Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN


DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI
RUANG HEMODIALISA RSUD DOKTER SOEKARDJO

(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase


KMB)

Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2023

1
A. Definisi

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk


mempertahankan metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akiba
destruksistruktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana
tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum.
Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap,
tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi
ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang
lama (Desfrimadona, 2016).

2
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010).CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner &
Suddarth, 2002).

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada


dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi
vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang

3
kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis
jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada
lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal.
Ketiga lapis jaringan ini 9 berfungsi sebagai pelindung dari trauma
dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna


coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat
gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut
nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula
ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida
ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang
menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus
menuju pelvis
ginjal (Tortora, 2011).
Fisiologi Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur
volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh
dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital
ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b) Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat
berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
10
c) Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d) Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e) Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan

4
urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai
dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam
plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir
sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh
kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood,
2011).

B. Tanda dan Gejala


1) Tekanan darah tinggi
2) Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
3) Adanya darah dalam urin
4) Lemah serta sulit tidur
5) Kehilangan nafsu makan
6) Sakit kepala
7) Tidak dapat berkonsentrasi
8) Gatal
9) Sesa
10) Mual & muntah
11) Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada kelopak
mata waktu pagi hari

C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang
paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.

5
Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga
menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering
secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke
ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang
disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di
ginjal
5. dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia
abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak
membrane glomerulus.
6. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
7. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
kontstriksi uretra.
8. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan
kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau
kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya
jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta
adanya asidosis.
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2019):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.

6
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek.

D. Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap


fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron
yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan
reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi
3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration
Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat
tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga

7
mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat
dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa
nefron telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih
utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan
normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.Klien akan mulai
merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan
haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.

E. Pathway

8
F. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju


Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus kockrof – gault sebagia berikut :

Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

9
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :

FKUI

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3) cIVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
4) Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
5) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
6) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
7) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
8) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk
falanks jari), kalsifikasi metastasik.
9) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
10) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
11) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
12) Biopsi ginjal

10
13) Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
 Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
 Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
 Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada
diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
 Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan
 Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis
 Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
 Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
 Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
 Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
ferifer)
 Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

11
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
2. Hemodialisa
a) Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau
racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal
tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran
semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat
(konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi
solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel
dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada
membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat
dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran
memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,
kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan
bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma,
bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori
membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:

12
(a) Membuang produk metabolisme
(b) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan.
(c) Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
(d) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen
yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada
hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
CAPD (Continuius Ambulatory Peritoneal Dialysis)Metode
pencucian darah dengan mengunakan peritoneum. Selaput ini memiliki
area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari
darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga
perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus
dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama
waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara
perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan,
dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
b) Indikasi
Medikal (Penyakit dalam)
(a) ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional
gagal mempertahankan RFT normal.
(b) CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
(c) Snake bite
(d) Keracunan
(e) Malaria falciparum fulminant
(f) Leptospirosis
Ginekologi
(a) APH
(b) PPH
(c) Septic abortion

13
Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
(a) Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
(b) Serum kreatinin > 2 mg%/hari
(c) Hiperkalemia
(d) Overload cairan yang parah
(e) Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada CRF:
(a) BUN > 200 mg%
(b) Creatinin > 8 mg%
(c) Hiperkalemia
(d) Asidosis metabolik yang parah
(e) Uremic encepalopati
(f) Overload cairan
(g) Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi

c) Peralatan
(a) Dialiser atau Ginjal Buatan
(b) Dialisat atau Cairan dialysis
(c) Sistem Pemberian Dialisat
(d) Asesori Peralatan
(e) Komponen manusia
(f) Pengkajian dan penatalaksanaan

d) Prosedur hemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan
memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai
hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu
dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau
kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar
(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau
tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam

14
kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir,
dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum
dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk
membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang
belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:
jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV
pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah.
Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke
sirkuit tepat sebelum pompa darah.
Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat
diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan
memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki
tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk
menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung
peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.
Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat
terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan
dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada
dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat,
bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda
pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui
“venosa” atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang
diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk

15
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
e) Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
(a) Perawatan sebelum Hemodialisa
 Persiapan Mesin
- Listrik
- Air (sudah melalui pengolahan)
- Saluran pembuangan
- Dialisat (proportioning sistim, batch sistim)
 Persiapan peralatan + obat-obatan
- Dialyzer/ Ginjal buatan (GB)
- AV Blood line
- AV fistula/abocath
- Infuse set\
- Spuit : 50 cc, 5 cc, dll ; insulin
- Heparin in
- Xylocain (anestesi local)
- NaCl 0,90 %
- Kain kasa/ Gaas steril
- Duk stet
- Sarung tangan steril
- Bak kecil steril
- Mangkuk kecil steril
- Klem
- Plester
- Desinfektan (alcohol + bethadine)
- Gelas ukur (mat kan)
- Timbangan BB
- Formulir hemodialisis
- Sirkulasi darah
- Cuci tangan

16
 Letakkan GB pada holder, dengan posisi merah diatas
 Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
 Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung
biru VBL dihubungkan dengan alat penampung/ mat-kan
 Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah,
biru diatas
 Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf)
 Pasang infus set pada kolf NaCl
 Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau
tempat khusus
 Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL,
(untukhubungan tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-
obatan)
 Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
100 ml/mJalankan Qb dengan kecepatan
 Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebeas udara)
dengan cara menekan-nekan VBL Air trap/Bubble trap diisi
2/3-3/4 bagian
 Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb
dimatikan
 Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan
ujung VBL, klem tetap dilepas
 Masukkan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000
U
 Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin
500 U dan klem infus dibuka
 Jalankan sirkulasi darah + soaking (melembabkan GB) selama
10-15 menit sebelu dihubungkan dengan sirkulasi sistemik
(pasien) Cttn:
 Persiapan Sirkulasi
- Rinsing/Membilas GB + VBL + ABL
- Priming/ mengisi GB + VBL + ABL

17
- Soaking/ melembabkan GB.
- Volume priming : darah yang berada dalam sirkulasi (ABL
+ GB + VBL )
Cara menghitung volume priming :Σ NaCl yang dipakai
membilas dikurangi jumlah NaCl yang ada didalam mat kan
(gelas tampung/ ukur)
Contoh :∑ NaCl yang dipakai membilas : 1000 cc
∑ NaCl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
Cara melembabkan (soaking) GBYaitu dengan
menghubungkan GB dengan sirkulasi dialisat Bila
mempergunakan dialyzer reuse / pemakaian GB ulang :
Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen
dialisat
Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat 15 menit pada
posisi rinseBiarkan Test formalin dengan tablet clinitest
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain 10 tts
(1/2 cc), masukkan ke dalam tabung gelas,
masukkanAmbil cairan 1 tablet clinitest ke dalam tabung
gelas yang sudah berisi cairan
Lihat reaksi :
Warna biru : – / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : +/ positif
Selanjutnya mengisi GB sesuai dengan cara mengisi GB
baru
Persiapan pasien
- Persiapan menta
- Izin hemodialysis
- Persiapan fisik :Timbang BB, Posisi, Observasi KU (ukur
TTV

18
(b) Perawatan Selama Hemodialisis (Intra Hd)
Pasien
 Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi :Dengan internal A-
V shunt/ fistula cimino
 Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan
Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol
 Anestesi local (lidocain inj, procain inj)
Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/
abocath, fiksasi, tutup dengan kasa steril
 Berikan bolus heparin inj (dosis awal)
Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
- Den
- gan eksternal A-V shunt (Schibner)
- Desinfektan
- Klem kanula arteri & vena
- Bolus heparin inj (dosis awal)
- Tanpa 1 & 2 (femora dll)
- Desinfektan
- Anestesi local
- Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar,
- biasanya di lengan).
- Bolus heparin inj (dosis awal)
- Fiksasi, tutup kassa steril
- Punksi inlet (vena/ arteri femoralis)
- Raba arteri femoralis
- Tekan arteri femoralis
0,5 – 1 cm ke arah medialVena femoralis
- Anestesi lokal (infiltrasi anetesi
- Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit
- Fiksasi
- Tutup dengan kassa steril
f) Memulai Hemodialisa

19
 Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
 Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
 Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai
sirkulasi darah terisi darah semua.
 Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb
 Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL
dengan punksi outlet
 Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk
bergerak)
 cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat
(cairan dikeluarkan sesuai kebutuhan)
 Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15
menit bisa dinaikkan sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan
pasien)
 Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure,
arteri pressure, hidupkan air/ blood leak detector
 Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan).
Heparin dilarutkan dengan NaCl
 Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/
lemah lakukan mengukur TD, N, lebih sering.
 Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P,
Tipe GB, Cairan priming yang masuk, makan/minum, keluhan
selama HD, masalah selama HD
CATATAN !!!!
- Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas
udara posisi kembalikan ke posisi sebenarny
- Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet,
udara harus diamankan lebih dulu
- Semua sambungan dikencangkan
- Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk
menghindari terjadi perdarahan dari tempat punksi.
 Mesin

20
Memprogram mesin hemodialisis :
- Qb : 200 – 300 ml/m
- Qd : 300 – 500 ml/m
- Temperatur : 36-400C
- TMP. UFR
- Heparinisasi
- Tekanan (+) /venous pressure
Trans Membran Pressure / TMP Tekanan (-) / dialysate
pressure
- Tekanan (+) + tekanan (-)
Tekanan / pressure :
Arterial pressure / tekanan arteri : banyaknya darah yang
keluar dari tubuh
Venous pressure / tekanan vena : lancar/ tidak darah yang
masuk ke dalam.
g) Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa
Pasien
- TTV
- Perdarahan
- Tempat punksi inlet, outlet
- Keluhan/ komplikasi hemodialisis
Mesin & Peralatan
- Qd
- Temperature
- Koduktiviti
- Pressure/ tekanan : arterial, venous, dialysate, UFR
- Air leak & Blood leak
- Heparinisasi
- Sirkulasi ekstra corporeal
- Sambungan-sambungan
CATATAN :Obat menaikkan TD ( tu. pend hipotensi berat) :
Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd disuntik 2 ml/IV
h) Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post Hd)
Persiapan alat

21
 Kain kasa/ gaas steril
 Plester
 Verband gulung
 Alkohol/ bethadine
 Antibiotik powder (nebacetin/ cicatrin)
 Bantal pasir (1-1/2 keram) : pada punksi femoral
Cara bekerja
 5 menit sebelum hemodialisis berakhir
Qb diturunkan sekitar 100cc/m
UFR = 0
 Ukur TD, nadi
 Blood pump stop
 Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut , bekas punksi inlet
ditekan dengan kassa steril yang diberi betadine.
 Hubungkan ujung abl dengan infus set
50 – 100 cc) 100 ml/m (NaCl masuk : 6.Darah
dimasukkan ke dalam tubuh dengan do dorong dengan nacl
sambil qb dijalankan
 Setelah darah masuk ke tubuh Blood pump stop, ujun VBL
diklem.
 Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan
dengan kassa steril yang diberi bethadine
 Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas
punksi inlet & outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup
dengan kain kassa/band aid lalu pasang verband.
 Ukur TTV : TD. N, S, P
 Timbang BB (kalau memungkinkan)
 Isi formulir hemodialisis
Catatan :
 Cairan pendorong/ pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan ,
kalau perlu di dorong dengan udara ( harus hati-hati)
 Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit

22
 Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti,
ditekan kembali dengan bantal pasir
 Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
 Memakai teknik aseptik dan antiseptik
i) Interpretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan
mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan
elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis
dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin
rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus
setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

I. Komplikasi

Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2013)yaitu :


1) Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi asidosis metabolik,
katabolisme danmasukan diit berlebih.
2) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dandialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah,metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6) Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1) Data Fokus Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama
dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih menekankan
pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam

23
tubuh. Dengan tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh
akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran.
Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan
berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut.
Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal
kronik (Prabowo, 2014) :
2) Pemeriksaan Fisik
(a) Kulit, rambut dan kuku
Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan vaskularisasi. Amati
adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya. Palpasi : palpasi kulit untuk
mengetahui suhu, turgor, tekstur, edema, dan massa.
(b) Kepala
Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi, massa).
Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah
dari tengah tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya
bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar
rambut.
(c) Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya.
Amati daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk mengetahui
adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka kelopak mata.
Perhatikan warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur
kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunkan sinar cahaya
tidak langsung. Inspeksi pupil, iris. Palpasi : ada tidaknya pembengkakan
pada orbital dan kelenjar lakrimal.
(d) Hidung
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi dan
cairan yang keluar. Palpasi : batang dan jaringan lunak hidung adanya
nyeri, massa, penyimpangan bentuk.
(e) Telinga

24
Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna,dan
lesi. Palpasi: kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak, tulang
telinga ada nyeri atau tidak.
(f) Mulut dan faring
Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan kongenital,
kebersihan mulut, faring.
(g) Leher
Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut atau massa. Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar
getah bening, kelenjar tiroid.
(h) Thorak dan tulang belakang
Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang,
pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran). Palpasi : ada
tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita (palpasi payudara: massa).
(i) Paru posterior, lateral, interior
Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi. Palpasi : dengan
meminta pasien menyebutkan angka misal 7777. Bandingkan paru kanan
dan kiri. Pengembangan paru dengan meletakkan kedua ibu jari tangan ke
prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Perkusi : dari
puncak paru kebawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan
torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup. Auskultasi: bunyi
paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikular, bronchovesikular, bronchial,
tracheal: suara abnormal : wheezing, ronchi, krekels.
(j) Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical Palpasi : area
aorta pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke intercostae 3, dan 4
kiri daerah trikuspidalis, dan mitralpada interkosta 5 kiri. Kemudian
pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri. : untuk
mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri). Auskultasi : bunyi
jantung I dan II untuk mengetahui adanya bunyi jantung tambahan.
(k) Abdomen

25
Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus. Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal. Perkusi : 4 kuadran
(timpani,hipertimpani, pekak). Auskultasi :4 kuadran (peristaltik usus
diukur dalam 1 menit, bising usus).
(l) Genetalia
Inspeksi :inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa,
perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touch (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaran prostat), perdarahan, cairan, dan bau. Palpasi:
skrotum dan testis sudah turun atau belum.
(m) Ekstremitas
Inspeksi : inspeksi kesimetrisan, lesi,massa Palpasi : tonus otot,
kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna, Capillary Refill
Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis :
bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis : reflek plantar.
3) Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien
dengan gagal ginjal kronik yaitu:
(a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.
(b) Ketidakefektifan pola napas b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan,
nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan
sindrom hipoventilasi.
(c) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.
(d) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan cairan
(e) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,
ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
(f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2, kelemahan.
(Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI, 2017)

26
4) Rencana Tindakan keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipervolemia Manajemen
Setelah dilakukan Tindakan Hipervolemia
keperawatan selama 3 x 8 Observasi :
1. Periksa tanda dan
jam maka gejala hipervolemia
hypervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan suara napas
kriteria tambahan)
hasil : 2. Monitor intake dan
output cairan
1. Asupan cairan meningkat 3. Monitor jumlah dan
2. Haluaran urin meningkat warna urin
3. Edema menurun Terapeutik
4. Tekanan darah membaik 4. Batasi asupan
5. Turgor kulit membaik cairan dan garam
5. Tinggikan kepala
tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam 1. Identifikasi status
diharapkan pemenuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan
tercukupi dengan kriteria yang disukai
hasil: 3. Monitor asupan
1. intake nutrisi tercukupi makanan
2. asupan makanan dan 4. Monitor berat
cairan tercukupi badan
Terapeutik
5. Lakukan oral
hygiene sebelum

27
makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
7. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika
6. perlu pemberian
medikasi sebelum
Makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil: pengalaman mual
1. Nafsu makan membaik 2. Monitor mual (mis.
2. Keluhan mual menurun Frekuensi, durasi,
3. Pucat membaik dan
4. Takikardia Tingkat keparahan)
membaik 100 Terapeutik
kali/menit) 3. Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
(mis. Bau taksedap,
suara,dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
4. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis)
5. Kecemasan,ketak utan,
kelelahan)

28
4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas
integritas kulit tindakan keperawatan kulit
selama 3x8 jam Obsevasi
diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab
kulit dapat terjaga gangguan integritas
dengan kriteria hasil: kulit (mis. Perubahan
1. Integritas kulit yang sirkulasi, perubahan
baik bisa dipertahankan status nutrisi)
2. Perfusi jaringan baik Terapeutik
3. Mampu melindungi 2. Ubah posisi tiap 2 jam
kulit dan jika tirah baring
mempertahankan 3. Lakukan
kelembaban kulit pemijataan pada area tulang,
jika perlu
4. Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
5. Bersihkan perineal
dengan air hangat
Edukasi
6. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air
yang cukup
9. Anjurkan
Menghindari terpapar
suhu ekstrem
4 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan
pertukaran gas tindakan keperawatan respirasi
selama 3x8 jam Observasi
diharapkan pertukaran 1. Monitor
gas tidak terganggu frekuensi, irama, kedalaman
dengak kriteria hasil: dan upaya napas
1. Tanda-tanda vital 2. Monitor pola napas
dalam rentang 3. Monitor saturasi
normal oksigen
2. Tidak terdapat otot 4. Auskultasi bunyi napas
bantu napas Terapeutik
3. Memlihara kebersihan 5. Atur interval
paru dan bebas dari pemantauan respirasi
tanda-tanda distress sesuai kondisi pasien
pernapasan 6. Bersihkan sekret

29
4. Nafsu makan membaik pada mulut dan hidung, jika
5. Keluhan mual menurun perlu
6. Pucat membaik 7. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
7. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
5. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
aktivitas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam toleransi 1. Monitor
aktivitas meningkat kelelahan fisik
dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola dan jam
1. Keluhan lelah menurun tidur
2. Saturasi oksigen dalam Terapeutik
rentang normal (95%- 3. Lakukan latihan
100%) rentang gerak
3. Frekuensi nadi dalam pasif/aktif
rentang normal (60-100 4. Libatkan keluarga
kali/menit) dalam melakukan
4. Dispnea saat beraktifitas aktifitas, jika perlu
dan setelah beraktifitas Edukasi
menurun 5. Anjurkan
(16-20 kali/menit) melakukan
aktifitassecara bertahap
6. Anjurkan
keluarga untuk
memberikan penguatan
positif
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

30
6. Resiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung
curah jantung asuhan keperawatan Observasi:
selama 3x8 jam 1. Identifikasi tanda dan
diharapkan penurunan gejala primer
curah jantung meningkat penurunan curah
dengan kriteria hasil: jantung (mis.
1. Kekuatan nadi Dispnea, kelelahan)
perifer meningkat 2. Monitor tekanan darah
2. Tekanan darah 3. Monitor saturasi
membaik 100-130/60-90 oksigen
mmHg Terapeutik :
3. Lelah menurun 2. Posisikan semi- fowler
4. Dispnea menurun atau fowler
dengan frekuensi 16-24 3. Berikan terapi
x/menit Oksigen
Edukasi
4. Ajarkan teknik
relaksasi napas dalam
5. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
7. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi 1. Periksa sirkulasi
perifer perifer (mis. Nadi
meningkat dengan kriteria perifer, edema,
hasil: pengisian kapiler,
1. denyut nadi warna, suhu)
perifer meningkat 2. Monitor
2. Warna kulit pucat perubahan kulit
menurun 3. Monitor panas,
3. Kelemahan otot kemerahan, nyeri atau
menurun bengkak
4. Pengisian kapiler 4. Identifikasi faktor
membaik risiko gangguan
5. Akral membaik sirkulasi
6. Turgor kulit membaik Terapeutik
5. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan

31
infeksi
8. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi
7. Anjurkan berhent
merokok
8. Anjurkan berolahraga
rutin
9. Anjurkan mengecek air
mandi untun
menghindari kulit
terbakar
10. Anjurkan meminum
obat pengontrol
tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi factor
pencetus dan pereda
nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
3. Monitor lokasi dan
penyebaran nyeri
4. Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala
5. Monitor durasi dan
frekuensi nyeri
Teraupetik
6. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
8. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan
menggunakan analgetik
secar tepat
Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian obat

32
analgetik

1. Implementasi

Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan melalui penerapan rencana

asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. Pada tahap ini perawat

harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang efektif,

mampu menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

observasi sistematis, mampu memberikan pendidikan kesehatan,

kemampuan dalam advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2008).

Implementasi adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana perawatan. Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri dan

kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).

2. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan.

Tahap ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi

atau kesejahteraan klien (Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat

bahwa evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat

melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat

membuat keputusan- keputusan klinis dan secara terus-menerus

mengarah kembali ke asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien

menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah terjadinya

33
masalah risiko, dan mempertahankan status kesehatan sejahtera.

Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan yang

diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan


Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.
Yogyakarta: Nuha Medika

2. Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal


Kronik dengan Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang.
Diploma Thesis Univesitas Andalas

3. Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2019). Askep Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

4. Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

5. Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi
Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction Jogja.

6. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi

34
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

7. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

8. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

9. Smeltzer & Bare. (2015). Textbook of Medical Surgical Nursing


volume 1). Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

10. Wijaya&Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Cetakan Pertama.

35

Anda mungkin juga menyukai