DISUSUN OLEH:
SRI LESTARI
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan Dengan diagnosa medis CKD (Chronic Kidney Disease)di Ruang Icu
Rsud Kota Mataram.
Penulis menyadari pula, bahwa selesainya Laporan ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan baik berupa moral maupun material dan semua pihak
terkait. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima
kasih banyak kepada Dosen pembimbing dan rekan mahasiswa yang memberikan
masukan dan petunjuk serta saran – saran yang baik.
Penulis
BAB I
A. DEFINISI
berujung pada uremia dan azotemia. CKD adalah kerusakan ginjal yang
akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secera bertahap. Penyakit
ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan
Gagal ginjal kronik atau penuyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah).
ml/mnt/1,73m2).
ml/mnt/1,73m2).
(45-59 ml/mnt/1,73m2).
B. Etiologi
a. Glomerulonefritis
b. Proteinuria
lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2
(Sudoyo, 2010).
c. Penyakit Ginjal Diabetik
d. Amiloidosis Ginjal
(Sudoyo, 2010).
e. Diabetes militis
Diabetes melitus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30%
arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah
tubulus.
Selain itu ada penyebab lain dari gagal ginjal kronik diantaranya :
d. Kista di ginjal
b. Dyslipidemia
e. Preeklamsia
f. Obat-obatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), setiap sistem tubuh pada chrronic
Kidney Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejela pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut:
1) Manifestasi kardiovaskuler
2) Manifestasi dermatologi
3) Manifestasi pulmoner
4) Manifestasi gastrointestinal
uremikum.
5) Manifestasi sistem perkemihan
pada tubuh.
6) Manifestasi neurologi
7) Manifestasi muskuloskeletal
8) Manifestasi reproduktif
D. Patofisiolog
Patofisiologi CKD disebabkan mekanisme kerusakan ginjal,
awalnya diakibatkan oleh etiologi dari CKD yang paling sering terjadi
seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, dan Glomerulonefritis. Pasien
Diabetes Melitus sehingga Hiperglikemik atau kelebihan kadar gula
dimana penyebabkan kerja ginjal menjadi berat untuk menyaring
kelebihan kadar gula dalam darah, jika hal itu terjadi terus menerus akan
menyebabkan kerusakan pada glomerulus yang merupakan selaput tipis
sebagai menyaring darah di ginjal. Pasien Hipertensi sehingga terjadi
tekanan darah yang menyebabkan arterosklerosis yaitu pembengkakan
pembuluh darah dan kaku sehingga lumen pembuluh darah mengecil dan
darah yang membawa oksigen tidak bisa mengalir ke dalam ginjal
akibatnya menyebabkan penurunan LFG. Dari penurunan LFG akan
terjadi adaptif hemodinamik atau hiperfiltrasi, yang mana dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dalam kapiler glomerulus dan
peningkatan laju aliran darah glomerulus. Selanjutnya terjadi hipertrofi
glomerulus, kerusakan sel mesangial, kerusakan sel endotel dan epitel
yang menyebabkan proteinuria. Protein yang difilter seperti albumin,
transferrin, faktor komplemen, imunoglobulin, sitokin, dan angiotensin
II adalah racun bagi sel tubular ginjal. Proteinuria juga terkait dengan
aktivasi komponen komplemen pada membran apikal tubulus proksimal.
Bukti akumulasi sekarang menunjukkan bahwa aktivasi komplemen
intratubular mungkin menjadi mekanisme utama kerusakan pada
nefropati proteinurik. Proteinuria dapat menyebabkan terjadinya
glomerulosklerosis yang berkaitan dengan kehilangan nefron. Nefron
merupakan unit terpenting dari ginjal yang berfungsi untuk menjalankan
fungsi-sungsi ginjal, yang terdiri atas tubulus proximal, tubulus kontortus
distal, dan lengkung henle. Sehingga apabila ginjal kehilangan massa
nefron, maka ginjal akan mengajami penurunan fungsinya dan
memperburuk progesifitas CKD (Dipiro dkk, 2020)
E. Komplikasi
abnormal
F. Pemeriksaan penunjang
meliputi :
1. Urine
2. Darah
(wanita)
e. Na ++ serum : menurun
f. K+ : meningkat
g. Mg +/ fosfat : meningkat
3. Radiologi
retensi.
c. Pengendalian K+ darah
e. Penanggualan asidosis
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Transplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
H. Pencegahan
umum yang memiliki peran dalam kejadian gagal ginjal kronik supaya
b. Dialisis yakni tahapan difusi zat terlarutkan serta air yang dengan
cair ke komportemen cair yang lain. Ada dua teknik dasar yang
(Fahmi, 2010).
lebih berat bahkan sampai kematian. Upaya ini dilakukan pada penderita
kronik
tulang
GFR Menurun
Stimulus nyeri
Nyeri akut
BAB II
A. Pengkajian
i. Aktivitas/istirahat
gerak.
ii. Sirkulasi
(angina).
jaringan umum dan pitting pada telapak kaki dan telapak tangan,
perubahan kepribadian.
iv. Makanan/cairan
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada
v. Eliminasi
vi. Neurosensori
(neuropati perifer).
vii. Nyeri/kenyamanan
viii. Pernapasan
dengan/tanpa sputum.
ix. Keamanan
x. Seksualitas
xii. Penyuluhan
berulang.
B. Diagnosa keperawatan
cairan
upaya nafas
fisiologis.
pertahanan tubuh.
tidur
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang
bersamaan.
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40 derajat.
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urine < 0,5 Ml/kg/jam
dalam 6 jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian CRRT,
bila perlu.
2 (D. 0005) Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas (I. 01011)
efektif berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
hambatan upaya nafas “pola nafas” membaik dengan kriteria 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
hasil : kedalaman, usaha nafas).
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahan,
2. Penggunaan otot bantu nafas gurgling, mengi, wheezing,
menurun ronkhikering)
3. Frekuensi nafas membaik 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dan chin-lift (jaw-
thrustjika curiga
traumascervikal)
2. Posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
dengan forscp
8. Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jiak tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3 (D. 0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3x24 jam “tingkat Observasi
pencedera fisiologis. nyeri” (L.08066) menurun dengan 1. Indentifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri.
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
4. Kesulitan tidur menurun verbal
5. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang
6. Pola tidur membaik memperberat dan memperingan
nyeri
5. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
6. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi musik,
aroterapi)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan).
3. Fasilitas istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik norfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu.
4 (D. 0056) Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I. 05178)
aktivitas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam maka Observasi
dengan kelemahan. “intoleransi aktivitas” 1. Identifikasi gangguan fungsi
(L.05047) menurun dengan kriteria tuuh yang mengakibatkan
hasil : kelelahan
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Perasaan lemah menurun emosional
3. Kemudahan melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari meningkat. 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas.
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
5 (D. 0136) Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan cedera (I. 14537)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam tingkat Observasi
kegagalan mekanisme cedera menurun (L. 14136) dengan 1. Identifikasi area lingkungan
pertahanan tubuh. kriteria hasil: yang berpotensi menyebabkan
1. Kejadian cedera menurun cedera
2. Ekspresi wajah kesakitan 2. Identifikasi obat yang berpotensi
menurun menyebabkan cedera
3. Tekanan darah membaik 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki
4. Frekuensi nadi membaik atau stocking elastis pada
5. Gangguan mobilitas menurun ekstremitas bawah
Terapeutik
1. Sediakan pencahayaan yang
memadai
2. Gunakan lampu tidur selama jam
tidur
3. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruang rawat (mis.penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika beresiko
mengalami cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal
untuk eliminasi ditempat tidur,
jika perlu.
7. Diskusikan mengenai terapi
latihan dan fisik yang diperlukan
8. Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan.
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri.
6 (D.0055) Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan keperatan Dukungan Tidur (I. 09265)
tidur berhubungan dengan selama 3x24 jam gangguan pola tidur Observasi :
kurang kontrol tidur dapat teratasi (L.05045) dengan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
kriteria hasil: tidur.
1. Kesulitan sulit tidur menurun 2. Identifikasi penganggu tidur
2. Keluhan pola tidur berubah (fisik atau psikologis).
menurun 3. Identifikasi makanan dan
3. Keluhan istirahat tidak cukup minuman yang mengganggu
menurun tidur.
4. Keluhan istirahat tidak cukup 4. Identifikasi obat tidur yang
menurun dikonsumsi.
5. Keluhan tidak puas tidur menurun
Teraupetik
1. Modifikasi lingkungan.
2. Batas waktu tidur siang, jika
perlu.
3. Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur.
4. Tetapkan jadwal tidur rutin.
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan.
6. Sesuaikan jadwal pemberian
obat atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga.
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit.
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur.
3. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM.
4. Ajarkan faktor-faktor
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur.
5. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara non-farmakologis
lainnya.
7. Risiko jatuh ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan (I.14540) Pencegahan jatuh
kekuatan otot menurun, keperawatan selama 3x24 jam Observasi
penggunaan alat bantu diharapkan risiko jatuh teratasi dengan 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
berjalan (D.0143) kriteria hasil: 2. Identifikasi risiko jatuh
(L.14138) Tingkat jatuh setidaknya sekali setiap shift
1. Jatuh dari tempat tidur menurun atau sesuai kebijakan institusi
2. Jatuh saat berdiri menurun 3. Identifikasi faktor lingkungan
3. Jatuh saat duduk menurun yang meningkatkan risiko
4. Jatuh saat berjalan menurun jatuh
5. Jatuh saat dipindahkan 4. Hitung risiko jatuh dengan
menurun menggunakan skala
6. Jatuh saat naik tangga menurun 5. Monitor kemampuan
7. Jatuh saat dikamar mandi berpindah dari tempat tidur ke
menurun kursi roda dan sebaliknya.
Terapeutik
8. Jatuh saat membungkuk 1. Orientasi ruangan pada pasien
menurun dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam
keadaan terkunci
3. Pasang handral tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat dari nurse
station
6. Menggunakan alat bantu
berjalan
7. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
8. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri.
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap klien yang
didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan
meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Implementasi keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus
melakukan pengumpulan data yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah disusun dan direncanakan
tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam Harmoko, 2012) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya
intervensi intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi
yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling utama dan penting adalah bahwa metode tersebut harus
disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sudah di evaluasi
DAFTAR PUSTAKA