DISUSUN OLEH:
NAMA : DWI KUMALA SARI
NIM : 232021010063
1.5 Pathway
1.6 Manifestasi CKD
Manifestasi klinis berdasarkan sistem tubuh menurut Smeltzer dan Bare
(2018) yaitu
a. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat –
zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti sub mukosa
usus.
Foetor uremicum disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada
air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga
nafas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis
dan parotitis.
b. Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.
Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan
paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka .
c. Sistem hematologi
1) Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan
eritropoisis pada sumsum tulsng menurun.
2) Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritroosit dalam
suasana uremia toksik.
3) Difisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan yang kurang.
4) Perdarahan pada saluran cerna dan kulit
d. Sistem saraf dan otot
a) Resties leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakkan.
b) Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar
terutama ditelapak kaki.
c) Ensefalopati metabolik: Lemah tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi tremor.
d) Miopati: Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktifitas system renin-angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat arterosklerosis dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem endokrin
1) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan sekresi
dan insulin.
2) Gangguan metabolisme.
3) Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Ginjal dan sistem urin
Semula perubahan berupa tekanan darah rendah, mulut kering,
tonus kulit hilang, lesu, lelah, mual. Karena ginjal kehilangan
kemampuan mengekskresikan natrium, penderita akan mengalami
retensi natrium dan kelebihan natrium, sehingga penderita
mengalami iritasi dan menjadi lemah. Keluaran urin mengalami
penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya.
1.7 Pemeriksaan Diagostik CKD
1. Urine
Volume Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak,
partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya
darah, HB, mioglobin.
Berat Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Jens
Osmolitas Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum
sering 1:1
Natrium Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
Protein Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
Hitung darah lengkap Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
Natrium Serum Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalsium Menurun
Osmolalitas Serum Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
3. Pemeriksaan Pencitraan
(Radiologi)
a. foto polos abdomen : melihat bentuk, besar ginjal ataupun
batu dalam ginjal.
b. ultrasonografi (USG) : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks, kandung kemih serta prostat
c. foto dada : terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat
kelebihan air, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
d. Piolegram Intravena
1) Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas
pelvis ginjal dan ureter.
2) Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular massa.
e. Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung
kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
f. Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
g. Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
h. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan
pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif.
i. EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam/basa.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2019. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta :
EGC
Corwin, E.J. 2014. Alih bahasa : Pendit, B.U. Handbook of pathophysiology. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
KDIGO. 2013. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Kid Int Supplements(3); 18-27.
Smeltzer SC dan Bare BG. 2021.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth.Ed.8. Vol.2. Jakarta: Kedokteran EGC
Suwitra K. 2014. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.