Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAKS
Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh:
Intan Pratiwi, S.Kep
14420202133

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
I. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Pneumotoraks, atau collaps paru-paru, adalah pengumpulan udara
dalam ruang di sekitar paru-paru. Penumpukan udara menempatkan
tekanan pada paru-paru, sehingga tidak dapat memperluas sebanyak
biasanya. (Carpenito, 2012)
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam
rongga pleura, yang berada antara paru-paru dan thoraks.
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi
paru-paru kronis (pneumothoraks primer) dan orang dengan penyakit
paru-paru (pneumothoraks sekunder) selain itu, banyak juga
ditemui kasus pneumothoraks yang disebabkan trauma fisik pada
dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi dari berbagai pengobatan
(Irianto, 2017).
Udara dapat keluar dari patu-paru ke rongga pleura saat
kantug udara di paru-paru, atau bulla, meledak. Latihan fisik secara
berlebihan dapat mendorong terjadinya pneumothoraks. Komplikasi
kondisi paru-paru seperti asma dan chronic obstructive pulmonary
disease juga dapat memicu kondisi ini (Irianto, 2017).
2. Etiologi
Pneumothoraks dapat disebabkan oleh pecahnya kista atau kantong
kecil pada permukaan paru. Pneumotoraks mungkin juga terjadi setelah
luka pada dinding dada seperti tulang rusuk yang patah, luka
yang menembus dada, invasi operasi dari dada, atau yang diinduksi
dengan bebas dalam rangka untuk mengempiskan paru. Pneumothoraks
dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakit-penyakit paru
yang mendasari, termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive
pulmonary disease, knker paru, asma, dan infeksi-infeksi dari paru-paru
(Irianto, 2017).
Etiologi pneumothoraks dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
(Carpenito, 2012):
a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya
terjadi pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru
parenchymal atau terjadi dalam ketiadaan cedera traumatis dada
atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit
paru-paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan
tuberkulosis (TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan
fibrosis paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral
penyisipan, ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi
bronkus kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan
hemothorax, disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup
terkait dengan cedera tumpul atau menembus.
3. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan
mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada
dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara
yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga
pleura akan kembali normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh
pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat terhisap dan berkoloni di
dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman penyebab
radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium Spp,
dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang
bersifat pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai
pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka
tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada
menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan
kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum
ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan
aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi
cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak
ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan
pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru
yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura.
Pneumathoraks. Robekan pada percabangan trakeobronkial
menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang
tidak sakit.
4. Pathway
Penyakit inflamasi paru
Infeksi saluran napas Trauma dada keganasan akut & kronik

Pneumotoraks

Trauma dada tumpul/tajam Ekspansi paru menurun

Proses inpirasi ekspirasi tidak


Udara dari luar dapat maksimal
masuk kerongga pleura

Udara dari luar terhisap Pasokan oksigen keseluruh


masuk kedalam rongga tubuh berkurang
pleura

Tubuh berkompensasi dengan


Mendorong kebagian paru Tekanan pleura terus napas cepat
yang sehat meningkat

Pola Napas Tidak Efektif


Menekan organ dan paru Terjadi kolaps paru
yang sehat

Suplai oksigen menurun,


Pasokan oksigen kesistem kebutuhan meningkat
Nyeri akut
pencernaan menurun

Metabolisme aerob menurun


Motilitas usus menurun

Terjadi keletihan, kelemahan,


Anoreksia kecemasan

intoleransi
Defisit nutrisi
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala klinis pneumotoraks spontan bergantung pada ada tidaknya tension
pneumotoraks serta berat ringan pneumotoraks. Pasien secara spontan
mengeluh nyeri dan sesak napas yang muncul secara tiba-tiba.
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:

 Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien

 Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien

 Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien

b. Tanda dan gejala pneumotoraks berupa:

 Sesak napas

 Dada terasa sempit

 Gelisah

 Keringat dingin

 Sianosis

 Tampak sisi yang terserang menonjol yang tertinggal dalam


pernapasan

 Perkusi hipersonor

 Pergeseran mediastinum kesisi sehat

 Pola napas melemah pada bagian yang terkena

 Suara amforik

 Saat diperkusi terdengar hiperosa

 Nyeri pleura

 Hipotensi

 Pemeriksaan radiologi
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah
kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah
menurun. Paru yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani
dengan cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien
ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek,
hypotensi, tachykardy, trachea berubah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
c. Rontgen dada.
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis pneumothoraks, yang hasilnya menunjukkan
adanya udara.
d. CT-Scan dada.
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan udara dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
e. USG dada. USG bisa membantu menentukan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran udara.
8. Penatalaksanaan
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau
balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau
plastik bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang
baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga
digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya
dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension
pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar
udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Blast injury or tention.
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan
jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan
jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru
dapat mengembang kembali.
c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis
untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi
dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk.
Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera
dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral
dan skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb,
bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura
melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).
9. Prognosis
Pneumotoraks memiliki prognosis beragam bergantung dari jenisnya.
Pneumotoraks spontan memiliki morbiditas dan mortalitas rilative rendah
sedangkan pneumotoraks sekunder dan traumatik memiliki morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi.
Pneumotoraks spontan primer memiliki morbiditas dan mortalitas yang
rendah, sering terjadi pada populasi usia muda dan memiliki tingkat rekurensi
17% sampai 54%.
II. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan pneumothoraks didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada, Napas pendek dan
cepat, Denyut jantung cepat, dan Batuk.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan pneumothoraks biasanya akan diawali dengan
adanya tanda-tanda seperti sesak nafas, nyeri dada, Napas
pendek dan cepat, Denyut jantung cepat, Batuk, Kelelahan, dan
Sianosis. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma,
asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
pneumothoraks.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan
makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan pneumothoraks akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak napas dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di
rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran.
Baik peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus
anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri
dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya
dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif 
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada
di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui
proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya
pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
mencerna dan mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL


1 Pola napas Setelah dilakukan Terapi oksigen 1. Untuk mengetahui
tidak efektif intervensi Observasi kecepatan aliran
berhubungan keperawatan selama 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
dengan 3x24 jam maka oksigen 2. Untuk mengetahui
hambatan diharapkan 2. Monitor posisi alat terapi posisi alat terapi
upaya napas Inspirasi dan oksigen oksigen

ekspirasi yang tidak 3. Monitor aliran oksigen 3. Untuk melihat ada


adekuat membaik secara perodik dan atau tidaknya aliran

Dengan kriteria pastikan fraksi yang oksigen yang masuk

hasil: diberikan cukup 4. Untuk meringankan

1. Disapnea Terapeutik sesak yang terjadi

menurun 4. Pertahankan kepatenan pada pasien

2. Penggunaan jalan napas 5. membantu

otot bantu napas 5. Berikan oksigen memenuhi

menurun tambahan , jika perlu kebutuhan oksigen

3. Frekuensi napas 6. Gunakan perangkat dan meringankan

membaik oksigen yang sesuai sesak nafas


dengan tingkat mobilitas 6. untuk memudahkan
pasien dalam meggunakan
Edukasi oksigen
7. Ajarkan pasien dan 7. Untuk memudahkan
keluarga cara dalam menggunakan
menggunakan oksigen di oksigen
rumah 8. Agar pasien dapat
Kolaborasi bernapas dengan
8. Kolaborasi penentuan mudah
dosis oksigen
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri : 1. Mengetahui daerah
berhubungan intervensi Observasi nyeri, kualitas,
dengan keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi, kapan nyeri
pencedera 3x24 jam maka karakteristik, durasi, dirasakan,fakt or
fisiologi diharapkan tingkat frekuensi, kualitas, pencetus,berat
nyeri menurun dan intensitas nyeri ringannya nyeri
kontrol nyeri 2. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan
meningkat, dengan 3. Identifikasi faktor yang 2. Untuk
kriteria hasil: memperberat dan 3. mengetahui skala
1. keluhan nyeri memperingan nyeri atau tngkat nyeri
menurun Terapeutik yang dirasakan
2. Tidak meringis 4. Berikan teknik 4. Untuk mengetahui
3. gelisah nonfarmakologis untuk respon pasien
menurun mengurangi rasa nyeri terhadap nyeri
4. kemampuan 5. Kontrol 5. Untuk mengurangi
menuntaskan 6. lingkungan yang rasa nyeri
aktivitas memperberat rasa nyeri
meningkat (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
7. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
obat analgetik
3. Defisit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi 1. untuk mengetahui
Nutrisi intervensi Observasi status nutrisi
berhubungan keperawatan selama 1. Identfikasi status nutrisi 2. untuk menjaga
dengan 3x 24 jam maka 2. Monitor asupan asupan makanan
ketidakmamp diharapkan status makanan 3. meningkatkan
uan menelan, cairan membaik Terapeutik motivasi untuk
mencerna dengan kriteria 3. Sajikan makanan secara makan
dan hasil: menarik dan suhu yang 4. agar makanan pasien
mengabsorps 1. Porsi makanan sesuai dapat terkontrol
i makanan yang dihabiskan Edukasi 5. untuk menentukan

2. Nafsu makan 4. Ajarkan diet yang di jumlah kalori dan

meningkat programkan jenis nutrien yang

3. Frekuensi Kolaborasi dibutuhkan pasien

makan 5. Kolaborasi dengan ahli untuk memnuhi

meningkat untuk menentukan kebutuhannya


jumlah kalori dan jenis
nutien yang di butuhkan
4. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi 1. Untuk mengetahui
aktivitas tindakan intervensi penyebab kelelahan
Observasi
berhubungan keperawatan selama 2. Mengurangi resiko
1. Identifikasi gangguann
dengan 3x24 jam maka kelelahan
fungsi tubuh yang
imobilitas diharapkan 3. Untuk meningkatkan
mengakibatkan
toleransi aktivitas pola dan jam tidur
kelelahan
meningkat pasien
2. Monitor kelelahan fisik
Dengan kriteria 4. Agar pasien merasa
dan emosional
hasil: nyaman
3. Monitor pola dan jam
1. Kemudahan
tidur 5. Untuk meningkatkan
dalam Terapeutik kenyamanan
melakukan 4. Sediakan lingkungan istirahat
aktivitas sehari- yang nyaman 6. Untuk
hari meningkat Edukasi meminimalkan atrofi
2. Keluhan lelah 5. Anjurkan tirah baring otot , meningkatkan
menurun 6. Anjurkan melakukan sirkulasi , mencegah
3. Disapnea aktivitas secara bertahap terjadinya kontraktur
menurun Kolaborasi 7. Untuk meningkatkan
7. Kolaborasi dengan ahli selera makan pasien
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi, perawat
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan
pneumotoraks yaitu :
a. Pola nafas kembali efektif 
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Aktivitas sehari-hari kembali baik
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi Edisi 13. Jakarta : EGC.
Irianto, Koes. (2017). Anatomi dan Fisiologis. Bandung: Penerbit
Alfabeta.

Morton, G. (2012).  Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2.  Jakarta:


Media Aesculapius.

Peate, M. N. (2015).  Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta:


Bumi Medika.

Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai