Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA Ny. KA DENGAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)


DI RUANG IGD RSUD KLUNGKUNG
TANGGAL 13 NOVEMBER 2018

Oleh:

KETUT DIAN WAHYUNI

NIM P07120215025

D IV KEPERAWATAN TINGKAT 4.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

0
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN CHF (CONGESTIVE
HEART FAILURE) / GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. Definisi Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung, sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan ( Ardini, 2007 ).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan
ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke
seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan
cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam
4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-
hari tanpa keluhan.
Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.

1
C. Etiologi
Di negara – negara berkembang, penyebab tersering adalah penyakit arteri
koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium
(kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik,
miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab
pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung
kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab
gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal
jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat
diperbaiki.
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

D. Patofisiologi
Menurut Safery (2013) Respon kompensasi terhadap Cardiac Output yang
tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ- organ tubuh yang vital.
Respon awal adalah stimulus kepada saraf simpati yang menimbulkan dua pengaruh
utama :
1. Meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi myocardium.
2. Vasokontriksi perifer
Vasokontriksi perifer menggeser arus darah arteri ke organ-organ yang kurang
vital, seperti kulit dan ginjal dan juga organ-organ yang lebih vital, seperti otak.

2
Kontriksi vena meningkatkan arus balik dari vena ke jantung. Peningkatan
peregangan serabut otot myocardium memungkinkan kontraktilitas.
Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap cardiac out put, namun
selanjutnya meningkatkan kebutuhan oksigen untuk myocardium, meregangkan
serabut- serabut myocardium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak
berada dalam status kekurangan cairan untuk memulai peningkatan volume ventrikel
dapat memperberat preload dan kegagalan komponen- komponen.
Jenis kompensasi yang kedua yaitu dengan mengaktivkan sistem renin
angiotensin yang akhirnya berdampak pada peningkatan preload maupun afterload
pada waktu jangka panjang dan seterusnya. Kompensasi yang ketiga yaitu dengan
terjadinya perubahan struktur micardium itu sendiri yang akhirnya lama- kelamaan
miocrdium akan menebal atau menjadi hipertropi untuk memperbaiki kontraksi
namun ini berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk miocardium.

Terjadinya kegagalan ventrikel kiri


Kegagalan ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigen guna
memenuhi kebutuhan tubuh berakibat dua hal :
 Tanda- tanda dan gejala- gejala penurunan cadiac output.
 Kongesti paru- paru.

Dispnea
Pernafasan yang memerlukan tenaga merupakan gejala dini dari kegagalan ventrikel.
Bisa timbul akibat gangguan pertukaran gas karena cairan di dalam alveoli. Hal ini
bisa menjadi payah karena pergerakan tubuh, misal menaiki tangga, berjalan mendaki
dll. Karena dengan kegiatan tersebut memerlukan peningkatan oksigen.

Orthopnea

3
Timbul kesukaran bernafas pada waktu berbaring terlentang dan orang harus tidur
pakai sandaran di tempat tidur atau tidur duduk pada sebuah kursi. Bila orang tidur
terlentang ventilasi kurang kurang dan volume darah pada pembuluh- pembuluh paru-
paru meningkat.

Kegagalan ventrikel kanan


Kegagalan ventrikel kanan terjadi bila bilik ini tidak mampu memompa melawan
tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru- paru. Kegagalan ventrikel kanan dalam
memompakan darah akan mengakibatkan oedema pada ekstrimitas. Pada hati juga
mengalami pembesaran karena berisi cairan intra vaskuler, tekanan di dalam sistem
portal menjadi begitu tinggi sehingga cairan didorong melalui pembuluh darah masuk
ke rongga perut (acites) akibatnya akan mendesak diafragma yang akhirnya akan
susah untuk bernafas.

4
Pathway

Beban tekanan Dysritmia, Obat-obatan, Stenosis aorta/hipertensi,


berlebihan dan infark miokard

Beban systole Contractcility menurun Afterload


meningkat

Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel


kiri (Otot jantung menebal, mengeras,
elastisitas menurun, kemampuan kontraksi
turun, ukuran jantung membesar (LVH)

Penurunan ejeksi darah sistemik

Penurunan Curah jantung

pengeluaran katekolamin

peningkatan frekwensi denyut


jantung, peningkatan tahanan perifer

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Forward faillure Gagal pompa ventrikel


kanan

Bendungan pada paru Tekanan diastole


meningkat
Suplay darah jaringan
Oedem paru
Bendungan atrium kanan

Risiko/ketidakefektifan
Rh +/+, Sesak nafas, Asidosis Perfusi Jaringan
respiratorik Edema pada ekstremitas, hepar

5
Ggn pertukaran gas Hepatomegali

Ketidakefektifan Sesak Napas Mendesak diafragma


pola napas

Nyeri Akut

6
E. Manifestasi Klinik
1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2. kongesti jaringan
3. peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
4. peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema
perifer umum dan penambahan berat badan.
5. penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
Kriteria mayor gagal jantung:
 dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
 peningkatan tekanan vena jugularis
 ronkhi basah dan nyaring
 kardiomegali
 edema paru akut
 irama S3
 peningkatan tekanan vena
 refluk hepatojugular
Kriteria minor:
 edema pergelangan kaki
 batuk malam hari
 dipsnea de’effort
 hepatomegali
 effuse pleura
 takikardia

7
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab
gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi
jantung lainnya
2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan
dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
memungkinkan analisis gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus
luas yang terkena.

G. Penatalaksanaan
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama
yang dapt diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretik
4. penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. terapi glikosida digitalis
7. terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru

8
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardoimioplasti

H. Pengkajian
1. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk.
pendidikan dan pekerjaan
2. Survey Primer dan Resusitasi
a. Airway dan Kontrol Servikal
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas , benda asing di
jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan napas klien bisa
terganggu karena produksi sputum pada gagal jantung kiri
b. Breathing
Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot bantu nafas,
kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma), bunyi nafas,
hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal
 Dispnea ,di karakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal dan keadaan yang
menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup,yang menekan
klien.terkadang klien mengeluh adanya insomnia,gelisah,atau kelemahan yang di
sebabkan oleh dispnea.
 Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,adalah keluhan
umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskuler
pulmonal.perawat harus menentukan apakah ortopnea benar – benar
berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur
adalah kebiasaan klien belaka.sebagai contoh,bila klien menyatakan bahw ia
terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus menanyakan
alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa

9
ia melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di
lakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung,kondisi ini tidak
tepat di anggap sebagai ortopnea.
 Dispnea nokturnal paroksismal ( DNP ) adalah keluhan yang di kenal baik oleh
klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami napas
pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di perkirakan di sebabkan
oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler
sebagai akibat dari posisi telentang. Pada siang hari,saat klien melakukan
aktivitas,tekanan hidrostatisk vena meningkat,khususnya pada bagian bawah
tubuh karena adanya gravitasi,peningkatan volume cairan,dan peningkatan tonus
sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini,sejumlah cairan keluar
masuk ke area jaringan secara normal. Namun,dengan posisi telentang. Tekanan
pada kapiler – kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke dalam
sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan sejulmlah
tambahan drah yang di alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit
( peningkatan beban awal ) dan memberikan beban tambahan pada dasar vaskuler
pulmonal yang telah mengalami kongesti. Mengingat bahwa DNP terjadi bukan
hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja,klien harus di berikan tirah
baring selama perawatan akut di rumah sakit.
 Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal yang
sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan.batuk ini
dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek.gejala ini di hubungkan
dengan kongesti mukosa bronchial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.
 Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di hubungkan
dengan kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan
kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di
dalam saluran vaskuler ( kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini,akan terjadi
transduksi ciran ke dalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan
menurunkan tersedianya area untuk transport normal oksigen dan karbon
dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.

10
 Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas,
sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat sering nyeri dada
dan sputum berwarna merah muda,berbusa yang keluar Dari mulut.ini
memerlukan kedaruratan medis dan harus di tangani dengan cepat dan tepat.

c. Circulation
Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal), kapilari refill,
nadi radial/carotis, akral perifer.
1) B2 ( Blood )
 Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada,keluhan kelemahan fisik,dan
adanya edema ekstremitas
 Palpasi :Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan.
 Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup.bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di temukan
apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
 Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi ( kardiomegali )
2) Penuranan curah jantung
Selain gejala – gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vaskuler pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan gejala tidak
spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.klien dapat mengeluh
lemah,mudah lelah,apatis,letargi,kesulitan berkonsentrasi,deficit memori,atau
penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung
rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun,gejala ini tidak spesifik
dan sering di anggap sebagai depresi,neurosis,atau keluhan fungsional. Oleh karena
itu,kondisi ini secara potensial merupakan indicator penting penyimpangan fungsi
pompa yang sering tidak di perhatikan dank lien juga di beri keyakinan yang tidak
tepat atau di beri tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati
( mood ). Sebaiknya di ingat,adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang
rendah memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan
pemeiksaan psikologis klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan
penatalaksanaan yang tepat
3) Bunyi jantung dan crackle

11
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di kenali
dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dankeempat ( S3,S4 ) dan
crackles pada paru – paru . s4 atau gallop atrium,di hubungkan dengan dan mengikuti
kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan
dengan tepat pada apeks jantung. Klien di minta untuk berbaring pada posisi miring
kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama
( S1 ) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongesti,tetapi dapat
menunjukan adanya penurunan komplians ( peningkatan kekakuan ) miokardium. Hal
ini mungkin merupakan indikasi awal ( premonitori) menuju kegagalan.bunyi S4
umumnya di temukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak
mempunyai proknosis bermakna,tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru
terjadi S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada
orang dewasa hamper tidak pernah di temukankecuali jika ada penyakit jantung
signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal
kongestif di indikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik
setelah bunyi jantung ke dua ( S2 ) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel
pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik dengan bell stetoskop yang di
letakkan tepat di apeks,akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan
pada akhir ekspirasi
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri,dan memang demikian
sesungguhnya. Sebelum crackles di tetakan sebagai kegagalan pompa jantung,klien
harus di instruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris
yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma. Crackles
yang tidak menghilang setelah batuk ( pasca – batuk rejan ) perlu di evaluasi
sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting. Perawat
harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin mempunyai bukti
bahwa gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada apeks dan belum mempunyai
area paru yang cukup bersih. Jangan menunggu memberikan terapi bila tidak di
temukan bunyi crackles pada paru – paru.
4) Disritmia

12
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap
stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di temukan pada pemeriksaan
klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan
kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium prematur,takikardia atrium
paroksismal,dan denyut ventrikel prematu. Kapanpun abnormalitas irama
terdeteksi,seseorang harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat
5) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel
kiri, akan terjadi di latasi dari ruang ventrikel,peningkatan volume ,dan tekanan pada
diastolik akhir ventrikel kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan
lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu
vena kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.
Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada vena
– vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien di instruksikan
untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan kepala di tempat tidur di
tinggikan antara 30-60 derajat,kolom darah di vena – vena jugularis eksternal akan
meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula.
Namun, pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan
berkisar antara 1-2 cm.
6) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan ( forward failure ) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda – tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ –
organ. Karena darah di alihkan dari organ – organ nonvital ke organ – organ vital
seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya,maka manifestasi paling
awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ – organ
seperti kulit dan otot – otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena
pembuluh darah perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang
tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
7) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang
cepat dan lemah

13
 Denyut jantung yang cepat atau takikardia,mencerminkan respons terhadap
perangsangan saraf simpatik.
 Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokontriksi
perifer akan mengurangi tekanan nadi ( perbedaan antara tekanan sistolik dan
diasolik ) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thread pulse.
 Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.
 Selain itu,pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus altenans atau
gangguan pulsasi,suatu perubahan dari kekuatan denyt arteri. Pulsus alternans
menunjukkan gangguan fungus mekanis yang berat dengan berulangnya variasi
denyut ke denyut pada volume sekuncup.

d. Disability
Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan otot.

2. Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder


a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan apakah sebelumya
klien pernah menderita nyeri dada,hipertensi,iskemia miokardium.infark
miokardium,diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada masa yang
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini.obat-obatan ini meliputi obat diuretik,
nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi
di masa lalu,alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan
suatu alergi sebagai efek samping obat.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST,yaitu :
 Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan
sampai berat,sesua derajat gangguan pada jantung(lihat klasifikasi gagal jantung
 Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktifitas yang
di rasakan atau di gambarkan klien biasanya tetap beraktivitas klien merasakan
sesak nafas(dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).

14
 Region : radiation,relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
 Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari - hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang di alami organ.
 Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
yimbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat,baik saat istirahat maupun saat beraktifitas.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga,anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif,dan penyebab
kematianya.penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.

3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


a. Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah
b. Leher
Tanda : pembesaran tiroid
c. Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi)
d. Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan
e. Pelvis (inspeksi dan palpasi)
f. Perineum dan rektum
g. Genitalia
h. Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury
i. Neurologis : Fungsi sensorik dan motorik
j. Integritas ego
k. Eliminasi
4. Hasil Laboratorium
5. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

15
6. Terapi Dokter

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Penurunan curah jantung
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
5. Nyeri akut

16
J. RENCANA KEPERAWATAN.

No Diagnosa NOC NIC


1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam Oxygen Therapy
□ Bradipnea diharapkan pola nafas pasien □ Bersihkan mulut, hidung dan
□ Dispnea teratur dengan kriteria : secret trakea
□ Fase ekspirasi memanjang NOC : □ Pertahankan jalan nafas
□ Ortopnea Respiratory status : yang paten
□ Penggunaan otot bantu Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
pernafasan □Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
□ Penggunaan posisi tiga titik (dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor respirasi dan status
□Irama pernafasan teratur
□ Peningkatan diameter anterior- O2
□Kedalaman pernafasan normal
posterior □ Suara perkusi dada normal □ Pertahankan posisi pasien
□ Penurunan kapasitas vital (sonor) □ Monitor volume aliran
□ Retraksi otot dada
□ Penurunan tekanan ekspirasi oksigen dan jenis canul yang
□ Tidak terdapat orthopnea
□ Penurunan tekanan inspirasi □ Taktil fremitus normal antara digunakan.
□ Penurunan ventilasi semenit dada kiri dan dada kanan □ Monitor keefektifan terapi
□ Ekspansi dada simetris
□ Pernafasan bibir oksigen yang telah diberikan
□ Tidak terdapat akumulasi
□ Pernafasan cuping hidung □ Observasi adanya tanda
sputum
□ Pernafasan ekskursi dada □ Tidak terdapat penggunaan tanda hipoventilasi
□ Pola nafas abnormal (mis., otot bantu napas □ Monitor tingkat kecemasan
irama, frekuensi, kedalaman) pasien yang kemungkinan
□ Takipnea diberikan terapi O2

Faktor yang berhubungan


□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan muskuluskeletal

17
□ Gangguan Neurologis (misalnya
: elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala, gangguan
kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
□ Sindrom hipoventilasi
2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam Acid Base Management
□ Diaforesis diharapkan hasil AGD pasien □ Pertahankan kepatenan jalan
□ Dispnea dalam batas normal dengan nafas
□ Gangguan pengelihatan kriteria hasil : □ Posisikan pasien untuk
□ Gas darah arteri abnormal NOC: mendapatkan ventilasi yang
□ Gelisah Respiratory status: Gas adekuat(mis., buka jalan
□ Hiperkapnia Exchange nafas dan tinggikan kepala
□ Hipoksemia □ PaO2 dalam batas normal dari tempat tidur)
□ Hipoksia (80-100 mmHg) □ Monitor hemodinamika
□ Iritabilitas □ PaCO2 dalam batas normal status (CVP & MAP)
□ Konfusi (35-45 mmHg) □ Monitor kadar pH, PaO2,
□ Nafas cuping hidung □ pH normal (7,35-7,45) PaCO2, dan HCO3 darah
□ Penurunan karbon dioksida □ SaO2 normal (95-100%) melalui hasil AGD
□ pH arteri abnormal □ Tidak ada sianosis □ Catat adanya
□ Pola pernafasan abnormal (mis.,
□ Tidak ada penurunan asidosis/alkalosis yang
kecepatan, irama, kedalaman) kesadaran terjadi akibat kompensasi
□ Sakit kepala saat bangun metabolisme, respirasi atau
□ Sianosis keduanya atau tidak adanya
□ Somnolen kompensasi

18
□ Takikardia □ Monitor tanda-tanda gagal
□ Warna kulit abnormal (mis., napas
pucat, kehitaman ) □ Monitor status neurologis
Faktor yang berhubungan : □ Monitor status pernapasan
□ Ketidakseimbangan ventilasi- dan status oksigenasi klien
perfusi □ Atur intake cairan
□ Perubahan membran alveolar-
□ Auskultasi bunyi napas dan
kapiler
adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing,
krekels, dll)
□ Kolaborasi pemberian
nebulizer, jika diperlukan
□ Kolaborasi pemberian
oksigen, jika diperlukan.

3. Ketidakefektifan perfusi Setelah diberikan asuhan Circulatory Care : Arterial


jaringan perifer/ Risiko keperawatan selama ...x jam, Insufficiency
ketidakefektifan perfusi jaringan perfusi jaringan perifer □ Lakukan penilaian
perifer pasien menjadi efektif komprehensif sirkulasi
dengan kriteria hasil: perifer (seperti: cek sirkulasi
nadi, udeme, crt, warna, dan
suhu)
Batasan Karakteristik: NOC: □ Tentukan indeks ABI
□ Bruit Femoral Tissue Perfusion Peripheral dengan tepat
□ Edema □ Capilary refil pada jari-jari □ Evaluasi udeme periper dan
□ Indeks ankle-brakhial <0,90 tangan dalam batas normal (< nadi
□ Kelambatan penyembuhan luka 3 detik) □ Periksa kulit untuk ulkus
□ Capilary refil pada jari-jari
perifer arteri atau kerusakan
kaki dalam batas normal (< 3
□ Klaudikasi intermiten jaringan
detik)
□ Nyeri ekstremitas □ Tempatkan ekstremitas
□ Tekanan darah sistolik dalam

19
□ Paresthesia batas normal dalam posisi tergantung
□ Tekanan darah diastolik
□ Pemendekan jarak bebas nyeri dengan tepat
dalam batas normal
yang ditempuh dalam uji □ Kelola antiplatelet atau obat
□ MAP dalam batas normal
berjalan 6 menit □ Nadi teraba kuat anticoagulan dengan tepat
□ Tidak terjadi udeme pada
□ Pemendekan jarak total yang □ Ubah posisi pasien
perifer.
ditempuh dalam uji berjalan 6 setidaknya setiap 2 jam
menit (400-700m pada orang dengan tepat
dewasa) □ Instruksikan pasien pada
□ Penurunan nadi perifer faktor-faktor yang
□ Perubahan fungsi motorik mengganggu sirkulasi (mis
□ Perubahan karakteristik kulit merokok pakaian ketat,
(mis. Warna, elastisitas, rambut, paparan suhu dingin, dan
kelembapan, kuku, sensasi, persimpangan dari kaki dan
suhu) kaki)
□ Perubahan tekanan darah di □ Pertahankan hidrasi adequat
ekstremitas untuk menurunkan
□ Tidak ada nadi perifer kekentalan darah
□ Waktu pengisian kapiler > 3 □ Pantau status cairan,
detik termasuk asupan dan output
□ Warna kulit pucat saat elevasi □ Circulatory Care : Venous
□ Warna tidak kembali ke tungkai Insufficiency
1 menit setelah tungkai □ Lakukan penilaian
diturunkan komprehensif sirkulasi
Faktor yang Berhubungan: perifer (seperti memeriksa
□ Diabetes Melitus denyut nadi perifer, edema,
□ Gaya hidup kurang gerak pengisian kapiler, warna dan
□ Hipertensi suhu).
□ Kurang pengetahuan tentang □ Evaluasi edema perifer dan
factor pemberat (mis. Merokok, nadi
gaya hidup monoton, trauma, □ Periksa kulit untuk

20
obesitas, asupan garam, memastikan adanya ulkus
imobilitas) stasis dan kerusakan
□ Kurang pengetahuan tentang jaringan
proses penyakit (mis. Diabetes, □ Tinggikan anggota badan
hiperlipidemia) yang terkena 20 derajat atau
□ Merokok lebih dari jantung
□ Ubah posisi pasien
setidaknya setiap 2 jam
□ Anjurkan latihan ROM pasif
atau aktif, terutama latihan
ekstremitas bawah, selama
istirahat.
□ Administrasikan antiplatelet
atau obat antikoagulan
□ melindungi ekstremitas dari
cedera (selimut untuk bagian
kaki dan kaki terbawah,
papan kaki/ayunan pada
bagian bawah tempat tidur,
sepatu yang sesuai dengan
ukuran).
□ Pertahankan hidrasi yang
memadai untuk menurunkan
kekentalan darah
□ Pantau status cairan,
termasuk asupan dan output
4. Penurunan curah jantung/ Risiko Setelah diberikan asuhan Cardiac Care
penurunan curah jantung keperawatan selama …..x…. □ Evaluasi adanya nyeri dada
jam diharapkan masalah (Intesitas, lokasi, rambatan,
Batasan Karakteristik: penurunan curah jantung durasi, serta faktor yang

21
Perubahan Frekuensi/Irama dapat teratasi dengan kriteria menimbulkan dan
Jantung hasil : meringankan gejala).
□ Bradikardia NOC: □ Monitor EKG untuk
□ Perubahan EKG (Contoh :
Cardiac Pump perubahan ST, jika
aritmia, abnormalitas konduksi,
Effectiveness diperlukan.
iskemia)
□ Tekanan darah sistolik dalam □ Lakukan penilaian
□ Palpitasi
□ Takikardia batas normal komprehenif untuk sirkulasi
□ Tekanan darah diastolik
Perubahan Preload perifer (Cek nadi perifer,
dalam batas normal
□ Penurunan tekanan vena sentral edema,CRT, serta warna dan
□ Heart rate dalam batas
(Central venous pressure, CVP) temperatur ekstremitas)
normal
□ Peningkatan tekanan vena
□ Peningkatan fraksi ejeksi secara rutin.
sentral (Central venous□ Peningkatan nadi perifer
□ Monitor tanda-tanda vital
□ Tekanan vena sentral
pressure, CVP)
secara teratur.
□ Penurunan tekanan arteri paru (Central venous pressure)
□ Monitor status
(Pulmonary artery wedge dalam batas normal
□ Gejala angina berkurang kardiovaskuler.
pressure, PAWP)
□ Edema perifer berkurang
□ Peningkatan tekanan arteri paru □ Monitor disritmia jantung.
□ Gejala nausea berkurang
(Pulmonary artery wedge□ Tidak mengeluh dispnea saat □ Dokumentasikan disritmia
pressure, PAWP) istirahat jantung.
□ Edema □ Tidak terjadi sianosis
□ Catat tanda dan gejala dari
□ Keletihan
□ Murmur penurunan curah jantung.
Circulation Status
□ Distensi vena jugularis
□ Monitor status repirasi
□ Peningkatan berat badan □ MAP dalam batas normal
□ PaO2 dalam btas normal (60- sebagai gejala dari gagal
Perubahan Afterload
80 mmHg) jantung.
□ Warna kulit yang abnormal
□ PaCO2 dalam batas normal
□ Monitor abdomen sebagai
(Contoh : pucat, kehitam-
(35-45 mmHg)
indikasi penurunan perfusi.
hitaman/agak hitam, sianosis) □ Saturasi O2 dalam
batas
□ Perubahan tekanan darah □ Monitor nilai laboratorium
normal (> 95%)
□ Kulit lembab
□ Capillary Refill Time (CRT) terkait (elektrolit).
□ Penurunan nadi perifer
□ Penurunan resistensi vaskular dalam batas normal (< 3 □ Monitor fungsi peacemaker,
paru (Pulmonary Vascular detik) jika diperlukan.
Resistance, PVR) □ Evaluasi perubahan tekanan

22
□ Peningkatan resistensi vaskular darah.
paru (Pulmonary Vascular □ Sediakan terapi antiaritmia
Resistance, PVR) berdasarkan pada
□ Penurunan resistensi vaskular
kebijaksanaan unit (Contoh
sistemik Systemic Vascular
medikasi antiaritmia,
Resistance, PVR)
cardioverion, defibrilator),
□ Peningkatan resistensi vaskular
jika diperlukan.
sistemik (Systemic Vascular
□ Monitor penerimaan atau
Resistance, PVR)
□ Dispnea respon pasien terhadap
□ Oliguria
medikasi antiaritmia.
□ Pengisian kapiler memanjang
□ Monitor dispnea, keletihan,
Perubahan Kontraktilitas
takipnea, ortopnea.
□ Batuk
□ Crackle
□ Penurunan indeks jantung
Cardiac Care : Acute
□ Penurunan fraksi ejeksi
□ Penurunan indeks kerja □ Monitor kecepatan pompa
pengisian ventrikel kiri (Left dan ritme jantung.
ventricular stroke work index, □ Auskultasi bunyi jantung.
LVSWI) □ Auskultasi paru-paru untuk
□ Penurunan indeks volume
crackles atau suara nafas
sekuncup (Stroke volume index,
tambahan lainnya.
SVI)
□ Monitor efektifitas terapi
□ Ortopnea
□ Dispnea parokismal nokturnal oksigen, jika diperlukan.
□ Bunyi S3
□ Monitor faktor-faktor yang
□ Bunyi S4
mempengaruhi aliran
Perilaku/Emosi
oksigen (PaO2, nilai Hb, dan
□ Kecemasan atau ansietas
curah jantung), jika
Gelisah
diperlukan.
Berhubungan dengan:
□ Monitor status neurologis.
□ Perubahan frekuensi jantung
□ Monitor fungsi ginjal (Nilai
(Heart rate, HR)
□ Perubahan ritme jantung BUN dan kreatinin), jika

23
□ Perubahan afterload diperlukan.
□ Perubahan kontraktilitas
□ Administrasikan medikasi
□ Perubahan preload
□ Perubahan volume sekuncup untuk mengurangi atau
mencegah nyeri dan
iskemia, sesuai kebutuhan.
5. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Analgesic Administration
Batasan Karakteristik keperawatan selama ...x….. □ Tentukan lokasi,
□ Bukti nyeri dengan jam diharapkan nyeri karakteristik, kualitas, dan
menggunakan standar daftar berkurang dengan kriteria derajat nyeri sebelum
periksa nyeri untuk pasien yang hasil : pemberian obat
tidak dapat mengungkapkannya □ Cek riwayat alergi terhadap
(mis., Neonatal Infant Pain NOC: obat
Scale, Pain Assesment Checklist Pain Level □ Pilih analgesik yang tepat
for Senior with Limited Ability
□ Melaporkan gejala nyeri atau kombinasi dari
to Communicate) berkurang analgesik lebih dari satu jika
□ Dilatasi pupil □ Melaporkan lama nyeri
diperlukan
□ Ekspresi wajah nyeri (mis., mata
berkurang
□ Tentukan analgesik yang
kurang bercahaya, tampak□ Tidak tampak ekspresi wajah
diberikan (narkotik, non-
kacau, gerakan mata berpencar kesakitan
□ Tidak gelisah narkotik, atau NSAID)
atau tetap pada satu focus,
□ Respirasi dalam batas normal
berdasarkan tipe dan
meringis)
(dewasa: 16-20 kali/menit)
□ Focus menyempit (mis., persepsi keparahan nyeri
waktu, proses berfikir, interaksi □ Tentukan rute pemberian
dengan orang dan lingkungan) analgesik dan dosis untuk
□ Focus pada diri sendiri
mendapat hasil yang
□ Keluhan tentang intensitas
maksimal
menggunakan standar skala
□ Pilih rute IV dibandingkan
nyeri (mis., skala Wong-Baker
rute IM untuk pemberian
FACES, skala analog visual,
analgesik secara teratur
skala penilaian numerik)
□ Keluhan tentang karakteristik melalui injeksi jika
nyeri dengan menggunakan diperlukan

24
standar isntrumen nyeri (mis., □ Evaluasi efektivitas
McGill Pain Questionnaire, pemberian analgesik setelah
Brief Pain Inventory) dilakukan injeksi. Selain itu
□ Laporan tentang perilaku
observasi efek samping
nyeri/perubahan aktivitas (mis.,
pemberian analgesik seperti
anggota keluarga, pemberi
depresi pernapasan, mual
asuhan)
muntah, mulut kering dan
□ Mengekspresikan perilaku (mis.,
konstipasi.
gelisah, merengek, menangis,
□ Monitor vital sign sebelum
waspada)
□ Perilaku distraksi dan sesudah pemberian
□ Perubahan pada parameter
analgesik pertama kali
fisiologis (mis., tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi
pernafasan, saturasi oksigen, dan
endtidal karbon dioksida (CO2))
□ Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
□ Perubahan selera makan
□ Sikap melindungi area nyeri
□ Sikap tubuh melindungi
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera biologis (mis.,
infeksi, iskemia, neoplasma)
Agens cedera fisik (mis., abses,
amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga
berlebihan)
Agens cedera kimiawi (mis.,
luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)

25
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi, Ed.1, EGC, Jakarta.


Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Ed. 3,
EGC, Jakarta.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22, EGC, Jakarta.
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, EGC, Jakarta.
Indra M.R. 2007. Fisiologi Kardiovaskuler, Laboratorium Ilmu Faal FK Unibraw,
Malang.
Rokhaeni, H. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Ed.1, Bidang
Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Smeltzer, S.C & Bare,B.G. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Ed.8, EGC, Jakarta.
Sudoyo WA. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai