Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

MUSKULOSKLETAL

OLEH :
DIANA
NIM : 22.14901.15.03

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DASAR

a. DEFINISI
Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan
sumber diantaranya adalah :
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea,
Panggabean, dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh
berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.

b. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi

Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan

Wilson (2006) :

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,

disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal

dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari belakang,

mulai dari ketinggian vertebra torakalis 8 terakhir sampai vertebra lumbalis


ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan

oleh hati.

Gambar 2.1
Anatomi ginjal tampak dari depan.
Sumber : digiboxnet.wordp

Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm


dan tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara
140 sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau
hilus menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung.
Pembuluh darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap
ginjal menjulang kelenjar suprarenal. 9 Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis
dan jaringan fibrus yang membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang
halus serta didalamnya terdapat setruktur-setruktur ginjal. Setruktur ginjal
warnanya ungu tua dan terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla
disebelah dalam. Bagian medulla tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang
berbentuk piramid, yang disebut sebagai piramid ginjal. Puncaknya mengarah
ke hilus dan berakhir di kalies, kalies akan menghubungkan dengan pelvis
ginjal.
Gambar 2
Potongan vertikal ginjal.
Sumber : adamimage.co

Setruktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang


merupakan satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron
dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler
(Badan Malpighi / Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar
pada unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang 10 lurus. Bagian
pertama tubulus berkelok-kelok dan kelokan pertama disebut tubulus
proksimal, dan sesudah itu terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle.
Kemudian tubulus tersebut berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut
tubulus distal, yang bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan
melintasi kortek dan medulla, dan berakhir dipuncak salah satu piramid ginjal.
Gambar 2.3.
Bagian microscopic ginjal
Sumber : adamimage.com

Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah


yaitu arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke
ginjal dan bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen
(arteriola aferentes), serta masing-masing membentuk simpul didalam 11
salah satu glomerulus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola
eferen (arteriola eferentes), yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler
disekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah kevena kava inferior.
Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang
bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus urineferus, karena fungsi
ginjal tergantung pada hal tersebut.
2. Fisiologi.
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a. Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam
sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan
sistem lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu sebagi organ
ekresi dan non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filtran
senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan
lain-lain dalam bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk
urin. Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan
bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta
fungsi hormonal. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran
dalam mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), pengatur
hormon eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang 12 untuk
menghasilkan eritrosit. Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon
dihidroksi kolekalsi feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi
ion kalsium dalam usus.
b. Peroses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam
ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi
dan ekresi (Syaefudin, 2006) :
1. Proses filtrasi.
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses
aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah.
Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang disaring disimpan dalam simpay bowman yang terdiri dari
glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus
ginjal.
2. Proses reabsorsi. Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi
terjadi pada tubulus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi
penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila
diperlukan.Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorsi
fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis. 13
3. Proses ekresi.
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke
fesika urinaria.

c. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan
rumus kockrof – gault sebagia berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
        Sumber : Sudoyo,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

d. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson
(2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan
refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati
timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri
dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius
bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra

e. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.
Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya
glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar
nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap
akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontoldikarenakan ginjal
tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering
tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan
produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi
anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang 16
diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit
tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya
CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal.
Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien
yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka
yang tidak mengalimi kondisi ini.
f. PATHWAY
g. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahantanda
dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi
lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi
pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastrointestinal, neurologis,
pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurutSmeltzer, dan Bare (2001)
diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan
kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan,
mual sampai dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan
dangkal, kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium
dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi
kolekalsi feron.
7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri
sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan
kematian.

h. KOMPLIKASI

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ionanorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

i. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

j. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
  Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
  ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
  Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
  PTT, PTTK
- BGA
2. Urine 
- urine rutin
-urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3.pemeriksaan kardiovaskuler
-ECG
-ECO 
4.Radio diagnostik
-USG abdominal
-Ct scan abdominal
-BNO/IVP, FPA
- Renogram 
- RPG ( retio pielografi )
k. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain
adalah :
a.       Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
danmasukan diit berlebih.
b.      Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c.       Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d.      Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e.       Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f.       Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g.      Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h.      Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i.        Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN
1) Pengkajian Primer (primary survey)

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah

actual / potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap

kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap

berpedoman padai nspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut

memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

A = Airway dengan control servikal Kaji :

 Bersihan jalan nafas


 Adanya / tidaknya sumbatan jalan napas

 Distress pernafasan

 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

B = Breathing dan ventilasi Kaji :

 Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada

 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

C = Circulation Kaji :

 Denyut nadi karotis

 Tekanan darah

 Warna kulit, kelembaban kulit

 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

D = Disability Kaji :

 Tingkat kesadaran

 Gerakan ekstremitas

 GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = 

pain/respon nyeri, U = un responsive.

 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

E = Eksposure Kaji :

 Tanda-tanda trauma yang ada.

2) Pengkajian Sekunder (secondary survey)

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang

ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi

pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat


penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan,

riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.

a) Pengkajian Riwayat Penyakit :

Komponen yang perlu dikaji :

 Keluhan utama dan alasan pasien dating kerumah sakit

 Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa kerumah sakit

 Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera

 Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)

 Waktu makan terakhir

 Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit

sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi

klien.

Metode pengkajian :

 Metode yang seringdipakaiuntukmengkajiriwayatklien :

S (signs and symptoms) Tanda dan gejala yang diobservasi dan

dirasakan klien

A (Allergis) Alergi yang dipunyai klien

M (medications) Tanyakan obat yang telah diminum klien

untuk mengatasi nyeri

P (pertinent past Riwayat penyakit yang diderita klien

medical hystori)

L (last oral intake solid Makan / minum terakhir; jenis makanan,

or liquid) ada penurunan atau peningkatan kualitas

makan
E (event leading to Pencetus / kejadian penyebab keluhan

injury or illnes)

 Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :

P (provoked) Pencetus nyeri, tanyakan hal yang

menimbulkan dan Mengurangi nyeri

Q (quality) Kualitas nyeri

R (region) Area penjalaran nyeri

S (severity) Skala nyeri ( 1 – 10 )

T (time) Lamanya nyeri sudah dialami klien

b) Tanda - tanda vital dengan mengukur :

 Tekanan darah

 Irama dan kekuatan nadi

 Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

 Suhu tubuh

c) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :

 Pengkajian kepala, leher dan wajah

 Periksa rambut, kulit kepala dan wajah

 Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan

lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

 Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir

 Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan

atau keluaran lain seperti cairan otak.


 Periksa leher

 Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau

tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan

menelan.

 Pengkajian dada

Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :

 Kelainan bentuk dada

 Pergerakan dinding dada

 Amati penggunaan otot bantu nafas

 Perhatikan tanda – tanda injuri atau cedera, petekiae,

perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi

 Pengkajian Abdomen dan Pelvis

Hal-hal yang perlu dikaji :

 Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

 Tanda – tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi,

abrasi, distensi abdomen danjejas

-   Masa :besarnya, lokasi  dan mobilitas

-   Nadi femoralis

-   Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

-   Distensi abdomen

d.      Pengkajian Ekstremitas

Hal-hal yang perludikaji :

-  Tanda-tanda injuri eksternal

-  Nyeri
-  Pergerakan

-  Sensasi keempat anggota gerak

-  Warna kulit

-  Denyut nadi perifer

e.       Pengkajian Tulang Belakang

Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan

untuk mengkaji :

-  Deformitas

-  Tanda-tanda jejas perdarahan

-  Jejas

-  Laserasi

-  Luka

f.       Pengkajian Psikosossial

Meliputi :

-  Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan

-  Kaji riwayat serangan panic akibat adanya factor

pencetus seperti sakit tiba - tiba, kecelakaan, kehilangan

anggota tubuh atau pun anggota keluarga

- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang

dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah

meningkat dan hiperventilasi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan meliputi :

1.      Radiologi dan Scanning

2.      Pemeriksaan laboratorium
3.      USG dan EKG

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Ketidakmampuan ginjal
mengsekresi air dan natrium.
b.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan diit dan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c.       Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
d.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
e.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
f.       Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
c. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 2.3 Rencanan Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)


Definisi : Retensi cairan isotomik Setelah dilakukan asuhan Fluid Management :
meningkat keperawatan selama 3x24 jam 1.         Kaji status cairan ; timbang berat
volume cairan seimbang. badan,keseimbangan masukan dan haluaran,
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil: turgor kulit dan adanya edema.
        Berat badan meningkat pada Nursing outcomes 2.         Batasi masukan cairan.
waktu yang singkat classification (NOC) : Fluid 3.         Identifikasi sumber potensial cairan.
        Asupan berlebihan dibanding Balance 4.         Jelaskan pada klien dan keluarga rasional
output         Terbebas dari edema, efusi, pembatasan cairan.
        Tekanan darah berubah, anasarka 5.         Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
tekanan arteri pulmonalis         Bunyi nafas bersih,tidak
berubah, peningkatan CVP adanya dipsnea Hemodialysis therapy :

        Distensi vena jugularis         Memilihara tekanan vena 1.      Ambil sampel darah dan meninjau kimia

        Perubahan pada pola nafas, sentral, tekanan kapiler paru, darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,

dyspnoe/sesak nafas, output jantung dan vital sign pottasium, tingkat phospor) sebelum
orthopnoe, suara nafas normal. perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
abnormal (Rales atau crakles), terapi.
kongestikemacetan paru, 2.      Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pleural effusion pernapasan, dan tekanan darah untuk
        Hb dan hematokrit menurun, mengevaluasi respon terhadap terapi.
perubahan elektrolit, 3.      Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
khususnya perubahan berat menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan
jenis berlebih di tubuh klien.
        Suara jantung SIII 4.      Bekerja secara kolaboratif dengan klien
        Reflek hepatojugular positif untuk menyesuaikan panjang dialisis,

        Oliguria, azotemia peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-

        Perubahan status mental, obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit

kegelisahan, kecemasan pergeseran antara pengobatan.

Faktor-faktor yang berhubungan :


        Mekanisme pengaturan
melemah
        Asupan cairan berlebihan
        Asupan natrium berlebihan
2 Gangguan nutrisi kurang dari Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
kebutuhan Setelah dilakukan asuhan Nutritional Management :
Definisi : Intake nutrisi tidak keperawatan selama 3x24 jam 1.    Monitor adanya mual dan muntah
cukup untuk keperluan nutrisi seimbang dan adekuat. 2.    Monitor adanya kehilangan berat badan dan
metabolisme tubuh. Kriteria Hasil: perubahan status nutrisi.
Nursing outcomes 3.    Monitor albumin, total protein, hemoglobin,
Batasan karakteristik : classification dan hematocrit level yang menindikasikan
   Berat badan 20 % atau lebih di (NOC) : Nutritional Status status nutrisi dan untuk perencanaan
bawah ideal       Nafsu makan meningkat treatment selanjutnya.
   Dilaporkan adanya intake       Tidak terjadi penurunan BB 4.    Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
makanan yang kurang dari       Masukan nutrisi adekuat 5.    Berikan makanan sedikit tapi sering.
RDA (Recomended Daily       Menghabiskan porsi makan 6.    Berikan perawatan mulut sering.
Allowance) 7.    Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
      Hasil lab normal (albumin,
   Membran mukosa dan diet sesuai terapi.
kalium)
konjungtiva pucat
   Kelemahan otot yang
digunakan untuk
menelan/mengunyah
   Luka, inflamasi pada rongga
mulut
   Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan
   Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan
   Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa
   Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan
   Miskonsepsi
   Kehilangan BB dengan
makanan cukup
   Keengganan untuk makan
   Kram pada abdomen
   Tonus otot jelek
   Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
   Kurang berminat terhadap
makanan
   Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
   Diare dan atau steatorrhea
   Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
   Suara usus hiperaktif
   Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
3 Perubahan pola napas Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring :
hiperventilasi paru keperawatan selama 1x24 jam 1.    Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
pola nafas adekuat. usaha respirasi.
Kriteria Hasil: 2.    Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
Nursing outcomes penggunaan otot tambahan, retraksi otot
classification supraclavicular dan intercostal.
(NOC) : Respiratory Status 3.    Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
      Peningkatan ventilasi dan kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes.
oksigenasi yang adekuat 4.    Auskultasi suara nafas, catat area
      Bebas dari tanda tanda penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
distress pernafasan tambahan.
      Suara nafas yang bersih, Oxygen Therapy :
tidak ada sianosis dan 1.      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
dyspneu (mampu 2.      Ajarkan klien nafas dalam.
mengeluarkan sputum, 3.      Atur posisi senyaman mungkin.
mampu bernafas dengan 4.      Batasi untuk beraktivitas.
mudah, tidak ada pursed lips) 5.      Kolaborasi pemberian oksigen.
      Tanda tanda vital dalam
rentang normal
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan asuhan Circulatory Care :
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan keperawatan selama 3x24 jam 1.     Lakukan penilaian secara komprehensif
sekunder. perfusi jaringan adekuat. fungsi sirkulasi periper. (cek nadi
Kriteria Hasil: priper,oedema, kapiler refil, temperatur
Nursing outcomes ekstremitas).
classification (NOC) : 2.     Kaji nyeri.
Circulation Status 3.     Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan.
        Membran mukosa merah 4.     Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih
muda rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
        Conjunctiva tidak anemis 5.     Monitor status cairan intake dan output.
        Akral hangat 6.     Evaluasi nadi, oedema.
        TTV dalam batas normal. 7.     Berikan therapi antikoagulan.
        Tidak ada edema
5 Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
dengan keletihan anemia, retensi Setelah dilakukan asuhan Activity therapy :
produk sampah dan prosedur keperawatan selama 3x24 jam 1.    Monitor respon fisik, social dan spiritual.
dialysis. Intoleransi aktivitas dapat 2.    Bantu klien untuk mendapatkan alat bantuan
teratasi. aktivitas seperti kursi roda, krek.
Kriteria Hasil: 3.    Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
Nursing outcomes disukai.
classification (NOC) : 4.    Bantu klien/ keluarga untuk mengidentifikasi
Circulation Status kekurangan dalam beraktivitas.
       Mampu melakukan aktivitas 5.    Bantu klien untuk mengembangkan motivasi
sehari-hari secara mandiri. diri dan penguatan.
       Tanda-tanda vital normal 6.    Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi
       Mampu berpindah dengan medik dalam merencakan program terapi
atau tanpa bantuan alat. yang tepat.

       Sirkulasi status baik.


6 Resiko Kerusakan intregritas Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
kulit berhubungan dengan efek Setelah dilakukan asuhan Skin surveilance :
uremia dan neuropati perifer. keperawatan selama 3x24 jam 1.    Monitor adanya tanda – tanda kerusakan
Resiko Kerusakan intregritas integritas kulit.
kulit tidak terjadi. 2.    Monitor warna kulit.
Kriteria Hasil: 3.    Monitor temperatur
4.    Catat adanya perubahan kulit dan membran
Nursing outcomes mukosa.
classification (NOC) : 5.    Ganti posisi dengan sering.
Circulation Status 6.    Anjurkan intake dengan kalori dan protein
       Temperatur jaringan dalam yang adekuat
rentang normal.
       Elastisitas dan kelembaban
dalam rentang rentang
normaal.
       Pigmentasi dalam rentang
normal.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. PENGKAJIAN

DATA PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki- laki

Umur : 41 tahun

Nomor Rekam Medis : 07.38.45

PRIMARY SURVEY

Waktu kedatangan : 21 Januari 2019 Pukul: 21. 02 WIB

Transportasi : Diantar menggunakan mobil

Kondisi saat datang : pasien diantar ke UGD dengan kecelakaan lalu

lintas, kesadaran compos mentis perdarahaan aktif.

Terdapat fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula

dekstra dengan tulang terlihat, terdapat fraktur

terbuka phalanx distal dextra, terdapat bengkak

dipunggung kaki kiri dan terdapat luka terbuka di

jari-jari kaki kiri, nyeri pada fraktur terbuka 1/3

proksimal tibia fibula dekstra, fraktur terbuka

phalanx distal dextra, punggung kaki kiri dan jari-

jari kaki kiri, gerakan aktif terbatas, kaki kanan

gerakan pasif (+).


Tindakan pre hospital : tidak ada

TRIASE

Kesadaran : Compos Mentis

Kategori triase : Prioritas 2

Klasifikasi kasus : Trauma

KELUHAN UTAMA

Tanda dan gejala : fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

dengan tulang terputus, fraktur terbuka phalanx

distal dextra, bengkak dipunggung kaki kiri dan

terdapat luka terbuka di jari-jari kaki kiri

Onset/awal kejadian : Tn S terjatuh dari motor karena menghindari

lubang dan jatuh ke jalan dan tertabrak mobil fuso.

Lokasi : Jalan Raya Lintas Muara Enim Lampung

Tindakan yang telah dilakukan sebelum ke RS: pemasangan infus

Faktor pencetus : terjatuh dari motor dan tertabrak mobil

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Tidak ada penyakit penyerta

RIWAYAT ALERGI

Tidak ada riwayat alergi makanan atau obat-obatan.

TANDA-TANDA VITAL

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 36,4oC
AIRWAY

Paten obstruksi : jalan nafas paten

Tindakan : tidak ada tindakan untuk membuka jalan

nafas

BREATHING

Pergerakan dada : Simetris

Irama Pernapasan : Reguler

Suara napas tambahan : Tidak ada suara nafas tambahan

CIRCULATION

Irama jantung : Reguler

Akral : Normal kecuali pada kaki kanan pucat dan

dingin

Membran Mukosa : normal

CRT : < 2 detik

Turgor kulit : Baik

Edema : Tidak ada

Perdarahan : Terdapat perdarahan aktif pada fraktur

terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra dan

fraktur terbuka phalanx distal dextra

DISABILITY

Nilai GCS :E:4 M:6 V:5

Reflek pupil terhadap cahaya : Ada

Kekuatan Otot : 5 5

0 5
Skala Nyeri :

P (provoked) fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia

fibula dekstra, fraktur terbuka phalanx

distal dextra dan punggung kaki kiri dan

luka jari-jari kaki kiri

Q (quality) Tajam tertusuk-tusuk

R (region) Nyeri di kaki kanan/froksimal tibia

fibula dextra, jari jempol tangan

kanan/phalanx distal dextra ,

punggung kaki kiri, dan jari-jari kaki

kiri

S (severity) Skala nyeri 7

T (time) Lama dan sering

EKSPOSURE

Log roll : Tidak ada cedera pada vertebra

Deformitas : Tidak ada

Perdarahan : Terdapat perdarahan aktif pada fraktur

terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

dan fraktur terbuka phalanx distal dextra

Dilakukan penghentian perdarahan dengan

balut tekan, tampak sudah dilakukan

perganttian kassa sebanyak 2 kali

Fraktur : fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula

dekstra, fraktur terbuka phalanx distal dextra


Dilakukan pemasangan spalek

SECONDARY SURVEY

Anamnesa KOMPAK

- Keluhan : pasien mengeluh Nyeri di kaki kanan/froksimal

tibia fibula dextra, jari jempol tangan kanan/phalanx distal dextra , punggung

kaki kiri, dan jari-jari kaki kiri,klien mengatakan tidak apat menggerakkan

kaki kanannya, klien mengatakan haus

- Obat : Tidak ada proses pengobatan sebelumnya

- Makanan terakhir : nasi, lauk, sayur seperti biasanya

- Penyakit penyerta : tidak ada penyakit penyerta

- Alergi : Tidak ada

- Kejadian : Kecelakaan terjatuh dari motor dan tertabrak mobil

fuso

Pemeriksaan head to toe

- Kepala : Normal

- Mata : Normal

- Telinga : Normal

- Mulut : Tidak ada carries

- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan

tekanan vena jugularis

- Dada : Simetris, tidak ada retraksi otot dinding dada

- Abdomen : Tidak kembung dan tidak ada jejas

- Punggung : Tidak ada jejas

- Genetalia : Normal
- Ektremitas atas dan bawah : Normal, tidak ada oedema, kecuali pada kaki

kanan tidak ada kekuatan otot dan klien mengatakan tidak dapat

menggerakan kaki kanannya,tampak bengkak di sekitar fraktur, pucat dan

dingin.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgen :

Tibia fibula dextra: fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra

Phalanx Dextra : fraktur terbuka phalanx distal dextra

CT Scan kepala non kontras: tidak ada pendarahan , Normal

Cervical: Normal, tidak ditemukan kelaianan /fraktur

Thorax: kesan Normal

2. Laboratorium : Hb 14g/dl, Leukosit 13.000/ul, trombosit 200.000/ul, ht 30, gol

darah A
2. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


Data Subjektif : Trauma langsung/ tidak Nyeri Akut
 Klien mengatakan langsung
nyeri pada fraktur dan
luka
Fraktur
Data Objektif
 Klien tampak meringis Pergeseran Fragmen Tulang
kesakitan
 Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis Nyeri Akut

 TD : 140/90 mmhg
 Temp : 36,4oC (NANDA, Edisi 10. 2015-
2017 dan NOC Edisi 5. 2013)
 Denyut Nadi : 88x/m
 RR : 24 x/m
 P : fraktur terbuka 1/3
proksimal tibia fibula
dekstra, fraktur terbuka
phalanx distal dextra
dan punggung kaki kiri
dan luka jari-jari kaki
kiri
Q : Tertusuk- tusuk
R : Nyeri di kaki
kanan/froksimal tibia
fibula dextra, jari
jempol tangan
kanan/phalanx distal
dextra , punggung
kaki kiri, dan jari-jari
kaki kiri
S : Skala nyeri 7
T : lama dan sering
Data Subjektif : Trauma langsung/ tidak Resiko Syok Hipovolemik
 Klien mengatakan haus langsung
Data Objektif
 Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis Fraktur
 TD : 140/90 mmhg
 Temp : 36,4oC Diskontinuitas tulang

 Denyut Nadi : 88x/m


Perubahan Jaringan Sekitar
 RR : 24 x/m
 Tampak darah masih
Laserasi Kulit
merembes
 Tampak sudah
Mengenai Jaringan Kutis dan
dilakukan 2 kali
Sub Kutis
pergantian kassa

Perdarahan

Kekurangan Volume Cairan

Resiko Syok Hipovolemik

(NANDA, Edisi 10. 2015-


2017 dan NOC Edisi 5. 2013)
Data Subjektif : Trauma langsung/ tidak Hambatan Mobilitas Fisik
 Klien mengatakan tidak langsung
dapat menggerakan kaki
kanannya
Data Objektif Fraktur
 Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis Diskontinuitas tulang
 TD : 140/90 mmhg
 Temp : 36,4oC Perubahan Jaringan Sekitar

 Denyut Nadi : 88x/m


Pergeseran Fragmen Tulang
 RR : 24 x/m
 Tampak darah masih Deformitas
merembes
 Tampak pemasangan Gangguan Fungsi Ekstermitas
Spalek/ Bidai
Hambatan Mobilitas Fisik

(NANDA, Edisi 10. 2015-


2017 dan NOC Edisi 5. 2013)
Data Subjektif : Trauma langsung/ tidak Resiko infeksi
- langsung
Data Objektif
 Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis Fraktur
 TD : 140/90 mmhg
 Temp : 36,4oC Diskontinuitas tulang

 Denyut Nadi : 88x/m


Perubahan Jaringan Sekitar
 RR : 24 x/m
 Tampak Luka terbuka
Laserasi Kulit
 Tampak darah masih
merembes
Kerusakan Integritas Kulit
 Tampak Bengkak pada
fraktur dan luka
 Leukosit 13.000 / ul
Resiko Infeksi
(NANDA, Edisi 10. 2015-
2017 dan NOC Edisi 5. 2013)

3. MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut
2. Resiko Syok Hipovolemik
3. Gagguan Mobilitas Fisik
4. Resiko Infeksi
4. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut
2. Resiko Syok Hipovolemik
3. Resiko Infeksi
4. Gagguan Mobilitas Fisik

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang
2. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur)
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan luka terbuka
4. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan fungsi ekstermitas.
6. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


O KEPERAWATAN DAN
DX KOLABORASI
1 Nyeri Akut b/d agen injuri NOC NIC
Manajemen Nyeri
fisik, spasme otot, gerakan 1. Pain Level,
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi,
fragmen tulang 2. Pain control, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non
3. Comfort level
verbal.
Kriteria Hasil : 3. Pastikan klien menerima perawatanan algetik dengan
tepat.
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu 4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk
mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
penyebab nyeri, mampu menggunakan 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik actual maupun
tehnik nonfarmakologi untuk
potensial. Sediakan lingkungan yang nyaman.
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 7. Kurangi factor - faktor yang dapat menambah ungkapan
nyeri.
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang 8. Lakukan Pembidaian pada Ekstermitas yang bermasalah
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau
dengan menggunakan manajemen sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih
nyeri
tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, 11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) nyeri.
Manajemen Pengobatan
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola
berkurang sesuai dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
5) Tanda vital dalam rentang normal 3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek
samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi
gaya hidup klien.
Pengelolaan Analgetik
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi
obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika
mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,observasi tanda dan
gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk obat, dosis & cara
pemberian yang di indikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar. Dokumentasikan
respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan

2 Risiko syok (hipovolemik) NOC NIC

b/d kehilangan volume Circulation status Peripheral sensation management

darah akibat trauma Tissue perfusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

(fraktur) Kriteria hasil panas/dingin/tajam/tumpul

1) Mendemonstrasikan status sirkulasi 2. Moitor tanda vital setiap 15 menit – 1 jam

yang ditandai dengan: 3. Melakukan penghentian pendarahan

a. Tekanan systole dan diastole dalam 4. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada

rentang yang diharapkan lesi atau laserasi

b. Tidak ada ortostatik hipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung

c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan 6. Monitor status nutrisi

tekanan intracranial (tidak lebih dari 7. Monitor kemampuan BAB

15 mmHg) 8. Kolaborasi pemberian cairan IV

2) Mendemonstrasikan kemampuan 9. Kolaborasi pemberian Transfusi

kognitif yang ditandai dengan: 10. Monitor adanya tromboplebitis


a. Berkomuniakasi dengan jelas dan 11. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

sesuai dengan kemampuan

b. Menunjukkan perhatian,

konsentrasi dan orientasi

c. Memproses informasi

d. Membuat keputusan dengan benar

3) Menunjukkan fungsi sensori motori

cranial yang utuh : tingkat kesadaran

membaik, tidak ada gerakan-gerakan

involunter

3 Risiko infeksi b/d luka NOC : NIC :

terbuka 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)

2. Risk control 1. Melakukan perawatan luka

Kriteria Hasil : 2. Membersihkan luka dengan teknik aseptik

1) Klien bebas dari tanda dan gejala 3. Menutup luka dengan teknik aseptik

infeksi 4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain


2) Menunjukkan kemampuan untuk 5. Pertahankan teknik isolasi

mencegah timbulnya infeksi 6. Batasi pengunjung bila perlu

3) Jumlah leukosit dalam batas normal 7. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

4) Menunjukkan perilaku hidup sehat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

8. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

9. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

kperawtan

10. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

11. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

12. Tingkatkan intake nutrisi

13. Berikan terapi antibiotik bila perlu

14. Berikan terapi anti tetanus bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

2. Monitor hitung granulosit, WBC

3. Monitor kerentanan terhadap infeksi


4. Batasi pengunjung

5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular

6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

7. Pertahankan teknik isolasi k/p

8. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase

9. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

10. Dorong masukkan nutrisi yang cukup

11. Dorong masukan cairan

12. Dorong istirahat

13. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

15. Ajarkan cara menghindari infeksi

16. Laporkan kecurigaan infeksi

17. Laporkan kultur positif

4 Hambatan mobilitas fisik NOC : Latihan Kekuatan


b/d gangguan fungsi 1. Joint Movement : Active 1. Mengkaji kemampuan mobilisasi pasien

ekstermitas 2. Mobility Level 2. Memberikan penyangga pada ekstermitas yang

3. Self care : ADLs bermasalah

4. Transfer performance 3. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk

Kriteria Hasil : melakukan program latihan secara rutin

1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik Latihan untuk ambulasi

2) Mengerti tujuan dari peningkatan 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman

mobilitas kepada klien dan keluarga.

3) Memverbalisasikan perasaan dalam 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda,

meningkatkan kekuatan dan dan walker

kemampuan berpindah 3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam

4) Memperagakan penggunaan alat Bantu batasan yang aman.

untuk mobilisasi (walker) Latihan Keseimbangan

1. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur

posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama

latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.


Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar

1. Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan

postur tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan,

keram & cedera.

2. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.


7. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Masalah
No Hari, Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
1 Nyeri Akut b/d Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
agen injuri 21.05 WIB  TD : 140/90 mmhg  Klien mengatakan nyeri pada kaki
fisik, spasme  Temp : 36,4oC yang fraktur dan luka
otot, gerakan  Denyut nadi : 88x/menit O:
fragmen tulang  RR : 24x/menit  Klien tampak meringis kesakitan
2. Mengkaji skala nyeri
 Tampak pemasangan Spalek/ Bidai
 P : fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia
 Memrasang Infus IVFD Ns gtt
21.10 WIB
fibula dekstra, fraktur terbuka phalanx
30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
distal dextra dan punggung kaki kiri dan
keterolac
luka jari-jari kaki kiri
 Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
 Q : Tertusuk- tusuk
 TD : 130/90 mmhg
 R : Nyeri di kaki kanan/froksimal tibia
 Temp : 36,6oC
fibula dextra, jari jempol tangan
 Denyut Nadi : 90x/m
kanan/phalanx distal dextra , punggung
 RR : 22 x/m
kaki kiri, dan jari-jari kaki kiri
 P : fraktur terbuka 1/3 proksimal
 S : Skala nyeri 7
tibia fibula dekstra, fraktur terbuka
 T : lama dan sering phalanx distal dextra dan punggung
3. Memberikan penyangga pada ektremitas kaki kiri dan luka jari-jari kaki kiri
yang bermasalah Q : Tertusuk- tusuk
 Melakukan pembidaian menggunkan R : Nyeri di kaki kanan/froksimal
21.30 WIB spalek dan perban elastis pada kaki kanan tibia fibula dextra, jari jempol tangan
4. Melakukan kolaborasikan dengan dokter kanan/phalanx distal dextra ,
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak punggung kaki kiri, dan jari-jari kaki
berhasil kiri
 Injeksi dexketoprofen IV via bolus S : Skala nyeri 7
T : Lama dan sering
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan
2 Risiko syok Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
(hipovolemik) 21.05 WIB  TD : 140/90 mmhg  Keluarga pasien mengatakan masih
berhubungan  Temp : 36,4oC keluar darah dari kaki yang fraktur
dengan  Denyut nadi : 88x/menit O:
kehilangan  RR : 24x/menit  Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
volume darah 2. Melakukan penghentian pendarahan  TD : 130/80 mmhg
akibat trauma
 Melakukan balut tekan pada kaki kanan  Temp : 36,6oC
(fraktur) 22.00 WIB
dan jempol tangan kanan  Denyut Nadi : 80x/m
 Mengikat maximal pada kaki kanan  RR : 20 x/m
untuk menghentikan pendarahan  Tampak darah masih merembes
3. Melakukan kolaborasi dalam pemberian  Tampak terpasang Infus IVFD Ns gtt
cairan IV 30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
21.05 WIB  Memrasang Infus IVFD Ns gtt 30x/menit keterolac
2line dengan drip 2 ampul keterolac A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi diteruskan
3 Risiko infeksi Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
b/d luka 21.05 WIB  TD : 140/90 mmhg  Keluarga pasien mengatakan masih
terbuka  Temp : 36,4oC keluar darah pada kaki yang fraktur
 Denyut nadi : 88x/menit O:
 RR : 24x/menit  Tingkat Kesadaran : Compos
2. Melakukan perawatan luka Mentis
 Membersihkan luka dengan teknik  TD : 120/80 mmhg
21.10 WIB
aseptik  Temp : 36,6oC
 Melakukan hecting pada kaki kiri  Denyut Nadi : 80x/m
sebanyak 20 jahitan  RR : 21 x/m
 Menutup luka dengan teknik aseptik  Tampak Luka terbuka
3. Melakukan kolaborasi pemberian antibiotic
 Tampak Bengkak pada daerah
 Injeksi cefoperazone IV via bolus
fraktur dan luka
4. Melakukan kolaborasi pemberian antitetanus
21.30 WIB  Tampak darah masih merembes
 Tampak jahitan pada kiki kiri
 Injeksi Tetagram IM Deltoideus sebanyak 20 jahitan dan luka
ditutup dengan kassa
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan
3Hambatan Senin, 21-01-2019 1. Mengkaji kemampuan mobilisasi pasien S:
Mobilitas Fisik 21.10 WIB  Klien masih dapat menggerakkan kaki  Pasien mengatakan jika
kiri
b/d gangguan menggerakan kakinya akan terasa
 Klien tidak dapat menggerakkan kaki
fungsi 22.00 WIB sakit
kanan
ekstermitas 2. Memberikan penyangga pada ektremitas yang O :
bermasalah
 Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
 Melalakukan balut tekan pada kaki kanan
dan jempol tangan kanan  TD : 120/80 mmhg
21.05 WIB
 Melakukan pembidaian menggunkan  Temp : 36,6oC
spalek dan perban elastis pada kaki  Denyut Nadi : 80x/m
kanan
 RR : 22 x/m
 Tampak darah masih merembes
 Tampak pemasangan Spalek/ Bidai
 Terpasang Infus IVFD Ns gtt
30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
keterolac
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan

Anda mungkin juga menyukai