Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CKD


(CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RUANG ICU RSUD KOTA
MATARAM

DISUSUN OLEH:
SRI LESTARI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan Dengan diagnosa medis CKD (Chronic Kidney Disease)di Ruang Icu
Rsud Kota Mataram.

Dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini penulis telah berusaha


untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang penulis miliki, penulis menyadari
bahwa laporan pendahuluan ini masih jauh dari kata sempurna.

Terselesaikannya laporan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada Bapak Renaldi M S.Kep., Ns. M.Kep dan Ibu
Nurfitri S.kep., Ns. M.Kep selaku Pembimbing Akademik.

Penulis menyadari pula, bahwa selesainya Laporan ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan baik berupa moral maupun material dan semua pihak
terkait. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima
kasih banyak kepada Dosen pembimbing dan rekan mahasiswa yang memberikan
masukan dan petunjuk serta saran – saran yang baik.

Mataram, November 2023

Penulis
BAB I
A. DEFINISI

Chronic Kidney Disease merupakan penurunan semua ginjal

secaraprogresif irreversible dimana ginjal menunjukkan kegagalan dalam

memelihara metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga

berujung pada uremia dan azotemia. CKD adalah kerusakan ginjal yang

terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkaln kelainan patologis atau

petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Gagal ginjal kronik biasanya

akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secera bertahap. Penyakit

ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal kronik irreversibel yang sudah mencapai tahapan dimana

penderita memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa dianalisis atau

transplantasi ginjal (Suwitra, 2007).

Gagal ginjal kronik atau penuyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metebalisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah).

Kategori CKD berdasarkan Glomerula Filtration Rate (GFR) menurut

National Kidney Foundation dalam Kidney Disease Improving Global

Outcomes (KDIGO) 2012 terbagi menjadi 6 derajat :


a. Derajat GI yaitu gagal ginjal dengan GFR normal atau tinggi (≥90

ml/mnt/1,73m2).

b. Derajat G2 yaitu gagal ginjal dengan penurunan GFR ringan (60-89

ml/mnt/1,73m2).

c. Derajat G3a yaitu gagal ginjal dengan penurunan GFR sedang-sedang

(45-59 ml/mnt/1,73m2).

d. Derajat G3b yaitu ga

e. gal ginjal dengan penurunan GFR sedang-berat (30-44 ml/mnt/1,73m2).

f. Derajar G4 yaitu gagal ginjal dengan penurunan GFR kurang dari 15

ml/mnt/1,73m2 atau mengalami dialisis.

B. Etiologi

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang

perogresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa

tahun dan tidak reversible) (NIC-NOC 2015).

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada

glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan

struktur, dan fungsi glomerulus (Sudoyo, 2014).

b. Proteinuria

Adanya protein di dalam urin manusia melebihi nilai normalnya

lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2

(Sudoyo, 2010).
c. Penyakit Ginjal Diabetik

Pada pasien diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,

seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih,

pielonefritis, yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik

padapasien diabetes (Sudoyo, 2010).

d. Amiloidosis Ginjal

Amiloidosis ginjal adalah penyakit dengan karakteristik

penimbunan polimer protein di ekstraseluler dan gambaran dapat

diketahui dengan histokimia dan gambaran ultrastruktur yang khas

(Sudoyo, 2010).

e. Diabetes militis

Diabetes melitus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30%

pasien menerima dialisis. Hipertensi adalah penyebab utama ESRD

kedua (Yulia, 2015).

a) Etilogi menurut : Buku ajar “Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan gangguan perkemian” (Yuli 2015).

b) Obstruksi dan infeksi, liskemia dan infeksi nefron-nefron ginjal.

c) Nefrotik diabetik, angiopati sehingga jaringan ginjal <02 dan nutrisi.

d) Nefritis hipertensil, vaskularisasi jaringan ginjal kurang.

e) Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal.

f) Eritematosa lupus sistemik kompleks imun terbentuk di membram

basalis yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis dengan

glumerulonefritis fokal, lokal, atau difus.


g) Nefrosklerosis hipertensi

Hipertensi jangka panjang menyebabkan sklerosis dan penyempitan

arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah

yang menyebabkan iskemia, kerusakan glomerulus, dan atrifi

tubulus.

Selain itu ada penyebab lain dari gagal ginjal kronik diantaranya :

1. Penyakit dari ginjal

a. Penyakit pada glomerulus: glomerulonefritis

b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis

c. Batu ginjal : nefrolitiasis

d. Kista di ginjal

e. Trauma langsung pada ginjal

f. Sumbatan : batu, tumor, penyempitan

2. Penyakit umum di luar ginjal

a. Penyakit iskemik : DM, hipertensi, kolestrol tinggi

b. Dyslipidemia

c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus

d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

e. Preeklamsia

f. Obat-obatan

g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (lika bakar).


C. Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2014), setiap sistem tubuh pada chrronic

Kidney Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan

menunjukan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala

bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan

kondisi yang mendasari. Tanda dan gejela pasien gagal ginjal kronis adalah

sebagai berikut:

1) Manifestasi kardiovaskuler

Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem

renin-angitensin-aldosteron, piting edema (kaki, tangan, sakrum),

pembesaran vena leher dan anemia.

2) Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, berisik, pruritus,

ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3) Manifestasi pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kussmaul

4) Manifestasi gastrointestinal

Manifestasi gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, penurunan

selera makan, hiccup stomatitis, fecor uremikum. Manifestasi ini berasal

dari kondisi uremia sehingga menyebabkan penurunan selera makan,

nausea, vomitus, penurunan selera makan, hiccup stomatitis dan fector

uremikum.
5) Manifestasi sistem perkemihan

Ditemukannya oligura, anuria dan proteinuria. Protenuria

menyebabkan kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah satunya yaitu

albumin, rendahnya albumin termanifestasikan dengan adanya edema

pada tubuh.

6) Manifestasi neurologi

Kelemahan, dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan

tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku,

7) Manifestasi muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

8) Manifestasi reproduktif

Amenore dan atrofi testikuler.

D. Patofisiolog
Patofisiologi CKD disebabkan mekanisme kerusakan ginjal,
awalnya diakibatkan oleh etiologi dari CKD yang paling sering terjadi
seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, dan Glomerulonefritis. Pasien
Diabetes Melitus sehingga Hiperglikemik atau kelebihan kadar gula
dimana penyebabkan kerja ginjal menjadi berat untuk menyaring
kelebihan kadar gula dalam darah, jika hal itu terjadi terus menerus akan
menyebabkan kerusakan pada glomerulus yang merupakan selaput tipis
sebagai menyaring darah di ginjal. Pasien Hipertensi sehingga terjadi
tekanan darah yang menyebabkan arterosklerosis yaitu pembengkakan
pembuluh darah dan kaku sehingga lumen pembuluh darah mengecil dan
darah yang membawa oksigen tidak bisa mengalir ke dalam ginjal
akibatnya menyebabkan penurunan LFG. Dari penurunan LFG akan
terjadi adaptif hemodinamik atau hiperfiltrasi, yang mana dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dalam kapiler glomerulus dan
peningkatan laju aliran darah glomerulus. Selanjutnya terjadi hipertrofi
glomerulus, kerusakan sel mesangial, kerusakan sel endotel dan epitel
yang menyebabkan proteinuria. Protein yang difilter seperti albumin,
transferrin, faktor komplemen, imunoglobulin, sitokin, dan angiotensin
II adalah racun bagi sel tubular ginjal. Proteinuria juga terkait dengan
aktivasi komponen komplemen pada membran apikal tubulus proksimal.
Bukti akumulasi sekarang menunjukkan bahwa aktivasi komplemen
intratubular mungkin menjadi mekanisme utama kerusakan pada
nefropati proteinurik. Proteinuria dapat menyebabkan terjadinya
glomerulosklerosis yang berkaitan dengan kehilangan nefron. Nefron
merupakan unit terpenting dari ginjal yang berfungsi untuk menjalankan
fungsi-sungsi ginjal, yang terdiri atas tubulus proximal, tubulus kontortus
distal, dan lengkung henle. Sehingga apabila ginjal kehilangan massa
nefron, maka ginjal akan mengajami penurunan fungsinya dan
memperburuk progesifitas CKD (Dipiro dkk, 2020)

Perubahan fisiologis yang dapat terjadi sebagai dampak CKD adalah


:
a. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak
mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan
yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau
berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan
nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-
nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik,
menyebabkan seseorang menjad dehidrasi (Husaini, 2020).
b. Ketidakseimbangan Natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius
dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium
setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi
kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”.
Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi
pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga
menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium
lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah
dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada CKD yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan
meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang
sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun
di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25
mEq/hari, maksimal ekskresinya 150- 200 mEq/hari. Pada keadaan
ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari13. (Husaini, 2020).
c. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol
maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium 4. Keseimbangan
kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine

dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia


terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak
pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia.
Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat. Pada
penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal meresorbsi kalium sehingga
ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten,
kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3
menurun dan natrium bertahan (Husaini, 2020).
d. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu
mengekskresikan ion Hidrogen untuk menjaga pH darah normal.
Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan
pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-
menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi
secara efektif melewati glomerolus, NH3 menurun dan sel tubuler
tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh
mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan
terjadinya osteodystrophy (Husaini, 2020).
e. Ketidakseimbangan
Magnesium Magnesium pada tahap awal CKD adalah
normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine
menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake
yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung, (Husaini,
2020).
f. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh
parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi
kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler

dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,


hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul
hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu.
Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenaldystrophy (Husaini, 2020).
g. Gangguan Fungsi Hematologi
Ginjal merupakan tempat produksi hormon eritropoetin yang
mengontrol produksi sel darah merah. Pada gagal ginjal produksi
eritropoetin mengalami gangguan sehingga merangsang
pembentukan sel darah merah oleh bone marrow. Akumulasi racun
uremia akan menekan produksi sel darah merah dalam bone marrow
dan menyebabkan masa hidup sel darah merah menjadi lebih
pendek. Manifestasi klinis anemia diantaranya adalah pucat,
takikardia, penurunan toleransi terhadap aktivitas, gangguan
perdarahan dapat terjadi epistaksis, perdarahan gastrointestinal,
kemerahan pada kulit dan jaringan subkutan. Meskipun produksi
trombosit masih normal akan tetapi mengalami penurunan dalam
fungsinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.
Peningkatan kehilangan sel darah merah dapat terjadi akibat
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium dan
selama dialisis. Gagal ginjal juga dapat menurunkan hematocrit
(Husaini, 2020).
h. Retensi Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat
(terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit
ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR
dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin
diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh secara
konstan (Husaini, 2020).

E. Komplikasi

Komplikasi CKD menurut Suwira (2006), antara lain:

1. Hiperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponad jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis tidak adekuat

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin angiotensin aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritopoitin

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fostfat

kadrakalsiumserum yang rendah, metabolisme vitamin D yang

abnormal

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh


7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual dan muntah

9. Hiperparatiroid, hiperkalemia, hiperfosfatemia.

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang penyakit CKD menurut (Wijaya dan Putri, 2017)

meliputi :

1. Urine

a. Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria

b. Warna : urin keruh


c. Berat jenis < 1, 015

d. Osmolalitas< 350 m osm/ kg

e. Klirens kreatinin : turun

f. Na++ > 40 mEq/lt

g. Protein : proteinuria (3-4+)

2. Darah

a. BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL

(wanita)

b. Ureum : 5-25 mg/dL

c. Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%

d. Eritrosit : waktu hidup menurun

e. Na ++ serum : menurun

f. K+ : meningkat
g. Mg +/ fosfat : meningkat

h. Protein (khusus albumin) : menurun

i. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg

3. Radiologi

a. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)

b. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.

c. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter,

retensi.

d. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.

e. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor

f. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.

Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal.


G. Penalataksanaan

a. Pengaturan minum : pemberian cairan

b. Pengendalian hipertensi=<intake garam

c. Pengendalian K+ darah

d. Penanggualan anemia: transfusi

e. Penanggualan asidosis

f. Pengobatan dan pencegahan infeksi

g. Pengaturan protein dalam makan

h. Pengobatan neuropati

i. Dialisis
j. Transplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)

H. Pencegahan

Pencegahan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan melakukan

berbagai upaya, dianataranya :

1. Pencegahan primordial dengan memberikan wawasan pada masyarakat

umum yang memiliki peran dalam kejadian gagal ginjal kronik supaya

dapat menjaga dan mengendalikan gaya hidup (Fahmi, 2010).

2. Pencegahan primer dengan melakukan aktivitas mencegah rusaknya

ginjal bagi masyarakat dengan faktor risiko tinggi misalnya penyakit

diabetes, hipertensi, pasien dengan proteinuria. Pencegahan primer

kepada gagal ginjal kronik bisa mencakup.

3. Pencegahan sekunder yaitu implementasi konservatif yang mencakup

pengobatan penyakit co morbit (penyakit penyerta) dalam mengurangi

progresifitas gagal ginjal kronik (Fahmi, 2010)

a. Pengobatan konservatif dengan memanfaatkan fungsi ginjal yang

masih tersedia serta menghapuskan beragam faktor yang


memberatkan yang mampu memperlambat progresivitas gagal

ginjal. Dalam pengobatan konservatif penyakit gagal ginjal kronik

diantaranya mengatur berdiet natrium, kalium maupun cairan serta

pencegahan dan pengobatan komplikasi (Fahmi, 2010).

b. Dialisis yakni tahapan difusi zat terlarutkan serta air yang dengan

pasif melalui membram yang terdapat pori dari suatu kompartemen

cair ke komportemen cair yang lain. Ada dua teknik dasar yang

dipakai untuk dialisis peritoneal, prinsip kedua teknik ini sama

(Fahmi, 2010).

4. Pencegahan tersier ialah upaya menghindari komplikasi penyakit yang

lebih berat bahkan sampai kematian. Upaya ini dilakukan pada penderita

gagal ginjal kronik yang sudah ataupun sedang melaksanakan

pengobatan maupun terapi penggantinya. Pencegahan tersier untuk

penderita GGK bisa mencakup :

a. Kurangi stres, memantapkan dukungan sosial dari keluarga guna

mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penderita gagal ginjal

kronik

b. Tetap melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan, batasi

mobilisasi sebab hal itu bisa memberi peningkatan demineralisasi

tulang

c. Melakukan peningkatan ketaatan kepada program teraupetik

d. Menaati program berdiet yang telah disarankan guna

mempertahankan keadaan gizi optimal supaya kualitas kehidupan

maupun rehabilitasinya dapat diraih.

e. Transplantasi ginjal (Fahmi, 2010).


Pathway

Infeksi Vaskuler (Hipertensi, DM) Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Arterio sklerosis Tertimbun dalam Refluks ginjal


antibody ginjal

GFR Menurun

Penurunan fungsi Difisiensi Produksi Hb


eksresi ginjal CKD Hormon menurun
Eritropoietin
Sindrom Uremia
Cemas Peningkatan retensi Tidak mampu Suplai O2 ke
meningkat
Na & H2O mengeksresi jaringan menurun
Gangguan kualitas asam (H)
Asam lambung
tidur
menurun
Hipervolemia Kelemahan
Asidosis otot
Sulit tidur dengan
Mual muntah
kualitas baik
Hiperventilasi
Anoreksia Intoleransi
Gangguan aktivitas
pola tidur Pola nafas
Defisit Nutrisi
tidak efektif
Risiko Jatuh
Penurunan
suplai O2 ke
otak

Iskemia jaringan otak

Stimulus nyeri

Nyeri akut
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian gagal ginjal kronis yaitu :

i. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan ektremitas, kelamahan, malaise, dan gangguan

tidur (insomnia, gelisah, somnolen)

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang

gerak.

ii. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada

(angina).

Tanda : Hipertensi, peningkatan vena jugularis, nadi kuat, edema

jaringan umum dan pitting pada telapak kaki dan telapak tangan,

disretmia jantung, nadi lemah, dan halus, hipotensi ortostatik

menunjukkan hipovolemia yang jarang pada tahap penyakit tahap

akhir. Fruction rub pericardial (respon terhadap akumulasi sisa) :

pucat, kulit kekuningan, kecenderungan perdarahan.

iii. Integritas ego

Gejala : Faktor stres contoh finansial, hubungan dengan orang lain,

perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan.

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,

perubahan kepribadian.
iv. Makanan/cairan

Gejala : Penurunan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi),

anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada

mulut (pernapasan amonia)

Tanda : Distensi abdomen/ansietas pembesaran hati (tahap akhir),

perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum, tergantung),

ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan

lemak subkutan, penanmpilan tak bertenaga.

v. Eliminasi

Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap

lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekak, merah, coklat

berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.

vi. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom

kaki, gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki,

kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer).

Tanda : Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,

kacau, penurunan lapang perhatian, ketidampuan konsentrasi,

kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kasadaran, stupor,


koma : kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku

rapuh dan tipis.

vii. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki.

Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

viii. Pernapasan

Gejala : Napas pendek, dispnea, nokturnal paroksismal, batuk

dengan/tanpa sputum.

Tanda : Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul : batuk produktif

dengan sputum merah muda encer (edema paru).

ix. Keamanan

Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi).

x. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

xi. Interaksi sosial

Gejala : Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.

xii. Penyuluhan

Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis

herediter, kalkulus urinaria, riwayat terpajan pada toksin, contoh

obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotik retroteksik saat ini

berulang.
B. Diagnosa keperawatan

1) (D. 0022) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan

cairan

2) (D.0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan

upaya nafas

3) (D. 0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis.

4) (D. 0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

5) (D. 0136) Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme

pertahanan tubuh.

6) (D.0055) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol

tidur

7) (D.0143) Risiko jatuh ditandai dengan faktor risiko jatuh.


C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 (D. 0022) Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipervolemia (I. 03114)
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam keseimbangan Observasi
kelebihan asupan cairan. cairan (L.0320) meningkat dengan 1. Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hipervolemia
1. Asupan cairan meningkat 2. Identifikasi penyebab
2. Output urine meningkat hipervolemia
3. Edema menurun 3. Monitor intake dan output
4. Tekanan darah (membaik cairan
5. Kekuatan nadi (membaik) 4. Monitor tanda hemoonsentrasi
5. Monitor efek samping diuretik
(mis. Hipotensi ortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia).

Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang
bersamaan.
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40 derajat.

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urine < 0,5 Ml/kg/jam
dalam 6 jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian CRRT,
bila perlu.

2 (D. 0005) Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas (I. 01011)
efektif berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
hambatan upaya nafas “pola nafas” membaik dengan kriteria 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
hasil : kedalaman, usaha nafas).
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas tambahan,
2. Penggunaan otot bantu nafas gurgling, mengi, wheezing,
menurun ronkhikering)
3. Frekuensi nafas membaik 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dan chin-lift (jaw-
thrustjika curiga
traumascervikal)
2. Posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
dengan forscp
8. Berikan oksigen, jika perlu.

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jiak tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3 (D. 0077) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama 3x24 jam “tingkat Observasi
pencedera fisiologis. nyeri” (L.08066) menurun dengan 1. Indentifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri.
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
4. Kesulitan tidur menurun verbal
5. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang
6. Pola tidur membaik memperberat dan memperingan
nyeri
5. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
6. Monitor efek samping
penggunaan analgesik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi musik,
aroterapi)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan).
3. Fasilitas istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik norfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu.
4 (D. 0056) Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I. 05178)
aktivitas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam maka Observasi
dengan kelemahan. “intoleransi aktivitas” 1. Identifikasi gangguan fungsi
(L.05047) menurun dengan kriteria tuuh yang mengakibatkan
hasil : kelelahan
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Perasaan lemah menurun emosional
3. Kemudahan melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari meningkat. 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas.

Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
5 (D. 0136) Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan cedera (I. 14537)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam tingkat Observasi
kegagalan mekanisme cedera menurun (L. 14136) dengan 1. Identifikasi area lingkungan
pertahanan tubuh. kriteria hasil: yang berpotensi menyebabkan
1. Kejadian cedera menurun cedera
2. Ekspresi wajah kesakitan 2. Identifikasi obat yang berpotensi
menurun menyebabkan cedera
3. Tekanan darah membaik 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki
4. Frekuensi nadi membaik atau stocking elastis pada
5. Gangguan mobilitas menurun ekstremitas bawah

Terapeutik
1. Sediakan pencahayaan yang
memadai
2. Gunakan lampu tidur selama jam
tidur
3. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruang rawat (mis.penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika beresiko
mengalami cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal
untuk eliminasi ditempat tidur,
jika perlu.
7. Diskusikan mengenai terapi
latihan dan fisik yang diperlukan
8. Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan.

Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri.

6 (D.0055) Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan keperatan Dukungan Tidur (I. 09265)
tidur berhubungan dengan selama 3x24 jam gangguan pola tidur Observasi :
kurang kontrol tidur dapat teratasi (L.05045) dengan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
kriteria hasil: tidur.
1. Kesulitan sulit tidur menurun 2. Identifikasi penganggu tidur
2. Keluhan pola tidur berubah (fisik atau psikologis).
menurun 3. Identifikasi makanan dan
3. Keluhan istirahat tidak cukup minuman yang mengganggu
menurun tidur.
4. Keluhan istirahat tidak cukup 4. Identifikasi obat tidur yang
menurun dikonsumsi.
5. Keluhan tidak puas tidur menurun
Teraupetik
1. Modifikasi lingkungan.
2. Batas waktu tidur siang, jika
perlu.
3. Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur.
4. Tetapkan jadwal tidur rutin.
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan.
6. Sesuaikan jadwal pemberian
obat atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga.

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit.
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur.
3. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM.
4. Ajarkan faktor-faktor
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur.
5. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara non-farmakologis
lainnya.
7. Risiko jatuh ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan (I.14540) Pencegahan jatuh
kekuatan otot menurun, keperawatan selama 3x24 jam Observasi
penggunaan alat bantu diharapkan risiko jatuh teratasi dengan 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
berjalan (D.0143) kriteria hasil: 2. Identifikasi risiko jatuh
(L.14138) Tingkat jatuh setidaknya sekali setiap shift
1. Jatuh dari tempat tidur menurun atau sesuai kebijakan institusi
2. Jatuh saat berdiri menurun 3. Identifikasi faktor lingkungan
3. Jatuh saat duduk menurun yang meningkatkan risiko
4. Jatuh saat berjalan menurun jatuh
5. Jatuh saat dipindahkan 4. Hitung risiko jatuh dengan
menurun menggunakan skala
6. Jatuh saat naik tangga menurun 5. Monitor kemampuan
7. Jatuh saat dikamar mandi berpindah dari tempat tidur ke
menurun kursi roda dan sebaliknya.
Terapeutik
8. Jatuh saat membungkuk 1. Orientasi ruangan pada pasien
menurun dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam
keadaan terkunci
3. Pasang handral tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat dari nurse
station
6. Menggunakan alat bantu
berjalan
7. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
8. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri.
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat.
D. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap klien yang
didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan
meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Implementasi keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus
melakukan pengumpulan data yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien
E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah disusun dan direncanakan
tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam Harmoko, 2012) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya
intervensi intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi
yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling utama dan penting adalah bahwa metode tersebut harus
disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sudah di evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, T. S., & Kasih, L. C. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE STAGE V DENGAN EFUSI PLEURA PADA PASIEN DI RUANG
PENYAKIT DALAM: STUDI KASUS. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, 1(3).

Damayanti, A. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) DI RUANG BAITUL IZZAH 1 RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN
AGUNG SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung
Semarang).
Debieanti, E. C. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD (CHRONIC
KIDNEY DISEASE) DI RUANG C2 RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA (Doctoral
dissertation, STIKES HANG TUAH SURABAYA)
Devi, D. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. L DENGAN KASUS (CKD)
CHRONIC KIDNEY DISEASE DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI DI RUANG RAHAMONGKILO RS BAHTERAMAS KARYA TULIS
ILMIAH(Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari).
Doenges E, Marilyan, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
ELINSANSE, C., Bakara, D. M., Mulyadi, M., & Nurbaiti, N. (2022). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. S DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE
DIRUANGAN MELATI RSUD CURUP TAHUN 2022 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Bengkulu)
FITRIYANI, N. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. B DENGAN CHRONIC
KIDNEY DISEASE DI RUANG PENYAKIT DALAM LANTAI 14 RSUD KOJA
JAKARTA UTARA.
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih bahasa
: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta : EGC.
Litbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta : Litbang.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Medika
Aesculapius.
Masithah Mayasari, Z. D. (2023). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. S DENGAN
DIAGNOSA CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Malang).
RAMADHAN, R. P., Buston, E., Idramsyah, I., & Heriyanto, H. (2022). Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Chronic Kidney Disease (Ckd) Di
Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Bengkulu).
Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses,
dan Praktik, Alih Bahasa : Renata Komalasari. Jakarta : EGC.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik,Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
TindakanKeperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik,Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Price, sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit,Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2010.
Setiati, (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta 47.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart. Edisi
12. Alih Bahasa : Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2014.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.

Anda mungkin juga menyukai