SISTEM RESPIRATORY
HALAMAN JUDUL
“Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Pneumonia & PPOK”
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Sabina Amaral Bianco (132225012)
Hendrik Kondanamu (132225013)
Irma Sri Astuti Henukh (132225015)
Desi Triani Nurramadhani (132225017)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................4
1.4.1 Bagi Institusi...........................................................................................4
1.4.2 Bagi Penulis............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Konsep Pneumonia........................................................................................5
2.1.1 Definisi Pneumonia.................................................................................5
2.1.2 Etiologi Pneumonia.................................................................................6
2.1.3 Tanda dan Gejala Pneumonia.................................................................6
2.1.4 Patofisiologi Pneumonia.........................................................................8
2.1.5 Klasifikasi Pneumonia............................................................................8
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pneumonia.......................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Pneumonia......................................................11
2.2 Konsep Penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik )......................12
2.2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik..............................................12
2.2.2 Etiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik..............................................12
2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronik .............................15
2.2.4 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik......................................16
2.2.5 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik.........................................17
2.2.6 Komplikasi............................................................................................20
2.2.7 Pencegahan............................................................................................21
2.2.8 Pemeriksaan penunjang.........................................................................21
2.2.9 Penatalaksanaan....................................................................................23
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis.........................................................27
BAB III WOC........................................................................................................41
3.1 WOC Pneumonia.........................................................................................41
iii
3.2 WOC Penyakit Paru Obstruksi Kronik........................................................42
BAB IV KASUS....................................................................................................43
4.1 PENGKAJIAN.............................................................................................43
4.2 ANALISA DATA........................................................................................48
4.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN................................................................50
4.4 INTERVENSI KEPERAWATA..................................................................51
4.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN.........................56
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................63
BAB VI PENUTUP...............................................................................................64
5.1 Kesimpulan..................................................................................................64
5.2 Saran.............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pneumonia merupakan proses peradangan pada parenkim paru-paru,
yang biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli.
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan gejala batuk disertai dengan sesak nafas yang disebabkan
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi
substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi (Ratnawati, 2015) Pneumonia hingga saat ini masih tercatat
sebagai masalah kesehatan utama pada orang-orang dewasa di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbilitas dan
mortalitas pada orang-orang dewasa. Pneumonia atau pneumonitis merupakan
peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi,
sehingga ditemukannya infeksi nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang
resisten terhadap antibiotic, ditemukannya organisme-organisme yang baru
(seperti legionella). Terlebih jika pasien yang lemah daya tahan tubuhnya
kemungkinan dapat terjadi pneumonia, sehingga fenomena yang terjadi pada
pneumonia masih sering di dapatkan di rumah sakit, hal ini menjadi penyebab
mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok.
(Utomo, 2017) Pneumonia adalah penyakit yang banyak terjadi yang
menginfeksi kira-kira 450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru
dunia. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada semua
kelompok yang 2 menyebabkan jutaan kematian (7% dari kematian total
dunia) setiap tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-anak yang
berusia kurang dari lima tahun, dan dewasa yang berusia lebih dari 75 tahun.
(Langke, Ali, & Simanjuntak, 2016) Menurut laporan dari International
Vacine Access Center At The Johns Hopkins University Bloomberg School
Of Public Health pada bulan November tahun 2010, penyakit pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di
Indonesia pada urutan ke – 8. Sedangkan di Indonesia, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular (CVD) dan
tuberculosis (TBC). Menurut Depkes RI 2010 pneumonia merupakan
peringkat ke sepuluh besar rawat inap di seluruh Indonesia 2010, dengan
angka 3 kejadian 17.311 jiwa (53,95%) laki-laki 46,05% perempuan dan
2
terdapat 7,6% pasien meninggal. Menurut data WHO dan UNICEF penyebab
utama pneumonia 50% adalah bakteri streptococcus pneumoniae (bakteri
pneumokokus), 20% disebabkan oleh haemophillus influenzaetype B (Hib),
sisanya adalah virus dan penyebab lainnya (Utomo, 2017).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis
kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif
kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial
reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan
dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai
tanda dan gejala kedua penyakit tersebut.( Amin, Hardhi, 2013). Sekitar 14
juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab
kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan
setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama
pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di Indonesia
sangat tinggi. Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu
sudah lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan
efektif untuk mendeteksi PPOK. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan
menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada dekade mendatang
akan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka
kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
Oleh karena itu, untuk menekan angka kematian pada klien dewasa
dengan gangguan respiratory, perlu mendapat perhatian lebih agar perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan
respiratory terutama pada penyakit Pneumonia & PPOK secara komprehensif.
3
1.3 Tujuan Penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1.2 Etiologi Pneumonia
Pneumonia dikenal dengan istilah radang paru-paru berkaitan
dengan berbagai mikroorganisme dan dapat menular dari komunitas atau
dari rumah sakit (nosocomial). Klien dapat menghisap bakteri, virus,
parasit, atau agen iritan, atau klien dapat menghirup cairan atau makanan.
Klien dapat juga memproduksi banyak mukus dan pengentalan cairan
alveolar sebagai akibat pertukaran gas terganggu. Semua ini dapat
mendorong kepada radang jalur udara bagian bawah.
Organisme yang secara umum dikaitkan dengan infeksi meliputi
Staphylococcus aureus, Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenza,
Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumonia, Chlamydia pneumoniae
(parasit), dan Pseudomonas aeruginosa (DiGiulio, Jackson, dan Keogh,
2014:118)
Pneumonia bisanya disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya adalah (Riyadi, 2011:117):
1. Bakteri (Pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, H. influenza,
klebsiela mycoplasma pneumonia).
2. Virus (Virus adena, virus para influenza, virus influenza).
3. Jamur atau fungi (Kandida abicang, histoplasma, capsulatum,
koksidiodes).
4. Protozoa (Pneumokistis karinti).
5. Bahan kimia (Aspirasi makan atau susu atau isi lambung, keracunan
hidrokarbon sepertiminyak tanah atau bensin).
Merujuk pada kedua pendapat diatas penulis berpedoman pendapat dari
Riyadi sebagai etiologi yang mungkin muncul pada pasien dengan
pneumonia.
6
2. Kesulitan bernapas (dyspnea) karena inflamasi dan mukus pada
paru-paru.
3. Demam karena proses infeksi.
4. Kedinginan karena suhu badan naik.
5. Batuk karena produksi mukus dan iritasi jalur udara.
6. Terdengar suara serak karena ada cairan di dalam rongga
alveolar dan jalur udara yang lebih kecil.
7. Rhonci karena lendir di dalam jalur udara, mendesis karena
inflamasi di dalam jalur udara yang lebih besar.
8. Dahak tak berwarna, mungkin bercak darah karena iritasi di jalur
udara atau mikroorganisme menyebabkan infeksi.
7
Atas dasar uraian di atas peneliti mengambil pendapat DiGiulio,
Jackson, dan Keogh sebagai tanda dan gejala yang muncul pada pasien
pneumonia.
8
c. Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak.
d. Pneumonia berulang, terjadi bila punya penyakit penyerta.
2. Berdasarkan kuman penyebab.
a. Pneumonia bakterialisatau topikal, dapat terjadi pada semua usia,
beberapa kuman tendensi menyerang seseorang yang peka, misal:
1. Klebsiela pada orang alkoholik.
2. Stapilokokus pada influenza.
b. Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabkan oleh mycoplasma, clamidia dan coxlella.
c. Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak.
d. Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder
terutama pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatan
lebih sulit.
3. Berdasarkan prediksi infeksi.
a. Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan
karena obstruksi bronkus, misalnya aspirasi benda asing, proses
keganasan.
b. Bronkopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrat pada paru-paru
dan disebabkan virus atau bakteri.
Menurut penulis Riyadi klasifikasi pneumonia terdiri dari berbagai
jenis, utamanya diklasifikasikan menurut epidemologi yang dibagi
menjadi empat yaitu pneumonia yang didapat di masyaraikat,
pneumonia yang didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan
pneumonia berulang.
9
2. Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses-ABGs) dan Pulse
Oximetry: abnormalitas mungkin tergantung dari luasnya kerusakan
paru-paru.
Tabel 2.1 berisi batas normal analisa gas darah pada manusia
No. Indikator Batas Normal
Titik jenuh O2 (Sa O2) 97%
Tekanan Oksigen (PaO2) 85-100 mmHg
Tekanan CO2 (PaCO2) 36-44 mmHg
darah 7,35-7,45
HC O3- 22-26 mEq/L
10
Periksa Darah Lengkap, Tes Serologi, LED (laju endapan darah),
Pemeriksaan Fisik Paru, Elektrolit, dan Bilirubin.
11
pasien mengingat oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang
utama.
12
berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor,
maupun polusi dari dalam rumah misalnya asap dapur.
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluan pernapasan secara kronis
merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran napas.
Adanya kolonisasi bakteri tersebut menyebabkan peningkatan
terjadinya inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah
sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi dan percepatan penurunan
fungsi paru sehingga hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya
PPOK.
Faktor lainnya yaitu berasal dari host atau pasiennya. Faktor tersebut antara
lain :
a. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula resiko seseorang
untuk menderita PPOK.
b. Jenis Kelamin
Laki – laki lebih beresiko terkena PPOK daripada wanita. Hal ini
mungkin terkait dengan kebisaaan merokok pada pria. Bukti – bukti
klinis menunjukkan bahwa wanita dapat mengalami penurunan fungsi
paru yang lebih besar daripada pria dengan status merokok yang
relatif sama. Wanita juga akan mengalami PPOK yang lebih parah
dibanding pria karena diduga ukuran paru – paru wanita umumnya
relatif lebih kecil daripada pria, sehingga dengan paparan rokok yang
sama presentase paru yang terpapar pada wanita lebih besar daripada
pria.
c. Adanya Gangguan Fungsi Paru
Individu dengan gangguan fungsi paru mengalami peranan fungsi
paru – paru lebih besar seiring berjalannya waktu dibanding dengan
fungsi paru yang normal, sehingga lebih berisiko terhadap
perkembangan PPOK. Selain itu yang termasuk di dalamnya adalah
orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan
13
berat badan rendah. Adanya hal tersebut, risiko terhadap PPOK lebih
besar.
d. Presdisposisi Genetik, yaitu defisiensi A1 – Antitripsin (AAT)
Presdisposisi genetik terutama dikaitkan dengan kejadian
emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di
dalam paru secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara
enzim proteolitik dan faktor protektif. Pada keadaan normal, faktor
protektif AAT menghambat encim proteolitik sehingga mencegah
kerusakan. Oleh karena itu, kekurangan AAT menyebabkan
berkurangnya faktor proteksi terhadap kerusakan paru.
Berbagai faktor lainnya menurut Wahid & Suprapto (2013) yaitu :
a. Faktor Genetik
b. Infeksi
c. Jenis Kelamin
14
2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Menurut Kemenkes RI (2016), tanda dan gejala PPOK yaitu sebagai berikut :
15
a. Sesak napas
d. Gejala non-spesifik : lesu, lemas, susah tidur, mudah lelah, dan depresi
16
klinisnya seperti, kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi
simptomatik selama bertahun – tahun mulai dari usia baya, akan tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. PPOK adalah
penyakit pernapasan yang terjadi karena inflamasi kronik akibat zat –
zat beracun dan polusi yang terinhalasi ke dalam tubuh. Zat – zat beracun
atau berbahaya yang dimaksud dapat berupa asap rokok, asap pabrik,
debu, dan polusi. Dari semua faktor risiko zat berbahaya penyebab
penyakit PPOK tersebut, faktor zat yang paling berbahaya berasal dari
rokok yaitu pada nikotin. Zat nikotin yang terdapat dalam rokok
merupakan pencetus terbesar orang terkena penyakit obtruksi saluran
napas seperti bronchitis maupun emfisema.
Bronchitis kronis dan emfisema biasanya diawali dengan terpajannya
seorang individu terhadap zat – zat berbahaya seperti nikotin atau rokok
secara terus-menerus sehingga bronkus dan brokiolus menjadi teriritasi
(Guyton & Hall, 2014).Iritasi kronis oleh bahan – bahan berbahaya ini
menyebabkan hipertrofi kalenjar mukosa bronkial dan peradangan
peribronkial.
Pelebaran asinus merupakan contoh kelainan akibat dari peradangan
pada bronkial tersebut. Kelainan dan peradangan pada bronkial ini
menyebabkan kerusakan lumen bronkus, silia menjadi abnormal,
hyperplasia otot polos saluran napas dan hiperekresi mukus. Semua
kelainan ini menyebabkan terjadinya obstruksi pada saluran napas, dimana
memiliki sifat kronis dan progresif sehingga masuk ke dalam kategori
PPOK (Djojodibroto, 2016).
a. Bronchitis Kronis
17
batuk yang menahun. Produksi tersebut terdapat setiap hari selama 2
tahun berturut – turut.
b. Emfisema
18
derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥80%.
c. Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala klinis : gejala dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa
produksi sputum. Gejala sesak mulai dirasakan saat beraktivitas (sesak
napas dengan derajat sesak 2) dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya. Spirometri : FEV1 < 70%; 50% <
FEV1 < 80%.
tingkat.
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak napas.
3 Sesak napas timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa
menit.
4 Sesak napas timbul bila mandi atau berpakaian.
19
2.2.6 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
20
PPOK merupakan penyebab utama hipertensi pulmoner yang
terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah
intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada PPOK biasanya disertai
curah jantung normal. Insiden hipertensi pulmoner diperkirakan 2 – 6
per 1.000 kasus (Soeroto & Suryadinata, 2014).
g. Osteoporosis
Osteoporosis yang terjadi pada pasien PPOK disebabkan faktor
malnutrisi yang menetap, merokok, penggunaan steroid dan inflamasi
sistemik (Soeroto & Suryadinata, 2014).
d. Hindari stress
21
untuk menggunakan peak exspiratory flow pediatric. Ini bermanfaat
untuk mencatat volume keluaran yang lebih kecil dengan
menyediakan skala yang tepat untuk akurasi yang lebih baik.
b. Spirometri
Spirometri merupakan alat kuantitatif yang kuat saat uji
reversibilitas digunakan untuk mematikan diagnosis yang tepat.
Perbedaan dapat dibuat dengan membandingkan hasil spirometri yang
didapat pada penderita PPOK adalah nilai FEV ׀berkurang dan rasio
FEV׀/FVC menjadi rendah.
c. Pemeriksaan Laboratorium
22
Menurut (Muwarni, 2012), hasil foto thoraks adalah :
1. Bayangan lobus
a. Penatalaksanaan NonFarmakologi
23
a) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernafasan dapat
membantu meningkatkan pola pernafasan.
b) Latihan nafas diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi.
Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada lebih
dari 50% pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi yang
terpenuhi bagi pasien agar tidak terjadi malnutrisi.
4) Berhenti Merokok
24
e) Arrange (Atur)
Yaitu membuat jadwal kontak lebih lanjut.
6) Rehabilitasi
PPOK
a. Terapi Oksigen
c. Penatalaksanaan Farmakologis
25
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lender (PDPI, 2015).
2) Golongan Agonis β-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat (PDPI, 2015).
3) Kombinasi Antikolinergik dan Agonis β-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita (PDPI, 2015).
2. Golongan Xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega nafas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut (PDPI,
2015).
3. Antibiotik
Sebagian besar eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi,
baik infeksi virus atau bakteri. Data menunjukan bahwa sedikitnya
80 % eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi. Dari infeksi
ini 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30 % disebabkan oleh virus,
dan 5-10 % tidak diketahui bakteri penyebabnya. Karena itu,
antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunkan dalam
penatalaksanaan PPOK. Contoh antibiotik yang sering digunakan
adalah penicillin (Ikawati, 2016).
4. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan Antioksidan
26
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai
pengobatan simtomatikbila tedapat dahak yang lengket dan kental.
Contohnya : glycerylguaiacolate, ambroksol, erdostein,
carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat
mengurangi gejala eksaserbasi (PDPI, 2015).
5. Anti Inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila ujisteroid
positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau
sistemik (PDPI, 2015)
27
dengan orang lain (berguna ketika perawat melakukan perencanaan
pulang/discharge planning pada klien (Mutaqqin, 2012).
2) Keluhan Utama
28
Pada penderita PPOK keluhan dirasakan pada saat melakukan aktifitas.
4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
29
Menurut Mutaqqin (2014), data biologis meliputi :
a. Pola Nutrisi
30
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk
memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien, dalam
pemeriksaan fisik dapat menentukan status kesehatan klien dan
mengambil data dasar untuk menentukan rencana keperawatan.
a. Sistem Pernapasan
31
Pada klien PPOK pengukuran volume output urine perlu
dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan (Muttaqin,
2014).
e. Sistem Endokrin
32
napas. Pada saat inspeksi biasanya dapat terlihat adanya
bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan masa otot, benapas dengan bibir yang dirapatkan,
dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
Pada tahap lanjut, dyspnea terjadi pada saat beraktivitas
pada saat kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum pulurent disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernapasan.
2) Palpasi
a. Status Emosional
33
yaitu Depresi Back dan pengkajian tingkat kesepian yaitu UCLA
Loneliness Scale.
b. Konsep Diri
34
(SDKI, 2017). Proses penegakan diagnosa merupakan suatu proses yang
sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi
masalah dan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan memiliki dua komponen yang utama yaitu
masalah (problem) yang merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan, dan
indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab, tanda/gejala dan faktor
risiko (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien PPOK yaitu
sebagai berikut (SDKI, 2017) :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan efek
agen farmakologis.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, hambatan upaya napas (misal : nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas
tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan neurologis (misal :
elektroensefalogram/EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang),
imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada medula spinalis,
efek agen farmakologis, dan kecemasan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, dan
gaya hidup monoton.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
(misal
35
/tindakan), kurang kontrol tidur, kurang privasi, restraint fisik,
ketiadaan teman tidur, dan tidak familiar dengan peralatan tidur.
36
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk pengobatan yang
dikerjakan perawat berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diinginkan. Komponen intervensi
keperawatan tediri atas tiga komponen yaitu label merupakan nama dari
intervensi yang menjadi kata kunci untuk memperoleh informasi terkait
intervensi tersebut. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali
dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau
penjelas dari intervensi keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label
intervensi keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling,
konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan,
pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi,
skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan
makna dari label intervensi keperawatan (SIKI, 2018).
37
mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi
stress.
b. Latihan Batuk Efektif
38
sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan
perilaku yang sesuai dengan tujuan.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan yang disebut dengan evaluasi proses. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah tindakan keperawatan dilaksanakan. Evaluasi
sumatif dilakukan setelah perawat melakukan serangkaian tindakan
keperawatan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Induniasih & Hendarsih, 2017).
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigenasi secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a. Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, jalan napas bersih,
tidak ada sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal,
serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia.
b. Mempertahankan pola pernapasan secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan
kedalam napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia, serta
kemampuan paru berkembang dengan baik.
c. Mempertahankan toleransi aktivitas yang ditunjukkan adanya
peningkatan frekuensi nadi dan saturasi oksigen serta kemudahan
dalam melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat dan setelah
beraktivitas menurun, tekanan darah dan frekuensi napas membaik.
d. Mempertahankan pola tidur yang ditunjukkan dengan tidak adanya
keluhan sulit tidur, keluhan sering terjaga, keluhan tidak puas tidur,
keluhan pola tidur berubah, dan keluhan istirahat tidak cukup serta
kemampuan beraktivitas meningkat.
e. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan
dispnea pada usaha napas, inspirasi, dan ekspirasi dalam batas
normal, serta siturasi oksigen dan PCO2 dalam keadaan normal.
39
f. Mempertahankan ventilasi spontan yang ditunjukkan dengan tidak
ada dispnea, penggunaan otot bantu napas dan gelisah serta PCO2
dan PO2 dalam keadaan normal.
40
BAB III
WOC
41
3.2 WOC PPOK
Intoleransi
aktivitas
Gangguan Ventilasi
Gangguan
Spontan
rasa nyaman
Pola napas tidak efektif
Bersihan jalan napas tidak
efektif
42
BAB IV
KASUS
4.1 PENGKAJIAN
1) Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn. T
2) Tempat Tgl Lahir : Dili, 10 Mei 1950
3) Jenis Kelamin :♂
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Wiraswasta ( Tambal ban )
7) Status Perkawinan : Menikah
8) Suku / Bangsa : Timor
9) Alamat : Batu Merah
10) Diagnosa Medis : PPOK
11) No RM :123XXX
12) Tanggal Masuk RS : 10 – 02 – 2023
b. Penanggung Jawab / Keluarga
1) Nama : Ny E
2) Umur : 63 tahun
3) Pendidikan : SD
4) Pekerjaan : IRT
5) Alamat : Batu Merah
6) Hub. Dengan pasien : Istri
7) Status perkawinan : kawin
2) Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan pasien
1) Keluhan Utama : sesak napas
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
43
Tn. T sudah 2 minggu terakhir ini batuk berdahak dan sejak
2 hari lalu disertai sesak karena tidak bisa mengeluarkan
dahak serta merasa tidak nyaman pada daerah perut, merasa
mual dan perut terasa kembung.
b) Riwayat Kesehatan Pasien ;
Tn. T mengeluh batuk dahak susah keluar, di sertai sesak
napas dan merasa tidak nyaman pada daerah perut, mual dan
perut terasa kembung.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn. T sebelumnya sudah lama sering mengalami batuk
berdahak, namun dahak bisa dikeluarkan dengan sendirinya.
Tn. T juga adalah seorang perokok aktif sejak usia 18 tahun.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga Tn. T tidak pernah menderita batuk dan sesak napas
seperti di alami Tn.T Sekarang ini. Penyakit yang sring dialamai
hanyalah demam, batuk, pilek dan pegal – pegal namun biasanya
akan sembuh setelah meminum obat yang dibeli di apotik.
3) Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik – Biologis
1) Nutrisi
Sebelum Sakit
Tn. T mengatakan sebelum sakit makan 3x1 sehari porsi sedang
habis dan minum air putih saat merasa haus.
Selama Sakit
Tn. T mengatakan makan makanan yang disediakan rumah sakit,
namun hanya sedikit ±¼ porsi karena banyaknya dahak yang
sulit dikeluarkan membuat kesulitan menelan dan bernapas.
Minum air sedikit bila haus menggunakan pipet. Tn. Tterkihat
sesekali batuk saat sedang makan.
2) Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : BAB 1 x/hari , BAK 3 – 4 x/hari
Selama Sakit : BAB 1 x/hari, BAK 3 – 4 x/hari
44
3) Pola aktivitas
Keadaan aktivitas sehari- hari sebagai tukang tambal ban. Tn. T
juga merupakan seorang perokok aktif sejak uasia 18 tahun. Dan
baru berhenti merokok setelah sakit. Saat ini pasien mengatakan
hanya bisa berbaring di tempat tidur karena merasa lemah dan
letih saat ingin beraktifitas.
4) Pola istirahat & tidur
a. Sebelum sakit
Tn. T kadang tidak berisitirahat disiang hari apabila ada
orang yang menambal ban, tidur malam ± 6 – 7 jam.
b. Selama sakit
Tn. T siang berisitrhat dengan cukup 1 – 2 jam, dan malam
tidur cukup namun sering sesekali terbangun karena batuk
berdahak, nyeri perut, mual dan perut terasa yang terasa
kembung.
5) Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
Keluarga dan Tn. T belum tahu apa yang menyebabkannya
sakit dan bagaiamana cara merawatnya. Tn. T juga
menanyakan tentang penyakitnya, apakah bisa disembuhkan
dan selalu berdoa dan berharap pada Tuhan yang maha kuasa
agar dapat menyembuhkannya.
6) Konsep diri
a. Gambaran Diri
Tn. T mengatakan dirinya adalah seorang kepala keluarga
dan sedang sakit.
b. Harga Diri
Tn. T mengatakan sakitnya kambuh bila kecapekan,sebagai
tukang tambal ban mobil.
c. Peran Diri
Tn. T menyadari bahwa dia sekarang sebagi seorang pasien,
tidak bisa mencari nafkah dan tidak tau mengapa penyakit
ini bisa dia alami.
45
d. Ideal Diri
Tn. T mengatakan harus sembuh dari sakitnya
e. Identitas Diri
Tn. T seorang kepala keluarga.
7) Seksual ( Tidak dilakukan pengkajian )
4) Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis, pasien tampak lemah & sesak, sesekali
tampak gelisah,
Tepasang IVFD RL 12 tpm, Terpasang 02 nasal 5 lpm,
saturasi 02 = 94 %,
Status Gizi :TB = 167 cm BB = 75 Kg
IMT= BB : TB2 = 75 : 1,67 = 44,91
Tanda Vital : TD = 150/90 mmHg
Nadi = 98 x/mnt
Suhu = 36,5 °C
RR = 28 x/mnt
a. Kulit
Turgor kulit elastis, warna coklat, luka tidak ada.
b. Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut sebagian putih.
c. Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kalenjer getah bening dan vena
jugulars.
d. Dada
Inspeksi : Bentuk dada bagian kiri dan kanan simetris, ada
penggunaan otot bantu penrnapasan muskulus interkostalis eksrterna.
Auskultasi :Terdengar bunyi ronchi + pada kedua lapang paru
Perkusi :pada daerah paru terdengar hipersonor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Jantung
Inspeksi :bentuk dada normal semetris
46
Auskultasi :Bj 1 (S1) : Bj II ( S2 ) Normal.
Perkusi : di temukan sonor tympani di sisi kiri
Palpasi : letak ictus cordis nomal. Tidak ada
pembengkakan.
f. Punggung
Tidak ada kelaianan
g. Abdomen
Inspeksi : Acetes tidak ada
Auskultasi : Terdengar bising usus + 3 x/mnt
Perkusi : Suara hipertimpani
Palpasi : nyeri tekan ( + ) = P : di perut, Q : terasa melilit,
R : Nyeri terlokalisir, S : Skala 2, T : hilang timbul
h. Panggul
Dalam batas normal
i. Anus dan Rectum
Tidak
j. Genetalia
Tidak dilakukan pengkajian
k. Ekstremitas
Tidak ada keluhan pada ekstermitas atas dan bawah.
47
MCH g/dl 26,5 – 33,5 pg
MCHC 232 K/UL 32,9 – 36,0 %
PLT 150-450 rim/mm3
48
4.2 ANALISA DATA
NO. DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS : Sekresi yang tertahan Bersihan jalan napas
Tn. T mengatakan batuk dahak susah tidak efektif
dikeluarkan dan sesak napas. ( D. 0001 )
DO :
Pasien tampak lemah,
Ada penggunaan oto bantu
napas
Tepasang IVFD RL 12 tpm,
49
Terpasang 02 nasal 4 lpm,
Saturasi 02 = 94 %
TTV =
TD ; 150/ 90 mmHg
RR : 28 x/ menit
N : 98 x/ menit
S : 36,5 0C
2. DS : Kelemahan Intoleransi Aktivitas
Tn. T mengatakan saat di RS hanya ( D. 0056 )
50
DO :
Pasien sesekali tampak gelisah
Perkusi abdomen
hipertympani
Tepasang IVFD RL 12 tpm,
Terpasang 02 nasal 4 lpm
51
4.4 INTERVENSI KEPERAWATA
NO DIAGNOSA SLKI SIKI Rasional
KEPERAWAN
1. B Manajemen
S Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
( L.01011 ) ( L.01011 )
Observasi
( Untuk mengontrol pola napas
Monitor pola napas (frekuensi, pasien
1. Batuk efektif meningkat kedalaman, usaha napas) Untuk mengetahui adanya
2. Produksisputum Monitor bunyi napas tambahan perubahan bunyi napas
menurun (ronchi) tambahan pada pasien
3. Frekuensi napas
Terapeutik Dapat membantu mengencerkan
membaik Berikan minum hangat dahak sehingga lebih mudah
4. Pola napas membaik Ajarkan teknik batuk efektif dikeluarkan
5. Ronchi menurun Dapat membantu mengeluarkan
dahak dan mempermudah pasien
untuk bernafas
52
Observasi
Identifikasi kemampuan batuk Untuk mengetahui seberapa
Monitor adanya sputum parah batuk pasien
(jumlah, aroma, warna) Untuk mengetahui adanya
Terapeutik sputum
Atur posisi semi fowler Untuk memudahkan pasien
sputum
Edukasi
Agar pasien dan keluarga tau
Jelaskan tujuan dan prosedur
cara nelakukan batuk efektif
batuk efektif
Agar pasien dapat mengatur pola
Anjurkan Tarik napas dalam
nafas nya di saat sesak dan
melalui hidung selama 4 detik,
menjadi lebih rileks
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu selama 8
detik.
53
Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ketiga
Kolaborasi
Agar sputum lebih mudah
Kolaborasi pemberian mukolitik
mencair atau hilang jika di bantu
atau ekspektoran, jika perlu
obat
2. G Setelah dilakukan asuhan Pengaturan Posisi ( I.01019 ) Pengaturan Posisi ( I.01019 )
keperawatan selama 3x24 Observasi
( jam diharapkan Status Monitor status oksigenasi Untuk mengetahui kesetabilan
Kenyamanan ( L.08064 ) sebelum dan sesudah mengubah status oksigen pasien
dengan kriteria hasil : posisi
1. Keluhan tidak nyaman Terapeutik
menurun Atur posisi untuk mengurangi Agar rasa sesak pasien
2. Mual menurun sesak (mis. Semi-fowler) berkurang
3. Keluhan sering terjaga
Edukasi Agar pasien dan keluarga tidak
meningkat Informasikan saat akan kaget saat akan dilakukan
54
dilakukan perubahan posisi perubahan posisi
Manajemen Mual ( I.03117 ) Manajemen Mual ( I.03117 )
Observasi
Identifikasi dampak mual Untuk mengetahui cara
terhadap kualitas hidup (mis. penanganan mual yang tepat
Nafsu makan, aktivitas, dan
tidur)
Monitor mual (mis. Frekuensi, Untuk mengetahui keparahan
durasi, dan tingkat keparahan) mual
Edukasi
Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup Agar istirahat dan tidur pasein
tercukupi
3. R Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Aspirasi ( I.01018 ) Pencegahan Aspirasi ( I.01018 )
keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan Tingkat Monitor tingkat kesadaran, Untuk mengetahui tingkat batuk,
Aspirasi ( L.01006 ) batuk, muntah dan kemampuan dan kemampuan menelan
dengan kriteria hasil : menelan Untuk mengontrol status
1. Kemampuan menelan
55
meningkat Monitor status pernapasan pernapasan pasien
2. Akumulasi secret Monitor bunyi napas, terutama Agar mengetahui adanya
menurun setelah makan/minum perubahan bunyi napas pasien
3. Frekuensi nafas
Terapeutik
membaik Lakukan penghisapan jalan Untuk memudahkan jalan napas
napas, jika produksi secret pasien
meningkat
Berikan makanan dengan Untuk memudahkan proses
ukuran kecil atau lunak menelan
56
4.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnosa Jam Implementasi Keperawatan EVALUASI KEPERAWATAN TTD
Keperawatan
1. 11-02- Bersihan jalan 08.00 Memonitor pola napas S :
2023 napas tidak (frekuensi, kedalaman, usaha - Tn. T mengatakan masih batuk dahak dan
efektif b.d napas) sesak napas serta mual
sekresi yang Memonitor bunyi napas - Tn. T mengatakan saat malam sering
tertahan ( D. tambahan (ronchi) terbangun dari tidur karena merasa tidak
0001 ) Mengidentifikasi kemampuan nyaman
batuk - Tn. T mengatakan sulit makan dan menelan
Gangguan rasa 08.00 Memonitor status oksigenasi - Tn. T mengatakan posisi semi-fowler dapat
nyaman b.d sebelum dan sesudah mengurangi sesaknya dan merasa lebih
57
terhadap kualitas hidup (mis. penyedotan dahak
Nafsu makan, aktivitas, dan O :
tidur) - Pasien tampak paham saat diberikan edukasi
Memonitor mual (mis. - Terdapat sputum di tenggorokan pasien
Frekuensi, durasi, dan tingkat - Pasien tampak lemah,
keparahan) - Ada penggunaan oto bantu napas
9.45
Menginformasikan saat akan - Tepasang IVFD RL 12 tpm,
dilakukan perubahan posisi - Terpasang 02 nasal 4 lpm,
Mengatur posisi untuk - Saturasi 02 = 95 %
mengurangi sesak (mis. Semi- - TTV = TD : 150/ 90 mmHg, RR : 28 x/ menit,
fowler) N : 100 x/ menit, S : 36,5 0C
58
13.00 terutama setelah makan/minum
Makukan penghisapan jalan
08.00 napas,
Memberikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
Menganjurkan makan secara
perlahan
2. 12-02- Bersihan jalan 08.00 Memonitor pola napas S:
2023 napas tidak Memonitor bunyi napas - Tn. T mengatakan makan secara perlahan dan
efektif b.d tambahan (ronchi) dengan ukuran kecil
sekresi yang Memonitor adanya sputum - Tn. T mengatakan dahaknya mulai berkurang
tertahan 10.00 setelah penyedotan dahak kemarin
Memberikan minum hangat
( D. 0001 ) Menganjurkan pasien batuk - Tn. T mengatakan saat malam hari tidak
10.00
efektif terbangun dari tidur karena ia tidur dengan
posisi semi-fowler
- Tn. T mengatakan merasa lebih nyaman setelah
meminum air hangat
- Tn. T mengatakan sering melakukan batuk
59
efektif
- Tn. T mengatakan mual sudah mulai berkurang
O:
- Pasien tampak paham saat diberikan edukasi
- Masih ada sedikit sputum di tenggorokan
pasien
- Pasien tampak segar karena tidur yang cukup
- Suara tambahan Rochi sedikit menurun
- Ada penggunaan oto bantu napas
- Tepasang IVFD RL 12 tpm,
- Terpasang 02 nasal 4 lpm,
- Saturasi 02 = 95 %
- TTV = TD : 150/ 90 mmHg, RR : 24 x/ menit,
N : 98 x/ menit, S : 36,5 0C
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Gangguan rasa 08.00 Memonitor status oksigenasi
60
nyaman b.d sebelum dan sesudah
gejala penyakit mengubah posisi
( D. 0006 ) Memonitor mual
Menginformasikan saat akan
dilakukan perubahan posisi
09.00
Mengatur posisi untuk
mengurangi sesak (mis. Semi-
fowler)
Resiko aspirasi Memonitor status pernapasan
b.d gangguan 08.00 Memonitor bunyi napas,
menelan ( D. terutama setelah
0074 ) makan/minum
07.30
Memberikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
Menganjurkan makan secara
perlahan
3. 13-02- Bersihan jalan 08.00 Memonitor pola napas S:
2023 napas tidak Memonitor bunyi napas - Tn. T mengatakan sudah tidak mual dan batuk
efektif b.d dahak lagi
61
sekresi yang 11.00 tambahan (ronchi) - Tn. T mengatakan saat malam hari tidak
tertahan ( D. Memonitor adanya sputum terbangun dari tidur karena ia tidur dengan
0001 ) posisi semi-fowler
- Tn. T mengatakan sering melakukan batuk
efektif
Gangguan rasa 08.00 Memonitor status oksigenasi - Tn. T mengatakan sudah bisa bernafas dengan
nyaman b.d sebelum dan sesudah normal tanpa bantuan oksigen nasal
gejala penyakit mengubah posisiz O:
( D. 0006 ) - Pasien tampak segar
- Suara Ronchi menurun
- Pasien sudah tidak menggunakan oksigen nasal
62
Resiko aspirasi 08.00 Memonitor status pernapasan - TTV = TD : 150/ 90 mmHg, RR : 18x/ menit,
b.d gangguan Memonitor bunyi napas, N : 98 x/ menit, S : 36,5 0C
menelan ( D. terutama setelah A :
0074 ) makan/minum Masalah Teratasi
P:
Intervensi dihentikan
63
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien Tn.T umur 73 thn dibawah ke RS oleh istrinya
karena sudah 2 minggu terakhir menderita baatuk, berdahak
sulit dikeluarkan dan 2 hari terakhir ini mengalami sesak napas,
merasa tidak nyaman pada daerah perut dan perut terasa
kembung. Sebelumnya sudah diberikan obat generic yang
dibeli di apotik, namun tidak sembuh. Sehingga pasien segera
dibawah ke RS. Sebelumnya pasien adalah perokok aktif dan
baru berhenti merokok setelah 2 minggu treakhir ini. Riwayat
penyakit sebelumnya adalah pasien sering mengalami batuk,
pilek dan nyeri sendi. Pekerjaan sehari – sehari sebagai seorang
penambal ban. Dari hasil pengkajian pasien didiagnosis
menderita PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. Menurut Paramitha (2020) manifetasi klinis pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah : Gejala dari
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah
bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi,
mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran
nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling
umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk
bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau
tidur.
Pada kasus ditemukan pasien, menederita PPOK dengan gejala
utama sesak napas yang disebabkan oleh batuk berdahak yang
sulit dikeluarkan. Sehingga muncul masalah keperawatan
utamanya yaitu Bersihan jalan tidak efektif berhubungan
64
dengan sekresi yang tertahan. Oleh karena itu, perlu dilakuakan
Tindakan segera untuk mempertahankan kepatenan jalan napas
pasien. Melalui implementasi keperawatan yang telah di
rencanakan sesuai kebutuhan pasien dan di evaluasi untuk
melihat efektifitas asuhan keperawatan pada pasien.
65
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah proses peradangan parenkin paru yang biasanya
dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli, pneumonia juga
adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut sedangkan
PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran
udara yang disebabkan oleh bronchitis kronis atau empisema. Kedua
penyakit ini merupakan penyakit yang menyerang system pernapasan dan
merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia setelah penyakit
kardiovasculer. Penyebab kedua penyakit tersebut diantaranya karena bakteri,
virus, jamur atau fungi, protozoa dan bahan kimia serta factor lingkungan
yang buruk dimana dari hasil anamnesis didapatkan gejala khas pada kedua
pasien ini yaitu dengan adanya sesak napas,batuk dengan sputum produktif
dalam waktu yang lama.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat,
pengobatan yang tidak dilakukan sejak dini akan membuat komplikasi lebih
berat oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan dini dan awereness atau
kewaspadaan dari diri setiap orang serta lingkungan rumah yang bersih yang
jauh dari asap rokok.
5.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber pengetahuan
pembaca yang membaca makalah ini, kami juga memerlukan saran yang
dapat membangun makalah ini menjadi lebih baik kedepannya.
66
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Soeroto, A.Y., dan Suryadinata, H. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Ina J
chest Crit and Emerg Med Vol.I No.2.
Djojodibroto, D. (2016). Respirologi (Respiratory Medecine). (J. Suyono & E.
Melinda, Eds.) (2nd ed.). Jakarta: EGC.
67