasakan oleh pasien yang juga
akan digunakan sebagai ukuran klinis dalam hal perawatan medis pasien
yang menjalani hemodialisis (Pakpour, Saffari, Yekaninnejad, Panahi,
Harrison, et al, 2010)

B. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan konsep penyakit ginjal kronik
2. Menjelaskan Konsep dasar tentang dialysis
3. Menjelaskan tentang Konsep asuhan keperawatan CKD dengan
dialysis

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Ginjal Kronik


1. Definisi
Para ahli telah memberikan definisi mengenai penyakit ginjal kronik (PGK).
Beberapa definisi PGK menurut beberapa ahli antara lain:
a. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam yang mengakibatkan fungsi ginjal menurun secara
progresif dan irreversibel sehingga tubuh tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik dan berakibat pada terjadinya uremia (Smeltzer,
Bare & Hinkle, 2008).
b. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan kehilangan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversibel. The Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (K/ DOQI) of the National Kidney Foundation mendefinisikan
bahwa PGK merupakan kerusakan ginjal atau penurunan laju filtrat
glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/ min/1,73 m2 yang berlangsung
lebih dari 3 bulan (Lewis, Dirksen, Heitkemper, dkk., 2011).
c. Penyakit ginjal kronik atau yang sering disebut penyakit ginjal tahap
akhir (end stage renal disease/ESRD) merupakan suatu kondisi
penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada
ginjal yang irreversibel (Potter & Perry, 2006).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PGK


adalah suatu kondisi sakit yang disebabkan kerusakan pada ginjal yang
irreversibel, sehingga menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya yang
terjadi lebih dari 3 bulan dengan batasan karakteristik nilai LFG kurang dari
60 mL/mnt/1,73 m2.

4
2. Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011), klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG berat 15-29
5 PGK <15
Sumber: National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011)

3. Etiologi
PGK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama penyebab PGK di
Indonesia menurut PERNEFRI (2011), berdasarkan prosentase kejadian
tertinggi adalah penyakit ginjal hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%),
glumerulopati primer (14%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik
(6%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), tidak diketahui (1%),
dan disebabkan karena lain-lain (6%).

4. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital di dalam
tubuh. Fungsi tersebut adalah menyaring darah dari kelebihan cairan, garam,
dan produk sisa untuk menjaga komposisi tubuh agar tetap stabil.
Mengingat fungsi ginjal yang sangat penting, maka apabila terjadi gangguan
pada ginjal akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan hidup
manusia (Desitasari, Utami & Misrawati, 2013).

Cairan akan dipertahankan pada kondisi yang seimbang antara retensi dan
ekskresi pada saat kondisi ginjal normal. Asupan cairan ke dalam tubuh
akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi, sehingga meningkatkan

5
volume filtrat glomerulus dan ekskresi urin. Jumlah haluran urin akan
bervariasi sesuai dengan seberapa banyak asupan makanan dan cairan ke
dalam tubuh (Potter & Perry, 2006).

Adanya faktor-faktor yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal seperti


hipertensi, diabetes mellitus, glomerulonefritis, dan lain-lain akan
menyebabkan fungsi glomerulus menurun karena adanya tekanan yang kuat
pada glomerulus sehingga glomerulus menjadi radang. Leukosit bermigrasi
ke glomerulus dan berakumulasi yang terkadang mengisi seluruh
glomerulus ketika glomerulus radang. Reaksi peradangan ini dapat
menyebabkan sumbatan total ataupun parsial glomerulus, sehingga hal
tersebut menyebabkan permeabilitas membran glomerulus yang tidak
tersumbat meningkat. Peningkatan permeabilitas membran glomerulus
memungkinkan molekul berukuran besar seperti protein ikut keluar bersama
dengan urin. Bersamaan dengan hal tersebut, ruptur terjadi sehingga
memungkinkan banyak eritrosit masuk ke dalam filtrat glomerulus (Guyton,
2012).

Endapan fibrin mulai terbentuk di sekitar interstisium karena adanya jejas.


Mikroaneurisma terjadi karena kerusakan dinding vaskuler dan peningkatan
tekanan darah sekunder akibat obstruksi dan hipertensi. Kerusakan nefron
akhirnya terjadi yang akan memicu hiperfungsi kompensasi pada nefron
yang belum cidera. Kondisi tersebut pada akhirnya membuat glomerulus
yang sehat menanggung beban kerja berlebihan, sehingga mengalami
sklerosis dan nekrosis. Keadaan tersebut membuat fungsi ginjal sebagai
penyaring zat-zat toksik untuk dieskresikan ke luar tubuh tidak berjalan.
Zat-zat toksik yang menumpuk tersebut akan berisiko membawa kematian
pada semua organ penting di dalam tubuh (Kowalak, 2012).

5. Manifestasi klinik

6
Surrena, Gaghardi, Scott, dkk. (2010), mengemukakan bahwa manifestasi
klinik dari PGK adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini berupa hipertensi,
pitting edema pada kaki, tangan, dan tulang duduk, edema periorbital,
perikarditis, efusi perikardial, hiperkalemia, dan hiperlipidemia.
b. Sistem integumen
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain warna
kulit cenderung seperti perunggu keabu-abuan, kulit kering bersisik,
pruritis berat, echymosis, purpura, kuku tipis dan rapuh, rambut kasar
dan menipis.
c. Sistem pulmonal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain nyeri
pleuritis, napas pendek, tachipnea, napas kussmaul.
d. Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal dapat muncul manifestasi klinik seperti
napas bau amonia, ulserasi di mulut dan perdarahan, anoreksia, mual dan
muntah, cegukkan, konstipasi atau diare, perdarahan saluran cerna.
e. Sistem neurologik
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
kelemahan dan kelelahan, bingung, ketidakmampuan konsentrasi,
disorientasi, tremor, kejang, perubahan perilaku.
f. Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain kram
otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, fraktur, dan foot drop.
g. Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
amenorea, atropi testis, infertilitas, dan penurunan libido.
h. Distibusi metabolik

7
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik karena
PGK antara lain akan terjadi peningkatan BUN dan serum kreatinin yang
meningkat sebagai akibat adanya penurunan LFG.
i. Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
PGK dapat bermanifestasi klinik seperti terjadi peningkatan kadar kalium
(hiperkalemia), sedangkan natrium cenderung rendah atau normal.
Asidosis metabolik dapat terjadi karena adanya akumulasi amonia di
dalam darah.
j. Sistem hematologi
Pada sistem hematologi, PGK akan bermanifestasi klinik seperti anemia,
trombositopenia, dan lain-lain.

6. Penatalaksanaan
Penanganan awal PGK difokuskan pada pengendalian gejala, pencegahan
terhadap komplikasi, dan memperlambat terjadinya progresi PGK. Obat
dapat dipakai untuk mengendalikan hipertensi, mengatur elektrolit, dan
mengendalikan volume cairan intravaskuler (Baradero, Dayrit & Siswadi,
2009; Husna, 2010). Menurut Aziz, Witjaksono & Rasjidi (2008), prinsip
dari penatalaksanaan pasien PGK adalah sebagai berikut:
a. Mengobati penyakit dasar dari tanda dan gejala yang ada.
b. Mengobati penyakit penyerta.
c. Menghambat terjadinya progresifitas kerusakan ginjal.
d. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardiovaskuler.
e. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi.
f. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal.

Prinsip-prinsip di atas menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, dkk. (2011),


dapat dicapai dengan dua pendekatan, yaitu dengan manajemen
farmakolologi (dengan menggunakan obat-obatan) dan manajemen nutrisi.
Manajemen tersebut, antara lain:

8
a. Hiperkalemi diatasi dengan jalan membatasi asupan kalium melalui
makanan dan obat-obatan. Untuk akut hiperkalemia dapat dilakukan
koreksi dengan pemberian intra vena glukosa dioplos dengan insulin,
sedangkan untuk selanjutnya dapat diberikan kalitake.
b. Hipertensi dapat diatasi dengan mengurangi berat badan jika pasien
mengalami obesitas, menjalani pola hidup yang sehat dengan olahraga
dan tanpa alkohol, diet rendah garam, dan dengan obat-obatan
antihipertensi seperti ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker.
c. Anemia dapat diatasi dengan pemberian exogenous erytropoietin (EPO),
pemberian tablet besi, atau dengan tranfusi darah.
d. Pembatasan asupan protein.
Protein yang dianjurkan untuk pasien PGK adalah protein yang memiliki
nilai biologis tinggi, seprti produk susu, telur, daging, dan produk hewani
lainnya (Surrena, Gaghardi, Scott, dkk., 2010). Jumlah protein harian
yang direkomendasikan adalah 1,2 gram/Kg berat badan ideal (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, dkk., 2011).
e. Pembatasan cairan.
Pembatasan cairan hanya dilakukan pada pasien ESRD. Program
pembatasan cairan tidak diberlakukan sebelum ESRD. Penatalaksanaan
overhidrasi pada kasus ini biasanya menggunakan obat diuretik (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, dkk., 2011). Jumlah cairan yang diizinkan masuk
dalam 24 jam untuk penderita PGK yang menjalankan program
pembatasan cairan adalah sebanyak urin out put dalam 24 jam terakhir +
500 sampai 600 ml (Insensible Water loss/IWL) (Istanti, 2009; Surrena,
Gaghardi, Scott, dkk., 2010; Tanujiarso, Ismonah, Supriyadi, 2014).
Salah satu bentuk kehilangan cairan tubuh adalah melalui IWL. IWL
meliputi kehilangan cairan dari evaporasi yang terjadi melalui kulit dan
paru selama respirasi. Jumlah cairan yang dikeluarkan adalah 600 ml dari
kulit, 300 ml dari paru, dan 200 ml dalam bentuk feses yang berasal dari
saluran gastrointestinal (Taylor, Lillis, LeMone, dkk., 2011).
Berdasarkan teori tersebut, Lewis, dkk. (2011), merumuskan jumlah
9
cairan yang boleh masuk dalam 24 jam pada penderita PGK sebanyak
urin out put + 600 sampai 1000 ml.
f. Pembatasan natrium dan kalium serta fosfat.
1) Pembatasan natrium
Jumlah natrium yang boleh dikonsumsi oleh penderita PGK setiap
harinya adalah 2 sampai 4 gram. Perlu diperhatikan bahwa natrium
dengan garam natrium klorida tidak sama kandungan natriumnya.
Satu gram natrium klorida mengandung 400 mg natrium.
2) Pembatasan kalium
Pembatasan kalium untuk penderita PGK tergantung kemampuan
ginjal dalam mengekskresikan kalium. Pembatasan kalium dalam
sehari adalah 2 sampai 3 gram, yang mana 39 mg kalium sama dengan
1 mEq kalium. Beberapa jenis makanan yang banyak mengandung
kalium antara lain jeruk, pisang, melon, tomat, buah-buahan yang
berwarna kuning, dan sebagainya.
3) Pembatasan fosfat
Pembatasan fosfat dalam sehari adalah 1 gram. Beberapa contoh
makanan yang banyak mengandung fosfat antara lain daging, susu, es
krim, keju, yogurt, dan lain sebagainya. Banyak makanan yang
mengandung tinggi fosfat mengandung tinggi protein. Semenjak
program hemodialisis dilakukan dan pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, maka pengikat
fosfat penting diberikan untuk mengontrol jumlah fosfat yang beredar
dalam tubuh.

7. Komplikasi
Masalah umum yang sering dihadapi pasien PGK adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan. Salah satu ketidakpatuhan yang paling sering ditemui
pada pasien PGK adalah ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan.
Ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan akan mengakibatkan
berbagai masalah antara lain: edema, sesak napas, hipertensi, dan gangguan
10
jantung, serta yang paling serius adalah kematian (Sulistyaningsih, 2011;
Arfany, Armiyati & Kusuma, 2015; Wizemann, Wabel, Chamney, dkk.,
2009).

B. Konsep dasar tentang dialysis


1. Pengertian hemodialysis
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi
darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan
menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu
bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan
hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis
dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut
prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD
darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler
(Daurgirdas et al., 2007).

2. Indikasi hemodialysis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD
kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
11
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
11) Hipertermia
12) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai
salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
6) Perikarditis uremikum
7) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
8) Hipertermia

3. Prinsip dan cara kerja hemodialisis


Hemodialisis terdiri dari tiga kompartemen yaitu kompartemen darah,
kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan ginjal buatan (dialiser). Darah
dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu,
kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah
terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh
balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian)
darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).

12
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan
larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran
semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut
sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan
UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya
secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara
konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut
berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran.
Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan
tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat
perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al.,2007).

Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan


gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran
(Daurgirdas et al., 2007).

Skema Mekanisme Kerja Hemodialisis


(Bieber dan Himmelfarb, 2013)

13
4. Komplikasi hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun
tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani
HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD
adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan
dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler. Namun sekitar
5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini
disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID)
(Agarwal dan Light, 2010).
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Daurgirdas et al., 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram
otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan
Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau
HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium,
reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial,
kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen,
hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

14
Tabel Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Komplikasi Penyebab

Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,


infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak
Hipertensi adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat / kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala
neurologi, aritmia
Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi
Kontaminasi bakteri / endotoksin dari
dialisat maupun sirkuti air

b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi menurut
Bieber dan Himmelfarb (2013) antara lain:
1) Penyakit jantung
2) Malnutrisi
3) Hipertensi / volume excess
4) Anemia
5) Renal osteodystrophy
6) Neurophaty
7) Disfungsi reproduksi
8) Komplikasi pada akses
9) Gangguan perdarahan
10) Infeksi
11) Amiloidosis
12) Acquired cystic kidney disease

15
C. Konsep asuhan keperawatan CKD dengan dialysis
1. Pengkajian fokus
a. Pengkajian primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
Adanya sekret
Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

Disability: pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi


koma, kelemaha dan keletihan, konfusi, disorientasi, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai.
A (Allert) : sadar penuh, respon bagus
V (Voice Respon) : kesadaran menurun, berespon thd suara

16
P (Pain Respons) : kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, berespon thd rangsangan
nyeri
U (Unresponsive) : kesadaran menurun, tdk berespon terhadap
suara, tidak bersespon terhadap nyeri
b. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
c. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
d. Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
e. Anamnesa
1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
17
6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
11) Lain-lain : Penurunan berat badan

18
f. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.

19
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

20
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Pengkajian bio,psiko,social dan spiritual


Emosi

- Perasaan takut adalah ungkapan emosi pasien gagal ginjal yang


paling sering diungkapkan.
- Pasien sering merasa sakit terhadap kondisinya di kemudian
hari.
- Pasien sering kali emosi terkait ketergantungan dirinya
terhadap cuci darah.

Harga diri

- Pasien dengan gagal ginjal terkadangkalah tidak bisa


mengontrol terkait dengan harga dirinya
- Terkdangkala memerlukan adaptasi waktu yang panjang
terhadap kondisi yang dihadapainya.
- Perubahan peran dalam keluarga.
- Perasan menjaadi beban bagi keluarga.
- Terkadang dengan adanya bekas dari dialysis akan
menimbulkan masalah-masalah penurunan harga diri seperti
bekas luka,gangguan kulit,dan bau badan.
Gaya hidup

- Perubahan pola hidup seperti pembatasan cairan dan pola


makan.
- Keharusan melakukan kontrol dan dialysis di rumah sakit
mengharuskan klien menghabiskan waktunya di rumah sakit.

Fungsi seksusal

- Perubahan hormone dan atau dari faktor insupiensi vaskuler


akan berpengaruh pada kemampuan seksual.
- Perubahan lain seperti destensi perut juga akan membuat
perasan tidak menarik lagi sehingga kemauan dalam hal
seksual nya juga akan menurun.
21
Nilai-nilai spiritual

Nilai –nilai spiritual pada pasien dengan kondisi rutin dengan


hemodialysis tentunya akan bermacam-macam tergantung pada
kebiasan,lingkungan,kultur dan budaya.Namun beberapa hal yang
biasanya terlihat dari pasien dengan gagal ginjal.
- Pasien cenderung ikhlas dengan kondisi yang dihadapinya
sehingga mendekatkan diri kepada tuhan.
- Pasien meyakini bahwa penyakit yang dideritanya adalah
sebuah ujian.
- Pasien berserah diri dan bersyukur bahwa masih ada tindakan
untuk menyelamatkan nyawanya yaitu dengan hemodialis.

3. Pathway keperawatan

22
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung (ketidak seimbangan elektrolit)

23
DAFTAR PUSTAKA

Arfany, N. W., Armiyati, Y., & Kusuma, M. A. B. (2015). Efektifitas mengunyah


permen karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa.
Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Panduan pelayanan medik:
model interdisiplin penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC.
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2009). Seri asuhan keperawatan
klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Desitasari, Utami, G. T., & Misrawati. (2013). Hubungan tingkat pengetahuan,
sikap, dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien Gagal
Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa. lib.unri.ac.id. Diakses pada
tanggal 15 Oktober 2015.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2012). Buku Ajar Disiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D. G., Workman, M.L. (2009). Medical Surgical Nursing:
patientcentered Collaborative care. United States America: Sounders
Elsevier.
Istanti, Y. P. (2009). Hubungan antara masukan cairan dengan interdialytic weight
gains (IDWG) pada pasien chronic kidney diseases di unit hemodialisis RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Profesi volume 10/ Sepetember 2013-
Februari 2014.
Kowalak, J. P. (2012). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M, & Bucher, L. (2011). Medical-
surgical nursing: assesment and management of clinical problems.
Missouri: Elsevier Mosby.
Millard-Stefford, M., Wendland, D. M., O’Dea, N. K., & Norman, T. L. (2012).
Thirs and hidration status in everyday life. Nutrition Reviews, vol 70
(suppl. 2): s147-s151.

24
Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and
Suicide Risk in Hemodialysis Patients With Chronic Renal
Failure.Psychosomatics 2010; 51:528–528.e6.

Namawi, Q. (2013). Populasi Penderita Gagal Ginjal Terus Meningkat di


2013.http://health.okezone.com/rea d/2013/06/28/482/829210/redirectd
diunduh pada tanggal 22 Oktober 2013.
PERNEFRI. (2011). 4th annual report of Indonesian Renal Registry.
www.pernefri-inasn.org/. Diakses tanggal 15 Februari 2017.
Pakpour, A., H., Saffari, M., Yekaninnejad, M., S., Panahi, D., Harrison, A., P.,
ET AL. (2010). Health related quality of life in a sample of iranian patients
on hemodialysis. International journal kidney disease, 4, 50-59
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2008). Buku ajar keperawatan
medikal bedah, brunner & suddarth. Jakarta: EGC.
Sulistyaningsih, D. R. (2011). Efektivitas training efikasi diri pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake
cairan. Majalah Ilmiah Sultan Agung, vol. 50, No. 128 (2012).
Surrena, H., Gaghardi, R., Scott, L., Wendt, J. & Duffield, K. (2010). Handbook
for brunner & suddarth’s of medical-surgical nursing. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Taylor, C.R., Lillis, C., LeMone, P., Lynn, P. (2011). Fundamentals of Nursing:
The Art and Science of Nursing Care 7th Edition. Lippincot Williams &
Wilkins.
Wizemann, V., Webel, P., Chamney, P., Zaluska, W., Moissl, U., Rode, C., dkk.
(2009). The Mortality risk of overhydration in haemodialysis patients.
Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 1574-1579.

25

Anda mungkin juga menyukai