Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

DOSEN: Hj Tri Mawarni S,Kep.,Ns.M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7

Aroma Priminda : 11409701200005


Lesi Putri A : 11409701200017
Lovita : 11409701200019
Nurharwati : 11409701200029
Raudatul Janah : 11409701200033
Zulfa Audina R : 11409701200039

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

TAHUN 2020/2021
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. (Perkeni, 2015)
Menurut American Diabetes Association (2015), diabetes merupakan suatu
penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang lama atau terus
menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk mengurangi risiko
multifaktoral.
1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Penyakit diabetes melitus yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis
terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) dalam
darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi baik. Tipe
diabetes mellitus terbagi menjadi 2, yaitu:
1) DM Tipe 1
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak
berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas,
sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur
metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi
glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot. Tidak keluarnya insulin dari
kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun
berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
2) DM Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit
glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa,
di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang
akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi
penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern
seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain. (Maulana M,2008)
1.3 Etiologi dan Faktor Resiko Diabetes Melitus
a. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer
c. Riwayat keluarga
Seorang yang menderita diabetes melitus juga diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif
d. Dislipedimia
Keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 25
mg/dL). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya
HDL (<35 mg/dL) sering didapatkan pada pasien diabetes.
e. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena diabetes melitus adalah >45
tahun.
f. Faktor genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Resiko emperis
dalm hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika
orang tua atau saudara kandung mengalami DM.
g. Alkohol dan rokok
Alcohol akan mengganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM,
sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah.
1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
A. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara
klinis menandakan bahwa kerusakan sel-sel beta telah mencapai status terakhir.
Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe merupakan penyakit
autoimun. Ini termasuk:
a. kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas yang
diinfiltrasi.
b. asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon imun)
gen mayor histokompatibilitas kompleks (MHC; leukosit manusia antigen
HLA).
c. kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet of Lengerhans;
d. perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 +
Kompartemen.
e. keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin dalam
proses penyakit.
f. respons terhadap immunotherapy, dan sering terjadi reaksi autoimun pada
organ lain yang pada penderita diabetes tipe 1 atau anggota keluarga
mereka. Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk
berespon terhadap sel-sel beta sedang dikaji secara intensif
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
namun karena sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi akibat dari
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat
terjadi produksi glukosa hepatic yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan
sel-sel B Langerhans secara autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin
DM tipe 2 bersifat relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pancreas. Kerusakan
sel-sel B pancreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan
defisiensi insulin.
1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Gejala diabetes melitus dibagi menjadi gejala akut dan gejala kronis.
1. Gejala akut
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare &
Suzanne, 2002).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne,
2002).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa
lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan
penurunan secara otomatis (Bare & Suzanne, 2002).
e. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)
2. Gejala kronis
Gejala kronis diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk-tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
1.6 WOC
Genetik, sindrom Obesitas, usia, pola
ovarium, virus, bakteri, hidup
bahan toksik

Kerusakan Reseptor insulin


pankreas pada sel berkurang

Penghancuran sel- Jumlah sel


sel beta pankreas menurun

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Defisiensi Insulin

Katabolisme protein Hiperglikemia


meningkat

Fleksibilitas darah ↓ Lipolisis meningkat


Protein dalam tubuh ↓

Pelepasan O2 Penurunan BB
Resistensi infeksi ↓

Hipoksia perifer MK: Defisit


Luka
Nutrisi (D.0019)
MK: Perfusi Perifer
Pertumbuhan Tidak Efektif (D.0009)
organisme Poliuri
MK: Intoleransi
Gangren Aktivitas (D.0056)
Dehidrasi

MK: Gangguan
MK: Resiko
Integritas
Ketidakseimbangan
Kulit/Jaringan (D.0129)
Elektrolit (D.0037)
1.7 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
Jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk Diabetes Melitus adalah sebagai
berikut :
 Gula darah puasa
Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan. Spesimen darah yang digunakan dapat berupa serum atau plasma
vena atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah puasa dapat digunakan
untuk pemeriksaan penyaringan, memastikan diagnostik atau memantau
pengendalian DM. Nilai normal 70-110 mg/dl.
 Gula darah sewaktu
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu diperhatikan
waktu terakhir pasien pasien. Spesimen darah dapat berupa serum atau plasma
yang berasal dari darah vena. Pemeriksaan gula darah sewaktu plasma vena
dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan diagnosa
Diabetes Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.
 Gula darah 2 jam PP (Post Prandial)
Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang dimakan baik jenis
maupun jumlah yang sukar disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama 2
jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien perlu
duduk, istirahat yang tenang, dan tidak melakukan kegiatan jasmani yang berat
serta tidak merokok. Untuk pasien yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat
untuk memantau DM. Nilai normal <140 mg/dl.
 Glukosa jam ke-2 TTGO
TTGO tidak diperlukan lagi bagi pasien yang menunjukan gejala klinis khas DM
dengan kadar gula darah atau glukosa sewaktu yang tinggi melampaui nilai
batas sehinggasudah memenuhi kriteria diagnosa DM. (Gandasoebrata, 2007 :
90-92).
Nilai normal :
 Puasa : 70 – 110 mg/dl
 ½ jam : 110 – 170 mg/dl
 1 jam : 120 – 170 mg/dl
 1½ jam : 100 – 140 mg/dl
 jam : 70 – 120 mg/dl
Kriteria Diabetes Melitus di tegakkan bila (Riskesdas, 2013):
a. Nilai gula darah sewaktu (GDS) >200mg/dl, disertai dengan gejala khas diabetes
melitus (banyak makan, sering buang air kecil, sering minum, dan berat badan
turun)
b. Nilai gula darah puasa (GDP) >126 mg/dl, disertai dengan gejala khas diabetes
melitus
c. Nilai Gula darah 2 jam PP (Post Prandial) >200mg/dl, meskipun nilai GDP <126
mg/dl dan atau gejala khas diabetes tidak mengikuti
d. TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) ditegakkan bila nilai gula darah 2 jam PP
140-199 mg/dl
e. Gula Darah Puasa (GDP) menurut ADA (American Diabetes Association) (2011)
ditegakkan bila nilai GDP 100-125 mg/dl
1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan penatalaksanaan pasien DM (Konsensus penelolaan DM, 2015). Tujuan
penatalaksanaan DM adalah:
1. Tujuan pendek
Menghilangkan keluhan diabetes melitus, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi rosoko komplikasi akut
2. Tujuan panjang
Mencegah dan menghambat progresif penyulit mikroangiopati dan makroangiopati
3. Tujuan akhir
Turunnya morbiditas dan mortalitas DM
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penderita DM yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing individu. Prinsip diet yaitu
dengan keteraturan jadwal makan, jenis makanan, dan jumlah kalori. Standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%. Indeks Massa Tubuh
(IMT) merupakan alat untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT:
- BB kurang <18.5
- BB normal 18.5-22.9
- BB lebih >23
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Latihan jasmani dapat dilakukan jika tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit dengan total 150 menit perminggu. Jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Kadar glukosa darah <100
mg/dl pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada masyarakat resiko tinggi. Pendidikan
kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang
sudah mengalami DM dengan penyulit menahun.
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat anti hiperglikemia oral
2. Obat antihiperglikemia suntik
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: penurunan berat badan yang cepat,
HbA1c>9% dengan kondisi dekompensasi metabolik, hiperglikemia berat
yang disertai ketosis, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Dosis insulin disesuaikan oleh kondisi setiap individu, ada 3 macam
sediaan insulin:
1) Insulin kerja singkat (short-acting) mula kerja relatif cepat. Contohnya
insulin lispro dan insulin aspart
2) Insulin kerja sedang (intermediate-acting), contohnya insulin isophane
dan suspense insulin seng
3) Insulin kerja panjang dengan mula kerja lebih lambat, contohnya
suspensi insulin seng
b. Agonis GLP-1
Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin,mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.Efek penurunan berat
badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat
badanpada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini
terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang
timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat
yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan
Lixisenatide.
c. Kombinasi insulin dan agonis GLP-1
Kombinasi obat antihiperglikemia oral denganinsulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang
tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai
sebelum tidur.Pendekatanterapi tersebut pada umumnya dapat mencapai
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin basal untuk kombinasiadalah 6-10 unit.kemudian
dilakukan evaluasi dengan mengukurkadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit)
apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan
dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati.
5. Perawatan Luka Diabetes Mellitus
Perawatan luka ini dapat dilakukan melalui debridemen, mengurangi beban
tekanan, kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian balutan
serta tindakan operasi atau bedah untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan (Sigh, 2013).
a) Debridemen
Debridemen berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda
asing serta dapat mengoptimalkan lingkungan sekitar luka. Metode ini
dilakukan menggunakan balutan basah- kering, menggunakan enzim seperti
salep.
b) Balutan/Dressing
Tindakan dresing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan luka. Prinsipnya adalah menciptakan suasana
keadaan lembab sehingga dapat meminimalisir trauma. Faktor yang harus
diperhatikan dalam memilih dressing yang akan digunakan yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Beberapa jenis dressing diantara lain :
c) Penatalaksanaan dengan operasi
- Penutupan luka (skin graft) merupakan tindakan memindahkan sebagian
atau selluruhnya tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lin dan
dibutuhkan revaskularisasi untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang
dipindahkan
- Pembedahan revaskularisasi merupakan upaya untuk menurunkan risiko
amputasi pada klien dengan iskemik perifer. Metode ini meliputi bypass
grafiting atau endovascular technique.
- Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai macam
telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Amputasi ini dilakukan
pada penderita DM dengan ulkus kaki 40-60% pada ekstremitas bawah.
Amputasi menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan
kemandiriannya (Wounds International, 2013). Indikasi amputasi meliputi :
a) Iskemik jaringan yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
revaskularisasi
b) Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak
terukur
c) Terdapat ulkus yang semakin memburuk sehingga tindakan
pemotonan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.
1.9 Komplikasi Diabetes Melitus
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan
kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai normal (<50 mg/dL).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami
1-2 kali perminggu. Kadar gula darah yang rendah akan menyebabkan sel-sel
otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan
b. Hiperglikemia
Apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang
menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik, koma hiperosmoler non ketotik dan kemolakto asisdosis
2. Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskuler, terjadi trombosit otak (pembekuan darah pada
bagian otak, mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung
kongetif, dan stroke
b. Komplikasi mikrovaskuler terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati,
diabetic, retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur, pekerjaan orang tua,
pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam identitas data/ petunjuk yang
dapat kita prediksikan adalah Umur, karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk
terkena diabetes mellitus pada umur diatas 40 tahun.
b. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi apakah
terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya riwayat
obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM, penyebab
terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini berhubungan
dengan proses genetic dimana orang tua dengan diabetes mellitus berpeluang
untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d. Pola Aktivitas
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
4) Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (selfesteem).
6) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
8) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
2) Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji
pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis,
kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Hal ini
berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran masa
otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system neurologis pasien
sering mengalami penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler >3 detik (D.
0009)
2) Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan menurun
10% dibawah rentang ideal (D. 0019)
3) Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit b.d ketidakseimbangan cairan (dehidrasi) d.d
diabetes melitus (D.0037)
4) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(D.0056)
5) Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan status nutrisi (kekurangan) d.d
kerusakan jaringan atau lapisan kulit (D.0129)
3. Intervensi Keperawatan

Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler >3
detik (D. 0009)
SLKI SIKI
Dalam 1 x 24 jam masalah 1. Monitor EWS
keperawatan dapat teratasi 2. Periksa sirkulasi perifer (nadi
dengan kriteria hasil : perifer, pengisian kapiler, warna
1. CRT <2 detik kulit)
2. Penyembuhan luka 3. Identifikasi factor risiko gangguan
meningkat sirkulasi (diabetes melitus, cek
3. Tugor kulit membaik gula darah secara rutin)
4. Tekanan darah sistolik 4. Ajarkan program diet sesuai
membaik dengan kebutuhan
5. Tekanan darah diastolik
membaik

Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan


menurun 10% dibawah rentang ideal (D. 0019)
SLKI SIKI
Dalam 1 x 24 jam masalah 1. Monitor asupan makanan
keperawatan dapat teratasi 2. Monitor berat badan
dengan kriteria hasil : 3. Ajarkan diet yang diprogramkan
1. Porsi makanan yang 4. Kolaborasi pemberian medikasi
dihabiskan meningkat sebelum makan (antlemetik)
2. Serum albumin meningkat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Frekuensi makan membaik untuk menentukan jumlah kalori
4. Nafsu makan membaik dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit b.d ketidakseimbangan cairan
(dehidrasi) d.d diabetes melitus (D.0037)
SLKI SIKI
Dalam 1 x 24 jam masalah 1. Monitor kehilangan cairan
keperawatan dapat teratasi (dehidrasi)
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi tanda dan gejala
1. Dehidrasi menurun ketidakseimbangan kadar
2. Tekanan darah membaik elektrolit
3. Serum natrium membaik 3. Berikan diet yang tepat
4. Serum kalium membaik 4. Edukasi tentang jenis,
5. Serum klorida membaik penyebab, dan penanganan
ketidakseimbangan elektrolit

Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen (D.0056)
SLKI SIKI
Dalam 1 x 24 jam masalah 1. Moitoring tanda-tanda vital
keperawatan dapat teratasi 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan
dengan kriteria hasil : jenis nutrient
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
2. Oliguria menurun menentukan jumlah kalori dan
3. Tekanan darah membaik jenis nutrient yang dibutuhkan

Gangguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan status nutrisi


(kekurangan) d.d kerusakan jaringan atau lapisan kulit (D.0129)
SLKI SIKI
Dalam 1 x 24 jam masalah 1. Monitor karakteristik luka (warna,
keperawatan dapat teratasi ukuran, bau)
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Kerusakan jaringan 3. Bersihkan jaringan nekrotik
menurun 4. Pertahankan Teknik steril saat
2. Kerusakan lapisan kulit melakukan perawatan luka
menurun 5. Edukasi tentang tanda dan gejala
infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Bennett, P. Epidemiology Of Type 2 Diabetes Millitus. In LeRoithet.al, Diabetes Millitus


Fundamental and Clinical Text.Philadelphia:Lippincott William &Wilkin s. 2008; 43
(1):544-7
Buraerah, Hakim. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas
Tanrutedong, Sidenreg Rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung
University
Soelistijo, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015. PB.PERKENI:Jakarta
Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes
development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties. Biomed
Central Cardiovascular Diabetology.2011; 10(2);1-15.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai