Anda di halaman 1dari 17

1.

1 LAPORAN PENDAHULUAN

1.1.1 DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecun). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de jong dalam Amin, H. 2015).

Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan


penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).

1.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni (Amin, H. 2015):

1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens
3. Apendisitis kronis

1.1.3. Etiologi

Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml
per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan
aliran lender dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks (Amin, H. 2015)

Menurut klasifikasi:

1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan faktor pencetusnya
disebabkan sumbatan lumen apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E.histolytica)
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi
fibrosis dan jaringan parut
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan infiltasi sel inflamasi (kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi

1.1.4 Manifestasi klinis

Gejala awal yang khas yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) didaerah epigastrium disekitar umbilicus atau periumbilikus keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam nyeri akan beralih kekuadran kanan bawah, ketitik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri didaerah epigastrium tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38.5 derajat celcius.

Kemungkinan apendisitis dapat dinyatakan dengan menggunakan skor Alvarado:

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah 1
Mual-muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri diperut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 1
Pemeriksaan Lab leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari modified Alvarado score:
1-4: sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7: sangat mungkin apendisitis akut
8-10: pasti apendisitis akut

1.1.5 PATOFISIOLOGI
Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa faktor
yang menyebabkan appendisitis yaitu sumbatan lumen appendiks, cacing askaris yang dapat
menimbulkan sumbatan, erosi mukosa appendiks karena adanya parasit seperti E.histolitica,
kebiasaan makan makanan yang rendah serat sehingga dapat menimbulkan konstipasi sehingga
dapat memepengaruhi terhadap timbulnya appendisitis. Peningkatan kongesti dan penurunan
perfusi pada dinding apendik akan mengakibatkan terjadinya nekrosis dan inflamasi pada
appendiks.Sehingga pada keadaan tersebut akan menimbulkan nyeri pada area periumbilikal.
Adanya proses inflamasi yang berkelanjutan maka terjadi pembentukan eksudat pada
permukaan serosa appendiks. Pada saat eksudat berhubungan dengan pariental peritoneum,
maka intesitas nyeri yang khas akan terjadi.Peningkatan obstruksi yang terjadi maka bakteri
akan berpoliferasi sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada
dinding apendik yang disebut sebagai appendiks mukosa. Perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri yang masuk pada rongga perut akan mengakibatkan peritonitis atau inflamasi pada
permukaan peritoneum.Perforasi appendik dengan adanya abses akan menimbulkan nyeri
hebat pada bagian abdomen kanan bawah (Kowalak, 2012).

1.1.6 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor


keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat berasal
dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa,
keterlambatan mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Pada
anak-anak dinding apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang
secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua, terjadi
gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya ( Mansjoer dalam :

1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi
ditutupi oleh omentum
2. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis
Komplikasi menurut (Brunner&Suddarth, 2014):
1) Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis
pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau flebilitis portal.

2) Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang muncul antara lain:
Demam 37,7’C, nyeri tekan atau nyeri abdomen.

Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan keparahan/komplikasi penyakit


apendisitis dikarenakan dua hal yaitu faktor ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan
tenaga medis dalam menentukan tindakan sehingga dapat menyebabkan abses, perforasi dan
peritonitis.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang (Amin, H. 2015):


1. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi,
maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur
dan vagina terasa nyeri.
5) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika terjadi peningkatan lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks telah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
2) Ultrasonografi USG
3) CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana penentuan diagnosa apendisitis
yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut
bagian kanan bawah akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
1.1.8 Penatalaksanaan

1.Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis telah
ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage. (Brunner & Suddarth, 2014).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume
cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh gangguan
potensial atau aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit
dan mencapai nutris yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra Vena
berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik),
jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik sesuai
program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda obstruksi
usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder (Brunner & Suddarth, 2014).

Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan terbagi dua yaitu tindakan
medis yang mengacu pada tindakan pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan
tindakan keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan
kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
Pathway

Invasi & multiplikasi Hipertermia Febris

APPENDICITIS Peradangan pada jaringan Kerusakan kontrol


Suhu terhadap inflamasi

Operasi Secresi mucus berlebih pada


Lumen apendik

Luka insisi Ansietas

Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman

Ujung saraf terputus Resiko infeksi

Pelepasan prostaglandin Gangguan


integritas jaringan

Stimulasi dihantarkan Spasme dinding apendik Tekanan intraluminal


Lebih dari tekanan vena

Spinal cord Nyeri Hipoxia jaringan apendic

Cortex cerebri Neri dipersepsikan Ulcerasi


Resiko perfusi
Perforasi
gastrointestinal tidak efektif
Anestesi Reflek batuk Akumulasi secret

Peristaltik usus Depresi sistem respirasi


Bersihan jalan nafas tidak
efektif

Distensi abdomen Anoreksia

Defisit nutrisi
Gangguan rasa nyaman Mual & muntah

Resiko ketidakseimbangan
cairan
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.2.1 Pengkajian
1. Mengkaji data umum pasien
Identitas pasien Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih
sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
2. Keluhan utama, Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian.
3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang , Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety
(S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time
(T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu, kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram), Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa
nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur dan
vagina terasa nyeri.
e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang
usus buntu.
5. Pengkajian Resiko Jatuh, apakah pasien memiliki resiko jatuh
6. Pemeriksaan Diagnostik
7. Pengkajian Psikososial

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia
Definisi: Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
Kondisi klinis terkait: Proses infeksi
Hipertermia ( Kode domain D.0130 ) SDKI
2. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan hingga berat yang
berlangsubg kurang dari 3 bulan.
Kondisi klinis terkait: Infeksi
Nyeri Akut ( Kode domain D.0077 ) SDKI
3. Resiko Defisit Nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Defisit nutrisi ( Kode domain D.0019 ) SDKI
4. Resiko infeksi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Kondisi klinis terkait: Tindakan Invasif
Resiko infeksi ( Kode domain D.0142 )
5. Resiko ketidakseimbangan cairan
Definisi: Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraseluler
Kondisi klinis terkait: Penyakit ginjal dan kelenjar
Resiko ketidakseimbangan cairan ( Kode domain D.0036 )
6. Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi gastrointestinal
Kondisi terkait: Ulkus duodenum atau ulkus lambung
Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif ( Kode domain D.0013)
7. Gangguan integritas jaringan
Defisi: Kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea,
otot, tendon, tulang, kartilago, dan/atau ligamen)
Kondisi klinis terkait: Imobilisasi
Gangguan integritas jaringan ( Kode domain D.0192)

8. Bersihan jalan nafas tidak efektif


Definis: Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten
Bersihan jalan nafas tidak efektif ( Kode domain D.0001 )
9. Ansietas
Definisi: Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman
Kondisi klinis terkait: Penyakit akut, Rencana operasi
Ansietas ( Kode domain D.0080 )

1.2.3 Intervensi

Dx 1 Hipertermia (SDKI 2017)


Noc : Ekspektasi: Membaik (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Akrosianosis dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 ( cukup meningkat)
2. Pucat dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkanke 4 ( cukup meningkat)
3. Suhu tubuh dipertahankan ke 2 (cukup memburuk) ditingkatkan ke 5 (membaik)
4. Pengisian kapiler dipertahankan dari 3 (sedang) ditingkatkan ke 5 (membaik)
Nic (SIKI 2018) :
1. Monitor suhu tubuh
2. Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
4. Lakukan pendinginan eksternal (mis, selimut hipotermia, atau kompres dingin pada
dahi, leher, dada, aksila, abdomen)
5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
Dx 2: Nyeri akut (SDKI 2017)
Noc: Ekspektasi: Menurun (SLKI 2019)
Kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
2. Meringis dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
3. Gelisah dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Anoreksia dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
5. Ketegangan otot dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
Nic (SIKI 2018) :

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan skala
nyeri
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Berikan teknik nonfarmakologi, untuk mengurangi rasa nyeri (mis, kompres
hangat/dingin)
4. Jelaskan penyebab priode dan pemicu nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik

Dx 3 Resiko Infeksi (SDKI 2017)


Noc : Ekspektasi: Membaik (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Kebersihan tangan dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
2. Kebersihan badan dipertahanka dari 1 (Menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
3. Demam dipertahankan dari 1 (Meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Cairan berbau busuk dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatan ke 4 (cukup
Menurun)
5. Nyeri di pertahankan dari 1 (Meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup Menurun)
Nic (SIKI 2018):
1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak
2. Monitor tanda dan gejala infeksi
3. Usap area insisi dari area yang bersih menuju area yang kurang bersih
4. Ganti balutan luka sesuai jadwal
5. Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi
Dx 4 Resiko Defisit Nutrisi (SDKI 2017)
Noc : Ekspektasi: Membaik (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Porsi makanan yang dihasilkan dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4
(cukup meningkat)
2. Kekuatan otot menelan dipertahankan dari 1 (menutun) ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
3. Serum albumin dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Nafsu makan dipertahankan dari 2 (cukup memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup
membaik)
5. Frekuensi makan dipertahankan dari 2 (cukup memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup
membaik)
Nic (SIKI 2018) :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
Dx 5 Resiko ketidakseimbangan cairan (SDKI 2017)
Noc : Ekspektasi: Meningkat (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Asupan cairan dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup meningkat)
2. Keluaran urine dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup
meningkat)
3. Dehidrasi dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Mukosa dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
5. Turgor kulit dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
Nic (SIKI 2018):
1. Monitor status hidrasi
2. Monitor hasil pemeriksaan laboratoriim (misal, hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine)
3. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
4. Berikan cairan intravena
5. Kolaborasi pemberian diuretik

Dx 6 Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif (SDKI 2017)


Noc: Ekspektasi: Meningkat (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Nafsu makan dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup meningkat)
2. Mual dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
3. Muntah dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
4. Konstipasi dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
5. Bising usus dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
Nic (SIKI 2018):
1. Identifikasi kebiasaan makan dan perilaku makan yang akan diubah
2. Monitor intake dan output cairan, nilai hemoglobin, tekanan darah, kenaikan berat
badan, kebiasaan membeli makan
3. Pertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi (mis,
usia, tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)
4. Jelaskan program gizi dan persepsi pasien terhadap diet yang diprogramkan
5. Rujuk pada ahli gizi jika perlu
Dx 7 Gangguan integritas jaringan (SDKI 2017)
Noc: Ekspektasi: Meningkat (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Elastisitas dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup meningkat)
2. Hidrasi dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup meningkat)
3. Kerusakan lapisan kulit dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
4. Kemerahan dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
5. Jaringan parut dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
Nic (SIKI 2018):
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembaban)
2. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare)
3. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

Dx 8 Bersihan jalan nafas tidak efektif (SDKI 2017)


Noc: Ekspektasi: Meningkat (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Batuk efektif dipertahankan dari 1 (menurun) ditingkatkan ke 4 (cukup meningkat)
2.Produksi sputum dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
3. Gelisah dipertahankan dari 1 (menigkat) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
4. Frekuensi napas dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
5. Pola napas dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
Nic (SIKI 2018):
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Atur posisi semi fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran jika perlu
Dx 9 Ansietas
Noc: Ekspektasi: Menurun (SLKI 2019)
Kriteria Hasil:
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi dipertahankan dari 1 (meningkat)
ditingkatkan ke 4 (cukup menurun)
2. Perilaku gelisah dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
3. Perilaku tegang dipertahankan dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
4. Konsentrasi dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
5. Pola tidur dipertahankan dari 1 (memburuk) ditingkatkan ke 4 (cukup membaik)
Nic (SIKI 2018):
1. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
3. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu
1.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang sudah


direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai
dan dibutuhkan klien, dengan prinsip ketidaktahuan, ketidakmauan dan ketidakmampuan sesuai
kondisi saat ini (Novi, 2018).

1.2.5 Evaluasi

Kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan patofisiologi dan
strategi evaluasi. Menilai bahwa untuk mengetahui perkembangan penyakit post operasi
apendisitis diperlukan ke telatenan merawat, kesabaran dan dukungan, yang menggambarkan
perkembangan atau penurunan efektifitas dari intervensi yang dilakukan. Apabila terdapat
keadaan seseorang yang sakit kemudian mendapatkan perawatan dan selanjutnya dikatakan
sembuh, karena seseorang tersebut memiliki faktor pendukung yang meliputi keinginan,
harapan, kepatuhan dan dukungan (Novi, 2018).

DISCHRAGE PALNNING

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu
48 jam harus dilakukan. Penderita di observasi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan
antibiotic dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltic, jika terjadi perforasi
diberikan drain di perut kanan bawah (Amin, H. 2015).
Daftar Pustaka

Kowalak Jennifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Novi. E. K. 2018. Karya tulis ilmiah: Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis
Dengan Masalah Keperawatan kerusakan Integritas jaringan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika. Jombang

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction

PPNI, T. P. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia definisi dan


indikator diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia definisi dan


tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan kriteria


hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat PPNI.

Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth’s
Edisi 10, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai