KELOMPOK 1
1. Yayan Kurniawan 22020117410008
2. Zuliya Indah Fatmawati 22020117410026
3. Fefi Eka Wahyuningsih 22020117410035
4. Dadi Hamdani 22020117410046
5. Sukesi 22020117410047
6. Agustina Chriswinda B. 22020117410050
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir atau
ESRD (End Stage Renal Desease) merupakan gangguan fungsi gagal yang
progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit ginjal kronik terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
irreversibel. Penyebab Chronic Kidney Desease antara lain penyakit
infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik,
nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price & Wilson, 2006)
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal
kronik yang cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2010 tercatat 17.507
pasien, tahun berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun 2013
tercatat 24.141 orang pasien (Namawi, 2013).
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi
seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisametabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan danelektrolit pada pasien
gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menjalani
hemodialisis memiliki kualitas hidup yang buruk dan cenderung
mengalami komplikasi seperti depresi, kekurangan gizi, dan peradangan.
Banyak dari mereka menderita gangguan kognitif, seperti kehilangan
memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental, dan sosial yang
2
nantinya mengganggu aktifitas sehari -hari. Banyak peneliti menekankan
bahwa peningkatan kualitas hidup akan mengurangi komplikasi yang
terkait dengan penyakit ini. Kualitas hidup diukur berdasarkan rasa
subjektif dari kesejahteraan umum yang dirasakan oleh pasien yang juga
akan digunakan sebagai ukuran klinis dalam hal perawatan medis pasien
yang menjalani hemodialisis (Pakpour, Saffari, Yekaninnejad, Panahi,
Harrison, et al, 2010)
B. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan konsep penyakit ginjal kronik
2. Menjelaskan Konsep dasar tentang dialysis
3. Menjelaskan tentang Konsep asuhan keperawatan CKD dengan
dialysis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011), klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi PGK berdasarkan derajat LFG
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan ↓ LFG berat 15-29
5 PGK <15
Sumber: National Kidney Foundation dalam Lewis, Dirksen, Heitkemper,
dkk. (2011)
3. Etiologi
PGK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama penyebab PGK di
Indonesia menurut PERNEFRI (2011), berdasarkan prosentase kejadian
tertinggi adalah penyakit ginjal hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%),
glumerulopati primer (14%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik
(6%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), tidak diketahui (1%),
dan disebabkan karena lain-lain (6%).
4. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital di dalam
tubuh. Fungsi tersebut adalah menyaring darah dari kelebihan cairan, garam,
dan produk sisa untuk menjaga komposisi tubuh agar tetap stabil.
Mengingat fungsi ginjal yang sangat penting, maka apabila terjadi gangguan
pada ginjal akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan hidup
manusia (Desitasari, Utami & Misrawati, 2013).
Cairan akan dipertahankan pada kondisi yang seimbang antara retensi dan
ekskresi pada saat kondisi ginjal normal. Asupan cairan ke dalam tubuh
akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi, sehingga meningkatkan
5
volume filtrat glomerulus dan ekskresi urin. Jumlah haluran urin akan
bervariasi sesuai dengan seberapa banyak asupan makanan dan cairan ke
dalam tubuh (Potter & Perry, 2006).
5. Manifestasi klinik
6
Surrena, Gaghardi, Scott, dkk. (2010), mengemukakan bahwa manifestasi
klinik dari PGK adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini berupa hipertensi,
pitting edema pada kaki, tangan, dan tulang duduk, edema periorbital,
perikarditis, efusi perikardial, hiperkalemia, dan hiperlipidemia.
b. Sistem integumen
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain warna
kulit cenderung seperti perunggu keabu-abuan, kulit kering bersisik,
pruritis berat, echymosis, purpura, kuku tipis dan rapuh, rambut kasar
dan menipis.
c. Sistem pulmonal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain nyeri
pleuritis, napas pendek, tachipnea, napas kussmaul.
d. Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal dapat muncul manifestasi klinik seperti
napas bau amonia, ulserasi di mulut dan perdarahan, anoreksia, mual dan
muntah, cegukkan, konstipasi atau diare, perdarahan saluran cerna.
e. Sistem neurologik
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
kelemahan dan kelelahan, bingung, ketidakmampuan konsentrasi,
disorientasi, tremor, kejang, perubahan perilaku.
f. Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem ini antara lain kram
otot, kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, fraktur, dan foot drop.
g. Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul dari sistem ini antara lain
amenorea, atropi testis, infertilitas, dan penurunan libido.
h. Distibusi metabolik
7
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik karena
PGK antara lain akan terjadi peningkatan BUN dan serum kreatinin yang
meningkat sebagai akibat adanya penurunan LFG.
i. Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
PGK dapat bermanifestasi klinik seperti terjadi peningkatan kadar kalium
(hiperkalemia), sedangkan natrium cenderung rendah atau normal.
Asidosis metabolik dapat terjadi karena adanya akumulasi amonia di
dalam darah.
j. Sistem hematologi
Pada sistem hematologi, PGK akan bermanifestasi klinik seperti anemia,
trombositopenia, dan lain-lain.
6. Penatalaksanaan
Penanganan awal PGK difokuskan pada pengendalian gejala, pencegahan
terhadap komplikasi, dan memperlambat terjadinya progresi PGK. Obat
dapat dipakai untuk mengendalikan hipertensi, mengatur elektrolit, dan
mengendalikan volume cairan intravaskuler (Baradero, Dayrit & Siswadi,
2009; Husna, 2010). Menurut Aziz, Witjaksono & Rasjidi (2008), prinsip
dari penatalaksanaan pasien PGK adalah sebagai berikut:
a. Mengobati penyakit dasar dari tanda dan gejala yang ada.
b. Mengobati penyakit penyerta.
c. Menghambat terjadinya progresifitas kerusakan ginjal.
d. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardiovaskuler.
e. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi.
f. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal.
8
a. Hiperkalemi diatasi dengan jalan membatasi asupan kalium melalui
makanan dan obat-obatan. Untuk akut hiperkalemia dapat dilakukan
koreksi dengan pemberian intra vena glukosa dioplos dengan insulin,
sedangkan untuk selanjutnya dapat diberikan kalitake.
b. Hipertensi dapat diatasi dengan mengurangi berat badan jika pasien
mengalami obesitas, menjalani pola hidup yang sehat dengan olahraga
dan tanpa alkohol, diet rendah garam, dan dengan obat-obatan
antihipertensi seperti ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker.
c. Anemia dapat diatasi dengan pemberian exogenous erytropoietin (EPO),
pemberian tablet besi, atau dengan tranfusi darah.
d. Pembatasan asupan protein.
Protein yang dianjurkan untuk pasien PGK adalah protein yang memiliki
nilai biologis tinggi, seprti produk susu, telur, daging, dan produk hewani
lainnya (Surrena, Gaghardi, Scott, dkk., 2010). Jumlah protein harian
yang direkomendasikan adalah 1,2 gram/Kg berat badan ideal (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, dkk., 2011).
e. Pembatasan cairan.
Pembatasan cairan hanya dilakukan pada pasien ESRD. Program
pembatasan cairan tidak diberlakukan sebelum ESRD. Penatalaksanaan
overhidrasi pada kasus ini biasanya menggunakan obat diuretik (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, dkk., 2011). Jumlah cairan yang diizinkan masuk
dalam 24 jam untuk penderita PGK yang menjalankan program
pembatasan cairan adalah sebanyak urin out put dalam 24 jam terakhir +
500 sampai 600 ml (Insensible Water loss/IWL) (Istanti, 2009; Surrena,
Gaghardi, Scott, dkk., 2010; Tanujiarso, Ismonah, Supriyadi, 2014).
Salah satu bentuk kehilangan cairan tubuh adalah melalui IWL. IWL
meliputi kehilangan cairan dari evaporasi yang terjadi melalui kulit dan
paru selama respirasi. Jumlah cairan yang dikeluarkan adalah 600 ml dari
kulit, 300 ml dari paru, dan 200 ml dalam bentuk feses yang berasal dari
saluran gastrointestinal (Taylor, Lillis, LeMone, dkk., 2011).
Berdasarkan teori tersebut, Lewis, dkk. (2011), merumuskan jumlah
9
cairan yang boleh masuk dalam 24 jam pada penderita PGK sebanyak
urin out put + 600 sampai 1000 ml.
f. Pembatasan natrium dan kalium serta fosfat.
1) Pembatasan natrium
Jumlah natrium yang boleh dikonsumsi oleh penderita PGK setiap
harinya adalah 2 sampai 4 gram. Perlu diperhatikan bahwa natrium
dengan garam natrium klorida tidak sama kandungan natriumnya.
Satu gram natrium klorida mengandung 400 mg natrium.
2) Pembatasan kalium
Pembatasan kalium untuk penderita PGK tergantung kemampuan
ginjal dalam mengekskresikan kalium. Pembatasan kalium dalam
sehari adalah 2 sampai 3 gram, yang mana 39 mg kalium sama dengan
1 mEq kalium. Beberapa jenis makanan yang banyak mengandung
kalium antara lain jeruk, pisang, melon, tomat, buah-buahan yang
berwarna kuning, dan sebagainya.
3) Pembatasan fosfat
Pembatasan fosfat dalam sehari adalah 1 gram. Beberapa contoh
makanan yang banyak mengandung fosfat antara lain daging, susu, es
krim, keju, yogurt, dan lain sebagainya. Banyak makanan yang
mengandung tinggi fosfat mengandung tinggi protein. Semenjak
program hemodialisis dilakukan dan pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, maka pengikat
fosfat penting diberikan untuk mengontrol jumlah fosfat yang beredar
dalam tubuh.
7. Komplikasi
Masalah umum yang sering dihadapi pasien PGK adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan. Salah satu ketidakpatuhan yang paling sering ditemui
pada pasien PGK adalah ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan.
Ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan akan mengakibatkan
berbagai masalah antara lain: edema, sesak napas, hipertensi, dan gangguan
10
jantung, serta yang paling serius adalah kematian (Sulistyaningsih, 2011;
Arfany, Armiyati & Kusuma, 2015; Wizemann, Wabel, Chamney, dkk.,
2009).
2. Indikasi hemodialysis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD
kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
11
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
11) Hipertermia
12) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai
salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
6) Perikarditis uremikum
7) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
8) Hipertermia
12
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan
larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran
semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut
sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan
UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya
secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara
konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut
berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran.
Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan
tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat
perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al.,2007).
13
4. Komplikasi hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun
tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani
HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD
adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan
dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler. Namun sekitar
5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini
disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID)
(Agarwal dan Light, 2010).
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Daurgirdas et al., 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram
otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan
Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau
HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium,
reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial,
kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen,
hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
14
Tabel Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
Komplikasi Penyebab
b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi menurut
Bieber dan Himmelfarb (2013) antara lain:
1) Penyakit jantung
2) Malnutrisi
3) Hipertensi / volume excess
4) Anemia
5) Renal osteodystrophy
6) Neurophaty
7) Disfungsi reproduksi
8) Komplikasi pada akses
9) Gangguan perdarahan
10) Infeksi
11) Amiloidosis
12) Acquired cystic kidney disease
15
C. Konsep asuhan keperawatan CKD dengan dialysis
1. Pengkajian fokus
a. Pengkajian primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
Adanya sekret
Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
16
P (Pain Respons) : kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, berespon thd rangsangan
nyeri
U (Unresponsive) : kesadaran menurun, tdk berespon terhadap
suara, tidak bersespon terhadap nyeri
b. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
c. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
d. Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
e. Anamnesa
1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
17
6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
11) Lain-lain : Penurunan berat badan
18
f. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8) Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
19
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
20
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.
Harga diri
Fungsi seksusal
3. Pathway keperawatan
22
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung (ketidak seimbangan elektrolit)
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and
Suicide Risk in Hemodialysis Patients With Chronic Renal
Failure.Psychosomatics 2010; 51:528–528.e6.
25