1 LAPORAN PENDAHULUAN
MARASMUS
1.1.1 DEFINISI
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus ( Amin, H. 2015).
Marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami penurunan berat badan
sehingga mengalami penciutan atau pengurusan otot generalisata dan tidak adanya lemak
subkutis (Rudolph, 2014).
1.1.2 ETIOLOGI
Menurut Behrman etiologi marasmus antara lain (Amin, H. 2015):
1. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan dalam susunan
makanan
2. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan orang tua-
anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolism atau malformasi bawaan
3. Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi
4. Disebabkan oleh pengaruh negative faktor-faktor sosiekonomi dan budaya yang berperan
terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negative dapat pula
disebabkanoleh diare kronik malabsopsi protein, hilangnya protein air kemih (sindrom
nefrotik), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati
1.1.4 PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi
asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh
dari tubuh (Elisa, 2012).
1.1.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita marasmus menurut (Rani, 2011) yaitu:
1. Penurunan sistem imunitas
2. Terjadinya penurunan mental9depresi0
3. Penyembuhan luka menjadi lambat
4. Kekuatan otot menurun (hipotrofi) termasuk otot-otot pernafasan
5. Penurunan fungsi jantung
1.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Klasifikasi Z score
Gizi buruk <-3
Gizi kurang -3 s/d <-2
Normal -2 s/d +2
Obesitas > +2
Z score = BB-median / Median-standart deviasi
4. Bioelectical impedance spectotropis (BIS). Pemeriksaan ini bertujuan mengukur cairan tubuh
total, cairan ekstraselular dan cairan intraselular.
5. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dengan
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada
wanita.
1.1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan marasmus mengikuti langkah utama penatalaksanaan gizi buruk yaitu
(Amin, H. 2015):
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan sering/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak
dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah <36° celcius. Pada keadaan ini anak harus
dihangatkan dengan cara ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu tutupi
selimut atau dengan membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkan lampu
didekatnya.
3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak dengan dehidrasi adalah ada riwayat diare
sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin,
anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dilakukan:
a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap 1/2 jam sekali tanpa berhenti.
Jika anak masih dapat minum lakukan tindaka rehidrasi oral dengan memberi minum anak
50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit. Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit yang
diencerkan 2x. jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena Rl/Glukosa 5% dan
Nacl dengan perbandingan 1:1
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya:
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
b. Defisiensi kalium (k) dan magnesium (Mg)
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
6. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase: Fase stabilisasi (1-2 hari), Fase transisi (minggu ll), Fase
rehabilitasi (minggu lll-Vll)
7. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
8. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
9. Persiapan untuk tindak lanjut dirumah
c.
Dischrage Planning
Defisit Nutrisi
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian
1. Mengkaji data umum pasien
Identitas pasien Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir,.
2. Keluhan utama
3. Keadaan Umum, meliputi: kesan umum, kesadaran, tanda-tanda vital
Melakukan pemeriksaan fisik dengan penekanan khusus pada:
a. Rambut, apakah terjadi rambut jarang, rambut mudah rontok
b. Kulit, adanya pigmentasi area yang terkena sinar matahari, penyembuhan luka yang
terlambat
c. Mata, apakah terjadi buta senja, papiledema
d. Oral, apakah ada stomatitis, keilosis, glassitis
e. Tulang/sendi, pembengkakan epifisis, kaki bengkok kedalam, rasa nyeri dan perdarahan
subperiosteal pada anak
f. Neurologis, apakah terjadi disorientasi, latergi, muntah, nyeri kepala, penurunan reflex
tendon
Melakukan pemeriksaan antropometri
Penimbangan berat badan, Pengukuran lingkar kepala, Pengukuran lingkar lengan, Pengukuran
panjang badan
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif,
asssment,planing), adapuan komponen SOAP yaitu S (subjektif) dimana perawat menemui
keluhan klienn yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada
klien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan , A (Assesment) adalah
interpretasi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang
akan dilanjutkan,dihentikan , dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya (Dinarti, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany, 2013) .
DAFTAR PUSTAKA
Dinarti, A., Nurhaeni, Chairani, & Tutiany. 2013. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Cv.Trans Ifo Media.
Nurarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Nurhalizah, Siti. 2019. Tahap Implementasi Dalam Proses Keperawatan. Supplemental Materials
PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan criteria hasil keperawatan. Jakarta
Selatan: Dewan pengurus pusat PPNI.