Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B.P UMUR 28 TAHUN CKD ON HD DI


RUANGAN HEMODIALISA DAHLIA RSUP PROF DR. R.D KANDOU MANADO

KELOMPOK II

Anissa Lihawa, S.kep NIRM : 2004013


Sohiha Andisi, S.kep NIRM : 2004004
Nuryati Jamil, S.kep NIRM : 2004003
Novia Mokoagow, S.kep NIRM : 2004014
Fitriyani Mamuntu, S.kep NIRM : 2004005
Fanda V. Torindatu, S.kep NIRM : 2004016
Erwin Jamaludin, S.kep NIRM : 2004024
Surandi lebeharia, S.kep NIRM : 2004006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH MANADO
2021

1
2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa, atas

limpahan karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun laporan profesi ners , ASUHAN

KEPERAWATAN PADA TN. B.P USIA 28 TAHUN DENGAN CKD ON HD DI

RUANGAN HEMODIALISA DAHLIA RSUP PROF DR. R.D KANDOU MANADO yang

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan profesi Ners di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MUHAMADIYAH MANADO. Salawat beriring salam juga

penulis aturkan untuk Nabi Muhammad SAW. Dalam penulisan laporan ini penulis banyak

mendapatkan bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus terutama kepada yang

terhormat :

1. Agus A. Laya, SKM, M.Kes selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Manado atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa S-1

Keperawatan.

2. Hi. Ns. Suwandi Luneto, S.Kep, M.Kes CWCCA wakil ketua I bagian Akademiki

kurikulum yang selalu memberi masukan yang berarti dalam penyelesaian studi

laporan ini

3. Hj. Ns. Zainar Kasim, S.Kep, M.Kes wakil ketua II bagian Keuangan

4. I Made Rantiasa, SKP, M.Kes selaku Wakil Ketua III Bagian Administrasi yang

selalu member nasehat untuk saya dalam menyelesaikan laporan ini.

5. Rizal Arsyad, S.Ag MA selaku wakil Ketua IV Bagian Kemahasiswaan dan Al Islam

Kemuhammadiyahan

3
6. Hj. Ns, Silvia Dewi Mayasari Riu S.Kep, M.Kep, CWCCA selaku Ketua Program

Studi Profesi Ners yang selalu memberikan bimbingan serta motivasi selama proses

perkuliahan

7. I Made Rantiasa, SKP, M.Kes selaku Pembimbing

8. Seluruh Dosen STIKES MUHAMMADIYAH Manado yang telah membimbing saya

dalam menuntut ilmu dan menjadi mahasiswa profesi Ners

Penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan dan pemanfaatan literatur,

sehingga ini dibuat dengan sederhana dan isinya jauh dari sempurna. Semoga seluruh budi

baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha

Pemurah. Semongah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin YaRobbal Alamiin.

4
DAFTAR ISI
HALAMAN .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vi
DAFTAR PUATAKA ........................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Teori CKD
1. Definisi… .............................................................................. 3
2. Anatomi Fisiologi ................................................................ 4
3. Klasifikasi ........................................................................... 5
4. Etiologi ............................................................................... 6
5. Manifestasi Klinis ................................................................ 7
6. Patofisiologi .......................................................................... 9
7. Patway ................................................................................. 10
8. Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 11
9. Komplikasi ........................................................................... 12
10. Penatalaksanaan .................................................................... 13
B. Konsep Teori HEMODIALISA .................................................. 21
1. Definisi ................................................................................. 13
2. Tujuan .................................................................................. 14
3. Prinsip ................................................................................. 14
4. Dosis ................................................................................... 15
5. Terapi .................................................................................. 15
6. Diet ....................................................................................... 17
7. Komplikasi .......................................................................... 19
C. Pengkajian Focus ........................................................................ 20

5
D. Diagnose Keperawatan Yang Mungkin Muncul ........................ 25
E. Intervensi .................................................................................... 25

BAB III. TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian ................................................................................... 26
B. Analisa Data ................................................................................ 29
C. Diagnosa, Intervensi dan Rasionalnya ....................................... 31
D. Implementasi .............................................................................. 34
E. Evaluasi ...................................................................................... 34
F. Jurnal Terkait ............................................................................. 38

BAB IV. PEMBAHASAN

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 45
B. Saran ........................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 46


LAMPIRAN........................................................................................... 46

6
DAFTAR TABEL

Tabel : 1.1 Analisa Data………………………………………………. 29


Tabel : 1.2 Diagnosa, Intervensi dan Rasionalnya............................... 32
Tabel : 1.3 Implementasi………….………….……………………..... 34
Tabel : 1.4 Evaluasi ………………………………………………….. 34
Tabel : 1.5 Jurnal ...………………………………………………….. 38

7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Anfis….………………………………………………………. 4
Gambar 2.2Patway….……………………………………………………. 8
Gambar 2.3 Perhitungan CTT….…………………………………………. 11

8
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Judul
Lampiran 2 Lembaran Persetujuan
Lampiran 3 Jurnal Penelitian
Lampiran 4 Lembaran Konsul

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem perkemihan atau urinari (tractus
urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari
dalam tubuh. Ginjal merupakan salah satu organ terpenting bagi kelangsungan hidup
manusia. Namun pada ginjal dapat mengalami berbagai masalah seperti gagal ginjal.
Gagal ginjal dikategorikan menjadi dua yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.
Penyakit gagal ginjal yang sering dihadapi oleh masyarakat di negara maju maupun
negara berkembang adalah penyakit gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease). Gagal
ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Nuari dan Widayati, 2017) dalam (Ayu,A.A,
2019)
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Penyakit gagal ginjal kronik di dunia saat ini mengalami
peningkatan dan menjadi masalah kesehatan serius, hasil penelitian Global Burden of
Disease tahun 2010, penyakit ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke
27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Pada
tahun 2011 sekitar 113.136 pasien di Amerika Serikat mengalami End Stage Renal
Diseasse (ESDR), penyebab utamanya adalah 2 2 diabetes dan hipertensi dengan jumlah
kasus terbanyak ditemukan pada usia lebih dari 70 tahun. Penelitian di Amerika Serikat
risiko 2,3 kali mengalami PGK bagi orang yang mengonsumsi cola dua gelas atau lebih
per hari. (Ayu,A.A, 2019)
Penyakit gagal ginjal di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 2 per 1000 penduduk
atau 499.800 (Riskesdas, 2013). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari
perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%),
tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil
indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Berdasarkan suervei data pada

10
tahun 2018 yang dilakukan peneliti di ruangan hemodialisa RSUP Prof, DR. R. D.
Kandou Manado data pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik yang
sementara menjalani hemodialisa selama 3 bulan terakhir yaitu sebanyak 510
pasien dan pasien gagal ginjal kronik dengan comorbid hipertensi (Gresti M, 2018)
dalam (Ayu,A.A, 2019).
Estiminasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah
penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di
amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50% ditahun 2014. Data
menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang amerika menjalani hemodialisa karena
gangguan ginjal kronis, yang artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien
dialisis (Widyastuti dalam Elisa, 2017) dalam (Ayu,A.A, 2019).
Alasan penulis mengangkat judul ini dikarenakan pasien CKD rutin untuk cuci
merupakan komplikasi-komplikasi penyakit lain nya seperti Diabetes Melitus, hipertensi
dan lainnya. Dampak penyakit terhadap kualitas hidup Pada pasien CKD terjadi
penurunan kondisi fisik seperti berat badan dan kemampuan mobilitasnya. Pasien CKD
harus menjalani hemodialisa dengan penjadwalan teratur dari 1 (satu) sampai 3 (tiga) kali
dalam seminggu, hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial dan psikologisnya secara
tidak langsung. Dan memberikan efek kepada keluarga menjadi beban pikiran serta
cukup memakan biaya apabila tidak menggunakan jasa pelayanan pemerintah.
(Ayu,A.A, 2019).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa mampu memahami konsep teori tentang Chronic Kidney Disease
(CKD).
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan teoritis dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) : Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi.

11
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori CKD


1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan
progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk
dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018) dalam (Ayu,A.A, 2019).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga
disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi
ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan
peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan
metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis
(Arliza dalam Nita Permanasari, 2018) dalam (Ayu,A.A, 2019).
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan
penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit
ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal
kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat
penyakit kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK
stadium awal menjadi stadium akhir (Delima, 2014) dalam (Ayu,A.A, 2019).

12
2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Gambar 2.1

Sumber : Buku Anatomi Fisiologi, 2019


Gambar 2.1

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tertekan kebawah oleh hati.Kutub atasnya terletak setinggi iga ke 12,
sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di
depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus
lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang tebal.Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung,
disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga,
seangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kanan
dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh
lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
a) Fungsi Ginjal
Beberapa fungis ginjal adalah :
(1) Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai
urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan
keringat) menyebabkan urin yang dieksresikan jumlahnya berkurang

13
dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
(2) Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion.
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang
berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal
akan meningkatkan sekresi ion-ion yang penting seperti Na, K, Cl, dan
fosfat.
(3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed
diet) akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Hal
ini disebabkan oleh hasil metabolisme protein. Apabila banyak
memakan sayuran, urin akan bersifat basa, pH urine bervariasi antara
4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
(4) Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan
kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,
obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain
(pestisida).
(5) Fungsi hormonal dan metabolism
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting
dalam mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensin-aldosteron)
yaitu untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D
aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
(6) Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin, angiotensin
dan aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah
(7) Pengeluaran zat beracun : Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh (Maryana,
2019).

3. Klarifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi

14
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a) Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
(1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
(2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
d. Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
e. Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
f. Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
(3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c. Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010 (Ayu,A.A,
2019).

4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
(Ayu,A.A, 2019)
a) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
d) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

15
e) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
f) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h) Nefropati obstruktif
i) Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
j) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

5. Manifestasi Klinis
a) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia (Ayu,A.A, 2019)
(1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
(2) Defisiensi hormone eritropoetin : Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating
Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang
tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
b) Kelainan Saluran cerna
(1) Mual, muntah, hicthcup : dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
(2) Stomatitis uremia : Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
(3) Pankreatitis : Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
c) Kelainan mata
d) Kardiovaskuler :
(1) Hipertensi
(2) Pitting edema
(3) Edema periorbital
(4) Pembesaran vena leher
(5) Friction Rub Pericardial
e) Kelainan kulit
(1) Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

16
a. Toksik uremia yang kurang terdialisis
b. Peningkatan kadar kalium phosphor
c. Alergi bahan-bahan dalam proses HD
(2) Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal
urea di bawah kulit.
(3) Kulit mudah memar
(4) Kulit kering dan bersisik
(5) Rambut tipis dan kasar
f) Neuropsikiatri
g) Kelainan selaput serosa
h) Neurologi :
(1) Kelemahan dan keletihan
(2) Konfusi
(3) Disorientasi
(4) Kejang
(5) Kelemahan pada tungkai
(6) Rasa panas pada telapak kaki
(7) Perubahan Perilaku
i) Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-
10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa
yang disebut Sindrom Uremik

17
6. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
(DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis,
Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang
menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi
yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long). Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat
(Smeltzer dan Bare, 2011). dalam (Ayu,A.A, 2019)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
a) Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit

18
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
b) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.

19
f) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon. (Ayu,A.A, 2019).

20
Infeksi, DM, Glomerulonefritis, Pielonefritis, HT,
Obs.traktus urinarius, Lesi herediter, Gangguan Vaskuler

Penurunan GFR Penurunan fungsi ginjal Hipertofi nefron

Aliran darah ginjal kurang


GFR < 5%

GGK

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoetin  Proses Kurang


hemodialisis informasi

Kadar Hb 
Ansietas Kurang
Linkrom pengetahuan
Perpospatemia metabolisme CES 
tertimbun
di kulit Oksihemoglobin 

Uremic frost  HCL


tek. Kapiler  Transport O2 
Perubahan
Pruritus warna kulit
Preload 
Mual, Iritasi
Muntah, lambung Pola Nafas Perubahan Inflamasi paru
Anoreksia Perubahan Inefektif perfusi Batuk, riak
Ggn integritas Kerja Jantung  dan edema paru
kulit konsep diri: jaringan
body image
Perlukaan
lambung Hipertrofi
ventrikel kiri
Perubahan nutrisi Ketidakefektifan
kurang dr jalan nafas
kebutuhan Bendungan atrium
kiri Edema paru 
Perdarahan Payah jantung

Intoleransi aktifitas

Hematemesi CO , pressure 
s Kapiler paru 

Resiko syok
hipovolemik Pertukaran gas
inadekuat atau
AGD 

Suplai jaringan O2  Kerusakan


pertukaran gas
Alirand arah ke ginjal  Suplai O2 ke otak 
Metabolisme anaerob

Kerja ginjal 
Sincope
Asam laktat 

Retensi Na+H2O
PK syock
Nyeri Sendi Neurogenik

Kelebihan vol. cairan

Nyeri

21
Peritoneal dialysis (CAPD) HEMODIALISA Transplantasi Ginjal

Pre HD Intra HD Post HD

Proses HD
Adanya akses vascular
Metabolisme  Aliran darah ke ginjal  Sekresi eritropoetin 

HCL  Kerja ginjal  Kadar Hb 


Uremic
Area pemasangan Difusi, frost Adanya
Iritasi lambung Retensi Na+H2O akses vaskuler ultrafiltrasi, anaurisma >
osmosis 2mm

Mual, muntah
Malaise, sering Akral dingin,
menguap, Hb < kram, CRT < 3 Intoleransi
11,5 g/dl dtl aktifitas Keluarnya Resti injuri
Perubahan Adanya
cairan tubuh
nutrisi kurang kanulasi
dari kebutuhan
Keletihan kerusakan
perfusi jaringan Resti Kekurangan
vol. cairan Luka pungsi

Odema, BB pre HD > BB Akumulasi cairan Priuritis,


kering, piting odema (+), pada paru iritasi
palbera odema

Kelebihan volume cairan


Dispnea Adanya luka akibat
Kerusakan integritas kulit punksi
Port e GFR < 5%
ntcre masuknya
kuman
Pola nafas inefektif

Resti infeksi

22
23
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
(1) pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
(2) Ureum kreatinin
(3) Asam urat serum.
b) Identifikasi etiologi gagal ginjal
(1) Analisis urin rutin
(2) Mikrobiologi urin
(3) Kimia darah
(4) Elektrolit
(5) Imunodiagnosis
Gambar: 2.3

24
c) Identifikasi perjalanan penyakit Nilai
normal :
(1) Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73
m3 atau0,93 - 1,32 mL/detik/m2
(2) Wanita : Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3
atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
(3) Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor
pembekuan
(4) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
(5) Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk: ginjal, misalnya: infark
miokard.
d) Diagnostik
(1) Etiologi CKD dan terminal
a. Foto polos abdomen.
b. USG.
c. Nefrotogram.
d. Pielografi retrograde.
e. Pielografi antegrade.
f. Mictuating Cysto Urography (MCU).

e) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal


(1) RetRogram
(2) USG. (Ayu,A.A, 2019)

25
8. Komplikasi
a) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin aldosterone
d) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f) Asidosis metabolic
g) Osteodistropi ginjal
h) Sepsis
i) Neuropati perifer
j) Hiperuremia dalam (Ayu,A.A, 2019)

9. Penatalaksanaan
a) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun (Dilakukan
pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi adanya
odema dan Batasi cairan yang masuk).
b) Asidosis metabolic
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
(1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
(2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
c) Anemia

26
(1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
(2) Anemia hemolysis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
(3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). (Ayu,A.A,
2019)

B. Konsep Dasar Definisi Hemodialisa


1. Definisi
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat. Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien. Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat
sisa nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT). (Ayu,A.A, 2019).

2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis
(Muttaqin & Sari, 2011). dalam (Ayu,A.A, 2019). Menurut Nurdin (2009) dalam
(Ayu,A.A, 2019), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai
tujuan :
a) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b) Membuang kelebihan air.

27
c) Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e) Memperbaiki status kesehatan penderita.

3. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) dalam (Ayu,A.A, 2019) disebutkan bahwa
ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu :
a) Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b) Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c) Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

4. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa


a) Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali seminggu
dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali seminggu dengan
setiap hemodialisa selama 4 jam.

b) Kecukupan dosis hemodialisa


Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea reduction
ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan
mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum
pascadialisis dengan kadar ureum pascadialisis. Kemudian, perhitumgan nilai
Kt/V juga memerlukan kadar ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan

28
pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses
hemodialisis dalam satuan jam. Pada hemodialisa dengan dosis 2 kali
seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-
1,4. (Ayu,A.A, 2019)

5. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengandialyzer
dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat
mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu
diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap
lancar. Terapi yang digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
a) Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain
karena mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk
disingkirkan oleh tubuh. Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa
yang ditentukan oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit yang menyediakan hemodialisa, yaitu :
(1) Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal
30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian
dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis
berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa
selesai.
(2) Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
(3) Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan
lebih rendah daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-
3 menit sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500

29
U/kg/jam selama proses hemodialysis berlangsung. Pemberian heparin
dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
b. Heparin-free dialysis (Saline).
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan
dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.Heparin-free dialysis
sangat sulit untuk dipertahankan karena membutuhkan aliran darah arteri yang
baik (>250 ml/menit), dialyzeryang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan
pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
c. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak
boleh menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan
terjadinya pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa
menggunakan heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion
dalam darah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan infus trisodium
sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri dan menggunakan cairan
dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian, akan sangat berbahaya apabila
darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan kembali ke tubuh pasien
dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada saat pemberian trisodium
sitrat dalam selang yang berhubungan denganarteri sebaiknya juga diimbangi
dengan pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan dengan
vena (Ayu,A.A, 2019).

6. Diet Pasien Hemodialisa


Diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat perburukan fungsi ginjalnya.
Sehingga, ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya yaitu :
a) Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,
b) Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan fungsi
sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
c) Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
d) Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.

30
e) Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan darah
dan edema.
f) Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
Pantangan besar :
(1) Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
(2) Manisan dan asinan
(3) MSG/ Vetsin/ Moto
(4) Ikan asin dan daging asap
(5) Garam (makanan tidak boleh terlalu asin)
Makanan Yang Tinggi Kalium
(1) Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
(2) Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang kol.
(3) Fosfor Dan Kalsium
Makanan Tinggi fosfor :
(1) Produk Susu: Susu, Keju, Youhurt, es krim
(2) Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum
(3) Sayuran : Kacang-kacangan, biji bunga matahari, kedelai.
(4) Daging, ikan dan telur : Hati, seafood, kuning telur, sarden, ikan bilis
Tips Untuk Diet Fosfor :
(1) Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
(2) Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium
karbonat (CaCO3) dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di
pertengahan makan agar efektif.
g) Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih
karena fungsi ekskresi ginjal yang terganggu. Asupan cairan dalam 24 jam
setara dengan urin yang dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal dari
pengeluaran cairan dari keringat dan BAB). Ingat juga bahwa makanan
berkuah tetap dihitung sebagai cairan. Pantangan besar : Air kelapa dan
minuman isotonic
Dengan perhatian khusus : kopi, susu, teh, lemon tea.

Tips mengurangi rasa haus :

31
1) Kurangi konsumsi garam.
2) Mengisap/mengkulum es batu.
3) Mengunyah permen karet

Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh


pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa :

1) Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.


2) Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu
makan pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan
kesukaan pasien.
3) Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik
dibuat dalam bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus,
dipanggang, dibakar, digoreng.
4) Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu
mengurangi garam dan menghindari bahan makanan sumber natrium
lainnya, seperti minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin,
makanan yang diawetkan, vetsin, bumbu instan.
5) Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga
menimbulkan selera.
6) Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan
sebagai penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat
waktu makan, karena mengurangi nafsu makan.
7) Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu
seperti bawang, jahe, kunyit, salam, dll
8) Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran,
buah, dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-
potong kemudian rendamlah bahan makanan dalam air pada suhu 50-
60 derajat celcius (air hangat) selama 2 jam, banyaknya air 10 kali
bahan makanan. Air dibuang dan bahan makanan dicuci dalam air
mengalir selama beberapa menit. Setelah itu masaklah. Lebih baik
lagi jika air yang digunakan untuk memasak banyaknya 5 kali bahan
makanan. (Ayu,A.A, 2019)

32
7. Komplikasi Tindakan Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara
lain :
a) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
b) Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d) Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa
pertama dengan azotemia berat.
e) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g) Ganguan pencernaan

33
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
h) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat. (Ayu,A.A, 2019).

C. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian (Ayu,A.A, 2019)
a) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak terjadi pada
usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita),
pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara
masuk RS, diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama,
umur, hubungan denga pasien, pekerjaan dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum
masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan
keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat
BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal
pada kulit (Muttaqin, 2011).
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan
kabur, perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin,
2011).
(3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
berulang, penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang

34
menjadi prdisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
(4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal kronik, maupun
penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.

c) Pengakajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan


(1) Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami
kecemasan yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok,
alkohol, dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya.
(2) Pola Nutrisi/Metabolisme
a. Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b. Pola Minum
Biasnya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).

35
(3) Pola Eliminasi
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b. BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400 ml/hari sampai anuria,
warna urin keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
(4) Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu dan
biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain. Biasnya
pasien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak mampu bekerja dan
mempertahankan fungsi, peran dalam keluarga.
(5) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri panggul,
sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam hari).
(6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini pada
tingkat ansietas sedang sampai berat.
(7) Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari-hari
karena perawatan yang lama.
(8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit yang
diderita pasien.
(9) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a. Bdody Image/Gambaran Diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi alat terganggu,
keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi, kegagalan fungsi tubuh,
prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh.
b. Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang diderita
c. Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang, tidak
mampu menerima perubahan, merasa kurang mampu memiliki potensi.

36
d. Self Esteem/Harga Diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik.
e. Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib, merasa
tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan, merasa tidak
berdaya.
(10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial, perasaan tidak
berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian dan perilaku serta
perubahan proses kognitif.
(11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.

d) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a. Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c. TTV : RR meningkat, TD meningkat

(2) Kepala
a. Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering sakit
kepala, kuku rapuh dan tipis.
b. Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c. Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva
anemis dan sklera ikterik.
d. Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien bernafas
pendek.
e. Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi dan nafas berbau.
f. Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g. Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan

37
(3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah
bening.
(4) Dada/Thorak
a. Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b. Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
c. Perkusi : biasanya sonor
d. Auskultasi : biasanya vesikulel
(6) Jantung
a. Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea
dekstra sinistra
c. Perkusi : biasanya ada nyeri
d. Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
(7) Perut/Abdomen
a. Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan
cairan, pasien tampak mual dan muntah
b. Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c. Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
d. Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit
(8) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi abdomen,
diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning pekat.
(9) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram otot,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan gerak
sendi.
(10) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya area
ekimosis pada kulit.

38
D. Diagnosa Keperawatan
1. Hypervolemia berhubungan dengan kelebihan volume cairan yang di tandai dengan
adanya penambahan beratbadan dan edema ekstremitas (SDKI, 2017)
2. Deficit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism (SDKI,
2017)
3. Perilaku kesehatan cenderung beresiko yang berhubungan dengan pemilihan gaya
hidup yang tidak sesuai ditandai dengan intake output tidak simbang (SDKI, 2017).
4. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran terhadap kegagalan ditandai dengan
wajah tampak tegang (SDKI, 2017).
5. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek tindakan invasi ditandai dengan proses HD
(SDKI, 2017).
6. Resiko cedera ditandai dengan ketidakamanan transportasi (SDKI, 2017).

E. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan
orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa
tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim
kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien,
serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin
dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan
diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan
merumuskan intervensi keperawatan (Guswanti, 2019)

39
BAB III
TINJAUAN KHASUS

A. Pengkajian Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


MUHAMMADIYAH MANADO
PROGRAM PROFESI NERS
Alamat : Jl. Sasuit Tubun Nomor 9 Kel. Istiqlal. Kec. Wenang. Manado- Sulawesi Utara
Telp/fax : 0431-850372
Web : http//stikesmuhmanado.ac.id
Email :stikesmuhammadiyahmdo@yahoo.com,info@stikesmuhmanado.ac.id

Nama Kelompok : II Tanggal: 21 Mei 2021


Tempat : Ruangan Hemodialisa Dahlia

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. B.P
Umur : 28 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Tidak Berkerja
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Koka, Mapanget Barat
Diagnosa medis : CKD ON HD
1. Keadaan Umum
Keluhan Utama : Penambahan Berat Badan
Riwayat Keluhan Utama : Tn. B.P Mengatakan pada tanggal 18 Mei 2021 haei
selasa BB 51 KG, dan pada hari ini 21 Mei 2021 BB : 52,5KG
Lama Keluhan : 4 Hari
Faktor yang memperberat : Penumpukan Cairan
Riwayat pengobatan sebelumnya/kesehatan yang lalu : Tn. B.P sudah kurang
lebih 4 tahun mengikuti HD secara rutin dengan jadwal yang sudah ditentukan

40
Genogram :

Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah
: Klien

2. Data Pengkajian
KU : Cukup
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 139/79 mmHg, N: 89x/M, R: 22x/M, SB : 36,2, SPO2:
99%
Kepala : Warna Rambu Hitam. Penyebaran Merata, Alopesia (-), Nyeri
Tekan Tidak Ada
Mata : Konjungtiva Tidak Anemis, Sclera Tidak Ickterus,
Penglihatan Baik
Hidung : Nasal Septum Tegak Lurus, Secre (-), Nyeri Tekan Tidak
Ada, Lesi (-), Penciuman Baik
Mulut : Tampak Bersih, Lesi (-), Gigi Palsu (-), Pengecapan Baik
Leher : Tidak Ada Pembesaran Kelenjar, Lesi(-), Edema (-), Nyeri
Tekan (-)
Dada : Simetris Kiri Dan Kanan, Pernafasan Reguler
Perut : Edema (-), Lesi (-), Nyeri Tekan (-)

41
Kelamin : Tidak Dilakukan Pengkajian
Lengan atas : Sebelah Kiri Terpasang Askes Vaskuler
Anus : Tidak Dilakukan Pengkajian
Kulit : Sawo Matang, Turgor Sedang
Psikososial : Tn.B.P Peran Sebagai Kepala Rumah Tangga, Suami,
Sekaligus Ayah yang berperan penting dalam keluarga, sewaktu T.B.P di instruksikan
untuk HD dank lien sudah tidak aktif kerja seperti sebelumnya dan hingga sampai
pada saat ini.

Px Penunjang
a. Laboratorium :
-

b. Radiologi :
-

c. Therapi :
Micardis
Clonidin
-Terapi HD
UFV : 105
UFTL : 4.30 Jumat, 21 Mei 2021 pukul : 08.00
UFG : 2000
Heparin : 4000
Time : 4 Jam

d. Perhitung IWL
IWL : (15 x BB)
: (15 x 52,5)
: 32,4 cc/jam
: 32,4 x 24 = 787cc

42
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. DS: Kelebihan Volume Hipervolemia


Tn. B.P mengatakan mengalami Cairan
penambahan berat badan

DO:
51 Kg di tanggal 18 Mei 2021
Dan sekarang tanggal 21 Mei 2021 BB
: 52,5 KG
- IMT : 21,2 Berat Sedang
- Intake : sehari 1-2x makan
dengan porsi kurang lebih ½
sendok Nasi kadang habis
kadang tidak
- Intake : Minum ± 600cc sehari
- BAK : ± 5-6x dengan jumlah
1000 cc
- Terdapat sedikit edema di
ekstremitas bawah
- IWL : (15 x BB)
: (15 x 52,5)
: 32,4 cc/jam
: 32,4 x 24 = 787cc

2. DS : Kekhawatiran Ansietas
Tn.B.P mengatakan merasa khawatir Mengalami
dengan kondisi ketika sedang HD Kegagalan

DO :
- Pasien tampak wajah sedikit

43
tegang
- Pasien wajah tampak kesulitan
tidur
- Tampak ingin tidur namun
sukar terbangun saat sedang HD
3. DS: Resiko Infeksi
-

DO :
- Terpasang Akses Intravena
Tangan Kiri
- Heparin 4000
- Lama HD 4 jam

Tabel: 1.1

44
C. Diagnosa, Intervensi Dan Rasional Tabel 1.2
N DIAGNOSA Tujuan Dan Kriteria INTERVENSI RASIONAL
O Hasil
1. Hypervolemia Setelah dilakukan Menejemen Hipervolemia
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi 1) Agar diketahui
kelebihan volume selama 4 jam maka 1) Periksa Tanda dan adanya tanda dan

cairan yang ditandai diharapkan, kriteria gejala hypervolemia gejala yang Nampak

dengan : hasil : (Edema, dll) pada pasien


DS: 1) Asupan hypervolemia
Tn. B.P mengatakan cairan
mengalami (Sedang 3) 2) Identifikasi penyebab 5) Untuk
penambahan berat 2) Asupan hypervolemia mengetahui cara
badan Makanan pencegahan infeksi
(Sedang 3)
3) Monitor intake dan 6) Untuk melihat
DO: 3) Edema
output cairan ada balance cairan
51 Kg di tanggal 18 (Menurun 5)
Mei 2021 4) BB (Sedang
Teraprutik
Dan sekarang 3)
1) Timbang berat badan 1) Untuk melihat
tanggal 21 Mei 2021
setiap hari pada waktu adanya
BB : 52,5 KG
yang sama perubahan BB
- IMT : 21,2
2) Batasi asupan cairan
Berat Sedang
2) Agar tidak terjadi
- Intake :
lagi penumpukan
sehari 1-2x
cairan dalam
makan
tubuh
dengan porsi
kurang lebih
½ sendok Edukasi
Nasi kadang 1) Ajarkan cara 1) Agar tidak terjadi
habis kadang membatasi cairan lagi penumpukan
tidak cairan berlebih
- Intake : dalam tubuh
Minum ±

45
600cc sehari
- BAK : ± 5-6x
dengan
jumlah 1000
cc
- Terdapat
sedikit edema
di
ekstremitas
bawah

2. Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi


berhubungannya intervensi keperawatan Observasi
1) Periksa frekuensi 1) Untuk
kekhawatiran selama 4 jam maka
nadi, tekanan darah mengetahui
mengalami diharapkan, kriteria
dan suhu sebelum dan adanya
kegagalan yang hasil :
sesudah peningkatan/peru
ditandai dengan : 1) Verbalisasi
bahan TTV
DS : kekhawatiran akibat
Terapeutik
Tn.B.P mengatakan (Menurun 5)
1) Berikan infrormasi 1) Menambah
merasa khawatir 2) Perilaku tegang
tertulis tentang wawasan pasien
dengan kondisi (Menurun 5)
persiapan dan dan agar pasien
ketika sedang HD
prosedur teknik tahu akan

relaksasi tindakan apa dan


DO :
bagaimana
- Pasien
tindakan itu di
tampak
berikan
wajah sedikit
tegang
2) Gunakan pakaian 2) Untuk
- Pasien wajah
longgar mempermudah
tampak
pasien ketika
kesulitan
prosedur
tidur
dilakukan
- Tampak

46
ingin tidur
namun sukar 3) Gunakan nada suara 3) Menjalin BHSP
terbangun lembut dengan irama
saat sedang lambat dan berirama
HD 4) Gunakan relaksasi 4) Mengurangi
sebagai strategi penggunaan

penunjang dengan bahan kimia dan

analgetik atau tidakan memperlancar

medis lain, jika sesuai sirkulasi,


menghilangkan
Edukasi stress dan
1) Jelaskan tujuan, kecemasan
manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang
tersedia (music, 1) Agar pasien tahu
relaksasi Benson dan akan teknik yang

Slow Stroke Back akan diberikan

Massage)
2) Anjurkan mengambil
posisi nyaman

2) Untuk memberi
3) Anjurkan rileks dan kenyamanan pada
merasakan sensasi pasien dan
relaksaki mempermudah
prosedur
4) Anjurkan sering dilaksanakan
mengulangai teknik 3) Menambah
yang dipilih ketenangan dan
terlaksananya
prosedur dengan
baik dan tepat

4) Agar menambah

47
tubuh pasien
rileks dan
mengurangi
kecemasan jika
berkelanjutan

3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


dibuktikan dengan intervensi keperawatan Observasi
1) Monitor tanda dan 1) Untuk
efek prosedur selama 4 jam maka
gejala infeksi local mengetahui Agar
invasive yang diharapkan, kriteria
dan sistematik diketahui adanya
ditandai dengan : hasil :
infesi pada pasien
DS: 1) Kemampuan
- menghindari faktor
Terapeutik
resiko ( Meningkat 5)
1) Cuci tangan sebelum
DO : 2) Kemampuan
dan sesudah kontak 1) Menghindari
- Terpasang berpartisipasi dalam
dengan pasien terjadinya infeksi
Akses skrining resiko
2) Pertahankan teknik nasokomial
Intravena (Meningkat 5)
aseptic pada pasien
Tangan Kiri 3) Pemantauan
resiko tinggi 2) Menghindari
- Heparin 4000 perubahan status
terjadinya infeksi
- Lama HD 4 kesehatan ( Edukasi
nasokomial
jam meningkat 5) 1) Jelaskan tanda dan
gejala infeski

2) Ajarkan cara 1) Menambah


mencuci tangan wawasan pasien

dengan benar dan menghindari


infeksi yang akan
terjadi
2) Untuk
menghindari

48
infeksi yang tidak
terlihat

49
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Tabel: 1.4&5
NO IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Pukul : 08.00- 11.00 Pukul : 11.10
Observasi S:
1) Memeriksa Tanda dan gejala Tn. B.P mengatakan tidak merasa pusing dan
hypervolemia (Edema, dll) lainnya
Hasil : Terdapat Edema ekstremitas
bawah O:
2) Mengidentifikasi penyebab - BB setelah HD : 49,8 KG
hypervolemia. - Tampak wajah rileks
Hasil : Intake yang tidak sesuai - TD : 118/80 mmHg
3) Memonitor intake dan output
cairan A:
Hasil : Intake : sehari 1-2x makan Masalah Hipervolemia teratasi
dengan porsi kurang lebih ½ sendok 1) Asupan Cairan (Sedang 3)
Nasi kadang habis kadang tidak 2) Asupan Makanan (Sedang 3)
-Intake : Minum ± 600cc sehari 3) Edema (Menurun 5)
-BAK : ± 5-6x dengan jumlah 1000 4) BB (Cukup Menurun 4)
cc
P:
Teraprutik Intervensi Di hantihkan
4) Menimbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
Hasil: 51 Kg di tanggal 18 Mei
2021
Dan sekarang tanggal 21 Mei 2021
BB : 52,5 KG
5) Membatasi asupan cairan
Hasil : Pasien makan dan minum
saat sedang HD berlangsung

Edukasi
6) Mengajarkan cara membatasi

50
cairan
Hasil : Dengan cara mengikuti diet
yang benar pada penderita gagal
ginjal
2. Pukul 08-11.00 Pukul 11.15
Observasi S:
1) Memeriksa frekuensi nadi, Tn.B.P mengatakan merasa rileks
tekanan darah dan suhu sebelum
dan sesudah O:
Hasil : Pukul : 08.00 TD : 139/79 -Wajah pasien tampak rileks
mmHg, N: 89x/M, R: 22x/M, SB :
36,2.
Pukul : 11.10 A:
TD: 118/80 mmHg, N: 65x/M, SB: Masalah Ansietas teratasi
36 1) Verbalisasi kekhawatiran akibat (Menurun 5)
Terapeutik 2) Perilaku tegang (Menurun 5)
2) Memberikan infrormasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur P:
teknik relaksasi Intervensi dihetihkan
Hasil: Pasien Bersedia dan mau
melakukan terapi yang akan
diberikan
3) Mengunakan pakaian longgar
Hasil: Pasien tampak memakai
pakaian longgar
4) Mengunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
5) Mengunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tidakan medis lain,
jika sesuai
Hasil : Teknik relaksasi Benson

51
dan Slow Stroke Back Massage
Edukasi
6) Menjelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi yang
tersedia (music, relaksasi Benson
dan Slow Stroke Back Massage).
Hasil : Pasien mendengarkan
dengan baik
7) Menganjurkan mengambil posisi
nyaman.
Hasil : POsisi Semi Fowler
8) Menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksaki
Hasil : Pasien tampak rileks dan
mengikuti dengan baik
9) Menganjurkan sering
mengulangai teknik yang dipilih
Hasil : Pasien mengikuti arahan
dengan baik
3. Observasi Pukul 11.20
1) Memonitor tanda dan gejala S :
infeksi local dan sistematik -
Hasil : Pasien terpasang Cimino
tangan sebelah kiri O:
-Pasien tampak memakai hendsanitizer selepas
Terapeutik HD
2) Mencuci tangan sebelum dan -proses HD berjalan dengan baik tanpa ada
sesudah kontak dengan pasien infeksi yang tidak diharapkan
Hasil : Mencuci tangan dengan baik
dan benar A:
3) Mempertahankan teknik aseptic Masalah resiko infeksi teratasi
pada pasien resiko tinggi 4) Kemampuan menghindari faktor resiko (
Hasil : Selalu dalam keadaan steril Meningkat 5)

52
sebelum dan sesudah tindakan 5) Kemampuan berpartisipasi dalam skrining
Edukasi resiko (Meningkat 5)
4) Menjelaskan tanda dan gejala 6) Pemantauan perubahan status kesehatan
infeski (Cukup meningkat 4)
Hasil : pasie mendengarkan dengan
baik P:
5) Mengajarkan cara mencuci Intervensi Dihentihkan
tangan dengan benar
Hasil : Pasien mau dan mengikuti

53
E. JURNAL YANG TERKAIT Tabel: 1.5

Section/Topik No Checklist Item


TITLE
Title 1 ➢ The effectiveness of benson relaxation and slow stroke back
massage on reducing anxiety Hemodialization in patients
Judul
➢ Efektifitas Relaksasi Benson Dan Slow Stroke Back Massage
Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Hemodialisa
Penulis
Agus Wiwit Suwanto, Esti Sugiyorini, Heru Wiratmoko
Di ➢ ( Tahun 2020)
Publikasikan • Submit: 09/01/2020
• Diterima:30/07/2020
• Diterbitkan: 01/08/2020

ABSTRACT
Structured 2 Latar belakang : Kecemasan merupakan salah satu perasaan yang
summary timbul karena seseorang mendapatkan stressor. Hal ini merupakan
respon psikologis yang wajar terjadi pada manusia. Ancaman kematian
Ringkasan yang menyebabkan kecemasan pada manusia disebabkan karena
terstruktur kondisi sakit, terutama penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis
yang menimbulkan kecemasan adalah gagal ginjal kronik. Bahkan,
penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa pun
mengalami kecemasan yang akan memperparah kesehatan penderita.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen


dengan metode one group pre-test post-tes. Polpulasi penelitian ini
adalah pasien gagal ginjal yang sedang mendapatkan terapi
hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo yang berjumlah 60 orang.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 orang yang dipilih dengan
menggunakan teknik simple random sampling dengan kriteria inklusi
responden adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
Hemodialisa berusia 18 tahun hingga 80 tahun, mendapatkan terapi
Hemodialisa 2 x semingggu, sadar dan memiliki orientasi baik,
Mampu duduk, bersedia menjadi responden, memiliki tingkat
kecemasan ringan higga berat. Sedangkan kriteria ekslusi sampel
penelitian ini adalahh pasien gagal ginjal yang mendapatkan terapi
hhemodialisa yang mengalami penurunan kesadaran, pernah
mendapatkan terapi relaksasi Benson dan atau slow stroke back
massage, memiliki komplikasi/penyakit lain yaitu sedema paru,
CVA, ACS, pasien dengan gangguan pendengaran, pasien yang
memiliki luka dibagian punggung.

Hasil : dapat diketahui bahwa teradapat perbedan nilai mean


kecemasan, dimana mean kecemasan pre-test lebih besar daripada
mean kecemasan post-test. Hal ini membuktikan bahwa secara

54
deskriptif terjadi perubahan nilai rata-rata dari skor kecemasan pada
pasien hemodialisa antara pre-test dan post- test. Perubahan nilai
rata-rata kecemasan ini dapat dinyatakan signifikan karena nilai p =
0,00 (<0,05). Hal ini membuktikan bahwa Teknik relaksasi Benson
dan Slow Stroke Back Massagge efektif dalam menurunkan
kecemasan pasien Hemodialisa.

Kesimpulan : Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa


teknik relaksasi Benson dan slow stroke back massage efektif
menurunkan kecemasan pada pasien hemodialisa di RSU Aisyiyah
Ponorogo.
INTRODUCTION / PENGANTAR
Rationale / 3 Stressor tersebut meningkatkan produksi hormon katekolamin yang
Alasan merangsang saraf simpati. Hormon katekolamin juga me-nyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah. Kondisi ini akan memperparah
gangguan perfusi jaringan ginjal sehingga sel ginjal mengalami
kekurangan nutrisi dan oksigen yang dampaknya akan semakin
memperberat kerusakan pada sel ginjal
Objectives / 4 Object
Tujuan Polpulasi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal yang sedang
mendapatkan terapi hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo yang
berjumlah 60 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 orang
yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling
dengan kriteria inklusi responden adalah pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani Hemodialisa berusia 18 tahun hingga 80 tahun,
mendapatkan terapi Hemodialisa 2 x semingggu, sadar dan memiliki
orientasi baik, Mampu duduk, bersedia menjadi responden, memiliki
tingkat kecemasan ringan higga berat.
METHODS AND RESULTS / Metode Dan Hasil
- Protocol 5 prosedur penerapan
and 1. pasien duduk dengan bersandar dan nyaman dalam ruangan
registration yang tenang
/ Protokol 2. kemudian pasien memejamkan mata
Dan 3. pasien mengendurkan otot dari ujung kaki hingga wajah
Registrasi 4. kemudian pasien menarik nafas panjang lewat hidung lalu
menahan selama 3 detik dan menghembuskan lewat mulut
5. perlahan-lahan sambil mengucapkan istighfar
6. Selama tindakan, pasien dianjurkan membuang perasaan
negatif dan tetap berfokus pada nafas dalam dan istighfar
7. Pasien melakukan kegiatan ini selama 10 menit.
8. Langkah terakhir tindakan ini adalah pasien mengakhiri
relaksasi ini dengan mempertahankan mata terpejam
selama 2 menit lalu membuka mata secara perlahan- lahan.

Setelah diberikan latihan relaksasi Benson, responden


kemudian diberikan terapi slow stroke back massage selama 10
menit dengan cara
1. memposisikan responden dengan posisi tertelungkup

55
2. buka punggung, bahu dan lengan atas pasien
3. tuangkan minyak zaitun ke telapak tangan,kemudian
lakukan usapan pada punggung dengan tekanan ringan dari
punggung bawah ke punggung atas dengan jari dan atau
telapak tangan 3-10 menit
4. lakukan pemijatan dengan kombinasi usapan pendek dan
usapan panjang dengan tekanan ringan
5. akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beri tahu
pasien bahwa perawat mengakhiri usapan
- Eligibilty 6 -
criteria
/Kriteria
Kelayakan
- Informatio 7 http://journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/article/view/2309
n sources /
Sumber
Informasi
- Search / 8 Relaksasi Benson Dan Slow Stroke Back Massage: Kecemasan:
Cari Hemodialisa

- Study 9 Ners Muda


selection /
Seleksi
Studi

- Data 10 Pengumpulan Data


collection Polpulasi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal yang sedang
proccess / mendapatkan terapi hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo yang
Proses
berjumlah 60 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22
Pengumpul
an Data orang yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random
sampling dengan kriteria inklusi responden adalah pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani Hemodialisa berusia 18 tahun hingga
80 tahun, mendapatkan terapi Hemodialisa 2 x semingggu, sadar
dan memiliki orientasi baik, Mampu duduk, bersedia menjadi
responden, memiliki tingkat kecemasan ringan higga berat.
- Data items 11 adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani Hemodialisa berusia
/ Item Data 18 tahun hingga 80 tahun, mendapatkan terapi Hemodialisa 2 x
semingggu, sadar dan memiliki orientasi baik, Mampu duduk, bersedia
menjadi responden, memiliki tingkat kecemasan ringan higga berat.
- Hasil 12 membuktikan bahwa Teknik relaksasi Benson dan Slow Stroke Back
penelitian Massagge efektif dalam menurunkan kecemasan pasien Hemodialisa.
- Kesimpula 13 P (Problem)
n : PICOT Ancaman kematian yang menyebabkan kecemasan pada manusia
disebabkan karena kondisi sakit, terutama penyakit kronis. Salah satu
penyakit kronis yang menimbulkan kecemasan adalah gagal ginjal
kronik. Bahkan, penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

56
hemodialisa pun mengalami kecemasan yang akan memperparah
kesehatan penderita.
I (Intervention)
Penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang berusaha
memberikan sejumlah solusi untuk menurunkan kecemasan pada
pasien hemodialiasa dengan menggunakan teknik relaksasi Benson
yang dipadukan dengan memberian slow stroke back massage.

Prosedur Penerapan
9. pasien duduk dengan bersandar dan nyaman dalam ruangan
yang tenang
10. kemudian pasien memejamkan mata
11. pasien mengendurkan otot dari ujung kaki hingga wajah
12. kemudian pasien menarik nafas panjang lewat hidung lalu
menahan selama 3 detik dan menghembuskan lewat mulut
13. perlahan-lahan sambil mengucapkan istighfar
14. Selama tindakan, pasien dianjurkan membuang perasaan
negatif dan tetap berfokus pada nafas dalam dan istighfar
15. Pasien melakukan kegiatan ini selama 10 menit.
16. Langkah terakhir tindakan ini adalah pasien mengakhiri
relaksasi ini dengan mempertahankan mata terpejam
selama 2 menit lalu membuka mata secara perlahan- lahan.

Setelah diberikan latihan relaksasi Benson, responden


kemudian diberikan terapi slow stroke back massage selama 10
menit dengan cara
6. memposisikan responden dengan posisi tertelungkup
7. buka punggung, bahu dan lengan atas pasien
8. tuangkan minyak zaitun ke telapak tangan,kemudian
lakukan usapan pada punggung dengan tekanan ringan dari
punggung bawah ke punggung atas dengan jari dan atau
telapak tangan 3-10 menit
9. lakukan pemijatan dengan kombinasi usapan pendek dan
usapan panjang dengan tekanan ringan
10. akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beri tahu
pasien bahwa perawat mengakhiri usapan

C (Comparation)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, RSU Aisyiyah
melayani 60 orang pasien hemodialisa. Pasien-pasien tersebut selama
ini hanya mendapatkan terapi stándar, yaitu terapi hemodialisa dan
obat- obat yang diresepkan oleh dokter sesuai dengan simptom yang
muncul pada pasien. Kecemasan yang dialami oleh pasien-pasien
tersebut belum pernah mendapatkan tindakan keperawatan yang
spesifik. Penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang
berusaha memberikan sejumlah solusi untuk menurunkan kecemasan
pada pasien hemodialiasa dengan menggunakan teknik relaksasi
Benson yang dipadukan dengan memberian slow stroke back

57
massage.

O (Outcome)
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa relaksasi Benson dan slow
stroke back massage efektif menurunkan kecemasan pasien
hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo.
T (Time)
➢ ( Tahun 2020)
• Submit: 09/01/2020
• Diterima:30/07/2020
• Diterbitkan: 01/08/2020

- Analisa 14 S (Strength)
SWOT 1. Pada penelitian ini tidak harus memerlukan banyak alat dan
bahan baik alat bahan kesehatan maupun bukan.
2. Pada penelitian ini tidak membutuhkan uang
3. Bisa dilakukan di rumah
W (Weakness)
Penelitian ini harus waspada pada area Cimino pasien pada saat
pemijatan dilakukan

1. O (Opportunity)
1. Memperbanyak dan mempertambah wawasan klien dan
perawat
2. Mempermudah perawat dalam menjalankan rencana asuhan
keperawatan
3. Sebagai tambahan intervensi keperawatan
T (Threats)
Pada penelitian ini ancaman hanya pada kondisi keadaan pasien.

BAB IV

58
PEMBAHASAN

Kasus yang di dapatkan di rungan RSUP Prof. Dr. R.D Kandow Manado Di ruangan
Hemodialia dahlia yaitu, Tn.B.P usia 28 tahun dengan usia 28 Tahun tanggal pengkajian 21
Mei 2021 yang berjenis kelamin laki-laki memiliki status pendidikan terakhir SMA dan saat
ini sudah tidak berkerja lagi dan terdiagnosa medis yaitu, CKD ON HD. Pada pukul 08.00
WITA Tn. B.P mendapatkan jadwal HD mengeluh adanya penambahan Berat Badan lama
keluhan atau berat badan dari tanggal 18 Mei 2021 selepas HD pasien beraktifitas dan
mengatur pola makan yang kurang baik sehingga mengalami penambahan BB hingga pada
hari ini. Faktor memperberat yakni adanya penumpukan lebih cairan dalam tubuh Tn.B.P
sudah ±4 tahun mengikuti Hemodialisa yang rutin sesuai jadwal yang diberikan. Hasil berat
badan, intake dan outuput yakni
- BB: 51 Kg di tanggal 18 Mei 2021
Dan sekarang tanggal 21 Mei 2021 BB : 52,5 KG
- IMT : 21,2 Berat Sedang
- Intake : sehari 1-2x makan dengan porsi kurang lebih ½ sendok Nasi kadang habis
kadang tidak
- Intake : Minum ± 600cc sehari
- BAK : ± 5-6x dengan jumlah 1000 cc
- Terdapat sedikit edema di ekstremitas bawah
- IWL : (15 x BB)
: (15 x 52,5)
: 32,4 cc/jam
: 32,4 x 24 = 787cc

Pasien adalah kepala rumah tangga sekaligus ayah dari satu anak, keadaan umum pasien
cukup dengan TTV :TD : 139/79 mmHg, N: 89x/M, R: 22x/M, SB: 36,2 derajat C dan SPO2
: 99%. Tn.B.P terpasang CIMINO ekstremitas atas kiri dengan terapi yang diberikan yakni
UFV: 105, UFTL : 4.30, UFG : 2000, Heparin 4000.
Tn.B.P merasa cemas dengan proses HD, kecemasan yang akan mengalami kegagalan.
Dari pengkajian yang didapat sehingga diangkatnya :
Pertama, Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan volume cairan tujuan tindakan
diberikan selama ±4 jam agar terjadinya balance cairan dalam tubuh, intervensi yakni:
Memeriksa adanya tanda edema terdapat edema kedua kaki, Mengajarkan cara membatasi

59
asupan cairan dan tampaknya pasien mendengarkan dengan baik dan masih terdapat
makanan dan minuman di sekitar pasien. Dan, setelah diberikannya tindakan terjadi
penurunan BB : 49,5 dan pasien merasa rileks tidak ada rasa pusing setelah Hemodialisa.
Kedua, Ansietas yang berhubungna dengan kekhawatiran mengalami kegagalan,
sehingga kami memberikan intervensi kepeawatan yakni, Memberikan informasi teknik
relaksasi yang akan diberikan dan tujuan, manfaat yakni, Teknik relaksasi Benson dan Slow
Stroke Back Massage saat diberikannya teknik tersebut menerapkan BHSP dengan baik agar
mempermudah dan memperlancar selama prosedur dilakukan, Meminta pasien melakukan
sendiri agar bisa dilakukan dimana saja dan tidak hanya di RS.
Ketiga, Resiko infeksi yang dibuktikan dengan adanya efek prosedur invasive, sehingga
direncanakan tindakan yang diberikan yakni: Memonitor tanda dan gejala infeksi pada hasil
pasien terpasang CIMINO proses HD berlangsung, Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien 6 langkah mencuci tangan yang baik dan benar, menjelaskan infeksi
tanda dan gejala dan mengajar mengajarkan caar cuci tangan yang baik dan benar semua
tindakan untuk mencega infeksi nasokomial dan menambah wawasan pasien.

Setelah diberikannya seluruh intervensi pada Tn.B.P hasil evaluasi di dapat yakni,
Tn.B.P mengalami penurunan BB dan wajah tampak rileks pun tingkat sterilisasi Nampak
seringmemakai handsanitizer.

Berdasarkan Pengkajian dan masalah keperawatan diterapkannya jurnal penelitian yang


terkait dengan masalah keperawatan pada TN.B.P yakni:
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Slow Stroke Back Massage Terhadap Penurunan
Kecemasan Pada Pasien Hemodialisa

BAB V

60
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian yang kami lakukan di RSUP Prof. Dr.D.R Kandow
Manado Ruangan Hemodialisa Dahlia dengan diagnose CKD ON HD pada tangal 21
Mei 2021 pukul 08.00 dengan waktu kurang lebih 30 menit maka kami dapatkan masalah
keperawatan :
1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan volume cairan yang ditandai dengan
adanya penambahan BB dan terdapat Edema eksterimtas bawah
2. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran akan kegagalan yang ditandai dengan
adanya ketegangan wajah sebelum dan saat proses Hemodialisa
3. Resiko infeksi yang dibuktikan dengan efek tindakan invasi

Hasil akhir setelah diberikannya tindakan keperawatan yakni, Tn.BP tamoah ada
penurunan BB dan wajah tampak rileks sesuai dengan yang diharpakan.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan mampun melanjutkan dan menerapkan lagi intervensi-intervensi yang
ada agar semua pasien yang mengikuti HD pada hari hari yang ada mengalami
evaluasi yang sama dengan diharpakan.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien mampu juga mempertahannya apa yang sudah diberikan tidak
hanya di RS untuk meningkatkan derajat kesehatan diri sendiri.
3. Bagi Mahasiawa Selanjutnya
Diharpakan mampu juga melanjutkan intervensi yang ada dan memperbanyak
literature yang baru untuk mengembangkan kembali ilmu-ilmu keperawatan yang
holistic.

DAFTAR PUSTAKA

61
Ayu. A . A, 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease (Ckd) Dengan
Kelebihan Volume Cairan Di Ruang Mawar Ii Rsud Dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya. Stikes Bhakti Kencana Bandung. Diundu Pada Tanggal 6 Juli
2021.

Gresty. N.M Masi, 2018. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Comorbid Faktor Diabetes Melitus Dan Hipertensi Di Ruangan Hemodialisa
Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Diundu Pada Tanggal 6 Juli 2021

Hawari, D. Managemen Stres, Cemas Dan Depresi. Fkui. Jakarta: Gaya Baru, 2011.

M. Z. Benson, Herbert; Klipper, The Relaxation Response, No. 2. New York: Harpercollins
E-Books, 2009.

J. Mahdawi , A., Gorji, M. A., Gorji, A. M., & Yazni, “Implementing Benson’s Relaxation

Maryana, 2019. “Buku Anatomi Fisiologis”. Penerbit Pustaka Baru

Training In Hemodialysis Patients: Changes In Perceived Stress, Anxiety, And Depression,”


N. Am. J. Med. Sci., Vol. 5, No. 9, Pp. 536–540, 2013.

H. Sompie, E. M., Kaunang , T. M., & Munayang, “Hubungan Antara Lama Menjalani
Hemodialisis Dengan Depresi Pada Pasien Dengan Penyakit Ginjal Kronik Di
Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,” Vol. 3, No. 1, Pp. 306–310, 2015,
Doi: 10.1002/2327-6924.12035.

R. A. Payne And M. Donaghy, Payne’s Handbook Of Relaxation Techniques: A Practical


Guide For The Health Care Professional, 4th Ed. Churchill Livingstone, 2010.

Sugiharto, “Olahraga, Fisioneurohormonal Pada Stresor,” J. Sains, Vol. 2, No. 2, Pp. 54–66,
2012.
S. Amalia, F., Nadjmir, & Azmi, “Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr. M. Djamil Padang,” J.
Kesehat. Andalas, Vol. 1, No. 4, Pp. 114–121, 2015.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Januari 2017. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”.
Cetakan Ke-II. Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Januari 2019. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”.
Cetakan Ke-II. Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, September, 2018. “Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia”. Cetakan Ke-II. Jakarta Selatan.

.
Wijayanti, W., Isroin, L., & Purwanti, L.E., "Perilaku Pasien Hemodialisis Dalam
Mengontrol Cairan Tubuh Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Harjono
Ponorogo,"Indoneian Journal For Healt Sciences, Volume 1(1), Pp.10-16,
2017.

62
63

Anda mungkin juga menyukai