Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Oleh :

MUHAMAD SABIKHIS
NIM : 2022207209560

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2022/2023

1
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan,
dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

2
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus menghitung GFR, rumus
Glomerular Filtration Rate berdasarkan alat Kalkulasi GFR adalah sebagai
berikut:
GFR for male: (140 – age) x wt(kg) / [72 x Serum Creatinine]
GFR for female: GFR(females) = GFR(males) x 0.85
Nilai GFR <60mL/min/1,73m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal atau Terdapat kerusakan / kelainan ginjal selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan GFR.
Keterangan : GFR pada Gagal Ginjal adalah jika nilai GFR pasien
dibawah 60mL/min maka artinya perlu terapi ginjal secepatnya sebelum
kondisi ginjalnya bertambah parah.
Apabila GFR ≥ 60mL/min/ 1, 73 m2 dan tidak ada indikasi kerusakan /
kelainan ginjal maka tidak dinyatakan sebagai penyakit ginjal kronik.
Keterangan: GFR normal adalah jika nilai GFR berada diatas 60mL/min
selama 3 bulan, ini menandakan pasien tersebut sehat dan tidak mempunyai
masalah ginjal.

C. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce danWilson
(2006) :
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
dibelakang pritonium. Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang,
mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis
ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan
oleh hati.

3
Gambar 2.1

Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan tebalnya


antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140 sampai 150
gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus menghadap
ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung. Pembuluh darah ginjal
semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap ginjal menjulang kelenjar
suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang membungkusnya,
dan membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya terdapat struktur-
struktur ginjal. Struktur ginjal warnanya ungu tua dan terdiri dari bagian kapiler
disebelah luar, dan medulla disebelah dalam. Bagian medulla tersusun atas 15
sampai 16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut sebagai piramid ginjal.
Puncaknya mengarah ke hilus dan berakhir di kalies, kalies akan menghubungkan
dengan pelvis ginjal.

4
Gambar 2.2

Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal.
Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan Malpighi /
Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada unineferus.
Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-
kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu terdapat
sebuah simpai yang disebut sampai henle. Kemudian tubulus tersebut berkelok
lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan
tubulus penampung yang berjalan melintasi kortek dan medulla, dan berakhir
dipuncak salah satu piramid ginjal.

5
Gambar 2.3

Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah yaitu arteri
renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan
bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes),
serta masing-masing membentuk simpul didalam salah satu glomerulus.
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes),
yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah
kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua
kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus
urineferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.
2. Fisiologi.
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan
urin menurut Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem
organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sistem
lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu sebagi organ ekresi
dan non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filtran senyawa
yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan lain-lain

6
dalam bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk urin. Selain
sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan bekerja sebagai
penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi hormonal.
Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran dalam mengatur
tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), pengatur hormon
eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan
eritrosit. Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi
feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam
usus.
b. Peroses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal.
Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi dan
ekresi (Syaefudin, 2006) :
1. Proses filtrasi.
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses aferen
lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah.
Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang disaring disimpan dalam sampai bowman yang terdiri
dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke
tubulus ginjal.
2. Proses reabsorsi.
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi pada tubulus
proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali
natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi secara
aktif, dikenal dengan reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila
renalis.

7
3. Proses ekresi.
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan
pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke fesika
urinaria.

D. Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
3. nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
9. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

E. Patofisiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis,
parut tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.
Glomerulosklerosis
Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis progresif
glomeruli yang dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular.
Kerusakan sel intraglomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik
(endotel, sel mesangium, sel epitel) dan ekstrinsik (trombosit, limfosit,
monosit/makrofag). Sel endotel dapat mengalami kerusakan akibat gangguan
hemodinamik, metabolik dan imunologis. Kerusakan ini berhubungan dengan

8
reduksi fungsi antiinflamasi dan antikoagulasi sehingga mengakibatkan
aktivasi dan agregasi trombosit serta pembentukan mikrotrombus pada kapiler
glomerulus serta munculnya mikroinflamasi. Akibat mikroinflamasi, monosit
menstimulasi proliferasi sel mesangium sedangkan faktor pertumbuhan dapat
mempengaruhi sel mesangium yang berproliferasi menjadi sel miofibroblas
sehingga mengakibatkan sklerosis mesangium. Karena podosit tidak mampu
bereplikasi terhadap jejas sehingga terjadi peregangan di sepanjang membrana
basalis glomerulus dan menarik sel inflamasi yang berinteraksi dengan sel
epitel parietal menyebabkan formasi adesi kapsular dan glomerulosklerosis,
akibatnya terjadi akumulasi material amorf di celah paraglomerular dan
kerusakan taut glomerulo-tubular sehingga pada akhirnya terjadi atrofi tubular
dan fibrosis interstisial
Parut tubulointerstisial
Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa inflamasi, proliferasi
fibroblas interstisial, dan deposisi matriks ekstra selular berlebihan. Gangguan
keseimbangan produksi dan pemecahan matriks ekstra selular mengakibatkan
fibrosis ireversibel
Sklerosis vaskular
Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular mengeksaserbasi
iskemi interstisial dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah merupakan
sumber miofibroblas yang berperan dalam berkembangnya fibrosis interstisial
ginjal.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronisdipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan
sejumlah tanda dangejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian
dan tingkat kerusakan ginjal,usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda
dan gejala pasien gagal ginjal kronisadalah sebagai berikut :

9
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital,
Friction rub
perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipisdan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan
pada mulut, anoreksia, mual,muntah,konstipasi dan diare, pendarahan
saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan
Bare (2001) sertaSuwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukandiit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampahuremik dan dialisis yang tidak adekuat.

10
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensinaldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serumyang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadaralumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanyamassa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untukdiagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal padausia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises,dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises danureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

11
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan Radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis,aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perluuntuk mengetahui etiologinya.
l.Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) UrinVolume :
Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pusnanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kec
oklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.Berat Jenis :
Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakanginjal
berat).Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasiourine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan KreatininUreum:
Kreatinin:
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
didugatahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia

12
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

I. Penegakan Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung.
Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau
pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi,
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope
scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi
biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang
mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Bukti tidak
langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis. Inflamasi atau
abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah atau
protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria (Scottish
Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Penurunan fungsi ginjal ditandai
dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

13
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

K. Terapi Ginjal
1. Cuci Darah Atau Hemodialisis
Cuci darah atau hemodialisis merupakan pengobatan untuk
menggantisebagian faal ginjal pada keadaan gagal ginjal.pada peroses ini saat-
saat yang tidak diperlukan tubuh tubuh yang dapat meracuni tubuh dan
seharusnya keluar bersama urine dibersihkan melalui penggunaan mesin dan
ginjal buatan dialiser

2. Peritoneal dialisis (PD)


Peritonial dialisi merupakan proses dialisis yang berlangsung
didalam rongga perut. Cairan dialisi/dialisat dimasukkan kedalam rongga perut
melalui suatu kateter yang lembut, untuk kemudian didiamkan beberapa

14
waktu . antara darah dengan cairan dialisis dibatasi oleh membran pertonium
yang berfungsi sebagai media pertukran zat . ketika cairan dialisat berada
didalam rongga peritonium maka terjadi pertukaran zat-zat, yang berguna akan
terserap ke dalam darah dan yang tidak berguna serta kelebihan cairan akan
terserap kedalam cairan dialisat melaluli proses ultrafiltasi.

3. Transplantasi (cangkok) ginjal


Transplantasi (cangkok) ginjal merupakan mencangkok ginjal sehat
yang berasal dari manusia lain ketubuh pasien gagal ginjal terminal melalui
suatu tindakan bedah. Biasanya ginjal cangkok ditempelkan sebelah bawah
pada pembuluh darah yang sama dari ginjal lama yang sudah tidak berfungsi
sedangkan ginjal lama dibiarkan di tempatnya

15
4. Terapi kurang asupan garam
Garam mengikat air, akibatnya air akan bertahan dijaringan otot.
Kemampuan ginjal yang sudah menurun dalam menyaring dan mengeluarkan
cairan akan membuat cairan semakin lama bertahan didalam tubuh. Oleh
karenanya kurangi atau batasi asupan garam pengunaan garam pada sajian
menu masakan

16
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP,
tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c.Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas,
takut, marah, irritable
d.Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e.Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan
lemak subkutan.
f.Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
g.Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
h.Pernafasan
Pernafasan kusmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea
(+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i.Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),

17
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM
terbatas
j.Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k.Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)
Kemungkinan diagnosa keperawatan
1. Keletihan berhubungan dengan kelelahan otot.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk kuman dari
tindakan invasif hemodialisis.
Perencanaan
1. Keletihan berhubungan dengan kelelahan otot.
Tujuan : Mempertahankan energy dan menghindari keletihan.
Intervensi:
a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b. Bantu aktivitas klien sesuai kebutuhan
c. Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas
d. Anjurkan pasien untuk istirahat
e. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian therapy.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi.
Tujuan :
Mempertahankan pola nafas agar efektif
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Jelaskan pada klien penyebab sesak
c. Beri posisi semifowler
d. Beri oksigen sesuai kebutuhan
e. Obsevasi tanda-tanda vital
f. Anjurkan klien untuk lebih rileks

18
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk kuman dari
tindakan invasif hemodialisis.
Tujuan : Diharapkan resiko infeksi dapat teratasi.
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien yang beresiko
c. Gunakan alat sesuai prosedur dan jaga teknik aseptik selama prosedur
pelepasan

19
PATHWAY

20

Anda mungkin juga menyukai