Anda di halaman 1dari 20

41

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KMB PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DENGAN VESIKOLITIASIS

Oleh :

NILAM SARI

NIM 2022207209037

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2022
41
A.Konsep Dasar Penyakit

Definisi

Penyakit vesikolitiasis adalah kumpulan endapan mineral yang mengeras dan terbentuk di dalamkandung kemih,
sehingga bisa menyebabkan sumbatan atau terganggunya aliran urin keluar dari sistem perkemihan.

Kejadian batu ginjal diperkirakan mempengaruhi sekitar 12% dari populasi dunia. Dalam tinjauan sejarah, manusia
telah menderita batu saluran kemih sejak abad 4000 SM, dan merupakan penyakit saluran kemih yang paling
umum.

Batu ginjal telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal ginjal kronis, gagal ginjal stadium akhir, penyakit
kardiovaskular, diabetes melitus, dan hipertensi. Nefrolitiasis bertanggung jawab atas 2 hingga 3% kasus ginjal
stadium akhir jika dikaitkan dengan nefrokalsinosis.

Gejala batu ginjal berkaitan dengan lokasinya apakah di ginjal, ureter, atau di kandung kemih. Pada tahap awal,
pembentukan batu biasanya tidak menimbulkan gejala apa pun, sampai ukurannya cukep besar dan mengganggu
aliran urin.

Tanda dan gejala penyakit batu terdiri dari kolik ginjal, nyeri pinggang, hematuria, uropati obstruktif, infeksi
saluran kemih, penyumbatan urin, dan hidronefrosis.

Jenis Batu ginjal

Komposisi kimia batu ginjal tergantung pada kelainan komposisi berbagai bahan kimia dalam urin. Batu berbeda
dalam ukuran, bentuk, dan komposisi kimia (mineralogi). Berdasarkan variasi komposisi mineral dan
patogenesisnya, batu ginjal umumnya diklasifikasikan menjadi lima jenis sebagai berikut:

 Batu Kalsium (Kalsium Oksalat dan Kalsium Fosfat)

Batu kalsium adalah jenis batu ginjal yang paling banyak yaitu sekitar 80% dari semua batu saluran kemih.
Konstituen utama batu kalsium adalah brushite (kalsium hidrogen fosfat) atau hidroksiapatit.

Kalsium oksalat ditemukan di sebagian besar batu ginjal dan ada dalam bentuk CaOx monohydrate (COM, disebut
sebagai nama mineral: whewellite, CaC2O4•H2O), dan CaOx dihydrate (COD, weddellite, CaC2O4•2H2O), atau
sebagai kombinasi dari keduanya yang menyumbang lebih dari 60%. COM adalah bentuk batu yang paling stabil
secara termodinamika. COM lebih sering muncul daripada COD pada batu klinis.

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan batu CaOx seperti hiperkalsiuria seperti resorptif,
kebocoran ginjal, absorptif, penyakit metabolik, hIperuricosuria, hyperoxaluria, hypocitraturia, hypomagnesuria,
dan hypercystinuria.

Pada PHH urin 5,0-6,5 akan menbatu CaOx, sedangkan batu kalsium fosfat terjadi ketika pH lebih besar dari 7,5.
Kekambuhan batu kalsium lebih besar dibandingkan jenis batu ginjal lainnya.
41

 Batu Struvite atau Magnesium Amonium Fosfat

Batu struvite sering jugan disebut batu infeksi, terjadi sekitar 10-15% dari seluruh batu ginjal. Biasanya batu struvit
ini terjadi pada pasien dengan infeksi saluran kemih kronis yang menghasilkan urease, yang paling umum adalah
Proteus mirabilis dan patogen seperti klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacter.

Urease diperlukan untuk memecah/membelah urea menjadi amonia dan CO2, membuat urin lebih basa yang
meningkatkan pH (biasanya  > 7). Fosfat kurang larut pada pH basa dibandingkan pH asam, sehingga fosfat
mengendap pada produk amonium yang tidak larut, menghasilkan pembentukan batu staghorn yang besar. Wanita
lebih cenderung mengembangkan jenis batu struvit ini daripada pria.

 Batu Asam Urat atau Urat

Batu asam urat terjadi sekitar 3-10% dari semua jenis batu. Diet tinggi purin terutama yang mengandung protein
hewani seperti daging dan ikan, menyebabkan hiperurikosuria, volume urin rendah, dan pH urin rendah (pH < 5,05)
memperburuk pembentukan batu asam urat.

Orang dengan artritis gout dapat membentuk batu di ginjal. Penyebab paling umum dari nefrolitiasis asam urat
adalah idiopatik, dan batu asam urat lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

 Batu Sistin

Batu ginjal jenis sistin ini terdiri kurang dari 2% dari semua jenis batu. Batu sisitin adalah kelainan genetik dari
pengangkutan asam amino dan sistin.

Kondisi ini menghasilkan kelebihan sistinuria dalam ekskresi urin, yang merupakan gangguan resesif autosomal
yang disebabkan oleh cacat pada gen rBAT pada kromosom 2, mengakibatkan gangguan penyerapan tubulus ginjal
dari sistin atau bocornya sistin ke dalam urin.

Sistin tidak larut dalam urin dan menyebabkan pembentukan batu sistin. Orang yang homozigot untuk sistinuria
mengeluarkan lebih dari 600 milimol sistin tidak larut per hari. Perkembangan sistin urin adalah satu-satunya
manifestasi klinis dari penyakit batu sistin ini.

 Batu Ginjal yang Diinduksi Obat

Batu ginjal yang diinduksi obat menyumbang sekitar 1% dari semua jenis batu. Obat-obatan seperti guaifenesin,
triamterene, atazanavir, dan obat sulfa menginduksi pembentukan batu ginjal ini. Misalnya, orang yang memakai
protease inhibitor indinavir sulfat, obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV, berisiko terkena batu ginjal.

Obat litogenik atau metabolitnya dapat mengendap membentuk nidus atau pada batu ginjal yang sudah ada. Di sisi
lain, obat ini dapat menginduksi pembentukan batu melalui aksi metaboliknya dengan mengganggu metabolisme
kalsium oksalat atau purin.
41

Etiologi

Terdapat beberapa jenis batu vesikolitiasis, namun yang paling banyak yaitu sekitar 80% batu terdiri dari kalsium
oksalat atau fosfat. Jenis batu lainnya adalah asam urat (9%), struvite (10%), dan batu sistin (1%).

Berbagai jenis vesikolitiasis ini bisa terbentuk karena berbagai faktor risiko seperti diet, riwayat batu pada keluarga
sebelumnya, faktor lingkungan, obat-obatan, dan riwayat medis pasien.

Faktor risiko pembentukan vesikolitiasis antara lain:

 Asupan cairan oral yang buruk atau kurangnya minum yang bisa menyebabkan dehidrasi
 Asupan protein hewani yang tinggi
 Asupan oksalat yang tinggi, banyak terkandung dalam makanan seperti kacang-kacangan, bir, buah beri,
kopi, coklat, beberapa teh, soda, bayam, dan kentang
 Asupan garam yang tinggi.

Konsumsi sitrat membantu mencegah pembentukan batu karena menghambat agregasi kristal dengan membentuk
kompleks dengan garam kalsium dalam urin. 60% pasien dengan batu kalsium ditemukan mengalami
hipositraturia.

Asupan kalsium yang rendah telah terbukti meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal, bertentangan dengan
kepercayaan umum. Penurunan asupan kalsium oral akan mengurangi kadar kalsium dalam saluran GI, yang jika
tidak tersedia untuk mengikat oksalat.

Hal ini, pada gilirannya akan meningkatkan penyerapan dan ekskresi oksalat, meningkatkan risiko pembentukan
batu. Asupan vitamin C dan minyak ikan juga telah terbukti meningkatkan risiko batu kalsium.

Riwayat batu ginjal pribadi dan keluarga sebelumnya akan meningkatkan risiko pembentukan batu secara
substansial.

Prosedur seperti bypass lambung Roux-en-Y dan gastrektomi lengan telah menunjukkan peningkatan tiga kali lipat
dalam pembentukan batu kalsium oksalat sekunder untuk keadaan malabsorpsi pasca operasi, mengakibatkan
peningkatan kadar oksalat urin, penurunan produksi urin, dan penurunan sitrat urin.

Adanya kondisi medis seperti penyakit ginjal kronis, hipertensi, asam urat, diabetes melitus, hiperlipidemia,
obesitas, endokrin, dan keganasan meningkatkan risiko perkembangan batu ginjal.

Obesitas, hiperlipidemia, dan diabetes melitus tipe 2 memiliki hubungan yang kuat dengan kalsium oksalat dan
batu asam urat. Pasien dengan riwayat hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes mellitus tipe 2 sering memiliki diet
yang tinggi protein hewani, garam, dan gula, menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi untuk
pembentukan batu.
41

Resistensi insulin pada obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan perubahan metabolik yang
meningkatkan risiko pembentukan batu sekunder akibat peningkatan ekskresi kalsium dan asam urat urin.

Sebuah penelitian baru-baru ini mengevaluasi 4500 pasien dengan riwayat batu ginjal dan resistensi insulin
menunjukkan peningkatan pH urin dan penurunan ekskresi asam urin, meningkatkan kemungkinan terjadinya
nefrolitiasis atau urolitiasis.

Sebuah penelitian prospektif dengan mengikuti perkembangan peserta selama bertahun-tahun dengan menilai
berat badan awal, penambahan berat badan, paparan makanan, BMI, dan lingkar pinggang menunjukan bahwa
peningkatan BMI meningkatkan risiko pembentukan batu simtomatik karena adipositas di masa dewasa
memainkan peran yang sangat penting.

Urolitiasis yang diinduksi obat jarang terjadi, dan hanya menyebabkan 2% batu. Obat-obatan yang terindikasi
antara lain protease inhibitor yang digunakan untuk pengobatan HIV (atazanavir, indinavir) dan sulfadiazine.
Ceftriaxone telah terbukti meningkatkan risiko pembentukan batu pada pasien yang menjalani terapi jangka
panjang.

Jenis batu struvite yang juga dikenal sebagai batu infeksi, kurang umum dan dapat terbentuk secara perlahan dan
sebelum mulai menimbulkan gejala. Jenis batu ini dapat membentuk staghorn atau kalkulus besar yang membanjiri
sistem pengumpulan ginjal.

Batu struvit biasanya terdiri dari magnesium amonium fosfat, bentuk sekunder untuk pH urin tinggi dan sebagian
besar disebabkan oleh adanya spesies Proteus atau Klebsiella yang merupakan pembentuk urease. Pemecahan
urea menghasilkan amonia sebagai produk sampingan, yang meningkatkan pH urin lalu memfasilitasi
pembentukan batu struvite.

Pembentukan batu asam urat berhubungan dengan kadar asam urat urin yang rendah, pH urin yang rendah, dan
volume urin yang rendah. Paling sering muncul sebagai pembentuk batu asam urat idiopatik. Namun, gangguan
metabolisme seperti diabetes dan obesitas juga akan meningkatkan risiko batu asam urat.

PH urin yang rendah akan mendorong pembentukan dan deposisi kristal asam urat, biasanya di bawah pH 5,5. Diet
kaya protein hewani akan meningkatkan beban asam urat dan presipitasi. Asam urat, kelainan neoplastik tertentu,
dan diare kronis juga berhubungan dengan pembentukan batu asam urat.

Batu sistin jarang terjadi dan terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir yang menyebabkan mutasi pada 2 gen,
SLC3A1 dan SLC7A9. Mutasi ini menyebabkan metabolisme dan transportasi sistin yang rusak, mengakibatkan
sistinuria dan batu. Batu sistin biasanya terjadi di masa kanak-kanak atau remaja, beberapa kasus bahkan telah
ditunjukkan pada bayi. Sebagai catatan, batu sistin juga dapat membentuk batu staghorn.
41

Patofisiologi

Patofisiologi vesikolitiasis atau biomineralisasi adalah proses biokimia kompleks yang masih belum sepenuhnya
dipahami. Pembentukan vesikolitiasis merupakan proses biologis yang melibatkan perubahan fisikokimia dan
supersaturasi urin.

Larutan jenuh mengacu pada larutan yang mengandung lebih banyak bahan terlarut daripada yang dapat
dilarutkan oleh pelarut dalam keadaan normal. Sebagai hasil dari supersaturasi, zat terlarut mengendap dalam urin
menyebabkan nukleasi dan kemudian konkresi kristal terbentuk.

Artinya, kristalisasi terjadi ketika konsentrasi dua ion melebihi titik jenuhnya dalam larutan. Transformasi fase cair
menjadi padat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi spesifik zat berlebih. Tingkat saturasi urin sehubungan dengan
konstituen pembentuk batu seperti kalsium, fosfor, asam urat, oksalat, sistin, dan volume urin yang rendah
merupakan faktor risiko kristalisasi.

Dengan demikian, proses kristalisasi tergantung pada termodinamika yang mengarah ke nukleasi dan kinetika yang
terdiri dari tingkat nukleasi atau pertumbuhan kristal dari larutan jenuh. Oleh karena itu, batu ginjal atau urolitiasis
dapat dicegah dengan menghindari supersaturasi.

Namun, perlu dicatat bahwa pembentukan batu biasanya tergantung pada tingkat ketidakseimbangan antara
inhibitor urin dan promotor kristalisasi. Semua batu berbagi peristiwa serupa sehubungan dengan fase mineral
pembentukan batu. Tapi, urutan kejadian yang mengarah pada pembentukan batu berbeda tergantung pada jenis
batu dan kimia urin.

Misalnya, kristalisasi batu berbasis kalsium seperti kalsium oksalat atau kalsium fosfat terjadi pada urin jenuh jika
dengan inhibitor konsentrasi rendah. Asam urat mengganggu kelarutan kalsium oksalat dan mendorong
pembentukan batu CaOx.

Pada individu yang sehat, proses kristalisasi hambat oleh zat inhibitor sehingga batu tidak terbentuk. Urutan
kejadian yang memicu pembentukan batu meliputi nukleasi, pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal di dalam
ginjal.
41
41

PATHWAY

Pathway vesikolitiasis (Makatita, 2016) (SDKI DPP PPNI)


41

Tanda dan gejala

Batu ginjal biasanya tidak akan menimbulkan gejala sampai batu tersebut turun dari ginjal atau
masuk ke ureter, yaitu saluran yang menghubungkan ginjal dan kandung kemih. Jika tersangkut di
ureter, batu ini bisa menghalangi aliran urin dan menyebabkan ginjal membengkak dan ureter
menjadi kram atau yang dikenal dengan istilah kolik ureter.

Tanda dan gejala jiga tergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Gejala bisa berkisar dari
ringan sampai berat.

 Batu di Pelvis Ginjal


1. Nyeri hebat dan dalam di daerah costovertebral
2. Hematuria dan piuria
3. Nyeri yang menjalar ke anterior dan ke bawah menuju kandung kemih pada wanita dan
menuju testis pada pria
4. Nyeri akut, mual muntah, nyeri tekan area costovertebral (kolik ginjal)
5. Ketidaknyamanan perut, diare

 Kolik Ureter (Jika batu tersangkut di Ureter).


1. Nyeri akut, menyiksa, kolik, seperti gelombang, menjalar ke paha ke alat kelamin
2. Sering berkeinginan untuk berkemih, tetapi sedikit urin yang keluar; biasanya mengandung
darah karena tindakan abrasif batu (dikenal sebagai kolik ureter)

 Batu Tersangkut di Kandung Kemih


1. Gejala iritasi yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan hematuria
2. Retensi urin, jika batu menghalangi leher kandung kemih
3. Kemungkinan urosepsis jika ada infeksi yang terjadi dengan batu

Pemeriksaan diagnostik

1. Radiografi ginjal ureter kandung kemih memperlihatkan sebagian besar batu renal.
2. Urografi ekskretori, pielografi retrograd, computed tomography scan abdominal, atau
magnetic resonance imaging abdominal atau ginjal bisa memperlihatkan tumor atau
obstruksi ureter. Uji-uji ini membantu memastikan diagnosis dan menentukan ukuran dan
lokasi batu.
3. Analisis batu ginjal menunjukkan konten mineral.
4. Ultrasonografi ginjal, yang merupakan uji non-invasif, non-toksik, dan mudah dilakukan, bisa
membantu mendeteksi perubahan obstruktif, misalnya hidronefrosis unilateral atau
bilateral.
5. Kultur urin pada spesimen yang diambil saat pasien kencing bisa mengindikasikan infeksi
traktus kencing.
41

6. Kumpulan urin selama 24 jam dievaluasi untuk melihat kadar kalsium oksalat, fosforus, dan
ekskresi asam urat; tiga kumpulan terpisah, bersama sampel darah, diperlukan untuk
pengujian akurat.
7. Kadar kalsium dan fosforus darah berangkai membantu mendeteksi hiperparatitiroidisme
dan menunjukkan kenaikan kadar kalsium dalam proporsi protein serum berkadar normal.
8. Kadar protein darah mengukur kadar kalsium bebas yang tidak terikat pada protein.
9. Kadar klorida dan bikarbonat darah bisa menunjukkan asidosis tubular renal.
10. Kenaikan kadar asam urat darah bisa mengindikasikan gout sebagai penyebab.
11. Uji lain menyingkirkan apendisitis, kolesisitis, ulkus peptikum, dan pankreatitis sebagai
sumber potensi dari nyeri.

Penatalaksanaan

Penanganan biasanya melibatkan pengaliran batu renal secara alamiah melalui hidrasi yang kuat
karena 90% dari batu berdiameter kurang dari 5 mm bisa keluar dengan hidrasi.

Terapi antimikrobial organisme yang terkultur bervariasi digunakan untuk menangani infeksi.

Analgesik, misalnya meperidine (Demerol) atau morfin, bisa diberikan untuk mengatasi nyeri.

Diuretik bisa diberikan sesuai perintah untuk mencegah stasis kencing dan pembentukan batu lebih
jauh. (Thiazide mengurangi ekskresi kalsium ke dalam urin.)

Pencegahan pembentukan batu ginjal meliputi makanan rendah-kalsium, seringkali dikombinasikan


dengan cholestyramine pengikat-oksalat, untuk mengatasi hiperkalsiuria absorptif; paratiroidektomi
untuk mengatasi hiperparatiroidisme; dan allopurinol (Zyloprim) dan alkalinisasi kencing untuk
mengatasi batu asam urat.

Batu ginjal bisa dibuang melalui pembedahan jika batu terlalu besar untuk dialirkan secara alamiah.

Litotripsi ultrasonik perkutaneus dan litotripsi gelombang-kejut ekstrakorporeal bisa menghancurkan


batu menjadi fragmen-fragmen sehingga bisa dibuang melalui pengisapan atau pengaliran alamiah.

Tindakan pencegahan meliputi hidrasi, lekas bergerak, pemosisian kembali, dan latihan bagi pasien
yang tidak bisa bergerak atau pasien yang tidak cukup bergerak.

Pencegahan

Pencegahan batu ginjal yang efektif tergantung pada penanganan penyebab pembentukan batu.
Umumnya, untuk mencegah episode pertama pembentukan batu ginjal atau episode sekundernya,
diperlukan manajemen diet yang tepat dan penggunaan obat-obatan.

Pencegahan utama penyakit batu ginjal melalui intervensi diet adalah inisiatif kesehatan masyarakat
berbiaya rendah dengan implikasi sosial yang besar. Dengan demikian, manajemen nutrisi adalah
strategi pencegahan terbaik terhadap urolitiasis.
41

Terlepas dari etiologi yang mendasari dan pengobatan penyakit batu ginjal, pasien harus
diinstruksikan untuk meningkatkan asupan air mereka untuk mempertahankan output urin minimal
2 liter per hari.

Perubahan gaya hidup yang sederhana dan terpenting untuk mencegah penyakit batu adalah
dengan memperbanyak minum air putih. Asupan cairan yang cukup mengurangi saturasi urin dan
mengencerkan promotor kristalisasi CaOx.

Rekomendasi diet harus disesuaikan berdasarkan kelainan metabolisme individu. Untuk


hiperoksaluria absorptif, diet rendah oksalat dan peningkatan asupan kalsium direkomendasikan.

Asupan natrium yang tinggi meningkatkan risiko batu dengan mengurangi reabsorpsi kalsium
tubulus ginjal dan meningkatkan kalsium urin. Pembatasan protein hewani juga didorong karena
protein hewani memberikan peningkatan beban asam karena kandungan asam amino yang
mengandung sulfur yang tinggi.

Dengan demikian, asupan protein yang tinggi mengurangi pH urin dan tingkat sitrat dan
meningkatkan ekskresi kalsium urin melalui reabsorpsi tulang. Oleh karena itu, jika memiliki urin
yang sangat asam, mungkin perlu mengurangi makan daging, ikan, dan unggas serta menghindari
makanan yang mengandung vitamin D. Sebaliknya, peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran
yang kaya kalium dianjurkan.

Orang yang memilki riwayat batu kalsium sebelumnya, harus menghindari produk susu dan makanan
lain dengan kandungan kalsium tinggi. Namun, orang dengan kecenderungan pembentukan batu
ginjal tidak disarankan untuk membatasi asupan kalsium kecuali telah diketahui bahwa ia memiliki
penggunaan kalsium yang berlebihan.

Penurunan asupan kalsium menyebabkan peningkatan penyerapan oksalat usus, yang dengan
sendirinya dapat menyebabkan peningkatan risiko pembentukan batu. Suplemen kalsium dapat
mengurangi penyerapan oksalat karena kalsium mengikat oksalat makanan di lumen usus.

Namun, manfaat mengonsumsi pil kalsium masih kontroversial. Vitamin C telah terlibat dalam
pembentukan batu karena in vivo konversi asam askorbat menjadi oksalat. Oleh karena itu,
pembatasan suplementasi vitamin C dianjurkan.

Untuk pencegahan batu kalsium oksalat, sistin, dan asam urat, urin harus dibasakan dengan makan
makanan tinggi buah dan sayuran, mengonsumsi sitrat tambahan atau resep, atau minum air
mineral alkali.

Untuk pembentuk batu asam urat, asam urat perlu dikontrol, dan untuk pembentuk batu sistin,
asupan natrium dan protein perlu dibatasi. Untuk pencegahan kalsium fosfat dan batu struvite, urin
harus diasamkan. Untuk batu struvite, pengasaman urin adalah langkah yang paling penting.

Pasien harus menerima tindak lanjut yang cermat untuk memastikan bahwa infeksi telah hilang.
Namun, modalitas pengobatan saat ini tidak efisien untuk mencegah urolitiasis, dan penelitian lebih
lanjut diperlukan.
41

B. Konsep Proses Keperawatan

Asuhan Keperawatan vesikolitiasis Dengan Pendekatan Sdki Slki dan Siki

Pengkajian Keperawatan

a.Identitas

1)Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2)Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien
selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.

b.Riwayat kesehatan

1)Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan
utama yang klien rasakan adalah nyeri.

Menurut (Nisa, 2020) nyeri post operasi adalah suatu reaksi tubuh terhadap kerusakan jaringan
(mulai dari sayatan kulit hingga kerusakan yang ditimbulkan saat proses operasi),tarikan atau
regangan pada organ dalam tubuh maupun penyakitnya.

2)Riwayat penyakit sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif
(P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri
tersebut.

Menurut teori (Puji, 2021) bahwa nyeri dapat terjadi setelah tindakan operasi. Proses nyeri dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat dari biasanya. Namun, peningkatan tekanan darah tersebut
bersifat sementara dan tekanan darah akan kembali normal setelah mengatasi nyeri.

3)Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.

4)Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit vesikolitiasis.
41

c.Pemeriksaan fisik

1)Keadaan umum

Menurut (Darpana, 2021) keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda
seperti kesadaran klien (apatis, sopor, koma, compos mentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu
akut, kronik, ringan, sedang, berat).

a)Penampilan umum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.

b)Kesadaran

Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.

c)Tanda-tanda vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi. Menurut (Afif, 2018) mean arterial
pressure adalah tekanan arteri rata rata selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkan dari
pengukuran tekanan darah systole dan tekanan darah diastole. Pada perhitungan MAP akan
didapatkan gambaran penting dalam tekanan darah yaitu tekanan sistolik adalah tekanan maksimal
ketika darah dipompakan dari ventrikel kiri, batas normal dari tekanan sistolik adalah 120 mmHg,
tekanan diastolic adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari tekanan diastolic
adalah 80 mmHg. Tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dicapai
jantung.

2)Sistem perkemihan

Mengkaji tentang keadaan abdomen. Biasanya pada penyakit ini saat teraba oleh tangan terasa sakit
pada perut bagian kanan bawah.

d.Pola aktivitas

1)Nutrisi

Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

2)Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest

3)Aspek psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati

4)Aspek penunjang

a)Hasil pemeriksaan Laboratorium.

b)Obat-obatan terapi sesuai dengan anjuran dokter.


41

Intervensi Umum

 Teruslah mencatat pH urin selama 24 sampai 48 jam dengan kertas pH nitrazine, saring urin
dengan kain kasa atau penyaring teh, dan simpan semua material padat yang didapat untuk
analisis yang bisa membantu diagnosis.
 Jika memungkinkan, dorong pasien berjalan agar batu bisa mengalir secara spontan. Untuk
mencegah terbentuknya batu di kemudian hari, cukupi asupan cairan untuk
mempertahankan output urin sebanyak 3 sampai 4 L/hari (urin sebaiknya sangat cair dan
tidak berwarna). Lakukan tindakan pencegahan pada pasien yang memiliki riwayat penyakit
kardiak karena ia mungkin tidak bisa menoleransi cairan sebanyak itu.
 Beri jus buah, terutama jus cranberry, untuk membantu mengasamkan urin. Jika pasien tidak
bisa minum cairan dalam jumlah yang dibutuhkan, suplemen cairan I.V. bisa diberikan. Catat
asupan, output, dan berat badan setiap hari untuk mengkaji status cairan dan fungsi ginjal.
 Tekankan pentingnya makanan yang tepat dan mematuhi terapi obat. Sebagai contoh, jika
batu pasien disebabkan oleh kondisi hiperuremik, beri tahu ia atau siapa pun yang
menyiapkan makanannya mengenai makanan mana yang kaya purine.
 Beri keyakinan pada pasien jika ia memerlukan pembedahan. Pasien cenderung takut,
terutama jika pembedahan dilakukan untuk mengambil ginjal, jadi tekankan padanya bahwa
tubuh bisa beradaptasi dengan baik jika hanya punya satu ginjal. Jika ia akan menjalani insisi
abdomen atau bagian samping tubuh, ajari ia cara berlatih bernapas-dalam dan batuk.
 Lakukan perawatan pada kateter tertanam untuk kencing atau pipa nefrostomi setelah
pembedahan. Darah bisa mengalir melalui kateter. Periksa pembalut secara teratur untuk
melihat adakah drainase darah, dan cari tahu seberapa banyak darah yang mungkin
mengalir. Secara saksama, lihat adakah tanda dugaan hemoragi (misalnya drainase
berlebihan dan denyut nadi meningkat). Gunakan teknik steril saat mengganti pembalut.
 Lihat adalah tanda dan gejala infeksi (misalnya demam dan menggigil semakin parah) dan
beri antibiotik sesuai resep.
 Dorong pasien berganti posisi dan bergerak sesegera mungkin untuk mencegah pneumonia.
Minta pasien memegang bantal kecil di tempat operasi untuk membelat insisi, sehingga bisa
mempermudah berlatih bernapas-dalam dan batuk dan menggunakan spirometer insentif.
41

Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

Diagnosa keperawatan yang sering muncul :

1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik

2. Gangguan eliminasi urin b/d iritasi kandung kemih

3. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan

4. Risiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif/Statis Cairan Tubuh

5. Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi

Intervensi keperawatan :

1.Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

 Keluhan nyeri menurun


 Merigis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah dan kesulitan tidur menurun
 Anoreksia, mual, muntah menurun
 Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
 Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
41

 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Gangguan eliminasi urin b/d iritasi kandung kemih (D.0040)

Luaran: Eliminasi urine membaik (L.04034)

 Sensasi berkemih meningkat


 Desakan berkemih (urgensi) menurun
 Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
 Volume residu urin menurun
 Urin menetes (dribbling) menurun
 Nokturia menurun
 Mengompol menurun
 Enuresis menurun
 Disuria menurun
 Frekuensi BAK membaik
 Karakteristik urin membaik
41

Intervensi Keperawatan:

a. Kateterisasi urine (I.04148)

 Periksa kondisi pasien (mis, kesadaran, tanda tanda vital, daerah perineal, distensi kandung
kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
 Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan tindakan
 Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
 Pasang sarung tangan
 Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau aquabidest
 Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
 Sambungkan kateter urine dengan urine bag
 Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai anjuran pabrik
 Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
 Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
 Berikan label waktu pemasangan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
 Anjurkan menarik nafas saat pemasangan kateter

b. Manajemen cairan (I.03098)

 Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan
mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
 Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
 Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena bila perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

3.Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan

Luaran : status nutri membaik (L.03030)

 Porsi makan yang dihabiskan meningkat


 Kekuatan otot pengunyah meningkat
 Kekuatan otot menelan meningkat
 Serum albumin meningkat
 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat

Intervensi keperawatan : Promosi berat badan (I.03136)


 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
41

 Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari - hari


 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, elektrolit, dan serum
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang diberikan melalui NGT atau gastronomi, total
parenteral nutrition sesuai indikasi )
 Hidangkan makanan secara menarik
 Berikan supleme, bila perlu

4. Risiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif/Statis Cairan Tubuh (D. 0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)

 Kebersihan tangan dan badan meningkat


 Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
 Periode malaise menurun
 Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
 Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14539)

 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa luka
 Kolaborasi pemberian antibiotiki jika perlu

5. Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

 Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun


 Perilaku gelisah dan tegang menurun
 Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
 Konsentrasi dan pola tidur membaik
 Orientasi membaik

Intervensi Keperawatan: Reduksi ansietas (I.09314)


41

 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

Referensi
41

Alelign, T., & Petros, B. (2018). Kidney Stone Disease: An Update on Current Concepts. Advances in
urology, 2018, 3068365. https://doi.org/10.1155/2018/3068365

InformedHealth.org. 2006. Kidney stones: Overview. Cologne, Germany: Institute for Quality and
Efficiency in Health Care (IQWiG). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK348937/

Thakore P, Liang TH. 2021. Urolithiasis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559101/

Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown


Road.

Matt Vera. 2014. Urolithiasis (Renal Calculi). Nurses Labs. https://nurseslabs.com/urolithiasis-


nursing-management/

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai