Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS DIABETES MELITUS

Oleh

Aisyah Heliatul Hafidah

20020002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Jl. dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax. (0331) 483536

E_mail :jstikesdr.soebandi@yahoo.com,web:http://www.stikesdrsoebandi
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun akibat pankreas
tidak memproduksi cukup insulin atau kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin
menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan glukosa di dalam darah (hiperglikemia)
(Kemenkes RI, 2014).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia
kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Catatan untuk diagnosis
berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP,
sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi.
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association 2010 (ADA,
2011) dibagi menjadi 4 yaitu :
a. DM Tipe-1
Terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
b. DM Tipe-2
Terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati.
c. DM Gestasional
Terjadi selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.
d. DM Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, antara lain defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,
iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

1.2 Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus
tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport
glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu:
a) < 140 mg/dL → normal
b) 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL → diabetes

1.3 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes  Mellitus itu ada dua tipe, yaitu diabetes melitus tipe satu dan diabetes
melitus tipe dua :
1. Diabetes melitus tipe satu ini umumnya menyerang anak-anak hingga remaja. Penderita
diabetes dengan tipe ini tergantung pada insulin dari luar. Untuk kelangsungan
hidupnya, penderita tipe ini harus mendapatkan suntikan hormon insulin secara rutin
dan terjadwal. Diabetes melitus tipe 1 ini seringnya muncil secara mendadak dengan
gejala tiba-tiba sering cepat merasa haus dan sering buang air kecil, berat badan
manjadi kurus secara drastis dan lemah. Jika insulin tidak segera diberikan, maka
penderita bisa tak sadarkan diri atau koma diabetic.

2. Diabetes millitus tipe dua ini disebabkan oleh kurang mampunya tubuh di dalam
merespon hormon insulin, sehingga tubuh tidak mampu memanfaatkan okeh insulin
sehingga tubuh tidak mampu memanfaafkan insulin yang dihasilkan oleh organ
pankreas. Pankreas telah memproduksi insulin secara normal, namun hormon yang
dihasilkan tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh secara efektif Tubuh bersifat resisten
terhadap hormon insulin. Ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin
seringnya dikarenakan sel-sel tubuh bersaing berat dengan sel-sel  lemak yang
menumpuk dalam tubuh. Tipe ini lebih banyak menimpa orang-orang yang memiliki
pola hidup dan pola makan yang jelek sehingga terjadi penimbunan lemak atau
kegemukan

1.4 Patofisiologi
(terlampir)

1.5 Pathway
(terlampir)

1.6 Manifestasi klinis


Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin, (2011) manifestasi klinis dijumpai pada
pasien Diabetes Melitus yaitu :
1. Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin )
2. Polidipsi ( peningkatan rasa haus ) akibat volume urin yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel akan berdifusi keluar sel mengikutin penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik ( sangat pekat ). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (Antidiuretik Hormone ) dan
menimbulkan haus.
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama,katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )
5. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
Pemebentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mucus,gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetesn kronik.
6. Kelainan kulit : gatal - gatal, bisul
Kelainan kulit berupa gatal - gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan
kulit seperti diketiak dan dibawah payudara.
1.7 Pemeriksan penunjang
Menurut Riyadi ,S. dan Sukarmin (2011). Pemeriksaan gula darah pada pasien
Diabetes melitus antara lain :
1. Gula darah puasa (GDO ) 70 -110 mg/dl
Kriteria diagnostik untuk Diabetes melitus > 140 mg/dl paling sedikit dalam dua kali
pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia, atau IGT 115 –
140 mg/dl
2. Gula darah 2 jam prandial < 140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
4. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
GD < 115 mg/dl ½ jam , 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl,2 jam < 140 mg/dl. TTGO
dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet . Beraktivitas fisik 3 hari
sebelum tes tidak dianjurkan pada:
a. Hiperglikemi yang sedang puasa
b. Orang yang mendapat thiazide, Dilantin, propanolol, lasik, thyroid,
Estrogen, pil KB,steroid.
c. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif
5. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal
yang mempengaruhi absorpsi glukosa.
6. Glyeosatet hemoglobin
Berguna untuk memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3 bulan. C –
Peptidae 1 – 2 mg/dl (puasa) 5 – 6 kali meningkat setelah pemberian glukosa untuk
mengukur proinsulin (produk saping yang tidak aktif secara biologis) dari
pembentukan insulin dapat membantu menegetahui sekresi insulin.

1.8 Diagnosa banding

Diagnosis banding diabetes Melitus tipe 1 adalah sebagai berikut:


1. Polyuria, Polydipsia, Polyphagia
2. Terjadi selama usia 30 tahun
3. Penurunan BB Kesemutan/ mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki
4. Cepat lelah dan lemah
5. Gangguan Penglihatan
Diagnosis banding diabetes Melitus tipe 2 adalah sebagai berikut:
1. Hiperglikemi Reaktif
2. Intoleransi Glikosa
3. Pancreattis
4. Diabetic ketoasidosis
5. Diabetes gestasional
6. DM tipe 1
7. Gula darah glukosa terganggu (GDPT)
8. Toleransi Glukosa terganggu (TGT)

1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah
menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam
jangka panjang.
a. Medis
Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang bertujuan
untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara
lain :
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :
1) Diet
Diet harus diperhatikan guna mencegah terjadinya hiperglikemia, Makanan yang
dianjurkan untuk penderita diabetes diantaranya ayam tanpa kulit, ikan, putih telur,
daging tidak berlemak. Sumber protein nabati yang dianjurkan diantaranya tempe,
tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang kedelai, sayuran yang
diperbolehkan diantaranya kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, Semua jenis
karbohidrat seperti nasi, bubur, roti, mie, kentang, singkong, ubi, sagu, gandum,
sereal dan kentang diperbolehkan namun dibatasi sesuai kebutuhan. Langkah
makan sehat bagi penderita diabetes diantaranya :
a. Makan tiga kali sehari dan jangan lewatkan waktu makan
b. Lengkapi setiap porsi makan dengan makanan karbohidrat yang lebih kompleks
meliputi roti gandum, oat, dan kentang.
c. Makan lebih banyak buah dan sayuran. Makan 3 – 5 porsi sayur sehari secara
perlahan namun teratur.
d. Kurangi gula dan makanan manis. Diet bebas gula tidak perlu benar- benar
dipatuhi dengan ketat, gula dapat dipakai sebagai salah satu bahan didalam
makanan, misalnya didalam sereal sarapan gandum utuh. Konsumsi maksimum
gula sebesar 5% dari total kebutuhan energi sehari. Minuman manis dapat
diganti dengan minuman bebas gula.
e. Kurangi garam dengan membatasi jumlah asupan makanan olahan serta garam
tambahan. Rempah dan bumbu dapat digunakan sebagai alternatif
f. Dalam melaksanakan diet, penderita DM tipe 2 harus mengikuti anjuran 3J,
yaitu jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makanan
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan – jalan sore,
senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri dan optimal.
4) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan dan pada
malam hari.
5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita ulkus dm
supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya dan
mampu menghindarinya.
6) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement, karena
asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.
7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti bedrest, dimana
semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki
harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui
perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi
debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
8) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan baik.
(Smelzer & Bare, 2005)

1.10 Komplikasi
Komplikasi akan mempengaruhi berbagai organ dan sering terjadi pada pasien DM
tipe 2 karena tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi DM tipe 2 ada yang
bersifat akut dan kronis. Diabetes ketoasidosis, hiperosmolar non ketotik, dan
hipoglikemia merupakan komplikasi akut, sedangkan komplikasi kronis yang bersifat
menahun, yaitu (Audehm et al., 2014 dan Perkeni, 2011):
a. Makroangiopati, ditandai dengan komplikasi pada pembuluh darah besar seperti otak
dan jantung. Selain itu, sering terjadi penyakit arteri perifer.
b. Mikroangiopati, ditandai dengan komplikasi pada pembuluh darah kecil. Terdapat 2
bentuk komplikasi mikroangiopati, yaitu:
1) Retinopati, yaitu gangguan penglihatan bahkan sampai kebutaan pada retina mata.
Selain itu, gangguan lainnya seperti kebutaan, makulopati (meningkatnya cairan di
bagian tengah retina), katarak, dan kesalahan bias (adanya perubahan ketajaman
lensa mata yang dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa dalam darah) (Perkeni,
2011).
2) Nefropati diabetik, yaitu komplikasi yang ditandai dengan kerusakan ginjal
sehingga racun didalam tubuh tidak bisa dikeluarkan dan proteinuria (terdapat
protein pada urin) (Ndraha, 2014).
c. Neuropati, yaitu komplikasi yang sering terjadi pada pasien DM tipe 2 yang ditandai
dengan hilangnya sensasi distal dan berisiko tinggi mengalami amputasi. Selain itu,
sering dirasakan nyeri pada malam hari, bergetar dan kaki terasa terbakar (Perkeni,
2011). Penyempitan pembuluh darah pada jantung merupakan ciri dari penyakit
pembuluh darah perifer yang diikuti dengan neuropati (Ndraha, 2014).
1.11 Asuhan keperawatan
1.1.1 Pengkajian
Menurut (Santosa, Budi. 2008)
1. Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir,
pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri
perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
6. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels,
kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada
diare.
e. Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f. Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori,
refleks tendon menurun, kejang.
g. Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h. Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i. Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j. Gastrointestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k. Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada
kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Nanda, (2017), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain :
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ganguan sensasi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor


biologis

e. Kekurangan volume cairan berhubungna dengan kehilangan cairan aktif

f. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan sensasi (DM)


1.1.3 Perencanaan

DX Perencanaan
no
Keperawa NOC NIC
tan
1 Ketidakstabil Tujuan: Setelah dilakukan asuhan Manajemen hiperglikemi
an kadar gula keperawatan selama 1x 24 jam 1. Kaji tanda dan gejala
darah masalah teratasi hipoglikemi dan hiperglikemi
berhubungan Kriteria Hasil : 2. Pantau kadar gula darah
dengan Kadar glukosa darah (2300) 3. Dorong asupan cairan oral
resistensi kode Indikator SA ST 4. Edukasi materi hipoglikemi
insulin dan hiperglikemi
23001 Glukosa darah 1 5 5. kolaborasi dengan dokter tanda
23007 Urin glukosa 1 5 dan gejala hiperglikemi yang
23008 Urin keton 1 5 menetap dan memburuk
Ket: 6. Kolaborasi pemberian insulin
1: devisiensi berat dari kisaran
normal
2: devisiensi yang cukup berat dari
kisaran normal
3: devisiensi seang dari kisaran
normal
4: devisiensi ringan dari kisaran
normal
5: Tidak ada devisiensi dari kisaran
normal

2 Ketidakseimba Tujuan : setelah dilakukan asuhan Monitor nutrisi


ngan nutrisi keperawatan selama 3x 24 jam 1 Monitor adanya penurunan
kurang dari masalah teratasi berat badan
kebutuuhan Kriteria hasil 2 Monitor lingkungan selama
tubuh Status Nutrisi makan
1 Adanya peningkatan berat 3 Monitor mual dan muntah
badan sesuai dengan usia 4 Monitor makanan kesukaan
2 Berat badan ideal sesuai 5 Monitor pucat, kemerahan, dan
dengan tinggi badan kekeringan jaringan konjungtiva
3 Mampu mengidentifikasi 6 Monitor kalori dan intake
kebutuhan nutrisi nuntrisi
7 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
Daftar Pustaka

Bulechek. Dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 6. Elsevier : UK

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Jakarta: EGC.

Herdman T. H & Kamitsuhu. S. 2015. NANDA Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi. 2015-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC

Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius Mourhead. Dkk. 2013. Nursing Outcomes Clasifications (NOC) Edisi 5. Elsever

: UK

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.

Price & Wilson (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu

Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Anda mungkin juga menyukai