Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

GAGAL GINJAL KRONIS

Disusun oleh:

Kelompok 6b

Ayunda Wibowo (1602005)

Bernadet Gerhana (1602008)

Junivka Jelita (1602028)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehinggaMakalah asuhan keperawatan CKD dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 20 September 2019

Penyusun
BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) atau
yang sering disebut juga dengan gagal ginjal kronis (GGK) adalah
kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
racun dan produk sisa dari darah dengan ditandai adanya protein dalam
urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama
lebihdari3 bulan (Black&Hawks,2009). Sebanyak 10% dari populasi dunia
terkena PGK ,dan jutaan diantaranya meninggal setiap tahun karena
pengobatan yang tidak terjangkau (World Kidney Day,2015). Menurut
studi Global Burdenof Disea setahun2010,PGK menempati peringkat ke-
27 dalam daftar penyebab kematian diseluruh dunia pada tahun 1990,
namun naik menjadi peringkat ke-18 pada tahun 2010 (Jhaetal.,2013).
Lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia saat ini menerima pengobatan
dengan dialisis atau transplantasi ginjal untuk tetap hidup, namun angka
ini mungkin hanya mewakili 10% dari orang yang benar-benar
membutuhkan pengobatan untuk hidup (Couseretal.,2011).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana Konsep Medis CKD?
2. Bagaimana asuhan keperawatan CKD?

C. Tujuan
Setelah mempelajari Makalah ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan masing-masing Konsep Medis CKD
2. Memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan CKD
BAB II

Tinjauan Teoritis

A. Pengertian
ChronicKidneyDisease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunanya glomerulus filtrationrate (GFR) (Nahas dan Levin, 2010).
CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif
dnireversible. Ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairan
sisa metabolisme dan cairan tubuh dalam keadaan asupan makan normal
(Aurora, 2013)
Chronic renal failure adalah kidneyillness yang tidak dapat pulih kembali
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang sangat progresif dan
mengarah pada peyakit ginjal tahap akhir ( Padila, 2012, p.246)

B. Etiologi
1. Hipertensi
Hipertensi yg terlalu lama membuat perubahan struktur pada arteriol
di seluruh tubuh menyebabkan fibrosis dan sclerosis di dinding
pembluh darah. Sasarannya adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal aterosklerosis ginjal karena hipertensi lama daapat
mengakibatkan nefrosklerosisbenigna, akibat langsung dari iskemia
renal membuat renal mengecil membuat lesi yg muncul lalu
terajadisclerosis arteri kecil pada arterioleferen mengakibatkan
penyumbatan arteri dan arteriol. Sehingga terjadi kerusakan
glomerulus & atrofi tubulus membuat seluruh nefron rusak
2. Glomerulunefritis
Terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus diakibatkan
karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Terjadi
peningkatan aliran darah akan pengaktifan komplemen peningkatan
aliran darah & peningkatan permeabilitas kapiler & filtrasi glomerus
sehingga proteinplasma& eritrosit bocor melalui glomerulus
3. Syndrome Lupus Eritematosus (SLE)
Nefritis lupus, kompleks imun dalam sirkulasi yang terjebak
dlmmembranebasalis glomerulus menimbulkan kerusakan.
Perubahan yg paling dini sering kali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus
4. Policistic Kidney Disease (PKD)
Ditandai dg kista-kista multiple, bilateral, & berekspansi lama2
mengganggu & menghancurkan parenkim ginjal normal karena
penekanan. Lama-lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsinya dan ginjal menjadi rusak
5. Pielonefritis
Merupakan infeksi yg terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis akut
kerena infeksi hematogen. Pielonefritis kronik karena infeksi yang
berulang-ulang & biasanya ditemukan pada individu yangg mengidap
batu, obstruksi lain atau refluksvesikoureter
6. Diabetes Mellitus
DM menyerang struktur & fungsi ginjal. Nefropatidiabetic membuat
semua lesi yg terjadi pada ginjal.

C. Faktor Resiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50
tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga (National KidneyFoundation, 2009).
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
1. Gangguan Biokimia
Asidosis metabolic : gangguan kemampuan ginjal utk ekskresi ion H+
mengakibatkan asidosis sistemik disertai penurunan kadar bikarbonat
(HCO3) dan pH plasma . Gejala anoreksia, mual, lelah
Ketidakseimbangan Kalium : disebabkan juga karena
hipokalemisistemik melalui pergeseran ion K+ dari intra ke ekstra.
Efek samping : hantaran listrik ke jantung dapt menyebabkan
disritmia dan henti jantung
Ketidakseimbangan Natrium : Saat insufisiensi ginjal dini
menyebankanpolyuria, sehingga terjadi kehilangan natirum
menyebabkan peningkatan zat yg terlarut pada nefron yg utuh.
Membuat retensi Na dan air sehingga beban sirkulasi berlebihan,
edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif
Hipermagnesemia : Mg menurun mengakibat anoreksia,
berkurangnya asupan protein, penurunan absorpsi saluran cerna
Hiperurisemia : terjadi peningkatan kadar asam urat serum dan
pembentukan kristal2 yg menyumbat ginjal. Pada GGK asam urat
meningkat (normal 4-6 mg/100 ml)

2. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik
hitam dan gatal karena pengedapan kalsium pada kulit. Warna kulit
abu-abu mengkilat bersemu kuning terutama telapak tangan dan
kaki, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku menajadi tipis dan
rapuh

3. Gangguan Sistem Kardiovaskuler


Hipertensi : penimbunan garam dan air atau karena sistem renin
angiotensinaldosterone (RAA)
Sesak nafas : bisa terjadi karena kelebihan cairan tubuh
Pericarditisyg disertai efusi pericardial
4. Gangguan Sistem Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, muntah : terbentuknya zat toksik (amoniak, metal
guanine) metabolisme protein yg terganggu oleh bakteri usus jahat
Bau ammonia dari mulut timbul stomatitis

5. Gangguan Sistem Hematologi


Anemia disertai perdarahan akibat penurunan fungsi trombosit
(trombositopeni). Fungsi leukosit & limfosit terganggu sehingga
pertahanan seluler terganggu menyebabka penurunan imunitas

6. Gangguan Sistem Saraf Otot


Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak
(retlesslegsyndrome). Kadang terasa terbakar pada kaki
Gangguan yang lain : kelemahan, gangguann tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadarax

7. Gangguan Sistem Endokrin


Gangguan seksual penurunan libido, infertilitas (pria), pada wanita
gangguan menstruasi hingga amenorrhea

8. Gangguan Sistem Pernafasan


Terjadi edema pulmonal karena kelebihan cairan

9. Gangguan Sistem Persarafan


Rest less leg syndrome, merasa pegal bawah tungkai selalu
menggerakkan kakunya
Burning feet syndrome, rasa kesemutan & seperti terbakar terutama
di telapak kaki
Ensefalopati metabolic, lemah & tidak bisa tidur, tremorMiopati,
kelemahan & hipertrofi otot-otot ekstermitas proksimal
F. Tahapan terjadinya Kondisi CKD
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya
serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang
mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat,
sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian
dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring
dengan penyusutan progresif nefronnefron, terjadi pembentukan jaringan
parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut
sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh
ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya
untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan
kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsitubulus dalam setiap
nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam
ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil
dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga
tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar
75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat
terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan
glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan.
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat
terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan
dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin
rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar
perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan
memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine
tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan
merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).

G. Kompensasi Tubuh
1. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin tidak adekuat
mengakibatkan memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi
dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan.
2. Etensii Cairan dan Natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan/mengencerkan urine secara normal.
Menyebabkan terjadi penahanan cairan &natriumsehingga
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi
3. Ketidakseimbangan Kalium &Fosfat
Dengan menurunnya GFR mengakibatkan terjadi peningkatan fosfat
serum dan menyebabkan kalsium menurun. Bila terjadi penurunan
kalsium maka akan terjadi sekresi parathormon tetapi pada kondisi
gagal ginjal tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon sehingga membuat kalsium tulang menurun
membuatperubahan pada tulang dan penyakit tulang Penyakit Tulang
Uremik (Osteodistrofi)
4. EdemaPulmonal
Sering terjadi akibat kelebihan cairan tubuh

H. Pemeriksaan Diagnostik dan penjelasannya


Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu
memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG),
identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua
faktor pemburuk faal ginjal.
1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum
dan asam uratserum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk
faal ginjal (LFG).
2. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin,
kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas
penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG).

I. Alat ukur/instrumen
1. TesKreatinin
Bila ginjal bermasalah akan terjadi peningkatan nilai kreatinin. Serum
Kreatinin berfungsi untuk mengukur kerja ginjal dalam menyaring.
2. GFR
Menggunakan kadar kreatinin dalam darah. Bila semakin tinggi kadar
kreatinin dalam darah artinyasemakin rendah laju ganjil dan
pembersihan kreatinin. Diagnosa gagal ginjal krois dapat di tegakkan
bila nilai GFR < 60 ml/menit/1.73 m2

J. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Hemodialisa adalah teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredran darah manusia melalui membran semi permeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultra filtrasi.
b. Obat-obatan. Obat diuretik untuk meningkatkan urinasi,
alumunium hidroksida untuk terapi hiper fosfatemia, antihipertensi
untuk terapi hipertensi.
c. Transplantasi Ginjal.
2. Keperawatan
a. Penanganan Hiperkalemia
Masalah utama pada GGK adalah keseimbangan cairandan
elektrolit dan merupakan kondisi yang palng mengancam jiwa.
Pasien akan dipantau memalui serangkaian pemeriksaan
1) Kadar elektrolit serum (Nilai Kalium > 5,5 mEq/L)
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion sesin (Natrium polistriten sulfonat) secara
oral atau melalui retensi enema.
2) Perubahan EKG (tinngi puncak gelombang T rendah atau
sangat tinggi)
3) Perubahan status klinik
b. Memepertahankan keseimbangan cairan
Dilakukan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan hilang,
tekanan darah dan status klnis pasien. Masukan dan haluaran
oral dan paarenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase
lusa, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk
terapi penggantian cairan
BAB lll
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Inspeksi
a. Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat. Kulit
dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal
yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau
kering. Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema,
indikasi retensi dan penumpukan cairan.
b. Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c. Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa
atau pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d. Meatusurimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan
memakai sarung tangan untuk membuka
meatusurinary.WanitaWanita: posisi dorsal rekumben, litotomi,
buka labia dengan memakai sarung tangan.
2. Palpasi
a. Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak
jaringan.
1) Posisi posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah
kanan
2) Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga
dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila
mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites,
distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila
kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi
infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat
mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi
infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi
hidronefrosis.
3) Pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan
sementara tangan kiri mendorong ke atas.
4) LakukanLakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang
lainnya.
b. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali
terjadi ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysispubis
dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba
lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3. Auskultasi
Menggunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian
atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika
terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri
renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal).

B. Diagnosis Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
haluaranurin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
2. IntoleransiIntoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan
dengan kurang terpajan, salah interprestasiimformasi
C. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
haluaranurin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output.

Intervensi Rasional

a. Kaji status cairan dengan a. Pengkajian merupakan dasar dan data


menimbang berat badan dasar berkelanjutan untuk memantau
perhari, keseimbangan perubahan dan mengevaluasi intervensi.
masukan dan haluaran, turgor
kulit dan adanya edema,
distensi vena leher, dan tanda-
tanda vital.
b. Batasi masukan cairan b. Pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaranurin, dan
respon terhadap terapi.
c. Jelaskan pada pasien dan c. Pemahaman meningkatkan kerjasama
keluarga tentang pembatasan pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan. cairan
d. Bantu pasien dalam d. Kenyamanan pasien meningkatkan
menghadapi ketidaknyamanan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
akibat pembatasan cairan.
e. Tingkatkan dan dorong e. Hygiene oral mengurangi kekeringan
hygiene oral dengan sering. membrane mukosa mulut.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.Kriteria
Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.

Intervensi Rasional

a. Kaji faktor yang menimbulkan a. Menyediakan informasi tentang


keletihan; anemia, indikasi tingakat keletihan
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, retensi produk
sampah, depresi. .
b. Tingkatkan kemandirian dalam b. Meningkatkan aktivitas ringan/
aktivitas perawatan diri yang sedang dan memperbaiki harga
dapat ditoleransi; bantu jika diri
keletihan terjadi. .
c. Anjurkan aktivitas alternatif c. Mendorong latihan dan aktivitas
sambil istirahat. dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang
adekuat.
d. Anjurkan untuk beristirahat d. Istirahat yang adekuat dianjurkan
setelah dialisis. setelah dialysis, yang bagi
banyak pasien sangat
melelahkan.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan
kurang terpajan, salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar

Intervensi Rasional

a. Kaji ulang pengetahuan klien a. Memberikan dasar pengetahuan dimana


tentang proses penyakit/ pasien dapat membuat pilihan
prognosis. berdasarkan imformasi.

b. Kaji ulang pembatasan diet, b. Pembatasan fosfat meransang kelenjar


fosfat, dan Mg. paratiroid untuk pergeseran kalsium dan
tulang.
c. Kaji ulang tindakan c. Menurunkan resiko sehubungan dengan
mencegah perdarahan : sikat perubahan pembekuan/ penurunan
gigi halus. jumlah trombosit.

d. Buat program latihan rutin, d. Membantu dalam mempertahankan


kemampuan dalam toleransi tonus otot dan kelenturan sendi.
aktivitas.
e. Identifikasi tanda dan gejala e. Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi,
yang memerlukan evaluasi dan semua meningkatkan resiko infeksi.
medik segera, seperti:
demam, menggigil,
perubahan urin/ sputum,
edema, ulkus, kebas,
spasme pembengkakan
sendi, pe↓ ROM, sakit
kepala, penglihatan kabur,
edema.
BAB lII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Banyak kondisi
klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi,
apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal
secara progresif. Dan gagal ginjal kronik juga dapat memberikan tanda dan
gejala secara sitemik bagi tubuh serta masalah keperawatan berupa
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intakeinadekuat, mual, muntah,
anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut, resiko
penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi
jaringan lunak, resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status
metabolic dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis. Salah satu penatalaksanaan
medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah dialysis. Dialysis juga
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yand serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu
penyembuhan luka

B. Saran
1. Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat
kepada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan
perkembangan ilmu.
2. Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi,Edisi 3. EGC : Jakarta.

Firmansyah.Stadium Akhir. PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia : Jakarta.

Mutaqien & Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Salemba Medika : Jakarta.

Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah. EGC : Jakarta

Sudoyo, A. W dkk.2009.Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid II. Edisi V.Pusat Penerbitan IPD FK UI:Jakarta.

Tambayong. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai