Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM NEUROLOGI

PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN


DI IGD BLUD RSUD MAJENANG

Disusun Oleh :
SUHARTONO
A32020218

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS B


STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN AKADEMIK 2020/2

i
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM NEUROLOGI
PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN
DI IGD BLUD RSUD MAJENANG

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Warmini, S.Kep.,Ns)
(Podo Yuwono, M.Kep)
NIP: 196502151984092001

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
BAB I.....................................................................................................................................................1
CIDERA KEPALA................................................................................................................................1
A. Pengertian....................................................................................................................................1
B. Etiologi........................................................................................................................................2
C. Patofisiologi................................................................................................................................2
Pathways Keperawatan.......................................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................................................6
E. Pemeriksaan penunjang...............................................................................................................7
F. Komplikasi..................................................................................................................................7
G. Penatalaksanaan..........................................................................................................................8
H. Pengkajian Keperawatan...........................................................................................................10
I. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................................11
J. Rencana Keperawatan...............................................................................................................12
BAB II..................................................................................................................................................14
TINJAUAN KASUS............................................................................................................................14
BAB III.................................................................................................................................................23
PEMBAHASAN..................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................24

iii
BAB I
CIDERA KEPALA

A. Pengertian
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patologis yang dapat melibatkan
kulit kepala, tulang dan jaringan otak sebagai akibat dari pukulan yang
menyebabkan kerusakan langsung atau gerakan intraserebral akibat percepatan atau
perlambatan yang terjadi secara cepat (Mansjoer, 2010).
Menurut Satyanegara (2008) cedera kepala berdasarkan keadaan klinik dapat
dibagi yaitu :
a. Tingkat I (cedera kepala ringan)
Adanya riwayat kehilangan kesadaran atau pingsan setelah mengalami trauma
dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh,
orientasi baik dan tidak ada defisit neurologis.
b. Tingkat II (cedera kepala sedang)
Kesadaran menurun tetapi dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana
dan dijumpai adanya defisit neurologis.
c. Tingkat III (cedera kepala berat)
Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah sama sekali.
Penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau,
gagu, gelisah, respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu
melokalisis rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali.
Menurut Brunner & Suddarth (2009) panduan dalam pengkajian GCS
adalah sebagai berikut :
Membuka mata
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1

1
Respon motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak berespon 1

Respon verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respon 1

B. Etiologi
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat dari kontak bentur atau
guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau
menabrak sesuatu objek yang sebaliknya. Sedangkan cedera guncangan lanjut
merupakan akibat peristiwa guncangan kepada yang hebat, baik yang disebabkan
oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan (Satyanegara, 2008).
Selain itu penyebab yang paling umum adanya peningkatan TIK pada pasien
cedera kepala adalah edema serebri. Puncak pembengkakan yaitu 72 jam setelah
cedera. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah
yang cepat, terjadi peningkatan TIK karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar. Akibat cedera dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan
otak dan struktur internal otak yang kaku.

C. Patofisiologi
Menurut Sylvia (2010), kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala
dapat terjadi melalui dua cara:
a. Efek langsung trauma pada fungsi otak.
2
b. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu benda suatu kekuatan atau
energi yang diteruskan ke otak, kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi
dalam tengkorak yang keras bergerak dengan demikian memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Ini
disebut juga cedera contrecoup.
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk mengalami cedera
terberat adalah bagian anterior dari lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior
lobus oksipitalis, bagian atas mesenfalon. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak
dipengaruhi oleh suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen
dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila supia terhenti. Sebagai akibat
cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume
darah yang beredar sehingga menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu
dalam otak.
Prinsip-prinsip patofisiologi :
a. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada cedera kepala, hipoksia atau kerusakan pada otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolik anaerob. Hal ini menyebabkan
timbulnya metabolik asidosis.
b. Pola pernafasan
Cedera kepala yang mengubah tingkat kesadaran biasanya menimbulkan gagal
nafas yang mengakibatkan laju mortalitas yang tinggi diantara pasien cedera
kepala.
c. Kerusakan mobilitas fisik
Akibat terjadinya edema dari cedera kepala berat, dapat mengalami perubahan
kesadaran, masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot, otot spastik.
Hemiparese dan hemiplegi sebagai akibat kerusakan pada area motorik otak.
d. Keseimbangan hidrasi
Hampir semua pasien cedera kepala akan memounyai masalah untuk
mempertahankan status hidrasi yang seimbang, kondisi ini akan mengurangi

3
kemampuan tubuh berespon terhadap stres. Dalam keadaan stres fisiologi,
makin banyak antidiuretik (ADH) makin banyak aldosteron diproduksi yang
mengakibatkan retensi cairan dan natrium. Proses ini biasanya membaik dengan
sendirinya dalam satu sampai dua hari, bila diuresis terjadi.
e. Aktivitas menelan
Gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer serebral akan merusak
kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut dan untuk
memanipulasinya dengan gerakan pipi dan lidah.
f. Kemampuan komunikasi
Pasien dengan cedera kepala juga disertai kerusakan komunikasi yang terjadi
secara tersendiri melainkan akibat dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan
kekacauan proses bahasa.

4
Pathways Keperawatan
Trauma kepala, benturan akselerasi, deselerasi

Luka-luka lecet Cidera primer Cidera sekunder /


atau langsung tak langsung

Kerusakan integritas Kerusakan


kulit jaringan saraf otak

Laserasi
Resiko infeksi

Aliran darah ke otak menurun

Suplay nutrient ke otak menurun

Perubahan metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP menurun

Vasodilatasi cerebri Edema jaringan otak Energi berkurang, lesu

Aliran darah ke
TIK meningkat Penurunan kemampuan Fatique
otak bertambah
kognitif, motorik, afektif

Penekanan pembuluh darah Mual, muntah Nyeri kepala Kelemahan fisik


dan jaringan cerebral

Ketidakefektifan perfusi Gangguan persepsi Defisit Kerusakan


jaringan cerebral sensori perawatan diri mobilitas fisik

Kerusakan pertukaran gasl Kerusakan memori

Penurunan intake oral

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


5 dari kebutuhan tubuh
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai
berikut :
a. Gegar serebral (komutio serebri)
Bentuk ringan, disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran, pingsan mungkin hanya beberapa detik/
menit.
Gejala lain: sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, pusing, peka,
amnesia, retrogrod.
b. Memar otak (konfusio serebri)
Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi
bergantung lokasi dan derajat.
1) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf.
2) Edema jaringan otak.
3) Peningkatan tekanan intrakranial.
4) Herniasi.
5) Penekanan batang otak.
c. Hematoma epidural
“Talk dan Die” tanda klasik :
Penurunan kesadaran ringan saat benturan merupakan periode lucid
(pikiran jernih) beberapa menit, beberapa jam menyebabkan
penurunan kesadaran, neurologis :
1) Kacau mental : koma
2) Pupil isokor : anisokor
d. Hematoma subdural
Akumulasi di bawah lapisan durameter diatas arachonoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi.
Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut). :
1) Perluasan masa lesi.
2) Peningkatan TIK

6
3) Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang.
4) Disfasia

e. Hematoma intrakranial
1) Penumpukan darah pada dalam parenkim otak ( 25 ml)
2) Karena fraktur depresi tulang tengkorak
3) Gerakan aselerasi

E. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan kepala
Untuk menggambarkan sifat lokasi dan luasnya lesi yang menunjukkan
adanya oedema cerebral, kontisio hematoma intraserebral, hemoragi
dan perubahan lambat akibat trauma.
b. Angiografi cerebral
Menggambarkan hematoma supra tentoral, intra serebral, konfusio,
gambaran tengkorak dari posterior dan anterior.
c. Rongent kepala tiga posisi
Untuk mengetahui adanya fraktur tulang tengkorak.
d. EEG
Untuk mengetahui adanya gelombang patologi.
e. Fungsi lumbal
Untuk mengetahui perdarahan subarachnoid.
f. Analisa gas darah
Untuk mengetahui masalah ventilasi yang menyebabkan TIK
meningkatkan.
g. Kimia/elektrolit darah
Untuk mengetahui keseimbangan yang berperan meningkatkan TIK.
h. Darah rutin
Untuk mengetahui penurunan hubungan akibat perdarahan.

F. Komplikasi
a. Edema subdural dan herniasi otak

7
b. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada
tangkai limfosis, menyebabkan penghentian sekresi hormon
antideuretik.
c. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini
(minggu pertama) atau lanjut.
d. Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).

G. Penatalaksanaan
Menurut Satyanegara (1998) penatalaksanaan yang dilakukan pada
pasien dengan cedera kepala meliputi :
a. Keperawatan
1) Cedera Kepala Tingkat I
Penanganannya mencakup anamnesa yang berkaitan dengan
jenis dan waktu kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran atau
ringan, riwayat adanya amnesia (retrogradi) serta keluhan-keluhan
lain yang berkiatan dengan peningkatan tekanan intrakranial
seperti : nyeri kepala, pusing dan muntah. Amnesia retrograde
cenderung merupakan tanda ada tidaknya trauma kepala.
Sedangkan amnesia antegrade (pasca trauma) lebih berkonoasi
akan berat ringannya konstruksi cedera kepala yang terjadi.
Pemeriksaan fisik disini ditekankan untuk menyingkirkan adanya
gangguan sistemik lainnya, serta mendeteksi defisit neurologis
yang mungkin ada. Kepentingan pemeriksaan radiologis berupa
foto polos kepala dimaksudkan untuk mengetahui adanya : fraktur
tengkorak (linier/depresi), posisi kelenjar pineal, pneumosefalus,
korpus alinenum dan lainnya, sedangkan foto servikal atau bagian
tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan sken
tomografi komputer otak (“CT Scan”) secara ideal perlu dilakukan
bagi semua kasus cedera kepala.
2) Cedera Kepala Tingkat II
Penanganan pertama selain mencakup anamnesa (seperti
diatas) dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, juga

8
mencakup pemeriksaan sken tomografi komputer otak. Pada
tingkat ini semua kasus mempunyai indikasi untuk dirawat. Selama
hari pertama perawatan di rumah sakit perlu dilakukan
pemeriksaan neurologis setiap setengah jam sekali, sedangkan
follow up sken tomografi komputer otak pada hari ke 3 atau bila
ada pemburukan neurologis.
3) Cedera Kepala Tingkat III
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala
perintah sederhana sekalipun setelah stabilisasi kardiopulmoner.
Walaupun definisi ini masih belum mencakup keseluruhan
spektrum cedera otak, kelompok kasusnya adalah dikategorikan
sebagai yang mempunyai resiko terbesar berkaitan dengan
morbiditas dan mortalitas, dimana tindakan “menunggu” (wait and
see) disini dapat berakibat sangat fatal. Penanganan kasus-kasus
yang termasuk kelompok ini mencakup tujuh tahap yaitu :
a) Stabilitas kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC
(Airway-Breathing-Circulating) Keadaan-keadaan hipoksemia,
hipotensi dan anemia akan cenderung memperhebat peninggian
tekanan intrakranial dan menghasilkan prognosis yang lebih
buruk. Semua penderita cedera kepala tingkat III memerlukan
intubasi.
b) Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam
cedera atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
c) Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik,
verbal, pemeriksaan pupil, refleks okulosefalik dan refleks
okulovestibuler. Penilaian neurologis kurang bernilai bila
tekanan darah penderita masih rendah (syok).
d) Penanganan cedera-cedera di bagian lainnya.
e) Pemberian pengobatan seperti: antiedema serebri, anti
kejang dan natrium bikarbonat.

9
f) Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti: sken tomografi
komputer otak, angiografi serebral dan lainnya.
g) Penilaian tindakan operasi versus konservatif.
b. Pengobatan
1) Terapi operasi pada cedera kepala
Kriteria paling sederhana yang dipakai sebagai individu tindakan
operatif adalah adanya lesi massa intrakranial dengan pergeseran
garis tengah > 5 mm (kecuali penderita sudah mati otak).
2) Terapi medikamentosa pada cedera kepala
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah obat-
obatan golongan deksamethasone, mannitol 20%, fenitol,
karbamazepin.

H. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi,
penyebab cidera, riwayat tidak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang
lalu, riwayat kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan persistem
 System persepsi dan sensori (penmeriksaan panca indera :
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
 System persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara,
pupil, orientasi waktu dan tempat)
 System pernapasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan
kepatenan jalan nafas)
 System kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan
frekuensi)
 System gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum, peristaltic, eliminasi)
 System integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi)

10
 System reproduksi
 System perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAK)
3. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan pemaliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat-obatan)
 Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan
dan kelemahan otot)
 Pola nutrisi dan metabolism (adakah keluhan mual, muntah)
 Pola eliminasi
 Pola tidur dan istirahat
 Pola kognitif dan perceptual
 Persepsi diri dan konsep diri
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola seksual dan reproduktif
 Pola hubungan dan peran
 Pola nilai dan keyakinan

I. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah, edema serebral (respons lokal atau umum
pada edema, perubahan metabolik), penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, distritmia jantung).
b. Rresiko tinggi terhadap pola nafas tak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak),
kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakheobronkial).

11
Rencana Keperawatan

No Diagnosa
Tujuan Keperawatan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
. Keperawatan
DX ( SLKI ) (SIKI )
(SDKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 1x7 jam jam Manajemen Nyeri ( I.08238):
berhubungan dengan nyeri akut teratasi dengan kriteria :
pencedera fisik Tingkat Nyeri ( L.08066 ) Observasi
Ekspektasi : Menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Menur Cukup Sedan Cukup Mening frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
un Menur g meningk kat
- Identifikasi skala nyeri
un at
Kemampuan
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
menuntasakan 1 2 3 4 5 - Identifikasi factor yang memperingan dan
aktifitas memperberat nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Mening Cukup Seda Cukup Menur tentang nyeri
kat Mening ng menuru un - Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
kat nt
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
Meringis 1 2 3 4 5 kualitas hidup pasien
Sikap Protektif 1 2 3 4 5 - Monitor efek samping penggunaan
Gelisah 1 2 3 4 5 analgetik
Kesulitan
Tidur
1 2 3 4 5 - Monitor keberhasilan terapi komplementer
Menarik diri 1 2 3 4 5 yang sudah diberikan
Berfokus pada 1 2 3 4 5

12
diri sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5 Terapeutik
Perasaan
1 2 3 4 5 - Fasilitasi istirahat tidur
Depresi
Perasaan takut - Kontrol lingkungan yang memperberat
mengalami 1 2 3 4 5 nyeri ( missal: suhu ruangan,
cidera berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5 pencahayaan dan kebisingan).
Perineum - Beri tekni non farmakologis untuk
1 2 3 4 5
terasa tertekan meredakan nyeri( aromaterapi, terapi
Uterus Terasa pijat, hypnosis, biofeedback, teknik
1 2 3 4 5
Membulat
Ketegangan imajinasi terbimbimbing, teknik tarik
1 2 3 4 5 napas dalam dan kompres hangat/
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5 dingin)
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5 Edukasi
Membur Cukup Seda Cukup Memb - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
uk Membur ng Membai aik nyeri
uk k
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5 - Jelaskan strategi meredakan nyeri
Pola nafas 1 2 3 4 5 - Anjurkan menggunakan analgetik secara
Tekanan darah 1 2 3 4 5 tepat
Proses berfikir 1 2 3 4 5 - Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi
1 2 3 4 5 Kolaborasi
berkemih
Prilaku 1 2 3 4 5  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5 perlu.

13
14
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 02-11-2020 Jam : 16.00 WIB No RM : 14-88-44


Nama : Ny. N
Alasan Datang : Penyakit Trauma
Tanggal Lahir : 02-05-1974
Cara Masuk : Sendiri Rujukan
Jenis Kelamin : L/P
Status Psikologis : Depresi Takut
: Agresif Melukai diri sendiri
PRE-HOSPITAL (jika ada)

Keadaan Pre Hospital : AVPU : Composmentis TD: 140./80 mmHg Nadi : 96 x/menit
o
Pernafasan : 24x/menit Suhu : 37 C SpO2 : 97 %
Tindakan Pre Hospital : RJP Oksigen IVFD NGT Suction
Bidai DC Hecting Obat …………………………..
PRIMARY SURVEY

Lainnya: ………………………………..

Obstruksi Jalan Nafas Obstruksi Jalan Nafas Jalan Nafas Paten

A Stridor, Gargling, Snoring Stridor, Gargling, Snoring

SpO2 > 94 %
SpO2 < 80% SpO2 80 – 94 %

B RR >30 x/m atau <14 x/m RR 26 – 30 x/m


RR 14 – 26 x/m

C Nadi > 130 x/m


TD Sistolik < 80 mmHg
Nadi 121 – 130 x/m
TD Sistolik 80 – 90 mmHg
Nadi 60 – 120 x/m
TD Sistolik > 90 mmHg

D GCS ≤ 8 GCS 9 – 13 GCS 14 – 15

Suhu > 40oC atau < 36oC Suhu 37,5-40oC/32-36,5oC Suhu 36,5 – 37,5oC
E VAS = 7 – 10 (berat) VAS = 4 – 6 (sedang) VAS = 1 – 3 (ringan)
EKG : mengancam nyawa EKG : resiko tinggi EKG : resiko rendah-normal

TRIASE MERAH KUNING HIJAU√

HITAM ( Meninggal )
Petugas Triase
CATATAN : ………………………………………………………………

15
……………………………………………………………… (Suhartono )

Tanggal : 02-11-2020 Jam : 16.00 WIB No RM : 14-88-44


Nama : Ny. N
Keluhan Utama : Nyeri kepala disertai mual post kll
Tanggal Lahir : 02-05-1974
Anamnesa : klien mengatakan nyeri kepala, pusing
Jenis Kelamin : L/P
dan terdapat luka robek di kening
disertai mual post kll

Riwayat Alergi : Tidak ada Ada, ………………………………………………………………………………………………..


Riwayat Penyakit Dahulu : klien mengatakan tidak pernah sakit dan dirawat sebelumnya di RS
Riwayat Penyakit Keluarga : klien mengatakan keluarga tidak ada yang menderita sakit DM, Asma, HT
Airways
PRIMARY SURVEY

Paten Tidak Paten ( Snoring Gargling Stridor Benda Asing ) Lain-lain .............................
Breathing
Irama Nafas Teratur Tidak Teratur
Suara Nafas Vesikuler Bronchovesikuler Wheezing Ronchi
Pola Nafas Apneu Dyspnea Bradipnea Tachipnea Orthopnea
Penggunaan Otot Bantu Nafas Retraksi Dada Cuping hidung
Jenis Nafas Pernafasan Dada Pernafasan Perut
Frekuensi Nafas: 24 x/menit
Circulation
Akral : Hangat Dingin Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak CRT : <2 detik >2 detik
140
Tekanan Darah : /80 mmH Nadi : 96 x/ menit Teraba Tidak Teraba
Perdarahan : Ya ±10 cc Lokasi Perdarahan : kening
Adanya riwayat kehilangan cairan dalam jumlah besar : Diare Muntah Luka Bakar Perdarahan
Kelembaban Kulit : Lembab Kering
Turgor : Baik Kurang
Luas Luka Bakar : - % Grade : - Produksi Urine : - cc
Resiko Dekubitus : Tidak Ya, lakukan pengkajian dekubitus lebih lanjut
Disability
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Coma
Nilai GCS : E:4 V:5 M:6 Total : 15
Pupil : Isokhor Miosis Midriasis Diameter 1mm 2mm 3mm 4mm
Respon Cahaya : + -
Penilaian Ekstremitas : Sensorik Ya Tidak kekuatan 5 5
Motorik Ya Tidak otot
5 5
Exposure
Pengkajian Nyeri
Onset : 1 jam yll, sebelum masuk RS
Provokatif/Paliatif : post kll
Qualitas : senut- senut

16
Regio/Radiation : kening
Scale/Severity :4
Time : setiap saat
Apakah ada nyeri : Ya, skor nyeri VRS : ............. Tidak Lokasi Nyeri
VAS : .............

VRS :

VAS :

Luka : Ya, Lokasi : Kening Tidak


Resiko Dekubitus : Ya Tidak (arsir sesuai lokasi nyeri)

Fahrenheit
Suhu Axila : .37.0 oC Suhu Rectal : - oC
Berat Badan : 55 kg
Pemeriksaan Penunjang
EKG : sinus rytem
GDA :-
Radiologi : Cranial AP
Laboratorium (tanggal: )
No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Kesimpulan
1 Ureum 17- 43 mg/dl 18 mg/dl Normal
2 Creatinin L : 0,67-1,17 mg/dl 0,63mg/dl Normal
3 Leukosit L : 3,8-10,6 x 103/ul 8,83 x 103/ul Normal
4 Eritrosit L : 4,4 – 5,9 x 10 6/ul 4,00 x 10 6/ul Normal
SECONDARY SURVEY

5 Hemoglobin 13, 2- 17,3 gr/dl 11,9 gr/dl Normal


6 Hematokrit 40-52 % 32,6 % Normal
7 MCV 82-98 fl 81,5 fl Normal
8 MCH 27-32pq 27,3 pq Normal
9 MCHC 32-37% 33,4 % Normal
10 Trombosit 150-400 x 103/ul 170 x 103/ul Normal
11 Masa Pembekuan darah 2-6 menit 3 menit Normal
12 Masa perdarahan 1-2 menit 2 menit Normal
13 Anti HIV VCT Non reaktif Non reaktif Normal
14 HBSAG Negatif Negatif Normal
15 Gula Darah Sewaktu < 120 mg/dl 142 mg/dl Normal

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Terdapat luka robek di kening P: ± 5cm luka robek beraturan

Leher : Tidak ada pembesaran tiroid, vena jugularis


17
Dada : I: tidak ada jejas, tidak ada retraksi dinding dada
A: vesikuler
P: tidak ada masa, tidak ada krepitasi
P: sonor

Perut : I: Tidak ada jejas, tidak tampak ada benjolan / luka


A: bising usus 6-12 kali permenit
P: tidak ada nyeri tekan
P: tympani
Ekstremitas : (atas) tidak ada batasan anggota gerak
(bawah) tidak ada batasan anggota gerak
Genitalia : bersih, BAK lancar

PROGRAM TERAPI
Tanggal/Jam : 02-11-2020
NO NAMA OBAT DOSIS INDIKASI
1. IVFD RL 20TPM
2. INJ. KETEROLAK 3X30mg Analgetik
3. INJ. OMEPRAZOLE 1X40mg Antiulcer
4. INJ. CLANEKSI 3X1gr Antibiotic
5. INJ. TETRAGRAM 1X250IU Anti Tetanus

ANALISA DATA
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI DX KEPERAWATAN
DO/DS SDKI
1. DS: klien mengatakan Nyeri akut Pencedera fisik Nyeri akut
nyeri pada kepala, mual (post KLL) berhubungan
dan terdapat luka robek dengan agen
di kening post kll pencedera fisik
DO: klien tampak
menahan nyeri
Terdpat luka robek P:
±10cm, luka tampak
teratur

DIAGNOSA KEPERAWATAN

18
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO.
LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI PARAF
DX
1. Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:
keperawatan selama 1 kali 7 jam, Dukungan Nyeri Akut: Pemberian
maka diharapkan tingkat nyeri analgesik
menurun dan kontrol nyeri meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
1) Tidak mengeluh nyeri pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
2) Tidak meringis intensitas, frekuensi, durasi)
3) Tidak mengalami kesulitan tidur 2) Identifikasi riwayat alergi obat
4) Melaporkan nyeri terkontrol 3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
5) Kemampuan mengenali onset (mis. narkotika, non-narkotika, atau
nyeri meningkat NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
6) Kemampuan mengenali penyebab 4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
nyeri meningkat sesudah pemberian analgesik
7) Kemampuan menggunakan teknik 5) Monitor efektifitas analgesik
non-farmakologis
Terapeutik Suhartono
1) Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesik optimal
2) Pertimbangkan penggunaan infus
kontinue, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

Dukungan Nyeri Akut:


Manajemen Nyeri

19
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang ssudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri

Kolaborasi
1) Kolaborasi Anjurkan menggunakan
20
analgetik secara tepat
2) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3) pemberian analgetik

IMPLEMENTASI

A. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TANGGAL/
NO. DX IMPLEMENTASI RESPON PASIEN TTD
JAM
1. 02-11-2020 Dukungan Nyeri Akut: Pemberian S: Klien mengatakan nyeri sedikit
Jam 16.15 analgesik berkurang, mual
1. Mengidentifikasi karakteristik O: klien tampak tenang
nyeri (mis. pencetus, pereda, TD:130/70
kualitas, lokasi, intensitas, N:96x/menit
frekuensi) RR: 24x/menit
2. Mengidentifikasi riwayat alergi S:36,8
obat Skala nyeri 3
3. Memonitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
4. Memonitor efektifitas
analgesik
5. Menjelaskan efek terapi dan suhartono
efek samping obat
6. Melakukan kolaborasi
pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
7. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan

Manajemen Nyeri
1. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri,
respons nyeri non verbal
3. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Memonitor keberhasilan
terapi komplementer yang
ssudah diberikan
5. Memonitor efek samping
21
penggunaan
analgetikTerapeutik
6. Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
7. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
8. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
9. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
10. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (nafas
dalam)
11. Melakukan Kolaborasi
pemberian analgetik

B. EVALUASI
TANGGAL/JA DIAGNOSA
JAM EVALUASI TTD
M KEPERAWATAN
02-11-2020 Nyeri akut berhubungan S: klien mengatakan nyeri sedikit
Jam 18.15 dengan agen pencedera berkurang, kadang masih terasa nyeri
fisik (post KLL) dan masih sedikit mual, mengurangi
nyeri dengan nafas dalam.
O: klien tampak tenang
TD: 120/80 mmHg
RR:24x/menit
N: 96x/menit
S:36,8
Skala nyeri 2 suhartono
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi keperawatan
1. Monitoring tanda-tanda vital
2. Mengelola terapi kolaborasi
medis
3. Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi kembali

Tindakan Observasi
Nadi
TD RR Suhu SpO2
Jam (kali/menit Keterangan
(mmHg) (kali/menit) (oC) (%)
)
16.00 140/80 96 24 37 97 KU: baik
17.00 130/80 84 20 36,8 98 KU: baik
18.00 120/80 98 24 36,7 97 KU: baik
RENCANA TINDAK LANJUT
1. Monitoring TTV

22
2. Monitoring keadaan umum
3. Kolaborasi medis tentang pemberian terapi

Mengetahui, Tanggal : 02-11-2020


Pembimbing Jam 18.15 WIB
Mahasiswa,

Warmini, S.Kep.,Ns Suhartono

23
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan tinjauan pustaka tentang nyeri akut (Carpenito-Moyet, 2016), yaitu: Nyeri akut
adalah keadaan ketika individu mengalami dan mengeluhkan adanya rasa ketidaknyamanan yang
hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang, tergambar di pasien
Ny. N yang merasakan nyeri post kecelakaan lalu lintas karna fraktur femur, sehingga berdasarkan
standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI) 2017 diagnosa yang muncul pada pasien Ny. N
adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post KLL)
Dalam beberapa jurnal penelitian :
1. Jurnal penelitian Reni Ilmiasih, 2013 dengan judul Promosi Manajemen Nyeri Nonfarmakologi
Oleh Keluarga Pada Pasien Post Operasi Di Ruang Bch Rsupn Dr. Ciptomangun Kusumo
Jakarta dikatakan bahwa Pelaksanaan manajemen nyeri non farmakologi dengan bantuan
keluarga cukup efektif dalam meningkatkan intervensi masalah nyeri. Pelibatan keluarga juga
efektif dalam melakukakan intervensi mengatasi masalah nyeri yang di observasi oleh perawat.
Sebagian besar keluarga melakukan lebih dari 50% ceklist tindakan intervensi manajemen nyeri
yang diberikan perawat. Hasil evaluasi skala nyeri menunjukkan terdapat penurunan skala nyeri
rata-rata dari nyeri sedang ke nyeri ringan dan tidak nyeri dengan rentang skala 6-0
menggunakan skala VAS dan FLACC. Pelaksaaan manajemen nyeri diperlukan adanya
kerjasama antara keluarga dan perawat
Berdasarkan jurnal di atas, tindakan keperawatan non farmakologis yang telah diterapkan
kepada pasien Ny. N dengan post kecelakaan lalu lintas dengan CKR dan VL di kening berupa
teknik relaksasi dan distraksi terbukti efektif dan efisiensi mampu menurunkan nyeri pasien selain
tindakan kolaborasi pemberian analgetik. Tindakan keperawatan non farmakologis dapat dijadikan
sebagai literatur tindakan management nyeri pada pasien post operasi dengan skala/ tingkat nyeri
ringan s.d sedang, akan tetapi untuk nyeri tingkat berat diperlukan kolaborasi dengan medis atau tim
management nyeri.

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hudak dan Gallo. 2009. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2010. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Mosby.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.id Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

25

Anda mungkin juga menyukai