Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Disusun Oleh :

Alviana Harlinda Ulva S.Kep

NPM. 1714901210004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS B KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

I. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Semua sel hidup membutuhkan suplai oksigen yang konstan supaya dapat
mempertahankan metabolismenya. Oksigen yang terdapat di udara dan sistem
pernapasan dibentuk melalui suatu cara sehingga udara dapat masuk ke dalam paru-
paru. Disini sejumlah oksigen diekstraksi dan digunakan oleh tubuh dan pada saat
yang sama karbondioksida dan uap air dikeluarkan.

Organ saluran pernapasan terdiri dari:

1. Hidung

Hidung bagian luar (eksternal) merupakan bagian hidup yang terlihat,


dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang rawan. Keduanya dibungkus dan
dilapisi oleh kulit dan disebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut)
yang membantu mencegah benda-benda asing masuk kedalam hidung. Kavum
nasalis adalah suatu lubang besar yang dipisahkan oleh septum. Beberapa
tulang di sekitar rongga nasal berlubang. Lubang di dalam tulang tersebut
disebut sinus paranasalis, yang memperlunak tulang dan berfungsi sebagai
ruang bunyi suara, menjadikan suara beresonasi. Semua sinus paranasalis
dilapisi oleh membrane mukosa dan semua terbuka ke dalam rongga nasal,
dimana mereka dapat terinfeksi.
2. Faring

Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang sfenoidalis dan sebelah
dalamnnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian belakang,
faring dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan penghubung,
sementara dinding depannya tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung,
mulut, dan laring.

3. Laring

Laring merupakan lanjutan bagian bawah orofaring dan bagian atas trakea.
Disebelah atas laring, terletak tulang hyoid dan akar lidah. Otot leher terletak
di depan laring dan di belakang laring terletak laringofaring dan vertebra
servikalis. Pada sisi lain terdapat lubang kelenjar tiroid. Laring disusun oleh
beberapa tulang rawan tidak beraturan yang dipersatukan oleh ligament dan
membrane-membran.

4. Trakea

Trakea dimulai dari bagian bawah laring dan melewati bagian depan hidung
menuju dada. Trakea dibagi atas bagin kiri dan bagian kanan bronkus utama
yang sejajar dengan vertebrae thoracicae yang kelima. Panjangnya sekitar
12cm. istmus kelenjar tiroid memotong bagian depan trakea dan lengkung
aorta di sebelah bawahnya, dengan ‘manubrium sernum’ didepannya.
Esophagus terletak dibelakan trakea, memisahkannya dari badan vertebra
torasik. Pada sisi-sisi lain trakea terdapat paru-paru, dengan lobus kelenjar
tiroid di sebelah atasnya. Dinding trakea tersusun atas otot involunter dan
jaringan fibros yang diperkuat oleh cincin tulang rawan hyaline yang tidak
semourna. Defisiensi dalam tulang rawan terletak pada bagian belakang,
dimana trakea bersentuhan dengan esophagus. Ketika suatu lobus makanan
ditelan, esophagus mampu mengembang tanpa gangguan, tetapi tulang rawan
mempertahankan kepatenan jalan napas. Trakea dihubungkan dengan
epithelium yang mengandung sel-sel goblet yang menyekresi mucus. Silia
membersihkan mucus dan partikel-partikel asing yang dihisap kearah laring.

5. Paru-paru

Paru-paru adalah dua organ yang terbentuk seperti bunga karang besar yang
terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru-
paru memanjang dari akar leher menuju diafragma dan secara kasar berbentuk
kerucut dengan puncak disebelah atas dan alas disebelah bawah. tulang rusuk,
tulang rawan kosta, dan tulang rawan interkosta terletak di depan paru-paru
dan dibelakang mereka adalah tulang rusuk, otot interkosta, dan prosesus
transversal vertebra torasik. Di antara paru-paru terdapat mediastinum, yang
dengan sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik dari sisi lainnya, yang
merentang dari vertebra di belakang sampai sternum di sebelah depan. Di
dalam mediastinum terdapat jantung dan pembuluh darah besar, trakea dan
esophagus, duktus torasik an kelenjar timus. Paru-paru di bagi menjadi lobus-
lobus. Paru-paru sebelah kiri nenpunyai dua lobus, yang dipisahkan oleh
‘’belahan yang miring’’. Lobus superior terletak di atas dan di depan lobus
inferior yang berbentuk kerucut. Paru-paru sebelah kanan mempunyai tiga
lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura oblik dengan posisi yang
sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru lainnya dipisahkan oleh suatu
fisura horizontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap lobus
selanjutnya dibagi menjadi segmen-segmen yang disebut bronco-pulmoner,
mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan konektif,
masing-masing satu arteri dan satu vena. Masing-masing segmen juga dibagi
menjadi unit-unit yang disebut lobules.

6. Bronkus

Dua bronkus utama dimulai pada trakea yang bercabang dua. Setiap cabang
tersebut masuk ke dalam setiap paru. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit,
lebih panjang, dan lebih horizontal. Daripada bronkus utama sebelah kanan
karena jantung terletak agak ke kiri dari garis tengah. Setiap bronkus dibagi
ke dalam cabang-cabang, satu cabang untuk setiap lobus. Setiap cabang
kemudian dibagi menjadi cabang-cabang, satu cabang untuk setiap segmen
bronco-pulmoner dan kemudian dibagi lagi menjadi bronkus yang lebih kecil
dalam paru-paru. Struktur bronkus mirip trakea, tetapi tulang rawannya
kurang teratur.

7. Bronkiolus

Bronkus yang paling halus isebut bronkiolus. Mereka tidak memiliki tulang
rawan, tetapi disusun oleh muskulus, fibrosa, dan jaringan elastic yang
dihubungkan dengan kuboid epithelium. Apabila bronkiolus mengecil,
jaringan fibrosa, dan muskulus menjadi tidak tampak dan saluran yang paling
kecil, bronkiolus ialah suatu lapisan tunggal sel-sel epitel yang diratakan.

8. Alveoli dan duktus alveolaris

Bronkiolus terminal bercabang secara berulang untuk membentuk saluran


yang disebut duktus alveolar. Di sinilah kantung alveolar dan alveoli terbuka.
Alveoli dikelilingi suatu jaringan kapiler. Darah yang mengalami
deoksigenasi memasuki jaringan kapiler arteri pulmoner dan darah yang
mengandung oksigen meninggalkannya untuk memasuki vena pulmoner. Di
jaringan pipa kapiler ini berlangsung pertukaran gas antara udara di dalam
alveoli dan darah di dalam pembuluh darah.

9. Hilum paru

Hilum adalah cekukan berbentuk segitiga pada permukaan medial cekung


paru-paru. Struktur yang membentuk akar paru memasuki dan meninggalkan
hilum, yang terletak sejajar vertebra torasik kelima sampai ketujuh. Struktur
ini mencakup bronkus utama, arteri pulmoner, vena bronkiolus, dan pembuluh
darah limfatik, yang meninggalkan akar paru-paru.

10. Pleura

Pleura adalah suatu membrane serosa yang mengelilingi paru-paru. Pleura


disusun oleh sel-sel epitel datar pada dasar membrane dan memiliki dua
lapisan. Pleura visceral melekat kuat pada paru-paru, melapisi permukaan
paru-paru dan masuk ke dalam fisura inter-lobus. Pada akar paru, lapisan
visceral direfleksikan kembali menjadi lapisan parietalis yang
menghubungkan dinding dada dan membungkus lapisan diafragma superior.
Kedua palisan pleura tersebut bersentuhan, dinding yang satu dengan
dinding yang lain hanya dipisahkan oleh satu film cair yang memungkinkan
mereka menggelinding satu sama lain tanpa terjadi gesekan. Ruang yang
terdapat di antara lapisan ini disebut rongga pleura.

Mekanisme Pernapasan

Pernapasan terdiri atas dua bagian, inspirasi dan ekspirasi. Dada


mengembang selama inspirasi, akibat pergerakan diafragma dan otot-otot
interkosta. Ketika diafragma berkontraksi selama inspirasi, ia menjadi datar
dan lebih rendah dan panjang rongga torasik meningkat. Otot-otot interkosta
eksternal, pada saat kontraksi, mengangkat tulang rusuk dan menarik keluar,
meningkatkan kedalaman rongga toraks. Saat dinding dada bergerak ke atas
dan keluar dari pleura parietalis, yang melekat dengan baik pada dinding
dada, pleura tersebut juga ikut terangkat. Pleura viseralis mengikuti pleura
parietalis dan volume interior torak meningkat. Paru-paru mengembang
untuk mengisi ruang tersebut dan udara diisap ke dalam bronkiolus.
Ekspirasi selama pernapasan tenang bersifat pasif. Diafragma rileks dan
kembali ke bentuk aslinya, yang berbentuk kubah. Otot-otot interkosta rileks
dan tulang rusuk kembali ke posisi semula. Udara dikeluarkan melalui
cabang-cabang bronkiolus. Pada ekspirasi kuat, otot interkosta internal
berkontraksi secara aktif untuk menurunkan tulang rusuk. Otot pernapasan
tambahan kemungkinan digunakan selama napas dalam atau ketika jalan
napas terhambat. Selama inspirasi, otot-otot sternokleidomastoideus
mengangkat sternum dan meningkatkan diameter torak dari depan ke
belakang. Seratus anterior dan pektoralis mayor menarik tulang rawan ke
arah luas saat lengan dirapatkan. Lantasimus dorsi dan otot-otot dinding
abdomen anterior membantu menekan toraks selama ekspirasi kuat.

II. Konsep Penyakit


II.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung
banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Irman Somantri, 2008: 67).
Pneumonia adalah proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang biasanya
dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli (Santa Manurung, 2009:
93).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi
dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda – benda asing (Arif Muttaqin, 2008: 98).
Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada paru-paru. Penyakit yang juga
dikenal dengan istilah radang paru-paru ini dapat menyerang berbagai kalangan
usia, baik dewasa maupun anak-anak. Pneumonia terjadi karena serangan
bakteri, virus, atau jamur. Penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae tipe b (Hib), serta
respiratory syncytial virus. Sementara Pneumocystis jiroveci adalah penyebab
pneumonia pada bayi yang menderita HIV. Wasapadai juga bila buah hati
menderita batuk atau flu akut. Karena gangguan kesehatan tersebut juga dapat
memicu pneumonia (WHO, 2013).
Jadi Kesimpulannya Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan
pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun
parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab
menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan.

II.2 Etiologi.
Adapun etiologi dari pneumonia adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan
protozoa:
 Bakteri: Streptococus Pneumoniae, Staphylococus aureus.
 Virus: influenza, parainfluenza, dan adenovirus.
 Jamur: kandidiasis, histoplasmosis dan kriptokokkis.
 Protozoa: pneumokistis karinii pneumonia.
Adapun yang dapat menjadi faktor resiko adalah merokok, polusi udara, infeksi
saluran pernafasan atas, gangguan kesadaran (alkohol, overdosis obat, anestesi
umum), intubasi trakhea, imobilisasi lama, terapi imunosupresif (kortikosteroid,
kemoterapi), tidak berfungsinya system imun (AIDS) dan sakit gigi (Santa
Manurung, 2009: 94).

II.3 Tanda Gejala.


Menurut Santa Manurung, 2009 apabila menemukan klien dengan penyakit
pneumonia, maka gejala-gejala yang dapat ditemui pada klien secara umum
adalah:
a.  Demam tinggi ≥ 40⁰C
b.    Berkeringat
c.    Batuk dengan sputum yang produktif
d.   Sesak nafas, retraksi intercosta
e.    Sakit kepala
f.     Mudah merasa lelah dan
g.    Nyeri dada.

II.4 Patofisiologi.
Agen penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun aliran
darah. Diawali dari saluran pernapasan dan akhirnya masuk kesaluran
pernapasan bawah. Kemudian timbul reaksi peradangan pada dinding bronkhus.
Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak (Santa
Manurung, 2009: 94).

Pohon Masalah
Ada sumber infeksi di saluran pernapasan

Obstruksi mekanik saluran pernafasan


karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian Daya tahan saluran pernafasan
gigi menyumbat, makanan, dan tumor yang terganggu
bronkus
.
  Aspirasi bakteri berulang

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru


Terjadi konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh
eksudat

 Reaksi sistemis :
 Edema  Penurunan jaringan mual, demam,
trakeal/faringeal efektif kelamahan,
 peningkatan  Kerusakan penurunan berat
produksi sekret membran alveolar- badan
kapiler

 Peningkatan laju
 Batuk produktif metbolisme
 Sesak nafas  Intake nutrisi tidak
 Sesak nafas
 Penggunaan otot adekuat
 Penurunan kemampuan
pernafasan tidak  Tubuh makin kurus
batuk efektif
efektif  Ketergantungan
aktivitas sehari-hari

Masalah keperawatan yang mungkin timbul :


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Hipertemi
4. Resiko kekurangan volume cairan

1.5 Pemeriksaan penunjang

Menurut Santa Manurung, 2009, untuk menegakkan diagnosa penyakit


pneumonia, maka disamping hasil anamnesa dari klien test diagnostik yang
sering dilakukan adalah :

a.    Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infiltrat pada parenkim paru.


b.    Laboratorium:
 AGD: terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru
atau secara langsung dari penyakit lain seperti kanker, paru atau
penggunaan alkohol.
 DPL: biasanya terdapat leukositosis. Laju Endap Darah (LED)
meningkat.
 Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
 Bilirubin: mungkin meningkat.
 Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
 Kultur darah: bakteria sementara
 Test sensitivitas antibiotika
 Fungsi paru: volume dapat menurun.

1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi apabila klien pneumonia tidak tertangani secara
cepat dan tepat adalah empiema, empisema, atelektasis, otitis media akut dan
meningitis (Santa Manurung, 2009: 97). Bila infeksi terus berlanjut akan terjadi
sepsis, gagal napas dan kematian.

1.7 Penatalaksaan.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti
pneumonia membutuhkan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan
sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga tehnik; drainase postural, perkusi
dada dan vibrasi. Waktu yang optimal untuk melakukan tehnik ini adalah
sebelum klien makan dan menjelang klien tidur malam.
Pada tehnik drainase postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi
spesifik untuk memudahkan drainase mukus dan sekresi dari bidang paru.
Gaya gravitasi digunakan untuk meningkatkan drainase sekresi. Perkusi
dilakukan dengan kedua telapak tangan anda yang membentuk “setengah
bulan” dengan jari-jari tangan anda rapat satu sama lain. Secara bergantian
tepukkan telapak tangan anda tersebut di atas dada klien. Instruksikan klien
untuk membatukan dan mengeluarkan sekresi. Tehnik vibrasi dilakukan
dengan meletakkan telapak tangan anda dalam posisi rata di atas dada klien
dan menggetarkannya (Niluh Gede Yasmin, 2004: 74).
b. Penatalaksanaan Medis
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian sering
kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan
penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2
di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya
dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2
arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan
analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh
untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum.
Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki
drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul
dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus
bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera
atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan
melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat
dipasang kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila
perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotik terpilih, diberikan selama sekurang-kurangnya
seminggu sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari
dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema
memerlukan antibiotik yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat
Penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk
pneumonia karena banyak resisten.
Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap
Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama
dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu,
denyut nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang.
Pada ±20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat
dikonsumsi (Arif Muttaqin, 2008: 105).

III. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Phenemonia


2.1.   Pengkajian
III.1.1 Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk berdahak
dan peningkatan suhu tubuh/demam.
III.1.2 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi
napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan
apabila tidak melibatkan infeksi sistematis yang berpengaruh pada
hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada
klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas
cepat dan dangkal, serta danya retraksi sternum dan intercostal space
(ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-
anak.
Batuk dan sputum. Pada saat dilakukan pengkajian batuk pada klien
dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien
dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada klien dengan
pneumonia biasanya normal.
Perkusi
Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi
pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia
menjadi suatu sarang (kunfluens).

Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan
bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi.
III.1.3 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Rontgen
- Pemeriksaan Lab
III.2Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien pneumonia, yaitu:

Diagnosa I: Ketidakefetifan bersihan jalan napas.

III.2.1 Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi

dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan.

III.2.2 Batasan Karakteristik

 Tidak ada batuk  Pernurunn bunyi napas


 Suara napas tambahan  Dispnea
 Perubahan frekuensi napas  Sputum dalam jumlah yang
 Sianosis berlebihan
 Perubahan irama napas  Batuk yang tidak efektif
 Kesulitan  Ortopnea
berbicara/mengeluarkan suara  Gelisah
 Mata terbuka lebar
III.2.3 Faktor Yang Berhubungan

Lingkungan Fisiologis

 Perokok pasif  Jalan napas alergik


 Menghisap asap rokok  Asma
 Merokok  Penyakit paru obstruksi
kronis
Obstruksi jalan napas  Hiperplasia dinding
bronkial
 Spasme jalan napas  Infeksi
 Mukus dalam jumlah  Disfungsi neuromuskular
berlebihan
 Eksudat dalam alveoli
 Materi asing dalam jalan
napas
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan/sisa
sekresi
 Sekresi dalam bronki

Diagnosa II: Gangguan pertukaran gas.


III.2.4 Definisi: Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau
pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli.

III.2.5 Batasan Karakteristik

 pH darah arteri abnormal.  Diaforosis.


 pH arteri abnormal.  Dispnea.
 Pernafasan abnormal.  Hiperkapnea
 Warna kulit abnormal.  Hipoksemia.
 Konfusi  Hipoksia.
 Penuruna karbon dioksida.  Gelisah
 Takikardi.
III.2.6 Faktor Yang Berhubungan
 Perubahan membran alveolar-kaviler.
 Ventilasi-perfusi.

III.3Perencanaan

Ketidakefetifan bersihan jalan napas.


III.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (NOC).

Tujuan:

 Respiratory Status: Ventilation


 Respiratory Status: Airway Patency

Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pulsed lips).
 Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak tercekik, irama nafas,
frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas
abnormal).

III.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional


Intervensi Rasional
Kaji pola dan frekuensi Manifestasi adanya jalan nafas
pernafasan. yang tidak efektif adalah
perubahan pola dan frekuensi
pernafasan
Kaji kemampuan refleks batuk Kemampuan batuk dapat
pasien. meningkatkan sekret
Kaji keadaaan sekret, warna, Menentukan rencana tindakan
dan produktivitasnya. yang akan dilakukan
Anjurkan pasien untuk minum Mengencerkan sekret
air hangat jika memungkinkan.
Ajarkan tehnik batuk efektif Membantu mengeluarkan sekret.
Kolaborasi dengan tim medis Menekan produksi sekret..
dalam pemberian obat mukolitik
Kolaborasi dengan tim medis Inhalasi dapat melonggarkan
dalam pemberian inhalasi atau saluran pernafasan.
nebulizer

Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas.

III.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil

NOC:
Respiratory Status: Gas exchange
Respiratory Status: Ventilation.
Vitas Sign Status
Tujuan:

 Dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas.


 Pasien dapat menunjukkan peningkatan pertukaran gas seperti: tanda
vital, nilai AGD, dan ekspresi wajah.Intervensi Keperawatan.

Kriteria Hasil:

 Mendemonstarikan peningkatan ventilasi dan oksigenasiyang


adekuat.
 Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distres
pernapasan
 Mendemonstarikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
 Tanda tanda vital dalam batas normal

Intervensi Rasional
Identifikas kemungkinan faktor Banyak faktor yang menyebabkan
penyebab gangguan pertukaran gangguan pertukaran gas misalnya
gas. gagguan pada ventilasi, perfusi,
difusi.
Kaji adanya perubahan pola Perubahan pola napas terjadi
nafas, perubahan cuping hidung, sebagai kompensasi tubuh untuk
sianosis, dan jari tubuh mendapatkan lebih banyak
(clubbing finger) oksigen.
Monitor tanda vital setiap 4 jam Tekanan darah yang menurun
sekali. menyebabkan transfer oksigen
menurun, peningkatan suhu tubuh
menyebabkan peningkatan
konsumsi oksigen, nadi akan
meningkat pada pernapasan yang
meningkat..
Monitor hasil analisis gas darah Mengetahui kadar oksigen darah
dan keseimbangan asam basa,
merencanakan intervensi lebih
lanjut dan juga untuk
mengevaluasi perkembangan
pasien..
Lakukkan pemeriksaan bunyi Menentukan lokasi adanya sekret
paru. pada peru .
Lakukan fisioterapi dada Membuat mengeluarkan sekret
postural dengan posisi tubuh dari paru-paru.
sesuai dengan posisi sekret
Berikan oksigen sesuai dengan Membantu meningkatakan suplai
keadaan pasien. oksigen..

IV. Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan dan Patofisiologi pada Pasien


Pneumonia, Jakarta, EGC.

Soemantri, Irman (2009). Keperawatan Pasien Paru di Rumah Sakit. Jakarta,


EGC.

North American Nursing Diagnosis (NANDA). (2014). Panduan Penyusunan


ASuhan Keperawatan. Jakarta, EGC.

Manurung, Santa. (2009). Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan Paru,


Jakarta, Salemba. Medika

World Health Organization (WHO) 2013.

Palangka Raya, Oktober 2018


Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(..............................................) (.............................................)

Anda mungkin juga menyukai