Disusun Oleh :
CKD merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu
mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya
dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto, 2015). CKD adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali,
dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum.
Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap,
tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, transplantasi
ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang
lama (Desfrimadona, 2016).
Berikut ini klasifikasi derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tingkat
prognosanya :
GFR
Stage Deskripsi
(ml/menit/1,73m2)
I Kidney damage with normal or increase of GFR >90
II Kidney damage with mild decrease of GFR 60-89
III Moderate decrease of GFR 30-59
IV Severe decrease of GFR 15-29
V Kidney Failure <15 (or dialysis)
2. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakir sekunder. Prabowo & Pranata
(2014), penyebab gagal ginjal kronis diantaranya :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berkembang lambat
dan ditandai dengan inflamasi glomeruli, yang mengakibatkan sklerosis,
parut, dan akhirnya gagal ginjal.
b. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, TBC).
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal, asidosis tubulus ginjal).
d. Penyakit vaskuler (nefrosklerosis benigna / maligna, stenosis arteria
renalis).
e. Proses obstruksi (kalkuli, nefrolithisis).
f. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif).
g. Agen nefrotik (amino-glikosida).
h. Penyakit metabolik (diabetes, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis).
Menurut Rendy & Margareth (2012), penyebab GGK dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Penyakit parenkim ginjal
1) Penyakit ginjal primer : glomerulonefritis, miebnefritis, ginjal
polikistik, TBC ginjal.
2) Penyakit ginjal sekunder : nefritis lupus, nefropati, amilordosis ginjal,
poliartritis nodasa, selelosis sistemik, gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif
Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluk ureter
3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai
¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai
15 ml/menit atau lebih rendah itu (Rendy & Margareth, 2012).
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi :
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak
dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya
otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi
akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis,
efusi perikardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c. Sistem Respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung
dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, doudenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, kolitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp. Selain
itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petekie, dan
timbunan urea pada kulit.
f. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal, pada
lengan dan kaki. Selain iu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoetic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dialisis) dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya
perdarahan (purpura, ekimosis, petekie).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pranata (2014),
pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
1) Laboratorium darah :
Pemeriksaan utama (BUN, Kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan kadar
elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2) Pemeriksaan urine
Warna, pH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil menunjukkan adanya
obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
7. Penatalaksanaan
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dikembalikan,
maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal
yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk
memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks,
gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius
sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup
klien (Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu :
a. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk
mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang mengandung
gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
b. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan anjuran
diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah natrium dan
kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia,
menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala. Hindari masukan
berlebih dari kalium dan garam
d. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine
dan pencatatan keseimbangan cairan
e. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan dan
abdomen dan diarea, dan dapat dipantau melalui ECG. Hindari masukan
kalium yang besar (<60 mmol/hari). Hiperkalemia diatasi dengan dialisis.
f. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian antasida (kalsium karbonat)
g. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Periksa ada/tidaknya distensi vena jugularis dan crackles pada auskultasi
paru-paru. Pantau keringan berlebih pada aksila, lidah yang kering,
hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah
500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
h. Kontrol tekanan darah
Upayakan dalam kondisi normal, yang dapat dicegah dengan mengontrol
volume intravaskuler dan obat-obatan anti-hipertensi.
i. Pantau terjadinya komplikasi pada tulang dan sendi
j. Mencegah obstruksi jalan nafas
Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi
k. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan
l. Observasi tanda perdaraham
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemberian heparin selama
proses dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
m. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium,
kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
n. Atasi komplikasi dan penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik,
preparat inotropik (igitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu.
Kondisi asidosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian nartrium
bikarbonat atau dialisis.
o. Laporkan segera jika mucul tanda-tanda perikarditis (friction rub & nyeri
dada)
p. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
q. Transfusi darah
r. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat
yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)
B. Hemodialisa
1. Definisi
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis nadalah
memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen
darah dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh dengan
menggunakan ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat melalui membran semi
permeabel.
2. Tujuan Hemodialisa
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia).
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.
3. Indikasi Hemodialisa
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan
terapi konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.
5. Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan oleh
suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan
besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air dan zat
tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya
dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabel.
8. Hiperinisiasi
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/
mengedarkan suatu antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam
sirkulasi dalam tubuh maupun sirkulasi luar tubuh (sistemik atau
ekstrakorporeal) pada waktu proses hemodialisa. Tujuan heparisasi adalah
mencegah pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi terutama pada
dialyzer AVBL, jarum punksi (avfistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit) dimasukkan pada
awal hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan
sebelum hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop.
9. Akses Vaskuler
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral
c. Long HD
1) HD pertama kali : 3 jam
2) HD kedua : 4 jam
3) HD rutin : 4-5 jam
11. Komplikasi
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang
menjalankan hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi
menurut Clarkson et al (2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang
tinggi, diabetes mellitus, amyloidosis, medikasi (beta bloker, alpha
bloker, nitrat, calcium channel blocker), proses pencernaan makanan
selama dialisis.
b. Emboli udara
dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada
Dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini
berhubungan dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya
konsentrasi sodium diasilat yang dapat mengindikasi terkadinya keram
yang menjadikan penyebab terjadinya kontraksi akut volume
ekstraseluler (Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin adalah
reflek dari perubahan elektrolit yang berpindah ke otot membran
(O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya
terapi hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan
osmotik pada otak, khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan,
2006). Sindrom ini berhubungan dengan sekumpulan gejala yang
mencakup mual dan muntah, kegelisahan, sakit kepala, dan kelelahan
selama dilakukannya hemodialisa atau setelah dilakukannya
hemodialisa. Dialysis Disequilibrium biasanya dilihat pada situasi
dimana pada awal konsentrasi larutan sangat tinggi dan alirannya
menalami kemunduran kecepatan (Clarkson et al., 2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya
perubahan permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal
tersebut dapat meningkatkan hilangnya di saluran pencernaan karena
gastritis
atau angiodysplasia, lesi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Pada
awal dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa adanya sebagian
kerusakan yang disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler.
Pasien yang menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk
terkena perdarahan karena terpapar heparin secara berulang ulang
(Clarkson et al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan
dari bikarbonat atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan
perubahan vasomotor dan terjadi aktifasi subtansi pada membran
dialisis (O’Callaghan, 2006).
i. Gatal-gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena
adanya reflek gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan
histamin menyebabkan adanya reaksi alergi ringan pada membran
dialisis. Jarang terjadi dengan terpaparnya darah pada membran dialisis
dapat meyebabkakan respon alergi yang general (O’Callaghan, 2006).
Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot
– otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan
sebelum alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl
0,9% sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan
dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat
menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa
lemas dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien
Intra Hemodialisa
a. Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
b. Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah
Post Hemodialisa
a. Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
b. Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor
dan fungsiolasia)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi
ke jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program
pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
3. Implementasi Keperawatan
a. Prioritas Masalah
1) Pre Hemodialisa
- Pola nafas tidak efektif
- Perubahan perfusi jaringan perifer
- Kelebihan volume cairan
- Resiko penurunan curah jantung
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
- Kerusakan integritas kulit
- Ansietas
2) Intra Hemodialisa
- Kekurangan volume cairan
- Resiko syok hipovolemik
- Nyeri akut
- Intoleransi aktivitas
- Ansietas
3) Post Hemodialisa
- Resiko terjadinya pendarahan
- Resiko tinggi infeksi
b. Rencana Tindakan
1) Pre Hemodialisa
a) Diagnosa : pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema,
sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola
nafas pasien membaik
Kriteria hasil :
- Frekuensi nafas efektif
- RR = 16-20 x/menit
- Pasien tidak mengeluh sesak
- Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi :
- Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R/ : meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
- Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman pernafasan
R/ : untuk mengetahui kebutuhan
- Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ : untuk mengetahui kebutuhan oksigen pasien secara adekuat
- Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai
kebutuhan R/ : meningkatkan sediaan oksigen pasien untuk
kebutuhan miocard untuk memperbaiki kontraktilitas,
menurunkan iskemia dan kadar asam laktat
2) Intra Hemodialisa
a) Diagnosa : resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrafiltrasi
berlebihan
Tujuan : Setekah diberikan asuhan keperawatan diharapka klien
tidak mengalami syok hipovolemik
Kriteria Hasil :
- Volume darah dalam tubuh kembali normal
- Keadaan pasien compos mentis
- Keadaan umum pasien baik
- TTV dalam batas normal (S= 36-37,40C, TD= 120/80 mmHg,
RR=16-20 x/mnt, nadi=60-100 x/mnt)
Intervensi :
- Observasi KU pasien
R/: Pasien syok tidak menunjukkan KU yang lemah
- Observasi TTV pasien tiap jam
R/: Penurunan TD dan nadi menunjukkan adanya syok
- Monitor nilai UFG & QB pada mesin HD
R/ : nilai UFG menunjukkan banyaknya cairan yang telah ditarik
dari tubuh dan nilai QB merupakan kecepatan penarikan cairan
- Berikan KIE pada pasien dan keluarga tentang tanda-tanda syok
hipovolemik yaitu penurunan tekanan darah dan peningkatan
nadi R/ : KIE dapat membuat pasien dan keluarga lebih waspada
dan bisa melaporkan pada petugas apabila tanda syok muncul
- Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R/: mengganti kekurangan cairan dan meneimbangkan cairan
vaskuler
b) Diagnosa : kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan,
kehilangan darah actual
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
- Kaji ulang KU dan tanda-tanda vital pasien
R/: Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal
- Observasi tanda-tanda syok
R/: Dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani terjadinya
syok
- Catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan cairan
- Kolaborasi pemberian cairan intravena dengan dokter
R/: pemberian cairan intravena sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekuranmgan cairan tubuh. Karena cairan yang
diberikan langsung masuk kedalam pembuluh darah.
3) Post Hemodialisa
a) Diagnosa : resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebih
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
- Observasi daerah luka penusukan
R/: Untuk mengetahui terjadinya pendarahan secara dini
- Observasi TTV pasien
R/ : penurunan tekanan darah yang drastis dapat menunjukkan
terjadinya perdarahan
- Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat penusukan dengan gaas
berisi betadine
R/: Mencegah pengeluaran darah
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Pperkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Vol 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.