Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DEMAM THYPOID

Oleh :
Ketut Dian Wahyuni
Program Profesi Ners
P07120319089

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DEMAM THYPOID

A. Konsep Dasar Demam Typhoid


1. Definisi Demam Typhoid
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna dan gangguan kesadaran (Abraham, 2012).
Kemudian dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Alan (2003) gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama
demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
3. Pohon Masalah

Kuman Salmonella
thypii

Masuk tubuh melalui


mulut bersama
makanan dan
minuman

Masuk sampai ke usus


halus

Organ tubuh, Peredaran Bakteri mengadakan Gangguan


limfe, hati, darah multiplikasi di usus penurunan
empedu absorbsi pada
Gejala mual, muntah, usus besar
Demam
Hati membesar nafsu makan menurun
Risiko Konstipasi
 Panas
 Kembung  Muka merah infeksi
Suplai tidak adekuat
 Perut tegang  Kulit terasa
kering
Nyeri Risiko Defisit Nutrisi
tekan
Hipertermia

Gerak kurang
Nyeri Akut
Lemah, lesu,
Penekanan terlalu
aktivitas dibantu
lama di punggung

 Kemurahan Intoleransi
 Lecet Aktivitas
 Panas
4. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a) Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatana SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
c) Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi.Uji Widal dimaksudkan untuk menyatukan adanya
Salmonela tyhpi maka penderita membuat antibodi (aglutini).
d) Kultur
- Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
- Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
- Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
e) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan ke-4
terjadinya demam (Padila, 2013).

5. Penatalaksanaan Medis Demam Typhoid


a. Perawatan
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari, batas panas
atau kurang lebih 14 hari.Mobilisasi dilakukan secara sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya menurun posisi tubuh harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus,
defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
dan retensi urine.
b. Diet/ Terapi Diet
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :
1) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang
bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
2) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak
memperberat kerja saluran pernafasan.
3) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-
hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat kasar.
Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan.Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita Thypoid.
c. Obat – Obatan
 Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
 Limfenikol 3.300 mg.
 Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
 Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada penderita
Thypoid.Pada penderita toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari, hasil
biasanya memuaskan. Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh cepat
turun sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa
indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
d. Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
e. Farmakologi
- Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian
oral atau IV selama 14 hari.
- Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/KgBB/hari, terbagi selama 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21
hari kortrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral selama 14 hari.
- Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/KgBB/hari
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/KgBB/hari , sekali sehari, intravena
selama 5-7 hari.
- Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolone (Padila, 2013).

6. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah.Perdarahan hebat dapat terjadi
hingga penderita mengalami syok.Secara klinis perdarahan akut darurat
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama.Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut.Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia (Lastry, 2015).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang
tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing
demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat,
nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak.Kemudian kaji tentang obat-
obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat
alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau makanan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada
epigastrium, mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau
pusing, letih atau lesu.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
4) Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik
(gelisah) dan keluarga biasanya cemas.
5) Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari
segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien.Bagaimana interaksi klien
baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
6) Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum
sakit dan saat sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan
dan perawatan pasien, biasanya mencakup :
a) Nutrisi
b) Eliminasi
c) Pola istirahat/ tidur
d) Pola kebersihan
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
3) Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
5) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6) Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
7) Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
9) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
10) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11) Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
12) Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13) Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makanan
d. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
f. Risiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Rencana Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipertermia
Penyebab keperawatan selama … x 24 Observasi
 Dehidrasi jam diharapkan status  Indentfikasi penyebab hipertermi
 Terpapar lingkungan panas pernafasan pasien normal  Monitor suhu tubuh
 Proses penyakit (mis, infeksi, dengan kriteria hasil :  Monitor kadar elektrolit
kanker) Terapeutik
 Ketidaksesuaian pakaian dengan Termoregulasi  Sediakan lingkungan yang dingin
suhu lingkungan  Menggigil menurun  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Peningkatan laju metabolisme  Kulit merah menurun  Berikan cairan oral
 Respon trauma  Kejang menurun  Lakukan pendinginan eksternal (mis, selimut hipotermi atau kompres
 Aktivitas berlebihan  Suhu tubuh membaik dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Penggunaan incubator  Suhu kulit membaik Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Gejala dan tanda Mayor Kolaborasi
Subjektif : -  Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Objektif : Regulasi temperatur
 Suhu tubuh diatas nilai normal Observasi
 Monitor suhu sampai stabil (36,5-37,5oC)
Gejala dan tanda minor  Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
Subjektif : -  Monitor warna dan suhu kulit
Objektif :  Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
 Kulit merah Terapeutik
 Kejang  Pasang alat pembantu suhu kontinu
 Takikardi  Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
 Takipnea  Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
 Kulit terasa hangat Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
Penyebab : keperawatan selama ... x 24 jam Observasi
 Agens pencedera fisiologis diharapkan nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(mis. Inflamasi, iskemia, dengan kriteria hasil : nyeri
neoplasma)  Identifikasi skala nyeri
 Agens pencedera kimiawi (mis. Tingkat nyeri  Identifikasi respons nyeri non verbal
Terbakar, bahan kimia iritan)  Melaporkan keluhan  Identifikasi faktor memperberat dan memperingan nyeri
 Agens pencedera fisik (mis, nyeri menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
abses, amputasi, terbakar,  Tidak tampak ekspresi  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
terpotong, mengangkat berat, meringis  Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
prosedur oerasi, trauma, latihan  Tidak gelisah  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
fisik berlebih)  Tidak kesulitan tidur  Monitor efek samping penggunaan analgesic
 Frekuensi nadi normal  Monitor tanda-tanda vital
Gejala dan tanda mayor: Terapeutik
Subjektif Kontrol nyeri  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS,
 Mengeluh nyeri  Melaporkan nyeri hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Objektif terkontrol teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Tampak meringis  Mampu mengenali onset  Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
 Bersikap protektif nyeri pencahayaan, kebisingan)
 Gelisah  Mampu mengenali  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Frekensi nadi meningkat penyebab nyeri  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
 Sulit tidur  Mampu menggunakan meredakan nyeri
teknik non-farmakologis Edukasi
Gejala dan tanda minor:  Keluhan nyeri  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Objektif berkurang  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Tekanan darah meningkat
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Pola napas berubah  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Nafsu makan berubah
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Proses berpikir terganggu Kolaborasi
 Menarik diri  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
3. Risiko Defisit Nutrisi Setalah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
Faktor Risiko : selama … x 24 jam, diharapkan  Identifikasi status nutrisi
 Ketidakmampuan menelan nutrisi membaik, dengan kriteria  Identifikasi alergi dan intolersi makanan
makanan hasil :  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Ketidakmampuan mencerna Status nutrisi  Identifikasi perlunya NGT
makanan  Porsi makan yang  Monitor asupan makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi dihabiskan meningkat  Monitor berat badan
nutrient  Berat badan indeks masa  Monitor hasil pemeriksaan lab
 Peningkatan kebutuhan tubuh (IMT) membaik  Lakukan oral hygine
metabolism  Nafsu makan membaik  Berikan medikasi sebelum makan
 Faktor ekonomi  Frekuensi makan membaik  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Faktor piskologis  Bising usus membaik  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Status menelan  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Mempertahankan makanan
 Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein
di mulut meningkat
 Berikan suplemen makanan jika perlu
 Reflek menelan meningkat
 Hentikan pemberian makan melalui NGT bila asupan oral dapat ditoleransi
 Usaha menelan meningkat
 Anjurkan posisi duduk, jika perlu
 Kemampuan
 Ajarkan diet yang diprogramkan
mengosongkan mulut
 Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat
 Frekuensi tersedak
Pemberian makanan parenteral
menurun
 Identifikasi terapi yang diberikan sesuai untuk usia, kondisi, dosis,
 Batuk menurun
kecepatan, dan rute
 Monitor tanda inflamasi, flebitis, dan thrombosis
 Monitor nilai laboratorium (mis. BUN, kreatinin, gula darah, elektrolit,
faat, hepar)
 Monitor berat badan
 Monitor produksi urine
 Monitor jumlah cairan yang masuk dan keluar
 Berikan label pada wadah makanan parenteral dengan tanggal, waktu dan
inisial perawat
 Pastikan alarm infus dihidupkan dan berfungsi, jika tersedia
 Hindari pengambilan sampel darah dan pemberian obat pada selang nutrisi
parenteral

Pemberian makanan enteral


 Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via selang
 Berikan tanda pada selang untuk mempertahankan lokasi yang tepat
 Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama pemberian makan
 Ukur residu sebelum pemberian makan
 Peluk dan bicara dengan bayi selama diberikan makanan untuk
menstimulasi aktivitas makan
 Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam selama pemberian makan
dan setelah pemberian makan intermiten
 Hindari pemberian makanan lewat selang 1 jam sebelum prosedur atau
pemindahan pasien
 Hindari pemberian makanan jika residu lebih dari 150cc atau lebih dari
110%-120% dari jumlah makanan tiap jam

Pemantauan nutrisi :
 Timbang berat badan
 Ukur antroprometrik komposisi tubuh (mis. Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan ukuran lipatan kulit)
 Hitung perubahan berat badan
 Dokumentasikan hasil pemantauan

4. Konstipasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen eliminasi fekal


Penyebab : keperawatan selama ... x 24 jam Observasi
Fisiologis diharapkan konstipasi menurun  Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
 Penurunan motilitas dengan kriteria hasil :  Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
gastrointestinal  Monitor buang air besar (mis. warna, frekuensi, konsistensi, volume)
 Ketidakadekuatan pertumbuhan Eliminasi fekal  Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
gigi  Kontrol pengeluaran Terapeutik
 Ketidakcukupan diet feses meningkat  Berikan air hangat setelah makan
 Ketidakcukupan asupan serat  Keluhan defekasi lama  Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
 Ketidakcukupan asupan cairan dan sulit menurun  Sediakan makanan tinggi serat
 Aganglionik (mis. penyakit  Mengejan saat defekasi
Hircsprung) menurun Edukasi
 Kelemahan otot abdomen  Distensi abdomen  Jelaskan jenis makanan yang yang membantu meningkatkan keteraturan
menurun peristaltic usus
Psikologis  Teraba massa pada  Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
 Konfusi rektal menurun  Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
 Depresi  Urgency menurun  Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan pembentukan
 Gangguan emosional  Nyeri abdomen gas
menurun  Anjurkan mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
Situasional  Kram abdomen  Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
 Perubahan kebiasaan makan menurun Kolaborasi
 Ketidakadekuatan toileting  Konsistensi feses  Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
 Aktivitas fisik harian kurang membaik
dari yang dianjurkan  Frekuensi defekasi
 Penyalahgunaan laksatif membaik
 Efek agen farmakologis  Peristaltik usus
 Ketidakteraturan kebiasaan membaik
defekasi
 Kebiasaan menahan dorongan
defekasi
 Perubahan lingkungan
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif
 Defekasi kurang dari 2 kali
seminggu
 Pengeluaran feses lama dan
sulit
Objektif
 Feses keras
 Peristaltik usus menurun

Gejala dan tanda minor:


Subjektif
 Mengejan saat defekasi
Objektif
 Distensi abdomen
 Kelemahan umum
 Teraba massa pada rektal

5. Intorelansi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi :


Penyebab :  Frekuensi nadi menurun Observasi :
 Ketidakseimbangan antara  Kemudahan melakukan  Indetifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan aktivias sehari-hari  Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen meningkat  Monitor pola dan jam tidur
 Tirah baring  Kekuatan tubuh bagian  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 Kelemahan atas meningkat Terapeutik :
 Imobilitas  Kekuatan tubuh bagian  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,cahaya,suara,
 Gaya hidup monoton atas meningkat kunjungan)
 Keluhan lelah menurun  Lakukam latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Gejala dan tanda mayor  Dyspnea saat aktivitas  Berikan aktiivitas distraksi yang menenangkan
Subjektif : menurun  Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
 Mengeluh lelah  Dyspnea setelah berjalan
Objektif : aktivitas menurun Edukasi :
 Frekuensi jantung  Perasaan lemah  Anjurkan tirah baring
meningkat >20% dari menurun  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
kondisi istirahat  Warna kulit membaik  Ajarkan strategi untuk mengurangi kelelahan
 Frekuensi nafas Kolaborasi
Gejala dan tanda minor membaik  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
Subjektif : makanan.
 Dispnea saat/setelah
aktivitas
 Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
 Merasa lemah
Objektif :
 Tekanan darah berubah >20
% dari kondisi istirahat
 Gambaran EKG
menunjukkan aritmia saat/
setelah aktivitas
 Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
 Sianosis

6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan SIKI:


Faktor Risiko: keperawatan selama… x 24 jam Pencegahan Infeksi
 Penyakit Kronis (mis. Diabetes diharapkan pasien dapat  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
mellitus) melakukan aktivitas dengan  Batasi jumlah pengunjung
 Efek prosedur invasif kriteria hasil :  Berikan perawatan kulit pada area edema
 Malnutrisi Tingkat Infeksi  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
 Peningkatan paparan organisme Kriteria Hasil: pasien
pathogen lingkungan  Tidak ada demam (36.5-  Pertahanakan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
 Ketidakadekuatan pertahanan 37oC)  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
tubuh primer:  Tidak ada kemerahan  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Gangguan peristaltic  Tidak ada nyeri  Ajarkan etika batuk
 Kerusakan integritas kulit  Vesikel normal  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Perubahan sekresi pH  Tidak ada letargi  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Penurunan kerja siliaris  Tidak ada cairan berbau  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Ketuban pecah lama busuk  Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
 Ketuban pecah  Tidak ada sputum
sebelumnya berwarna hijau
 Merokok  Tidak ada piuria
 Statis cairan tubuh  Tidak mengalami malaise
 Ketidakadekuatan pertahanan  Tidak menggigil
tubuh sekunder  Tidak ada letargi
 Penurunan hemoglobin  Tidak mengalami
 Imununosupresi gangguan kognitif
 Leukopenia  Kadar sel darah putih
 Supresi respon inflamasi normal (9000-30000
 Vaksinasi tidak adekuat sel/mm)
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, Ilham. 2012. Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. (Online) Available:


https://www.academia.edu/5497287/Lp-demam-typhoid3 (Diakses pada tanggal
27 Oktober 2019)

Alan, Tumbelaka. 2003. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Lastry, Sulastry. 2015. Asuhan Keperawatan Demam Typhoid. (Online) Available


:https://www.academia.edu/5761535/Askep_demam_typhoid (diakses pada
tanggal 27 Oktober 2019)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika


……………., ……………………

Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

……………………………….…… ……………………………………
NIP. NIM.

Nama Pembimbing / CT

...................................................................
NIP.

Anda mungkin juga menyukai