Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA BATU


URETER
DIRUANG WIJAYAKUSUMA RSUD SALATIGA

Di Susun Oleh :
BELLA RAMADHANI
P27220020104

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2022
KONSEP TEORI BATU URETER

A. Definisi
Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih
individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner &
Suddarth, 2016). Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu istilah penyakit batu bedasarkan letak batu antara lain:
a. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
b. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
c. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
d. Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada ureter
Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai
dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin
terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau
memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan
bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu
saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003)
B. Klasifikasi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi Berdasarkan etiologinya urolitiasis dapat
diklasifikasikan menjadi: infeksi, non infeksi, genetik, atau efek samping
obat. Dapat dilihat pada table
b. Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kalkuli
Komposisi dari batu (kalkuli) sangat penting untuk menjadi dasar
diagnostik dan penanganan lebih lanjut. Kalkuli sering dibentuk oleh
substansi campuran. Pada tabel 2 di bawah menyajikan komposisi dari
kalkuli yang relevan dengan klinis dan komponen mineralnya

c. Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi

Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi >5 cm,
4-10 cm, 10-20 cm, dan > 20 cm. Sedangkan berdasarkan posisi
anatominya kalkuli dibagi menjadi: calyx superior, medius, atau inferior;
pelvis renali; ureter proksimal, medius, dan distal; dan vesica urinaria

d. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis

Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya menjadi tiga yaitu:


radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu:
kalkuli kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, dan kalsium
phospat. Yang gambaran radiologisnya radiopak lemah: magnesium
amonium
12 phospat, apatite, dan sistin. Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam
urat, amonium urat, xanthin, 2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan

C. Etiologi
Etiologi Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
batu saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor intrinsik Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin
laki- laki lebih besar dari pada perempuan.
b. Faktor ekstrinsik Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet
(banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu).
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya batu
saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).
c. Faktor Risiko
Pada umumnya batu saluran kemih terjadi akibat berbagai sebab yang
disebut faktor resiko. Jenis Kelamin Pasien dengan batu saluran kemih
umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan
47-60%, salah satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar
hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada laki-laki
dalam pembentukan batu (Prabowo & Pranata, 2014).
1. Umur Batu saluran kemih banyak terjadi pada usia dewasa dibanding
usia tua (Prabowo & Pranata, 2014).
2. Riwayat Keluarga Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan batu
saluran kemih ada kemungkinan membantu dalam proses pembentukan
batu saluran kemih pada pasien (25%) (Prabowo & Pranata, 2014).
3. Kebiasaan diet dan obesitas Intake makanan yang tinggi sodium,
oksalat yang dapat ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft
drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Brunner & Suddart,
2015)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu saluran
kemih sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya.
Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda dan gejala umum yaitu
hematuria, dan bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan
kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lainnya.
Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan
gejala berat, umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi
aliran kemih dan infeksi. Tanda dan gejala yang ditemui antara lain :
a. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam
bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat
karena adanya pionefrosis.
b. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
c. Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada
sisi ginjal yang terkena.
d. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing.

E. Patofisiologi

Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. 3


faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, difisiensi inhibitor dan
produksi matriks protein. Pada umumnya Kristal tumbuh melalui adanya
supersaturasi urin. Proses pembentukan dari agregasi menjadi partikel yang
lebih besar, di antaranya partikel ini ada yang bergerak kebawah melalui
saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan berkembang
membentuk batu.
Renal kalkuli merupakan tipe Kristal dan dapat merupakan gabungan dari 20
beberapa tipe. Sekitar 80% batu salurn kemih mengandung kalsium fosfat dan
kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid, 2009). Menurut Raharjo dan Tessy
dalam Suharyanto dan Madjid, 2009 menyatakan bahwa sebagian batu saluran
kemih adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik ataupun asimtomatik.
Teori terbentuknya batu antara lain :

a. Teori Inti matriks Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan


substansi organic sebagai inti. Substansi organik ini terutama terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan mempermudah
kristalisasi dan agresi substansi pembentuk batu.
b. Teori supersaturasi Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urin seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi-kristalisasi Perubahan pH urin akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urin. Pada urin yang bersifat asam akan
mengendap sistin,, santin, asam dan garam urat. Sedangkan pada urin
yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori kurangnya faktor penghambat. Berkurangnya faktor penghambat
seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam
mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu saluran kemih.
F. Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu saluran
kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Urinalisa Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam :
(kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi saluran kemih (ISK), Blood
ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin) ; abnormal (tinggi pada
serum atau rendah pada urin).
b. Darah lengkap Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi
berat atau polisitemia.
c. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
d. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
e. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi
batu
H. Penatalaksaan
1. Keperawatan
a) Pengurangan nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang
luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul, pembarian cairan
kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal jantung kongestif.
Pemberian cairan dibutuhkan mengurangi konsentrasi kristoid urin,
mengecerkan urin, dan menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong
massase batu kebawah.
b) Pengakatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan passase ureter kecil untuk menghilangkan batu
yang obstruktif. Jika batu tersangkut, dapat dilakukan analisa kimiawi
untuk menentukan kandungan batu.
c) Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat pengeceran dimana batu sering terbentuk
dan membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada pembentukan
batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan
kalsium dari tulang. Tujuan pemberian terapi diit rendah
protein, rendah garam adalah pembatu memperlambat pertumbuhan batu
ginjal atau membatu mencengah pembentukan batu ginjal.
2. Medis
a) Percutaneus Nephrolitotomy (PCNL)
Merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang
bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan
untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara
luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif
aman, efektif, murah, nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah,
terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka.
b) Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan
terapi konservatif berupa (American Urological Association, 2005):
 Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
 α – blocker
 NSAID
c) Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani
(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran
kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin
dari luar tubuh.

d) Ureterorenoskopic (URS)

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara


dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah
batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung
batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat
tersebut

e) Operasi Terbuka

Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi


operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan
lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada
batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Pasien dan Penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada
daerah pinggang, urine lebih sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan
batu saat berkemih, urine berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih,
dan nyeri saat berkemih.
b. Riwayat penyakit sekarang :
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal
atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
d. Riwayat kesehatan keluarga: Catatatan informasi kesehatan tentang
seseorang dan kerabat dekatnya
3. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola persepsi
Persepsi klien mengenai penyakitnya
b. Pola nutrisi
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak
cukup minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising usus.
c. Pola eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat buang
air kecil. Keinginan dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria,
piuri atau perubahan pola berkemih.
d. Pola aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah
pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya karena
penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
e. Pola Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi
f. Pola peran dan hubungan
Masalah keluarga berkenaan dengan masalah di rumah sakit,kegiatan
sosial
g. Pola seksual
Masalah seksualitas berdasarkan penyakit
h. Pola toleransi dan Koping
i. Pola kepercayaan
j. Pola kognitif dan persepsi
k. Pola persepsi dan konsep diri
l. Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi
batu misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral dapat menyebar
ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal
konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri
yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain,
nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
2) Kesadaran
3) TTV
b. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala : Bentuk kepala,ada tidaknya lesi atau benjolan

2. Mata : Bentuk simetris atau tidak

3. Hidung : Kesimetrisan, adanya polip atau tidak, fungsi penciuman, ada


tidaknya lesi
4. Mulut : Fungsi Pengecapan, Mukosa bibir, Kebersihan gigi dan mulut
ada lesi atau tidak
5. Telinga : Ada tidaknya serumen atau lesi, fungsi pendengara
6. Leher : Ada tidaknya pembesaran kelenjar thyroid
7. Paru :
Inspeksi : Simetris,ada tidaknya lesi
Palpasi : persamaan getaranparu
Perkusi : Bunyi paru : sonor,hipersonor,dll
Auskultasi : vesikuler, tidak ada tambahan bunyi
nafas
8. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada ics ke V
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics ke V midclavikula sinistra
Perkusi : Bunti pekak
Auskultasi : S1 S2 reguler
9. Abdomen :
Inspeksi : Tidak ada lesi,simetris
Palpasi : Terdapat Nyeri Tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi:Mengetahui suara bising usus
10. Genetalia :
Ada tidaknya lesi atau benjolan,
11. Ekstermitas:
Atas : Tidak ada edema,Kekuatan otot 5
Bawah : Tidak ada edema,kekuatan otot 5
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan dengan
berbagai penyebab agen pencendera dan ditandai dengan gejala mayor
berupa Pasien Tampak meringis, Bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah,Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur.
2. Retensi Urin
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap ditandai dengan Sensasi
penuh pada kandungan kemih, disuria/anuria,Distensi kandung kemih
3. Defisit Pengetahuan
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu ditandai dengan gejala Mayor Menunjukan perilaku tidak sesuai
anjuran, Menunjikan presepsi yang keliru terhadap masalah
4. Ansietas (D.0080)
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman ditandai dengan merasa
bingung,Merasa khawatir dengan akibat ,sulit berkonsenstrasi, Tampak
gelisah,Tampak tegang, Sulit tidur.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi


Dx
1. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
Agen pencedera keperawatan 3x8 jam 1. lokasi,
karakteristik,
fisik (D.0077) diharapkan nyeri berkuran
durasi, frekuensi,
dengan Kriteria Hasil : kualitas, intensitas
nyeri
- Mampu mengontrol nyeri
2. Identifikasi skala
(tahu penyebab, mampu nyeri
3. Identifikasi respon
menggunakan teknik
nyeri non verbal
nonfarmakologi untuk 4. Identifikasi faktor
yang memperberat
mengurangi nyeri)
dan memperingan
- Melaporkan bahwa nyeri nyeri
berkurang
Terapeutik
- Mampu mengenali nyeri
1. Control lingkungan
(skala, intensitas, frekuensi
yang memperberat
dan tanda nyeri) rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
- Menyatakan rasa nyaman
pencahayaan,
setelah nyeri berkurang kebisingan)
2. Fasilitasi istirahat
- Mampu tidur atau istirahar
dan tidur
dengan tepat 5. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

2. Retensi Urin b.d. L. 04034 Eliminasi Urine KATETERISASI


peningkatan Setelah dilakukan tindakan URINE (L.04148)
tekanan uretra keperawatan 3 x 24 jam Observasi
(D.0050) diharapkan dengan kriteria - periksa kondisi
hasil : pasien (mis,
- Sensasi berkemih kesadarn, tanda
meningkat tanda vital, daerah
-Desekan berkemih menurun perineal, distensi
- Disuria menurun kandung kemih,
- Frekuensi BAK membaik inkontenesua urine,
reflex berkemih)
Terapeutik

- Siapkan
peralatan, bahan
bahan dan
ruangan tindakan
- Siapkan pasien:
bebaskan pakaian
bawah dan posisikan
dorsal rekumben
- Pasang sarung
tangan
- Bersihkan daerah
perineal atau
proposium dengan
cairan NaCl atau
aquadest
- Lakukan insersi
kateter urine
dengan menerapkan
prinsip aseptic
- Sambungkan kateter
urine dengan urine
bag
- Isi balon dengan
dengan Nacl 0.9 %
sesuai anjuran
pabrik
- Fiksasi selang
kateter diatas
simpisis atau di
paha
- Pastikan kantung
urine ditempatkan
lebih rendah dari
kandung kemih
- Berikan label
waktu pemasangan

Edukasi

- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemasangan
kateter urine
- Anjurkan menarik
nafas saat insersi
selang cateter

-
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
pengetahuan b.d. keperawatan 3 x 24 jam (I.12383)
Kurang terpapar diharapkan dengan kriteria Observasi
informasi hasil : - Identifikasi
(D.01111) - perilaku sesuai kesiapan dan
anjuran meningkat kemampuan
- verbalisasi minat menerima
dalam belajar informasi
meningkat - Identifikasi faktor-
- kemampuan faktor yang dapat
menjelaskan meningkatkan dan
pengetahuan tentang menurunkan
suatu topik motivasi perilaku
meningkat hidup bersih dan
- kemampuan sehat
menggambarkan Terapeutik
pengalaman - Sediakan materi
sebelumnya yang dan medla
sesuai dengan pendidikan
topik meningkat kesehatan
- Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sosial
kesepakatan
- Berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
- Jekaskan faktor
risiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
4. Ansietas b.d. L.09093 Tingkat Ansietas Reduksi Anxietas
Kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan (I.09314)
informasi keperawatan 3 x 24 jam Observasi
(D.0080) diharapkan gangguan
- Identifikasi saat
ansietas menurun dengan tingkat anxietas
kriteria hasil : berubah (mis. Kondisi,
- Verbalisasi Khawatir waktu, stressor)
- Identifikasi
akibat kondisi yang kemampuan
dihadapi menurun mengambil keputusan
- Perilaku gelisah - Monitor tanda
menghilang anxietas (verbal dan
nonverbal)
- Pola tidur membaik
- TTV dalam batas Terapeutik
normal ( 120/80
- Ciptakan
mmHg sampai 140/ suasana terapeutik
90 mmHg) untuk menumbuhkan
kepercayaan
- Frekuensi Nadi
- Pahami situasi yang
dalam Batas Normal membuat anxietas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Gunakan pedekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu kecemasan

Edukasi

- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
- Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
- Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
obat anti anxietas, jika
perlu

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses keperawatan,
implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan
keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan
kemudian menakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan
keperawatan dan respon klien terhadap tindakan tersebut.
E. EVALUASI
S : Subjektif
- Data berdasarkan keluhan yang disampaiakan pasin.
O : Objektif
- Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil
observasi langsungkepada pasien.
A : Analisa
- Masalah keperawatan/diagnose yang masih terjadi atau baru saja
terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
P : Planing
- Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika

Ikatan uruologi Indonesia,2018 Panduan Penatalaksanaan klinis batu saluran


kemih.Edisi pertama.: ISBN

Novi Yulia Budiarti. 2018 Asuhan Keperawatan Pada” Tn. J” Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Kendari (ID) Karya Tulis
Ilmiah(http://repository.poltekkes- kdi.ac.id/613/1/KTI%20YUYUN
%20YUNIARTI.pdf (diakses pada 23 Agustus 2021)

PPNI DPD SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPD SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi : 1 :
Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPD SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi : 1 :
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai