STASE KMB
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) tidak dapat
dikembalikan atau dipulihkan dan terjadi penurunan progresif jaringan fungsi
ginjal. Ketika massa ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan
internal tubuh, maka akibatnya adlalah gagal ginjal. Penyakit ini disebut CKD
stadium 5 dan juga disebut peny:kit ginjal stadium akhir (ESRD). CKD dapat
berkembang tanpa gejala selama beberapa tahun, atau mungkin akibat dari
episode ARF yang belum pulih. Insiden ESRD atau CKD stadium 5 sangat
beragam bergantung keadaan dan negara. Di Amerika Serikat, insidennya adalah
338 kasus baru per sejuta orang. Menurut US Renal Data System (Sistem Data
Ginjal AS), pada akhir 2003 total 441.051 orang dirawat dengan ESRD; kira-kira
28% melakukan transplantasi, 66% menerima hemodialisis, dan 5% menjalani
dialisis peritoneal (untuk beberapa orang, data tidak tersedia). Pola pengobatan ini
sangat beragam secara global.
B. Tujuan Umum
Tujuan umum dari karya tulis ini adalah penulis mampu memahami konsep
penyakit CKD ON HD dan mempelajari asuhan keperawatan pada pasien CKD
serta memberikan pemahaman pada penulis agar dapat berfikir secara logis dan
ilmiah sesuai dengan kenyataan yang ada do lahan praktik.
C. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu kelompok mampu :
TINJAUAN TEORI
Saluran kemih terdiri atas empat struktur yaitu ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Ginjal menyeimbangkan pengeluaran zat-zat melalui urine,
terhadap penumpukan zat-zat tersebut di dalam tubuh melalui makanan atau
produksi. Konsekuensinya, ginjal adalah pengontrol utama dari homeostasis
cairan dan elektrolit. Ginjal juga memiliki beberapa fungsi metabolik dan
endokrin yang non-ekskretorik, termasuk pengaturan tekanan darah produksi
eritropoietin, degradasi insulin, sintesis prostaglandin, pengaturan fosfor dan
kalsium, serta metabolisme vitamin D. Filtrasi pada glomerulus ginjal adalah
langkah pertama dari pembentukan urine. Normalnya, volume yang sama
dengan volume plasma disaring tiap 45 menit, dan volumne yang sama dengan
total cairan tubuh disaring tiap 6 jam. Hasil filfrasi glomerulus mirip dengan
plasma, namun lebih sedikit mengandung sel dan protein dengan berat jenis
yang besar Hasil filtrasi glomerolus diubah dengan transpor aktif, difusi, dan
osmosis sewaktu melewati tubulus ginjal. Reabsorpsi dari komponen hasil
filtrasi meningkatkan penyimpanan glukosa, peptida, elektrolit, dan air. Sekresi
komponen plasma meningkatkan eliminasi asam organik dan basa (dan
beberapa obat). Sisa dari hasil filtrasi glomerolus keluar dari ginjal ke ureter.
Ureter membawa urine dari ginjal ke kandung kemih dengan kontraksi
peristaltik. Kandung kemih adalah ruangan yang dapat meluas, yang
menyimpan urine sampai urine dikeluarkan. Uretra adalah jalur keluar dari
kandung kemih, dan membawa urine keluar dari tubuh.
Ginjal
Ureter
Terdapat tiga poin daerah yang mungkin mengalai obstruksi: (1) sudut
ureteropelvis, (2) pelvis brim (tempat ureter bersilangan dengan arteri iliaka),
dan (3) sudut ureterovesikal. Pada ketiga lokasi ini, ureter jauh lebih sempit.
Susunan anatomis ni biasanya berfungsi sebagai katup yang mencegak aliran
balik dari urine (refluks) ke ginjal. Oleh karena sulit bagi kalkuli (batu) untuk
melewati saluran yang sempit ini, batu ginjal biasanya tertahan di sudut-sudut
tersebut.
Tiap ureter memiliki karakter elastis dan terbuat dari tiga lapisan
jaringan: (1) mukosa bagian dalam (membran epitel transisional) melapisi
ruangan, (2) lapisan muskular, dan (3) lapisan luar fibrosa. Lapisan niuskular
biasanya tersusun secara longitudinal di bagian dalam dan sirkuler di bagian
luar. Namun, hampir sepanjang ureter, serat otot tersusun secara oblik dan
menyatu satu dengan yang iain, membentuk jaringan seperti kasa. Susunan otot
tersebut memungkinkan urine untuk didorong ke bawah dengan gerakan
peristalsis. Peristalsis ini dikontrol oleh sebuah pacu otot yang terletak di dekat
kaliks renalis. Darah dialirkan ke ureter melalui satu atau beberapa pembuluh
darah yang terletak secara longitudinal sepanjang saluran. Jumlah dan jenis dari
anastomosis arteri dengan pembuluh ureter berbeda pada tiap individu. Oleh
karena ureter melewati beberapa area anatomis, pembuluh darah ureter dialiri
olch beberapa arteri di bawah ini: (1) renalis (sering), (2) teslikularis atau
ovarian, (3) aorta dan iliaka komunis, (4) iliaka interna (sering), (5) vesika, (6)
umbilikal, dan (7) uterus. Inervasi ureter berasal dari saraf toraksik kesebelas
sampai lumbal pertama. Jaringan kerja saraf secara progresif menjadi lebih
padat sepanjang akhir ujung ureter
Kandung Kemih
Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke
permukaan tubuh. Uretra pada lakilaki dan perempuan memiliki perbedaan
besar.
Pada laki-laki, uretra merupakan saluran gabungan untuk sistem reproduksi dan
pengeluaran urine. Kelenjar prostat, Walaupun bukan saluran langsung dari
sistem kemih, adalah penyebab mayor dari disfungsi kemih pada laki-laki.
Terletak di bawah leher kandung kemih, prostat mengelilingi uretra secara
menyeluruh. Normalnya, hubungan ini tidak menyebabkan masalali, namun jika
prostat membesar, prostat menekan uretra dan menghambat aliran keluar urine.
Uretra pada laki-laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan terbagi dalam 3
bagian utama. Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm di bawah leher
kandung kemih, melalui kelenjar prostat, ke dasar panggul. Duktus
ejakulatorius pada sistem reproduksi mengosongkan isinya ada dinding
posterior uretra pars prostatika. Uretra pars membranosa memiliki panjang
sekitar 1-2 cm dan berakhir di mana lapisan otot membentuk sfingter eksterna.
Bagiandistal adalah kavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm,
bagian ini melintas melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis. Penis
uretra juga dilapisi oleh sel-sel epitel
Klirens
Ux(v)
C x=
P3
BERKEMIH
Produksi urine oleh ginjal relatif konstan (sI ml/menit), namun jumlah
ini dapat bervariasi dari 0,5 sampai 20 ml/menit. Aliran melalui ureter terjadi
secara berselang dan dikontrol oleh kecepatan pembentukan gelombang
peristalsis. Peristalsis yang memaksa urine menuju kandung kemih untuk
penyimpanan terjadi tiap 10-50 detik. Aktivasi parasimpatetis meningkatkan
frekuensi peristalsis dan stimulasi simpatis menurunkan frekuensi. Nervus
aferen (nyeri) menginisiasi refleks ureterorenal. Refleks ini, teraktivasi oleh
obstruksi, menyebabkan kontraksi ureter dan juga menycbabkan konstriksi
arteriol aferen untuk mengurangi produkSi urine. Penyumbatan batu ginjal di
ureter adalah penyebah utama dari refleks ini. Komponen sensorik dan motorik
dari saraf plevis memperarafi kandung kemih. Aktivasi dar sataf parasimpatis
menyebapkan kontraksi dari otot detrusor (kardung kemih). Stingter interna di
leher kandung kemih secara normal berkontraksi. Sfigter eksterna adalah otot
lurik di bawah kontrol sadar, dipersaraf oleh saraf pundendal saraf sarat ini aktif
secara tonus , namun aktivitasnya dapat dikurangi ketika dikontrol dari sistem
saraf pusat (SSP) yang lebih tinggi. komponen sensorik dan motorik dari saraf
plevis memperarafi kandung kemih. Aktivasi dar sataf parasimpatis
menyebapkan kontraksi dari otot detrusor (kardung kemih). Stingter interna di
leher kandung kemih secara normal berkontraksi. Sfigter eksterna adalah otot
lurik di bawah kontrol sadar, dipersaraf oleh saraf pundendal saraf sarat ini aktif
secara tonus , namun aktivitasnya dapat dikurangi ketika dikontrol dari sistem
saraf pusat (SSP) yang lebih tinggi. Refleks berkemin diawali ketika pengisian
kandungan kemih mengingkatkan tekanan dinding di atas ambang batas, yang
dirasaak sebagai keinginan untuk berkemih. Saraf sensori menyampaikan
informasi tegangan ke medula spinalis, dimana kenaikan aktivitas parasimpatis
menyebapkan kontrakdi otot detrusor. Kontraksi ini lebih lanjut meningkatkan
tegangan dinding kandungan kemih. meningkatkan refleks aktivitas
parasimpatisme dan meningkatkan kontraksi. Proses ini berulang sampai (1)
tegangan menjadi stabil (selama I menit), (2) refleks menjadi lelah, (3) sfingter
ekternan relaksasi dan kandungan kemih kosong. Jika pengosongan tidak
terjadi, proses ini kan berlangsung kembali dalam beberapa menit. Berkemih
difasilitasi oleh kontraksi abdomen, yang menekan kandung kemih dan
meningkatkan tegangan dinding, mengawali refleks. Refleks mikturisi
dimodulasi oleh input desenden dari struktur SSP yang lebih tinggi. Pons
memiliki pusat fasilitasi dan penghambat yang kuat. Korteks serebri juga dapat
memodulasi refleks, memungkinkan kontrol secara sadar terhadap waktu
berkemih.
B. Pengertian
C. Penyebab
Penyebab CKD stadium 5 (ESRD) sangatlah banyak. Proses cedera dan
penyakit yang mungkin mengakibatkan gagal ginjal. Glomerulonefritis kronis,
ARF penyakit ginjal polikistik, obstruksi, episode pielonefritis berulang, dan
netrotoksin adalah contoh penyebabnya. Penyakit sistemik, seperti diabetes
melitus, hipertensi, lupus eritematosus, poliarteritis, penyakit sel abit, dan
amiloidosis, dapat menyebabkan CKD. Diabetes melitus adalah penyebab
utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang menerima dialisis. Hipertensi
adalah penyebab utama ESRD kedua. Untuk menurunkan.risiko CKD, klien
harus diperiksa dengan teliti dan harus menerima pengobatan yang cukup untuk
mengontrol atau memperlambat perkembangan masalah ini sebelum
berkembang menjadi ESRD. Beberapa kondisi, sepeiti lupus dan diabetes
melitus, dapat berkembang menjadi gagal ginjal walaupun dengan pengobatan
yang tepat.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stadium awal gagal ginjal bergantung pada proses penyakit
dan faktor-faktor yang berkontribusi. Oleh karena kerusakan nefron berke
mbang nmenjadi ESRD, manifestasi dijelaskan menjadi sindrom uremia. Akhir-
akhir ini, National Kidney Foundation mengajukain serangkaian panduan klinis
praktis yang menggarisbawahi sistem klasifikasi seragam untuk CKD. Sistem
klasifikasi dan stratilikasi ini telah menggantikan istilah-istilah yang kurang
tepat seperti "insufisiensi ginjal kronis'" dan "gagal ginjal kronis." Manifestasi
klinis CKD stadium 5 muncul di seluruh tubuh. Tidak ada sistem organ yang
tersisa. Peta Konsep mengilustrasikan pengobatan penyakit ginjal stadium
5.Perubahan ginjal (yang dijelaskan sebelumnya) termasuk ketidakmampuan
ginjal mengonsentrasikan urine dan mengatur pengeluaran elektrolit. Poliuri
berkembang menjadi anuria, dan klien kehilangan pola pengosongan diurnal
normal. Selanjutnya, seluruh fungsi normał ginjal, seperti pengaturan
keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan darah, sintesis 1,25-
dihidroksikolekalsiferol, biogenesis eritropoietin, degadrasi insulin, dan sintesis
prostaglandin rusak.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Ginjal, Ureter, Kandung Kemih (GUK) Pemeriksaan ini merupakan tes yang
paling sederhana dari seluruh pemeriksaan uroradiologi yang tersedia.
Pemeriksaan ini digunakan untuk skrining dan tes preliminari, sering kali untuk
memeriksa batu ginjal maupun batu ureter. GUK juga sering menunjukkan
celainan kalsifikasidan dapat menunjukan massa jaringan lunak yang besar pada
abdomen. GUK biasanya rutin digunakan untuk melacak perkembangan batu
ureter karena batu juga memperlebar panjang ureter.
b. Ultrasonografi Renal
2. Uji Invasif
a. Biopsi Transuretra
Biopsi pada-lesi yang mencurigakan pada kandung kemih yang ditemukan saat
sistouretroskopi dilakukan pada klien dengan anastesi regional atau umum.
Spesimen biopsi dari jaringan yang mengelilingi jaringan kandung kemih juga
dilakukan secara acak untuk mengevaluasi jaringan sekelilingnya. Perawatan
klien tidak hanya penting penting pada klien saat menjalani endoskopi, namun
juga persiapan untuk anastesi. Intervensi mencakup membantu klien dalam
pemulihan anastesi dan menggunakan pengukuran kenyamanan untuk nyeri
uretra, spasme kandung kemih, nyeri pinggang, dan disuria, yang sering Kali
dirasakan setelah biopsi. Instruksikan klien untuk memperhatikan manifestasi
klinis infeksi, saluran kemih atau infeksi pada lokasi tusuk, dan melaporkannya
setelan prosedur selesai.
b. Biopsi Transrektal
c. Endoskopi
3. Uji Laboratorium
a. Pemeriksaan Urine
Klien yang merasakan adanya perubahan pada urine harus diperiksa secara
lengkap tentang warna, kejernihan/ kekeruhan, dan adanya bau (selain bau
amonia). Urine seharusnya berwarna kuning pucat dan jernih serta hanya
memiliki sedikit bau ammonia. Karakteristik ini dapat berubah, bergantung
pada status penyakit dan status hidrasi. Sebagai contoh, ISK dapat
menyebabkan hematuria pada kedua jenis kelamin. Perubahan warna yang
paling signifikan yang dapat dilaporkan oleh klien adalah hematuria
makroskopis sering kali merupakan indikasi adanya keganasan urogenital. Pada
keadaan lain yang mungkin menjadil false positive adalah karena adanya
pengaruh beberapa faktor seperti asupan makanan, pada makanan tertentu
maupun multivitamin. Waktu timbulnya heinaturia dapat membantu dalam
mempersempit kemungkinan penyebab. Klien harus menjelaskan pada saat
alirang kencing berdarah adalah pada saat: awal (penyebab uretra), akhir (dari
prostat), atau hematuria total (dapat berasal dari semua bagian saluran kencing,
dengan penyebab fisiologis maupun anatomis) pertanyaan juga harus meliputi
ditemukannya bekuan darah, dan apakah klien harus mengejan pada awal
berkemih. Jika mengejan baru dirasakan pertama kali, maka hal ini dapat
mengindikasikan adanya bekuan darah. Kejernihan urine biasanya sangat
dipengaruhi oleh infeksi atau inflamasi uang menyebabkan adanya sel darah
putih atau kteria dalam urine. Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya
fostat amorfik pada urine yang disebab, alkaii atau cairan mani pada ejakulasi
retrograde. Penyebab lain seperti Kristal, lendir (seperti pada diversi urine atau
neobladder), atau feses lebih jarang ditemui. Urine dengan bau yang menyengat
sering kali mengindikasikan adanya urine yang terkonsentrasi, juga menandai
adanya infeksi. Urine dapat terdegradasi dengan sendirinya jika dibiarkan pada
suhu ruangan dengan keadaan bau ammonia yang pekat dan meningkat.
b. Urinalisis
Klien yang datang dengan manifestasi saluran kemih biasanya akan menjalani
test urinalisis. Urinalisis yang dilakukan dengan menyediakan dipstick biasanya
memberikan in formasi yang beragam. Urinalisis mikroskopik menghitung
jumlah seldarah merah dan putih serta mengindikasikan adanya kast, kristal,
balkteri, atau sel epitelium. Urinalisis mikroskopik juga membedakan antara
keberadaan sel darah merah dalam sampel yang sebenarnya atau keadaan false
posiftve pada tes dipstick. Bergantung pada jenis pemeriksaan yang diminta,
urinalisis dapat dilakukan pada spesimen clean catch, spesimen midstream,
specimen urine baru, spesimen pagi pertama, urine tampung 12 atau 24 jam,
urine botol multiple (urine tampung serial), atau spesimen yang didapatmelalui
kateter. Lihat buku keperawatan fundamental untuk perincian tentang
pengambilan spesimen ini. Pada kecurigaan infeksi saluran kemih yang didapat
melalui riwayat klien atau keberadaan bakteri atau sel darah putih pada urine,
maka pemeriksaan kultur urine sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan ini
mengidentifikasi organisme yang berperan serta menghitung jumlah koloninya.
Secara umum, keberadaan organisme yang lebih dari 100.000 colony forming
units (CFU)/ml mengindikasikan adanya infeksi, walaupun terapi sudah mulai
dianjurkan pada jumlah 10.000-100.000 cfu/ml, jika telah didapati manifestasi
klinis yang sesuai untuk infeksi. Kultur urine juga sangat penting pada ISK
yang berulang, ISK dengan komplikasi, atau pada klien dengan ISK yang tidak
respons terhadap pengobatan. Teknik penampungan urinalisis sama derigan
spesimen midstream clean catch atau spesimen kateter. Penentuan resistansi
organisme hampir dirasa tidak perlu, karena E.coli yang dikenal sebagai 85%
penyebab pada infeksi rutin, sensitif terhadap hampir semua antibiotik.
Identifikasi obat mana yang dirasa sensitif untuk bakteri tertentu hanya
dilakukan pada manifestasi saluran kemih yang berulang atau persisten. Saat
karsinoma urotelium atau penyakit inflamasi kandung kemih, pelvis renal,
ureter, atau uretra diketahui atau dicurigai, maka pemeriksaan evaluasi sitologi
urine dilakukan. Spesimen yang digunakan dapat berasal dari urine yang bersih,
maupun bilas kandung kemih melalui kateter atau sitoskopi. Jika air kencing
yang dipakai, maka yang paling ideal adalah air kencing pertama pada pagi hari.
Pemeriksaan ini juga berguna untuk mendiagnosis sitomegalovirus atau
penyakit virus lainnya.
e. Kreatinin Serum
Kadar kreatinin serum lebih spesifik untuk menilai fungsi renal karena tidak
dipengaruhi oleh asupan makanan atau status cairan. Hal ini dapat meningkat
pada glomerulonefritis, pielonefritis, tubular nekrosis akut, nefrotoksisitas,
insufisiensi renal dan gagal ginja. Peningkatan juga dapat terlihat pada klien
dengan gagal ginjal sekunder yang disebabkan oleh obstruksi saluran
pengeluaran. Peningkatan kadar kreatinin serum dapat terjadi pada penyakit
sistemik sperti hipertensi atau diabetes, namun nilainya akan tetap normal
sampai 50% dari fungsi renal telah terkompromi.
f. Kreatinin Klirens
Pemeriksaan ini adalah pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji fungsi
renal dan tidak membutuhkan injeksi pewarnaan atau pemeriksaan radiologi.
Nilai normalnya adalah 90 sampai 110 ml/menit dan menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Dialisis
2. Transplantasi Ginjal
G. Diagnosa keperawatan
2. Hipervolemia
3. Nyeri Akut
5. Defisit Nutrisi
6. Intoleransi Aktivitas
I. PENGKAJIAN
A. DENTITAS DIRI KLIEN DAN PENANGGUNG JAWAB
B. ANAMNESA
- Alasan masuk RS
Pasien mengatakan sesak satu hari sebelum masuk RS, Mual, Muntah, Lemas, dan
sesak
- Masuk dari : pasien dari IGD
- Alat yang digunakan saat masuk : pasien di bawa menggunakan brankar rumah sakit
ke ruang cempaka
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri perut
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien mengatakan masuk pada tanggal 21 november 2020 dengan keluhan sesak dan
mual muntah. Pasien mengatakan keluhan terjadi sehari setelah melakukan HD.
Pasien tampak batuk jarang, secret sulit dikeluarkan, nyeri perut kanan atas dan
exterimitas kiri bawah tampak bengkak/ edema derjat 2 kedalaman 3-5mm dengan
waktu kembali 5 detik, akral dingin, nadi teraba kuat reguler, spo2 99%
Keterangan :
: meninggal
D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN ( Model Gordon )
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS):
3. POLA ELIMINASI
0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √
Total 20
Keterangan
0 = Mandiri
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala dan leher
Kulit kepala kering, rambut warna hitam tampak beruban, rambut sering rontok, tidak
ada kelainan dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
2. Mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, pupil, lapang pandang,
ketajaman penglihatan)
Mata simetris, tidak ada edema palpebra, Mata tidak ikterik, konjungtiva tampak anemis,
mata terlihat sayu, pupil isokor 2/2 reaksi cahya +/+, masih dapat melihat dengan
jarak dekat
3. Telinga (daun telinga, lubang, saluran, membran tympani, fungsi pendengaran)
Telinga bersih tidak ada serumen
4. Hidung dan sinus
Hidung bersih, tidak ada perdarahan
5. Mulut, lidah, dan tonsil
Mukosa bibir kering, tidak terpasang gigig palsu, lidah bersih, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak ada kemerahan pada tonsil
6. Payudara dan ketiak
Payudara simetris , tidak ada benjolan pada payudara dan ketiak
7. Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
- Inspeksi : perut terlihat buncit, tidak ada kelainan, dinding perut saat
respirasi terlihat simetris
- Auskultasi : bising usus terdengar lambat, 9x setiap satu menit
- Perkusi : perkusi abdomen suara timpani, kembung (+)
- Palpasi : tidak didapatkan pembesaran hepar, nyeri abdomen kanan dan
kiri bawah
8. Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak
ada luka gangren
9. Imunologi
Sistem imun tidak terganggu
10. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik (tanggal, hasil, dan interpretasi)
Laoraturium tanggal 27/11/2020
Volume intertisial
naik
Edema (kelebihan
voleme cairan)
RAA turun
Retensi Na dan H2O
Kelebihan volume
cairan
GGK
Sekresi eritropopitis
turun
Produksi Hb turun
Suplai O2 turun
Terapeutik
- Timbang BB setiap
hari pada waktu yang
sama
- Batasi asupan cairan
dan garam
- Tinggikan kepala,
tinggi tempat tidur
30-40
Edukasi
- Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg/Jam dalm 6 jam
- anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian diuretik
- Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor status
hemodinamik (frekuensi
jantung dan tekanan
darah)
- Monitor intake output
- Monitor tanda
hemokonsentrasi (kadar
natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis
urin)
- Monitor tanda
peningkatan tekanan
onkotik plasma (kadar
protein dan albumin
meningkat)
- Monitor kecepatan infus
secara ketat
- Monitor efeksamping
diuretik (hipotensi
ortortsatik, hipovolemia,
hipokalsemia,
hiponatremia)
Terapeutik
- Timbang BB setiap hari
pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan
garam
- Tinggikan kepala, tinggi
tempat tidur 30-40
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran
urin <0,5 mL/kg/Jam dalm 6 jam
- anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretik
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasirespon non
verbal
- Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
- Monitor efeksamping
analgetik
Teraupetik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (TENS,
terapi musik, terapi pijat,
dan kompres hangat)
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
-
Teraupetik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara
dan kunjungan)
- Lakukan latihan gerak
aktif atau pasif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
Terapeutik
- Timbang BB setiap hari
pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan
garam
- Tinggikan kepala, tinggi
tempat tidur 30-40
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran
urin <0,5 mL/kg/Jam dalm 6 jam
- anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretik
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
Jam 11:00
P: Lanjutkan intervensi
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasirespon non
verbal
- Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
- Monitor efeksamping
analgetik
Teraupetik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (TENS,
terapi musik, terapi pijat,
dan kompres hangat)
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
-
Teraupetik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara
dan kunjungan)
- Lakukan latihan gerak
aktif atau pasif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor status
hemodinamik (frekuensi
jantung dan tekanan
darah)
- Monitor intake output
- Monitor tanda
hemokonsentrasi (kadar
natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis
urin)
- Monitor tanda
peningkatan tekanan
onkotik plasma (kadar
protein dan albumin
meningkat)
- Monitor kecepatan infus
secara ketat
- Monitor efeksamping
diuretik (hipotensi
ortortsatik, hipovolemia,
hipokalsemia,
hiponatremia)
Terapeutik
- Timbang BB setiap hari
pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan
garam
- Tinggikan kepala, tinggi
tempat tidur 30-40
Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran
urin <0,5 mL/kg/Jam dalm 6 jam
- anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretik
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
Teraupetik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (TENS,
terapi musik, terapi pijat,
dan kompres hangat)
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
-
Teraupetik
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara
dan kunjungan)
- Lakukan latihan gerak
aktif atau pasif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan asuhan keperawatan ini membahas tentang Ny.N dengan diagnosa CKD. Pengkajian
yang di dapatkan Ny.S merasa sesak, mual, lemas, dan sebelum masuk rumah sakit. Ny.N memiliki
riwayat hipertensi dan DM. Ayah Ny.N memiliki riwayat hipertensi. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb
= 10.2, eritrosit = 3.47, hematokrit= 30, urea =42, creatinin = 4.5, natrium =130. Hasil interpretasi EKG
sinus aretmia+ Iskemia anterior. Setelah dilakukan pengkajian kemudian membuat diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny N dengan gagal ginjal kronik yang
mengalami adalah hipervolemi, nyeri akut, dan intoleransi aktivitas. Setelah dilakukan penegakan
diagnosa maka rencana keperawatannya dari diagnosa pertama manajemen hipervolemia. Pada diagnosa
kedua rencana keperawatannya manajemen nyeri dan rencana keperawatan pada diagnosa yang ke tiga
yaitu toleransi aktivitas . Implementasi keperawatan pada Ny.N dilakukan memberikan posisi
semifowler, pemantauan intake output , dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Hasil evaluasi
keperawatan yang dilakukan selama 3 hari masalah masih belum teratasi maka perawat melanjutkan
intervensi yang sudah di buat.
BAB V
KESIMPULAN
Merawat klien dengan gagal ginjal kronis, memiliki banyak tantangan. Banyak manifestasi fisik dan
psikososial dihubungkan dengan penyakit ginjal dan pengobatannya. Perawat dapat memengaruhi
kualitas hidup klien melalui pemberian edukasi, dorongan, dukungan olah raga, dan pengkajian yang
sedang dijalani klien serta keluarga dengan evaluasi program yang menawarkan pengobatan ESRD.
Perawat, berkolaborasi dengan tim multidisipin, dapat memfasilitasi hasil yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Black, M.J dan Hawks, J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
diharapkan, Edisi 8 Buku: 3. Salemba Medika. Jakarta.
Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction. Jogjakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Cetakan III.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Cetakan II.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Cetakan II.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.