1 LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.1 DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecun). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de jong dalam Amin, H. 2015).
1.1.2 Klasifikasi
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens
3. Apendisitis kronis
1.1.3. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml
per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan
aliran lender dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks (Amin, H. 2015)
Menurut klasifikasi:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan faktor pencetusnya
disebabkan sumbatan lumen apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E.histolytica)
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi
fibrosis dan jaringan parut
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan infiltasi sel inflamasi (kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi
Gejala awal yang khas yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) didaerah epigastrium disekitar umbilicus atau periumbilikus keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam nyeri akan beralih kekuadran kanan bawah, ketitik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri didaerah epigastrium tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38.5 derajat celcius.
1.1.5 PATOFISIOLOGI
Appendisitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa faktor
yang menyebabkan appendisitis yaitu sumbatan lumen appendiks, cacing askaris yang dapat
menimbulkan sumbatan, erosi mukosa appendiks karena adanya parasit seperti E.histolitica,
kebiasaan makan makanan yang rendah serat sehingga dapat menimbulkan konstipasi sehingga
dapat memepengaruhi terhadap timbulnya appendisitis. Peningkatan kongesti dan penurunan
perfusi pada dinding apendik akan mengakibatkan terjadinya nekrosis dan inflamasi pada
appendiks.Sehingga pada keadaan tersebut akan menimbulkan nyeri pada area periumbilikal.
Adanya proses inflamasi yang berkelanjutan maka terjadi pembentukan eksudat pada
permukaan serosa appendiks. Pada saat eksudat berhubungan dengan pariental peritoneum,
maka intesitas nyeri yang khas akan terjadi.Peningkatan obstruksi yang terjadi maka bakteri
akan berpoliferasi sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada
dinding apendik yang disebut sebagai appendiks mukosa. Perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri yang masuk pada rongga perut akan mengakibatkan peritonitis atau inflamasi pada
permukaan peritoneum.Perforasi appendik dengan adanya abses akan menimbulkan nyeri
hebat pada bagian abdomen kanan bawah (Kowalak, 2012).
1.1.6 Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi
ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis
Komplikasi menurut (Brunner&Suddarth, 2014):
1) Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis
pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau flebilitis portal.
2) Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang muncul antara lain:
Demam 37,7’C, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
1.Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis telah
ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage. (Brunner & Suddarth, 2014).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume
cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh gangguan
potensial atau aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit
dan mencapai nutris yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra Vena
berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik),
jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik sesuai
program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda obstruksi
usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder (Brunner & Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan terbagi dua yaitu tindakan
medis yang mengacu pada tindakan pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan
tindakan keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan
kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
Pathway
Defisit nutrisi
Gangguan rasa nyaman Mual & muntah
Resiko ketidakseimbangan
cairan
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian
1. Mengkaji data umum pasien
Identitas pasien Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih
sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
2. Keluhan utama, Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian.
3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang , Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety
(S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time
(T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu, kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram), Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa
nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur dan
vagina terasa nyeri.
e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang
usus buntu.
5. Pengkajian Resiko Jatuh, apakah pasien memiliki resiko jatuh
6. Pemeriksaan Diagnostik
7. Pengkajian Psikososial
1.2.3 Intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan skala
nyeri
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Berikan teknik nonfarmakologi, untuk mengurangi rasa nyeri (mis, kompres
hangat/dingin)
4. Jelaskan penyebab priode dan pemicu nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik
1.2.5 Evaluasi
Kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan patofisiologi dan
strategi evaluasi. Menilai bahwa untuk mengetahui perkembangan penyakit post operasi
apendisitis diperlukan ke telatenan merawat, kesabaran dan dukungan, yang menggambarkan
perkembangan atau penurunan efektifitas dari intervensi yang dilakukan. Apabila terdapat
keadaan seseorang yang sakit kemudian mendapatkan perawatan dan selanjutnya dikatakan
sembuh, karena seseorang tersebut memiliki faktor pendukung yang meliputi keinginan,
harapan, kepatuhan dan dukungan (Novi, 2018).
DISCHRAGE PALNNING
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu
48 jam harus dilakukan. Penderita di observasi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan
antibiotic dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltic, jika terjadi perforasi
diberikan drain di perut kanan bawah (Amin, H. 2015).
Daftar Pustaka
Kowalak Jennifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Novi. E. K. 2018. Karya tulis ilmiah: Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis
Dengan Masalah Keperawatan kerusakan Integritas jaringan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika. Jombang
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth’s
Edisi 10, Jakarta, EGC.