Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DAN PALIATIF


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Dosen Pembimbing Akademik: Ikbal Fradianto, S.Kep., Ners., M.Kep

DISUSUN OLEH:

RIZKI MUNANDAR
I1031211012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah yang terjadi
selama bertahun-tahun (Muttaqin dan Sari, 2014).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama
dan menetap, yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) sehingga ginjal tidak mampu memenuhi kebutuhan serta
menimbulkan sakit (Aspiani, 2015).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangana cairan
dimanagangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible elektrolit
sehingga terjadi uremia (kondisi ginjal ketika tidak lagi bisa menyaring dengan
baik)(Smeltzer & Bare, 2015).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Chronic
Kidney Disease (CKD) merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan menurunya fungsi ginjal yang terjadi minimal selama kurun waktu 3 bulan
diakibatkan oleh kelainan fungsi ginjal itu sendiri.

2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate
(GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemia ginjal dan kematian jaringan ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
neuropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinuria abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak
membrane glomerulus.
3. Patofisiologi (Pathway)
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute
untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbanganglomerolus dan
tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi
dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.Mekanisme adaptasi
pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute
untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbanganglomerolus dan
tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadiketidakseimbangan antara filtrasi dan
reabsorpsi disertai dengan hilangnyakemampuan pemekatan urin.
Ginjal mengalami penurunan dalam memproduksi hormon eritropoetin dimana
tugas dari hormone tersebut yaitu untuk merangsang sumsum tulang belakang
dalam memproduksi sel darah merah. Hal ini mengakibatkan produksi sel
darah merah yang mengandung hemoglobin menurun sehingga klien mengalami
anemia. Sel darah merah juga berfungsi dalam mengedarkan suplai oksigen
dan nutrisi ke seluruh tubuh, maka ketika sel darah merah mengalami penurunan,
tubuh tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga tubuh menjadi
lemas, tidak bertenaga, dan sesak (Smeltzer & Bare, 2015).
Berkurangnya suplai oksigen ke tubuh atau rendahnya kadar oksigen di tubuh
mengakibatkan tubuh melakukan metabolisme anaerob. Ketika Ginjal tidak dapat
mengeluarkan asam dari tubuh, dan adanya peningkatan asam laktat di tubuh
sehingga tubuh merasa kelelahan dan muncul rasa pegal atau nyeri sendi.
Patways

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Williams dan Wilkins (2010) adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan Kardiovaskuler Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan
sacrum), edema periorbital,gesekan pericardium, pembesaran vena-vena
di leher, pericarditis,tamponade, pericardium, hyperkalemia, hyperlipidemia.
b. Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental
dan lengket, suara ronchi basah kasar (krekels), penurunan reflek batuk, nyeri
pleura, sesak nafas, takipnea, pneumonitis uremik.
c. Gangguan Gastrointestinal.Terjadi gangguan mual muntah, pengecapan
rasa logam, cegukan,konstipasi, atau diare.dan nafas berbau amonia.
d. Gangguan Muskuloskeletal Restless leg syndrome (pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan)burning feet syndrome (rasa kesemutan dan
terbakar, terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi
otot-otot ekstremitas)osteodistrofi ginjal.
e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik,
kuku tipis dan rapuh,kulit kering dan mudah terkelupas, pruritus
berat, ekimosis, purpura,rambut kasar dan tipis.
f. Gangguan Endokrin Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan amenorea, atrofi testis, ketidaksuburan.
g. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa Terjadi
kehilangan natrium serta dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia,hipomagnesemia, hipokalsemia. dapat juga terjadi retensi garam
dan air.
h. Sistem Hematologi Anemia yang terjadi karena berkurangnya produksi
eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang dapat
berkurang, hemolysis yang disebabkan berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremik toksik, dapat juga terjadi gangguan
fungsi trombosit dan trombositopenia.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut E Marlynn (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal
ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan antara lain :
1. Urine : Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau
anuria.Warna secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri,lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hemoglobin, hemoglobin, porfirin. Berat jenis
kurang dari 1,010menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang
dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin
menurun, natrium lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4
lebih.
2. Darah : BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr. Eritrosit
:waktu hidup menurun. GDA (Glukosa Darah Acak) : Ph menurun kurang dari
7,2, asidosis metabolik. Natrium serum menurun, kalium
meningkat,magnesium/fosfat meningkat, protein (khusus albumin) : menurun.
3. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pielogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista,obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu,hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
8. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan : demineralisasi.
10. Biopsi ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi
konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit.
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada
pasien dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein : Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah
protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
2. Terapi diet rendah Kalium : Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari
6,5 mEq/L) merupakan komplikasi intradialitik yaitu komplikasi yang
terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai
resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat
memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan penyebab kematian
mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Asupan cairan
pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan yang
terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan juga
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan
dehidrasi,hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk
asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang
mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi : Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal
kronik,keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
5. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal : Hiperfosfatemia dikontrol
dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida
(300-1800mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi : Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal : Banyak obat-obatan yang harus
diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi : Diawasi dengan ketat
kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa,kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
9. Teknis nafas dalam : Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Latihan
nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan
mulut tertutup tahan selama 3 detik, kemudian mengeluarkan nafas
pelan-pelan melalui mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing
dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak
ada udara yang keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi
peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan
diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah
air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Mu’fiah,
2018).
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu pada
LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa :
1. Hemodialisa : Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme melalui membran semipermeabel atau yang disebut
dengan dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai
hemodialisis yaitu mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau
beberapa bulan sebelum hemodialisis dengan tujuan untuk memudahkan
perpindahan darah dari mesinke tubuh pasien.
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) : CAPD dapat digunakan
sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali
pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam tidur
sehingga cairan peritoneal dibiarkan semalam. Terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien dialisis peritoneal. Indikasi dialisis peritoneal
yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal : Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang
lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal
memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai.
Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh
merupakan keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal.
7. Komplikasi
Menurut Prabowo (2014) komplikasi yang dapat timbul dari penyakit gagal ginjal
kronik adalah :
1. Penyakit tulang : Penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar aluminium.
2. Penyakit kardiovaskuler : Ginjal yang rusak akan gagal mengatur
tekanan darah. Ini karena aldosteron (hormon pengatur tekanan darah) jadi
bekerja terlalu keras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena
memompa semakin banyak darah, tekanan darah tinggi membuat arteri
tersumbat dan akhirnya berhenti berfungsi. Tekanan darah tinggi dapat
menimbulkan masalah jantung serius.
3. Anemia : Anemia muncul akibat tubuh kekurangan eritrosit,
sehingga sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk
darah lama kelamaan juga akan semakin berkurang.
4. Disfungsi seksual : Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria kadang
merasa cepat lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan
seksual menjadi kurang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien Terdiri dari nama, no. rekam medis, tanggal lahir, umur,
agama, jeniskelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat,
tanggal masuk,diagnosa medis dan nama identitas penanggung
jawab meliputi :nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan
dan alamat
b. Pengumpulan Data Dasar
1) Keluhan utama
Biasanya Klien datang dengan keluhan utama yang didapat
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat
BAK,gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia),mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum),dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan
kesadaran,perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit,adanya napas berbau amonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalah dan mendapat pengobatan apa (Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit gagal ginjal gagal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik. Dan
Biasanya adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu CKD, maupun
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor
pencetus terjadinya penyakit CKD.
5) Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
yang baik. Pada klien Chronic Kidney Disease, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur
fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis. Klien akan mengurung diri
dan lebih banyak berdiam diri murung. selain itu, kondisi ini juga
dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan,sehingga klien mengalami kecemasan.
6) Keadaan Umum dan Tanda Tanda Vital
Kondisi klien Chronic Kidney Disease (CKD) biasanya
lemah,tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas.
Pada Pemeriksaan TTV sering didapatkan RR
meningkat,hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
7) Sistem Pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas, jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi.
8) Sistem Hematologi
Biasanya ditemukan friction rub pada kondisi uremia berat. Selain Itu,
biasa terjadi peningkatan tekanan darah, akral teraba dingin,CRT lebih
dari 3 detik, terjadi palpitasi jantung, chest pain, dyspnea,terjadi
gangguan pada irama jantung dan terjadi gangguan sirkulasi
lainya.
9) Sistem Neuromuskuler
Terjadi penurunan kognitif serta terjadi disorientasi pada
pasien Chronic Kidney Disease. Terjadi penurunan kesadaran terjadi
jika telah mengalami hiperkarbia dan sirkulasi serebral terganggu.
10) Sistem Kardiovaskuler
Retensi natrium dan air akan mengalami peningkatan karena tekanan
darah.Tekanan darah meningkat diatas keambangan akan
mempengaruhi volume vaskuler sehingga akan terjadi
peningkatan beban jantung pada klien Chronic Kidney Disease.
11) Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan Chronic Kidney
Disease akan mengalami disfungsi seksualitas karena
penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi Chronic Kidney
Disease Berhubungan dengan penyakit diabetes melitus, maka
akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak
pada proses metabolisme.
12) Sistem Perkemihan
Dengan terjadinya gangguan dan kegagalan fungsi ginjal
secara menyeluruh di proses filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekresi,
maka tanda gejala yang paling menonjol yaitu penurunan pengeluaran
urine kurang dari 400 ml/hari bahkan sampai pada tidak adanya urine.
13) Sistem pencernaan
Gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan lebih dikarenakan
efek dari penyakit itu sendiri. Sering ditemukan anoreksia,
mual,muntah, dan diare.
14) Sistem Muskuloskeletal
Dengan terjadinya gangguan penurunan atau kegagalan fungsi
sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi pada
tulang, sehingga beresiko terjadinya pengeroposan tulang yang
tinggi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
Diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Nurarif, 2015 dan SDKI, 2018):
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
2) Hipervolemia berhubungan dengan sistem regulasi
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
4) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL

1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi


efektif berhubungan keperawatan selama 1 x 24 Observasi
dengan Penurunan jam,diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi hemoglobin jaringan perifer meningkat (mis. nadi perifer,
ditandai dengan dengan kriteria hasil : edema,pengisian
Pengisian Kapiler >3 1. Denyut nadi perifer kapiler,warna, suhu,
detik,Nadi perifer Meningkat ankle-brachial index)
menurun Akral Teraba 2. Warna kulit pucat 2. Identifikasi faktor resiko
dingin, Warna Kulit Menurun gangguan sirkulasi
pucat,Turgor kulit 3. Nyeri ekstremitas (mis.diabetes
menurun menurun perokok,orang
tua,hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
3. Monitor panas,Kemerahan
Terapeutik
1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan
Infeksi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan Berolahraga
rutin
3. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi

2. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia


Berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Observasi
Gangguan mekanisme jam,diharapkan status 1. Periksa tanda dan gejala
Regulasi ditandai keseimbangan cairan hypervolemia
dengan Edema dapat ditingkatkan dengan 2. Identifikasi penyebab
Anasarka dan/atau kriteria hasil: hypervolemia
edema perifer, berat 1. Tekanan darah 3. Monitor intake dan output
badan meningkat dalam dalam batas normal cairan
waktu singkat 2. Denyut nadi radial
dalam batas normal Terapeutik
3. Keseimbangan 1. Timbang berat badan
intake dan output setiap hari pada waktu
dalam 24 jam yang sama
4. Berat badan stabil 2. Batasi asupan cairan dan
5. Turgor kulit tidak garam
mengkilap dan 3. Tinggikan kepala tempat
tegang tidur 30-40 derajat.

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urine<0.5
ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi Penggantian
Kehilangan kalium akibat
diuretic

3. Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Observasi
ketidakmampuan jam defisit nutrisi teratasi 1. Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
Ditandai dengan Berat 1. Porsi makan yang intoleransi makanan
badan menurun dihasilkan 3. Identifikasi Makanan yang
minimal 10% dibawah meningkat disukai
rentang ideal 2. Kekuatan otot 4. Identifikasi Kebutuhan
pengunyah kalori dan jenis nutrien
meningkat
3. Kekuatan otot Terapeutik
menelan meningkat 1. Lakukan oral hygiene
4. Serum albumin sebelum makan, jika perlu
meningkat 2. Fasilitasimenetukanpedom
an diet (mis.Piramida
makanan

Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi Pemberian
medikasi sebelum makan
(mis.Pereda
nyeri,antlemetik)

4. Nyeri Akut Berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri


Dengan Agen keperawatan selama 1x24 Observasi
Pencendera fisiologis jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi
mengeluh nyeri, tampak nyeri berkurang dengan Lokasi,karakteristik,
meringis, sulit tidur kriteria hasil: durasi,frekuensi,
1. Keluhan nyeri kualitas,intensitas nyeri.
menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri
3. Kesulitan tidur non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
memperberat

Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberianan
algetik, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah rencana yang
telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
diharapkan dapat mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah direncanakan
dalam tindakan keperawatan yang diprioritaskan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramat dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi Terbagi
atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi Formatif
berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan),analisa data dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal


BedahKeperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan
Saepuloh, T. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease(Ckd)
Dengan Kelebihan Volume Cairan Diruang Marjan Bawah Rumah Sakit Umum
Daerah Dr Slamet Garut.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definsi
dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.
Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan

Anda mungkin juga menyukai