MUSKULOSKLETAL
OLEH :
DIANA
NIM : 22.14901.15.03
1. KONSEP DASAR
a. DEFINISI
Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan
sumber diantaranya adalah :
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea,
Panggabean, dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh
berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
b. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan
Wilson (2006) :
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
oleh hati.
Gambar 2.1
Anatomi ginjal tampak dari depan.
Sumber : digiboxnet.wordp
c. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan
rumus kockrof – gault sebagia berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
d. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson
(2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan
refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati
timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri
dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius
bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra
e. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.
Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya
glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar
nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap
akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontoldikarenakan ginjal
tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering
tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan
produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi
anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang 16
diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit
tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya
CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal.
Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien
yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka
yang tidak mengalimi kondisi ini.
f. PATHWAY
g. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahantanda
dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi
lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi
pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastrointestinal, neurologis,
pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurutSmeltzer, dan Bare (2001)
diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan
kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan,
mual sampai dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan
dangkal, kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium
dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi
kolekalsi feron.
7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri
sampai pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan
kematian.
h. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ionanorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
i. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
j. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
-urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3.pemeriksaan kardiovaskuler
-ECG
-ECO
4.Radio diagnostik
-USG abdominal
-Ct scan abdominal
-BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
k. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain
adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
danmasukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
a. PENGKAJIAN
1) Pengkajian Primer (primary survey)
berpedoman padai nspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
Distress pernafasan
C = Circulation Kaji :
Tekanan darah
D = Disability Kaji :
Tingkat kesadaran
Gerakan ekstremitas
E = Eksposure Kaji :
klien.
Metode pengkajian :
dirasakan klien
medical hystori)
makan
E (event leading to Pencetus / kejadian penyebab keluhan
injury or illnes)
Tekanan darah
Suhu tubuh
menelan.
Pengkajian dada
- Nadi femoralis
- Distensi abdomen
d. Pengkajian Ekstremitas
- Nyeri
- Pergerakan
- Warna kulit
untuk mengkaji :
- Deformitas
- Jejas
- Laserasi
- Luka
f. Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
2. Pemeriksaan laboratorium
3. USG dan EKG
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Ketidakmampuan ginjal
mengsekresi air dan natrium.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan diit dan ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
f. Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
c. INTERVENSI KEPERAWATAN
Distensi vena jugularis Memilihara tekanan vena 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
Perubahan pada pola nafas, sentral, tekanan kapiler paru, darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
dyspnoe/sesak nafas, output jantung dan vital sign pottasium, tingkat phospor) sebelum
orthopnoe, suara nafas normal. perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
abnormal (Rales atau crakles), terapi.
kongestikemacetan paru, 2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pleural effusion pernapasan, dan tekanan darah untuk
Hb dan hematokrit menurun, mengevaluasi respon terhadap terapi.
perubahan elektrolit, 3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
khususnya perubahan berat menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan
jenis berlebih di tubuh klien.
Suara jantung SIII 4. Bekerja secara kolaboratif dengan klien
Reflek hepatojugular positif untuk menyesuaikan panjang dialisis,
1. PENGKAJIAN
DATA PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 41 tahun
PRIMARY SURVEY
TRIASE
KELUHAN UTAMA
Tanda dan gejala : fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra
RIWAYAT ALERGI
TANDA-TANDA VITAL
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,4oC
AIRWAY
nafas
BREATHING
CIRCULATION
dingin
DISABILITY
Kekuatan Otot : 5 5
0 5
Skala Nyeri :
kiri
EKSPOSURE
SECONDARY SURVEY
Anamnesa KOMPAK
tibia fibula dextra, jari jempol tangan kanan/phalanx distal dextra , punggung
kaki kiri, dan jari-jari kaki kiri,klien mengatakan tidak apat menggerakkan
fuso
- Kepala : Normal
- Mata : Normal
- Telinga : Normal
- Genetalia : Normal
- Ektremitas atas dan bawah : Normal, tidak ada oedema, kecuali pada kaki
kanan tidak ada kekuatan otot dan klien mengatakan tidak dapat
dingin.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen :
Tibia fibula dextra: fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia fibula dekstra
darah A
2. ANALISA DATA
TD : 140/90 mmhg
Temp : 36,4oC (NANDA, Edisi 10. 2015-
2017 dan NOC Edisi 5. 2013)
Denyut Nadi : 88x/m
RR : 24 x/m
P : fraktur terbuka 1/3
proksimal tibia fibula
dekstra, fraktur terbuka
phalanx distal dextra
dan punggung kaki kiri
dan luka jari-jari kaki
kiri
Q : Tertusuk- tusuk
R : Nyeri di kaki
kanan/froksimal tibia
fibula dextra, jari
jempol tangan
kanan/phalanx distal
dextra , punggung
kaki kiri, dan jari-jari
kaki kiri
S : Skala nyeri 7
T : lama dan sering
Data Subjektif : Trauma langsung/ tidak Resiko Syok Hipovolemik
Klien mengatakan haus langsung
Data Objektif
Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis Fraktur
TD : 140/90 mmhg
Temp : 36,4oC Diskontinuitas tulang
Perdarahan
3. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Resiko Syok Hipovolemik
3. Gagguan Mobilitas Fisik
4. Resiko Infeksi
4. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Resiko Syok Hipovolemik
3. Resiko Infeksi
4. Gagguan Mobilitas Fisik
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang
2. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur)
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan luka terbuka
4. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan fungsi ekstermitas.
6. INTERVENSI KEPERAWATAN
darah akibat trauma Tissue perfusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
a. Tekanan systole dan diastole dalam 4. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
b. Tidak ada ortostatik hipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
b. Menunjukkan perhatian,
c. Memproses informasi
involunter
1) Klien bebas dari tanda dan gejala 3. Menutup luka dengan teknik aseptik
3) Jumlah leukosit dalam batas normal 7. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
kperawtan
panas, drainase
2) Mengerti tujuan dari peningkatan 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman
3) Memverbalisasikan perasaan dalam 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda,
Masalah
No Hari, Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
1 Nyeri Akut b/d Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
agen injuri 21.05 WIB TD : 140/90 mmhg Klien mengatakan nyeri pada kaki
fisik, spasme Temp : 36,4oC yang fraktur dan luka
otot, gerakan Denyut nadi : 88x/menit O:
fragmen tulang RR : 24x/menit Klien tampak meringis kesakitan
2. Mengkaji skala nyeri
Tampak pemasangan Spalek/ Bidai
P : fraktur terbuka 1/3 proksimal tibia
Memrasang Infus IVFD Ns gtt
21.10 WIB
fibula dekstra, fraktur terbuka phalanx
30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
distal dextra dan punggung kaki kiri dan
keterolac
luka jari-jari kaki kiri
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Q : Tertusuk- tusuk
TD : 130/90 mmhg
R : Nyeri di kaki kanan/froksimal tibia
Temp : 36,6oC
fibula dextra, jari jempol tangan
Denyut Nadi : 90x/m
kanan/phalanx distal dextra , punggung
RR : 22 x/m
kaki kiri, dan jari-jari kaki kiri
P : fraktur terbuka 1/3 proksimal
S : Skala nyeri 7
tibia fibula dekstra, fraktur terbuka
T : lama dan sering phalanx distal dextra dan punggung
3. Memberikan penyangga pada ektremitas kaki kiri dan luka jari-jari kaki kiri
yang bermasalah Q : Tertusuk- tusuk
Melakukan pembidaian menggunkan R : Nyeri di kaki kanan/froksimal
21.30 WIB spalek dan perban elastis pada kaki kanan tibia fibula dextra, jari jempol tangan
4. Melakukan kolaborasikan dengan dokter kanan/phalanx distal dextra ,
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak punggung kaki kiri, dan jari-jari kaki
berhasil kiri
Injeksi dexketoprofen IV via bolus S : Skala nyeri 7
T : Lama dan sering
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan
2 Risiko syok Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
(hipovolemik) 21.05 WIB TD : 140/90 mmhg Keluarga pasien mengatakan masih
berhubungan Temp : 36,4oC keluar darah dari kaki yang fraktur
dengan Denyut nadi : 88x/menit O:
kehilangan RR : 24x/menit Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
volume darah 2. Melakukan penghentian pendarahan TD : 130/80 mmhg
akibat trauma
Melakukan balut tekan pada kaki kanan Temp : 36,6oC
(fraktur) 22.00 WIB
dan jempol tangan kanan Denyut Nadi : 80x/m
Mengikat maximal pada kaki kanan RR : 20 x/m
untuk menghentikan pendarahan Tampak darah masih merembes
3. Melakukan kolaborasi dalam pemberian Tampak terpasang Infus IVFD Ns gtt
cairan IV 30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
21.05 WIB Memrasang Infus IVFD Ns gtt 30x/menit keterolac
2line dengan drip 2 ampul keterolac A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi diteruskan
3 Risiko infeksi Senin, 21-01-2019 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital S:
b/d luka 21.05 WIB TD : 140/90 mmhg Keluarga pasien mengatakan masih
terbuka Temp : 36,4oC keluar darah pada kaki yang fraktur
Denyut nadi : 88x/menit O:
RR : 24x/menit Tingkat Kesadaran : Compos
2. Melakukan perawatan luka Mentis
Membersihkan luka dengan teknik TD : 120/80 mmhg
21.10 WIB
aseptik Temp : 36,6oC
Melakukan hecting pada kaki kiri Denyut Nadi : 80x/m
sebanyak 20 jahitan RR : 21 x/m
Menutup luka dengan teknik aseptik Tampak Luka terbuka
3. Melakukan kolaborasi pemberian antibiotic
Tampak Bengkak pada daerah
Injeksi cefoperazone IV via bolus
fraktur dan luka
4. Melakukan kolaborasi pemberian antitetanus
21.30 WIB Tampak darah masih merembes
Tampak jahitan pada kiki kiri
Injeksi Tetagram IM Deltoideus sebanyak 20 jahitan dan luka
ditutup dengan kassa
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan
3Hambatan Senin, 21-01-2019 1. Mengkaji kemampuan mobilisasi pasien S:
Mobilitas Fisik 21.10 WIB Klien masih dapat menggerakkan kaki Pasien mengatakan jika
kiri
b/d gangguan menggerakan kakinya akan terasa
Klien tidak dapat menggerakkan kaki
fungsi 22.00 WIB sakit
kanan
ekstermitas 2. Memberikan penyangga pada ektremitas yang O :
bermasalah
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Melalakukan balut tekan pada kaki kanan
dan jempol tangan kanan TD : 120/80 mmhg
21.05 WIB
Melakukan pembidaian menggunkan Temp : 36,6oC
spalek dan perban elastis pada kaki Denyut Nadi : 80x/m
kanan
RR : 22 x/m
Tampak darah masih merembes
Tampak pemasangan Spalek/ Bidai
Terpasang Infus IVFD Ns gtt
30x/menit 2line dengan drip 2 ampul
keterolac
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan