Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULAUAN

DIABETES MELLITUS (DM)

Oleh:

Muhammad Rezal

190103059

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021/2022

1
2

BAB I
KONSEP DASAR

1. Definisi
DM ialah Keadaan hiperglikemia (kelebihan kadar gula darah) kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011, p. 258).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitifitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif & Kusuma, 2015, p.
188).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan
tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak dan protein, mengarah pada hiperglikemia
(kadar glukosa darah tinggi). Diabetes Mellitus (DM) kadang dirujuk sebgai ‘gula tinggi’, baik
oleh pasien maupun penyedia layanan kesehatan (Black, 2014, p. 631).

2. Etiologi
A. Diabetes Tipe 1
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulakn estruksi sel beta(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 188).
B. Diabetes Tipe II
1) Usia
2) Obesitas
3) Riwayat dan keluarga.
4) Pola dan Gaya Hidup
C. DM Gestasional
DM gestasional merupakan diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan dengan
intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama kehamilan.DM gestasional terjadi
3

pada 2-5% perempuan hamil namun menghilang ketika hamilnya berakhir (Black, 2014, p.
632).

3. Klasifikasi
A. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau Diabetes Mellitus onset anak – anak, ditandai
dengan destruksi sel beta pancreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1
diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik.Kembar identic memiliki resiko 25-50%
mewarisi penyakit, sementara saudara kandung memiliki 6% resiko dan anak cucu memiliki
5% resiko. Meskipun pengaruh keturunan kuat, 90% orang dengan DM tipe 1 tidak memiliki
tingkat relative tingkat pertama dengan DM (Black, 2014, p. 632).
B. Diabetes Tipe II
DM tipe 2 sebelumnya disebut NIDDM atau Diabetes Mellitus Onset Dewasa, adalah
gangguan yang melibatkan, baik genetic dan faktor lingkungan.DM tipe 2 adalah tipe DM
paling umum mengenai 90% orang yang memiliki penyakit. DM tipe 2 biasanya terdiagnosis
setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnic serta
populasi ras tertentu (Black, 2014, p. 631).
DM tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2  : usia, obesitas, riwayat dan
keluarga.
C. DM gestasional
Merupakan diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa
atau ditemukan pertama kali selama kehamilan.DM gestasional terjadi pada 2-5% perempuan
hamil namun menghilang ketika hamilnya berakhir (Black, 2014, p. 632).

4. Tanda dan Gejala


A. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk aktifitas osmotik glukosa,
mengarah kepada kehilangan air, glukosa dan elektrolit. Kekurangan insulin untuk mengangkut
glukosa melalui membran dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat.
4

B. Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus. Akibat dari dehidrasi sel mulut
menjadi kering dan sensor haus teraktifasi menyebabkan orang haus terus dan ingin selalu
minum.
C. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa lapar. Karena
glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi
menurun (Black, 2014, p. 639).
D. Penurunan berat badan
Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air,glukosadan
trigliserid,kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan massa otot karena asam amino di
alihkan untuk membentuk glukosa dan keton.
E. Pandangan kabur berulang
Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata terhadap cairan hiperosmolar.
F. Pruritus,inveksi kulit,vaginitis
Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum, hasil penelitian masa
bertentangan.
G. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel tergantung insulin, asam lemak
di gunakan untuk energi, asam lemak di pecahkan menjadi keton dalam darah dan di
ekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe 2, insulin cukup untuk menekan berlebihan penggunaan
asam lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan glukosa.
H. Lemah dan letih
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi, kehilangan kalium dan
katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.
I. Sering asimtomatik
Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan pelan-pelan kadar glukosa darah sampai
tingkat lebih besar di bandingkan peningkatan yang cepat (Black, 2014, p. 639).

5. Komplikasi
A. Komplikasi akut diabetes mellitus
1) Hiperglikemia
5

Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena kurangnya
insulin. Tanpa tersedianya KH untuk bahan bakar sel, hati mengubah simpanan
glikogennya kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa
(gluconeogenesis). Sayangnya namun, respon ini memperberat situasi dengan
meningkatnya kadar glukosa darah bahkan lebih tinggi
2) Ketoasidosis
Asidosis metabolic berkembang dari pengaruh asam akibat keton asetaoasetat dan
hidrokisibutirat beta.Konsisi ini disebut ketoasidosis diabetic.Asidosis berat mungkin
menyebabkan klien diabetes kehulangan kesadaran disebut koma diabetic.Ketoasidosis
diabetic selalu dinyatakan sebuah kegawatdaruratan medis dan memerlukan perhatian
medis segera
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi hipoglikemi) adalah ciri
umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai di dalam klien DM tipe 2 yang diobati insulin atau
obat oral.Kurang hati – hati atau kesalahan sengaja dalam dosis insulin sering
menyebabkan hipoglikemia. Perubahan lain dalam jadwal makan atau pemberian insulin
dapat menyenankan hipoglikemia (Black, 2014, pp. 667-668).

B. Komplikasi kronis diabetes mellitus


1) Komplikasi makrovaskular
Penyakit arteri coroner, penyakit sebrovaskular, dan penyakit pembuluh perifer kebin
umum, cenderung terjadi pada usia lebih awal, dan lebih luas dan berat pada orang dengan
DM. penyakit makrovaskular (penyakit pembuluh besar) mencerminkan aterosklerosis
dengan penumpukan lemak pada lapisan dalam dinding pembuluh darah. Resiko
berkembangnya komplikasi makrovaskular lebih tinggi pada DM tipe 1 daripada tipe 2
(Black, 2014, pp. 674-677).
2) Penyakit aeteri coroner
Pasien dengan DM 2 – 4 kali lebih mungkin dibangdingkan klien non DM untuk
meninggal karena penyakit arteri coroner, dan factor resiko relative untuk penyakit jantung
pembuluh darah.Banyak klien dengan DM, kejadian mikrovaskular atau proses seperti
penyakit arteri coroner adalah atipikal atau diam, dan sering seperti gangguan pencernaan
6

atau gangguan jantung tidak dapat di jelaskan, dyspnea pada aktivitas berat atau nyeri
epigastric
3) Penyakit serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular, termasuk infark aterotromboembolik dimanifestasikan
dengan serangan iskemik transien dan cerebrovascular attack (stroke), lebih sering dan
berat pada klien dengan DM. resiko relative lebih tinggi pada perempuan, tertinggi pada
usia 50 atau 60 an, dan lebih tinggi pada klien dengan hipertensi. Klien yang dating dengan
kadar stroke dan kadar glukosa darah tinggi memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
klien dengan normoglikemik
4) Hipertensi
Hipertensi adalah factor resiko mayor untuk stroke dan nefropati.Hipertensi yang
diobati tidak adekuat memperbesar leju perkembangan nefropati

5) Penyakit pembuluh perifer


Pada penderita DM idensial dan prevalensi bunyi abnormal atau murmur, tidak ada
denyut pedal (kaki), dan gangrene iskemik meninkat. Lebih dari separuh amputasi tungkai
bawah nontraumatik berhubungan dengan perubahan diabeteik seperti neuropati sensoris
dan motoric, penyakit pembuluh darah perifer, peningkatan resiko dan laju infeksi,
penyembuhan buruk.Rangkaian kejadian ini yang mungkin mengarah kepada amputasi
6) Infeksi
Infeksi saluran kencing adalah tipe infeksi paling sering mempengaruhi klien DM,
terutama perempuan.Salah satu factor mungkin di hambat leukosit PMN saat glukosa
ada.Glukosaria berhubungan dengan hiperglikemia.Perkembangan kandung kemih
neurogenic akibat pengosongan tidak lengkap dan retensi urine, mungkin juga
berkontribusi terhadap resiko infeksi saluran kencing.Infeksi kaki diabetic adalah
sering.Kejadian kaki diabetek secara langsung terkait tiga factor di atas dan hiperglikemia.
Hampir 40% klien diabetic dengan infeksi kaki mungkin memerlukan amputasi, dan 5-
10% akan meninggal meskipun amputasi di daerah yang terkena. Dengan edukasi yang
tepat dan intervensidini, infeksi kaki biasanya hilang dengan cara – cara yang tepat waktu.
Perawatan kaki efektif dapat menjadi pemutus awal rantai kejadian yang mengarah pada
keadaan amputasi
C. Komplikasi mikrovaskular
7

Mikroanginopati merujuk pada perubahan yang terjadi di retina, ginjal dan kapiler perifer
pada DM. Uji komplikasi dan kontrol diabetes telah membuat hal ini jelas bahwa control
glikemik ketat dan konsisten mungkin mencegah atau menghentikan perubahan mikrovaskular
(Black, 2014, pp. 677-679).
1) Retinopati diabetic
Retinopati diabetic adalah penyebab utama kebutaan diantara klien dengan DM; sekitar
80% memiliki beberapa bentuk retinopati 15 tahun setelah diagnosis.Penyebab pasti
retinopati tidak dipahami baik tapi kemungkinan multi factor dan berhubungan dengan
glikosilasis protein, iskemik dan mekanisme hemodinamik. Stress dari peningkatan
kekentalan darah adalah sebuah mekanisme hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas dan penurunan lastisitas kapiler
2) Nefropati
Nefropati diabetic adalah penyebab tunggal paling sering dari penyakit ginjal kronis
tahap 5, dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir.Sekitar 35-45 % klien dengan DM tipe
1 ditemukan memiliki nefropati 15-20 tahun setelah diagnosis.Sekitar 20% klien dengan
DM tipe 2 ditemukan memiliki nefropati 5-10 tahun setelah diagnosis.Sebuah konsekuensi
mikroanginopati, nefropati melibatkan kerusakan terhadap dan akhirnya kehilangan kapiler
yang menyuplai glomelurus ginjal. Kerusakan ini mengarah gilirannya kepada perubahan
dan gejala pathologic kompleks (glomerulosklerosis antar kapiler, nephrosis, gross
albuminuria, dan hipertensi)
3) Neuropati
Neuropati adalah komplikasi kronis paling sering dari DM. hamper 60% klien DM
mengalaminya. Oleh karena serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, saraf
bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membrane.Ketika akson dan denrit tidak
mendapat zat gizi, akumulasi sorbitol di jaringan saraf, selanjutnya mengurangi fungsi
sensoris dan motoris.Kedua masalah neurologis permanen maupun sementara mungkin
berkembang padaklien dengan DM selama perjalanan penyakit. Klien dengan kadar
glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf. Nyeri saraf berbeda dengan tipe nyeri
lain seperti nyeri otot atau sendi keseleo. Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa,
menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar yang membuat klien terjaga waktu malam atau
berhenti melakukan pekerjaan tugas harian
8

6. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang


Pemeriksaan diagnostik menurut Tarwoto dkk., (2012) yaitu
A. Pemeriksaan gula darah puasa atau Fasting Blood Sugar (FBS)
1) Tujuannya untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
2) Pembatasanya yaitu tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 08.00 pagi
sampai jam 20.00 malam dan boleh minum air putih
3) Prosedurnya yaitu darah di ambil di vena dan kirim ke laboratorium
4) Hasilnya yaitu normal : 80 – 120 mg per 100 ml serum, abnormal : 140 mg per 100 ml atau
lebih.
B. Pemeriksaan gula darah postpradinal
1) Tujuannya untuk menentukan gula darah setelah makan
2) Pembatasannya tidak ada
3) Prosedurnya yaitu pasien diberi makan kira – kira 100 gr karbohidrat, dua jam kemudian di
ambil darah venanya
4) Hasilnya yaitu normal : kurang dari 120 mg per 1000 ml serum dan abnormal : lebih dari
200 mg per 100 ml atau lebih.
C. Pemeriksaan toleransi glukosa oral atau oral glukosa tolerance test (TTGO)
1) Tujuannya menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa
2) Pembatasannya yaitu pasien tidak makan selama 12 jam sebelum tes dan selama tes boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan (untuk
mengukur respon tubuh terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi stres (keadaan
banyak aktivitas dan stres menstimulasi epineprin dan kortisol yang berpengaruh terhadap
peningkatan gula darah melaui peningkatan glukoneogenesis)
3) Prosedurnya yaitu pasien diberi makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum tes,
keadaan puasa selama 12 jam. Ambil darah puasa dan urine untuk pemeriksaan. Berikan
100 gr glukosa di tambah jus lemon melalui mulut. Pemeriksaan darah dan urine ½,1,2,3,4
dan 5 jam setelah pemberian glukosa.
4) Hasilnya yaitu normal : puncak jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali
normal 2 atau 3 jam kemudian. Abnormal : peningkatan glukosa pada jam pertama tidak
kembali setelah 2 atau 3 jam urine positif glukosa.
9

D. Pemeriksaan glukosa urine


Pemeriksaan glukosa urine ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak di
pengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti Aspirin, Vitamin C dan
beberapa Antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana nilai ambang ginjal meningkat.
Dimana adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap glukosa terganggu.
E. Pemeriksaan keton urine
Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan senyawa ini akan
menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada urine akan merubah pereaksi
pada strip menjadi keugguan, ketonuria menunjukan ketoasidosis.
F. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida,
Pada pemeriksaan kolesterol dan kadar serum triglileserida dapat meningkat karena
ketidakadekuatan kontrol glikemik.
G. Pemeriksaaan Hemoglobin Glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata – rata kadar glukosa darah adalah glykosylated
hemoglobin (HbA1c). Tes ini untuk mengukur prosentasi glukosa yang melekat pada
hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa darah rata – rata selama 120 hari
sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa
jangka panjang, sehingga dapat memprediksi resiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah
karena pengaruh kebiasaan makan sehari sebelum tes. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
diagnosis dan pada interval tertentu di lakukan 2 kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar
yang direkomendasikan oleh ADA yaitu 7%.

7. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan, menurut Tarwoto dkk., (2012) yaitu
A. Managemen diet
Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan pasien DM. Tujuan yang
paling penting dalam manajemen nutrisi dan diet adalah mengontrol total kebutuhan kalori
tubuh, intake yang dibutuhkan, mencapai kadar serum lipid normal. Komposisi pada nutrisi
diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat, lemak, protein dan serat.
BB(kg)
BMI atau ℑ= 2
(TB ( m ) )
Ket : BB kurang : IMT < 18,5
10

BB normal : IMT 18,5 – 22,9


BB lebih : IMT > 23
BB dengan resiko : IMT 23 – 24,9
Obes I : IMT 25 – 29,9
Obes II : IMT 25 – 30.0

1) Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan (kurus, ideal, obesitas), jenis kelamin,
usia, aktivitas fisik. Untuk menentukan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu :
Berat Badan Idaman = (TB (cm) – 100) – 10 %)
Ketentuan :
Berat badan kurang = < 90 % BB idaman
Berat badan normal = 90 – 110 % BB idaman
Berat badan lebih = 110 – 120 % BB idaman
Gemuk = > 120 % BB idaman
Misalnya untuk pasien kurus kebutuhan kalori sekitar 2300 – 2500 kalori, berat badan
ideal antara 1700 – 2100 kalori dan gemuk antara 1300 – 1500 kalori. (Sidartawan, 2007)

2) Kebutuhan karbohidrat
Karbohidrat adalah komponen terbesar dari kebutuhan kalori tubuh, yaitu sekitar 50% -
60%.
3) Kebutuhan protein
Agar mencapai adekuatnya cadangan protein, di perlukan kira – kira 10% - 20% dari
kebutuhan kalori atau 0,8 g/kg/hari.
4) Kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total kalori, sebaiknya dari lemak nabati dan
sedikit dari lemak hewani.
5) Kebutuhan serat
Serat di butuhkan sekitar 20 – 35 g per hari dari berbagai bahan makanan atau rata –
rata 25 g per hari.

B. Latihan Fisik atau Exercise


11

Latihan fisik sangat di butuhkan bagi penderita DM karena pada saat latihan fisik energi
yang di pakai adalah glukosa dan asam lemak bebas. Jenis latihan fisik diantaranya berolahraga
seperti bersepeda, jalan, lari, aerobik, berenang. Yang perlu di perhatikan dalam latihan fisik
DM adalah frequensi, intensitas, durasi waktu dan jenis latihan. Olahraga sebaiknya secara
teratur 3 kali perminggu, dengan intensitas 60% – 70% dari Heart Rate Maximum (220 –
umur), lamanya 20 – 45 menit. Latihan fisik bertujuan :
1) Menurunkan gula darah dengan meningkatkan metabolisme karbohidrat
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan normal
3) Meningkatkan sensitifitas insulin
4) Meningkatkan kadar LDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan kadar trigliserida
5) Menurunkan tekanan darah

C. Obat – Obatan
1) Obat anti diabetik oral atau Oral Hypoglikemik Agent (OH) efektif pada DM Tipe II, jika
manajemen nutrisi dan latihan gagal
Jenis obat – obatan anti diabetika oral diantaranya antara lain :
a) Sulfonylurea yaitu bekerja dengan merangsang beta sel pankreas untuk melepaskan
cadangan insulinnya. Yang termasuk obat jenis ini adalah Glibenklamid, Tolbutamid,
Kloropropamid
b) Biguanida yaitu bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa di usus, misalnya
Metformin, Glukophage
2) Pemberian hormon insulin
Pasien dengan DM Tipe II yang tidak tergantung pada insulin, tetapi memerlukan
sebagai pendukung untuk menurunkan glukosa darah dalam mempertahankan kehidupan.
Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport glukosa kedalam sel dan
menghambat konversi glikogen dan asam amino menjadi glukosa. Berdasarkan daya
kerjanya insulin dibedakan menjadi :
a) Insulin dengan masa kerja pendek (2 – 4 jam) seperti Regular Insulin, Actrapid
b) Insulin dengan masa kerja menengah (6 – 12 jam) seperti NPH (Neutral Protamin
Hagedorn) Insulin, Lente Insulin.
c) Insulin dengan masa kerja panjang (18 – 24) seperti Protamin Zinc Insulin dan
Ultralente Insulin
12

d) Insulin campuran yaitu kerja cepat dan menengah, misalnya 70 % NPH, 30 % Regular.

D. Pendidikan Kesehatan
Hal penting yang dilakukan pada pasien dengan DM adalah pendidikan kesehatan dan yang
harus di sampaikan pada pasien DM adalah
1) Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, penyebab, patofisiologi dan test
diagnosis
2) Diet atau manajemen diet pada pasien DM
3) Aktivitas sehari – hari termasuk latihan dan olahraga
4) Pencegahan terhadap komplikasi DM diantaranya penatalaksaan hipoglikemia, pencegahan
terjadi gangren pada kaki dengan latihan senam kaki
5) Pemberian obat – obatan DM dan cara injeksi insulin
6) Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri.

E. Monitoring Glukosa Darah


Pasien dengan DM perlu di perkenalkan tanda dan gejala hiperglikemia serta yang paling
penting adalah bagaimana memonitor glukosa darah dapat di lakukan secara mandiri.
Pemeriksaan glukosa darah dapat di lakukan secara mandiri dengan menggunakan Glukometer.
Pemeriksaan ini penting untuk memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.
13

PATHWAY
14

BAB II
15

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada seorang yang anggota keluarganya memiliki riwayat
diabetes. Diabetes tipe 1 ini biasa mulai terdeteksi pada usia kurang dari 30 tahun. Diabetes
tipe 2 adalah tipe DM paling umum yang biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih
umum diantara dewasa tua dan biasanya disertai obesitas. Diabetes gestasional merupakan
yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali
selama kehamilan (Black, 2014, pp. 632-63).
B. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. (Bararah, 2013, p.
39)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat berlebihan, badan
lemas dan penurunan berat badan sekitar 10% sampai 20%. (Bararah, 2013, p. 39)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. (Bararah, 2013, p. 39)
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang
biasa digunakan oleh penderita. (Bararah, 2013, p. 40)
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM
atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalkan
hipertensi, jantung. (Bararah, 2013, p. 40)
3) Riwayat Pengobatan
16

Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan terapi injeksi insulin
eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah. Sedangakan pasien dengan diabetes
mellitus biasanya menggunakan OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea,
biguanid, meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll (Black, 2014, p. 642).
D. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan komposmentis dan
mengalami hipoglikemi akibat reaksi pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya
pasien mengeluh gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit), tremor, dan pucat
(Bararah, 2013, p. 40).
b. Tanda – tanda vital
Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan tekanan darah, nadi, suhu, turgor kulit,
dan frekuensi pernafasan. (Bararah, 2013, p. 40).
2) Body System
a. Sistem pernapasan
Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak napas
Palpasi : mengetahui vocal premitus dan mengetahui adanya massa, lesi atau bengkak.
Auskultasi : mendengarkan suara napas normal dan napas tambahan (abnormal :
weheezing, ronchi, pleural friction rub ) (Bararah, 2013, p. 40).
b. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer melemah atau berkurang.
Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar, kardiomegali.
Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung dapat didiskripsikan dengan S1,
S2 tunggal (Bararah, 2013, p. 40)
c. Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflex
lambat, kacau mental, disorientasi. (Bararah, 2013, p. 41).
Pasien dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf. Nyeri saraf
sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar yang
17

membuat pasien terjaga waktu malam atau berhenti melakukan tugas harian (Black,
2014, p. 680).
d. Sitem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat proses miksi
(Bararah, 2013, p. 41).
e. Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen. (Bararah, 2013, p. 41).
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl. Pasien mungkin dysphagia, nyeri
perut, mual, muntah, penyerapan terganggu, hipoglikemi setelah makan, diare,
konstipasi dan inkontinensia alvi (Black, 2014, p. 681).

f. Sistem integumen
Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk, memperhatikan jumlah
rambut, distribusi dan teksturnya.
Parpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus), mobilitas, meraba tekstur rambut
(Bararah, 2013, p. 40).
g. Sistem muskuluskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri (Bararah, 2013, p. 41).
h. Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya mengakibatkan
produksi insulin yang tidak adekuat yang menyebabkan DM tipe1. Respon sel beta
pancreas terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah yang tingai menjadi
progresif kurang efisien yang menyababkan DM tipe2 (Black, 2014, p. 634)
i. Sistem reproduksi
Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas, maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi (Bararah, 2013, p. 38).
j. Sistem penglihatan
Retinopati diabetic merupakan penyebab utama kebutan pada pasien diabetes
mellitus (Black, 2014, p. 677).
18

k. Sistem imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi infeksi, infeksi sangat sulit
untuk pengobatan. Area terinfeksi sembuh secara perlahan karena kerusakan pembuluh
darah tidak membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibody ke tempat
luka. Infeksi meningkatkan kebutuhan insulin dan mempertinggi kemungkinan
ketoasidosis (Black, 2014, p. 677)

2. Masalah Keperawatan
A. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia (D.0009)
B. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (D.0077)
C. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur ( D.0055)
D. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis(D.0142)
E. Keletihan berhubungan dengan Kondisi fisiologis (D.0057)
F. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan (D.0056)
G. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)
3. Perencanaan
No Diagnosa Standar Luaran Intervensi
Keperawatan
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan Intervensi utama Perawatan Sirkulasi
tidak efektif tindakan keperawatan (I.02079)
berhubungan diharapkan perfusi perifer
dengan meningkat (L.02011) Observasi
Hiperglikemia dengan Kriteria hasil : a. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
(D.0009) a. Denyut nadi perifer perifer, edema, pengisian kapiler,
meningkat warna, suhu, ankle-bracial index)
b. Warna kulit pucat b. Identifikasi faktor resiko gangguan
menurun sirkulasi ( mis. diabetes, perokok,
c. Pengisian kapiler orang tua, hipertensi dan kadar
membaik kolesterol tinggi)
d. Akral membaik c. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
e. Turgor kulit membaik atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
a. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
d. Lakukan pencegahan infeksi
e. Lakukan perawatan kaki dan kuku
19

f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolahraga rutin
c. Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol jika perlu
e. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
f. Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
g. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada
kaki)
h. Anjurkan program rehabilitasi
vascular
i. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3
j. Infromasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

2 Nyeri akut Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri (I. 08238)


berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan Agen keperawatan diharapkan a. Observasi tanda-tanda vital
pencedera fisik masalah nyeri dapat b. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(D.0077) menurun, dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, dan
hasil: intensitas nyeri.
a. Keluhan nyeri c. Identifikasi skala nyeri
menurun d. Identifikasi respons nyeri non
b. Meringis menurun verbal
c. Sikap protektif e. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
d. Gelisah menurun f. Identifikasi pengaruh nyeri pada
e. Kesulitan tidur kualitas hidup
menurun g. Monitor keberhasilan terapi
f. Frekuensi nadi komplementer yang sudah
membaik diberikan
h. Monitor efek samping
penggunaan analgesic
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
20

memperat rasa nyeri membantu


mengurangi rasa nyeri pasien
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Anjurkan teknik nonfarmakologis
(teknik napas dalam)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3 Gangguan pola Setelah dilakukan Edukasi aktivitas/istirahat (I.12362)
tidur tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan a. Identifikasi kesiapan dan
dengan kurang pola tidur pasien kemampuan menerima
control tidur membaik dengan informasi
( D.0055) kriteria hasil: Terapeutik
a. Keluhan sulit tidur a. Sediakan materi dan media
meningkat pengaturan aktivitas dan
b. Keluhan sering istirahat
terjaga meningkat b. Jadwalkan pemberian
c. Keluhan tidak puas pendidikan kesehatan sesuai
tidur meningkat kesepakatan
c. Berikan kesempatan kepada
d. Keluhan pola tidur
pasien dan keluarga untuk
berubah meningkat
bertanya
e. Keluhan istirahat
Edukasi
tidak cukup
meningkat a. Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
b. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain, atau aktivitas lainnya
c. Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
d. Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I. 14539)
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan penyakit diharapkan tingkat
kronis (D.0142) infeksi menurun dengan a. Monitor tanda dan gejala infeksi
kriteria hasil : local, dan sistemik
1. Nyeri menurun Terapeutik
2. Bengkak menurun
3. Demam menurun a. Batasi jumlah pengunjung
4. Nafsu makan b. Berikan perawatan kulit pada area
21

meningkat
edema
5. Kadar sel darah
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
putih membaik
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi

Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian imunisasi,


jika perlu
5 Keletihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy (I. 05178)
berhubungan keperawatan diharapkan Observasi
dengan Kondisi tingkat keletihan dapat 1. Identif
fisiologis menurun dengan kriteria ikasi gangguan fungsi tubuh yang
(D.0057) hasil : mengakibatkan kelelahan
1. Verbalisasi 2. Monit
kepulihan energy or kelelahan fisik dan emosional
meningkat 3. Monit
2. Tenaga meningkat or pola dan jam tidur
3. Kemampuan 4. Monit
melakukan aktivitas or lokasi dan ketidaknyamanan
rutin meningkat selama melakukan aktivitas
4. Verbalisasi lelah Terapeutik
menurun a. Sediakan lingkungan nyaman dan
Lesu menurun rendah stimulus ( mis. cahaya,
suara, kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
22

d. Ajarkan strategi koping untuk


mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
6 Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen energy (I. 05178)
Aktivitas (L.05047) Observasi
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 5. Identif
dengan keperawatan diharapkan ikasi gangguan fungsi tubuh yang
Kelemahan toleransi aktivitas meningkat mengakibatkan kelelahan
(D.0056) dengan kriteria hasil : 6. Monit
a. Frekuensi nadi meningkat or kelelahan fisik dan emosional
b. Kemudahan dalam 7. Monit
melakukan aktivitas or pola dan jam tidur
sehari-hari meningkat 8. Monit
c. Kekuatan tubuh bagian or lokasi dan ketidaknyamanan
atas dan bawah selama melakukan aktivitas
meningkat Terapeutik
d. Keluhan lelah menurun e. Sediakan lingkungan nyaman dan
e. Dyspnea saat aktivitas rendah stimulus ( mis. cahaya,
menurun suara, kunjungan)
f. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
g. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
h. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
e. Anjurkan tirah baring
f. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
g. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
h. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7 Ansietas Tingkat Ansietas L.09093 Reduksi Ansietas I.09314
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan Krisis keperawatan diharapkan a. Identifikasi saat tingkat
situasional tingkat ansietas menurun, ansietas berubah ( mis.
(D.0080) dengan kriteria hasil: Kondisi, waktu, stressor)
a. Verbalisasi b. Identifikasi kemampuan
kebingungan mengambil keputusan
menurun c. Monitor tanda-tanda ansietas
b. Verbalisasi khawatir (verbal dan nonverbal)
akibat kondisi yang Terapeutik
23

dihadapi menurun a. Ciptakan suasana teraupeutik


c. Perilaku gelisah untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
d. Perilaku tegang b. Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
c. Pahami situasi yang membuat
ansietas
d. Dengarkan dengan penuh
perhatian
e. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
f. Tempatkan barang pribadi
yang memberikan kenyamanan
g. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
h. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
a. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
b. Informasikan secara factual
mengenal diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
g. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
h. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas, jika perlu
24

4. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan Pasien


Penderita diabetes mellitus sebaiknya melaksanakan 4 pilar pengelolaan diabetes mellitus yaitu
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (American Diabetes
Association, 2002). Latihan jasmani secara teratur dapat menurunkan kadar gula darah. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah (Vitahealth, 2006). Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, berenang, dan senam diabetes (Ermita I. Iiyas, 2005).
Senam diabetes sering dilakukan karena senam tersebut bisa mengolah semua organ tubuh
manusia, mulai otak hingga ujung kaki (Brian J. Sharkey, 2003). Sebab dampak penyakit diabetes
menyerang seluruh tubuh. Dampak paling ringan adalah kaki kesemutan. Sedangkan yang terparah
adalah menderita stroke. Gerakan yang bervariasi membuat otak bekerja untuk bisa menghafalnya.
Membiasakan otak bekerja bisa meningkatkan daya ingat dan memperkuat konsentrasi. Hal ini
merupakan terapi untuk stroke ringan serta mencegah terjadinya demensia (pikun). Pentingnya
pengontrolan kadar gula darah bagi penderita diabetes untuk menghindarkan terjadinya komplikasi
yang dapat menyebabkan kematian (Persadia, 2006).
Terdapat perbedaan penurunan kadar gula darah sewaktu antara kelompok terpapar senam dan
kelompok tidak terpapar senam. Penurunan rata-rata gula darah sewaktu pada kelompok terpapar
2,3 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar senam. Jadi, senam efektif dalam
menurunkan kadar gula darah.
25

DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria.

Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.


Nurarif, A dan Kusuma H.(2015) Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC, Jilid 2 Yogyakarta:Mediaction.

Tarwoto, Dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info
Medikal.

Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2019, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai