A. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang biasa disebut gagal ginjal yaitu ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori
yaitu kronik dan akut. (Price & Wilson, 2012).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Smeltzer dan Bare, 2011).
B. Etiologi
Pada dasarnya penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjla kronik menurut Andra dan Yessie, 2013 :
a. Gangguan pembuluh darah
Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan
ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan
konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular pada satu
atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan immunologis
Seperti glomerulonefritis.
c. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarus bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui alirah
darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarus bagian bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
pielonefritis.
d. Gangguan metabolic
Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan
membran kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat – zat proteinemia abnormal pada
dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer
Terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarus
Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstruksi uretra.
g. Kelamin kongenital dan herediter
Penyakit polikistik merupakan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya
kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan
ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.
C. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat
diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,
mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang – kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5 – 10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
D. Klasifikasi
Menurut Corwin, 2010, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium berdasarkan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu :
1. Stage 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG yang masih
normal >90 ml/menit/1,73 m2
2. Stage 2
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60 - 89 ml/menit/1,73
m2 .
3. Stage 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30 – 59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stage 4
Kelainan ginjal dengan LFG 15 - 29 antara ml/menit/1,73 m2.
5. Stage 5
Kelainan ginjal dengan LFG <15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal terminal.
E. Patofisiologi / Pathway
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolik
(DM), infeksi (Pielonefritis), obstruksi traktus urinarus, gangguan imunologis, hipertensi,
gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron – nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala – gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala – gejala khas kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
(Smeltzer dan Bare, 2011)
.
Pathway
F. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011) komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Pericardirtis
Efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis
yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin, angiostensin, aldosteron.
d. Anemia
Akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia sel darah merah, peradangan
gastrointestinal.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat.
G. Pemeriksaan Penunjang
Kreatin dan BUN serum keduanya tinggi karena gagal ginjal.
Elektrolit serum menunjukan peningkatan kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan produk
fosfor-kalsium, dengan natrium serum rendah.
Gas Darah Arteri (GDA) menunjukan asidosis metabolik (nilai pH, kadar bikarbonat, dan
kelebihan basa dibawah rentang normal).
Hemoglobin dan hemotakrit dibawah rentang normal.
Jumlah sel darah merah dibawah rentang normal.
Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi jika metabolisme tulang diperbaharui
H. Penatalaksanaan
Diet retriksi asupan kalium, fosfat, natrium dan air untuk mengindari hiperkalemia
Transfusi darah
Obat obatan : antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)
Dialisis dan transpaltasi ginjal
Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Diet tinggi kalori dan rendah protein
Terapi penyakit ginjal
Pengobatan penyakit penyerta
Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
LAPORAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CKD (CRONIC KIDNEY DISEASES)
A. Pengkajian
a) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandungbanyak senyawa/ zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.
b) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos
mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor
dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary
Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi paru.
2. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
3. Kerusakan integritas kulit b.d pruritas.
4. Kelebihan volume cairan b.d penurunan keluaran urin.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan – Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC 1. Untuk memastikan
pola nafas b.d tindakan 1. Buka jalan nafas ada atau tidaknya
hiperventilasi keperawatan selama 2. Pastikan posisi sumbatan pada jalan
paru 3x 24 jam untuk nafas
diharapkan pola memaksimalkan 2. Agar pasien dapat
nafas pasien normal ventilasi bernafas dengan
NOC: 3. Auskultasi suara optimal/lebih baik
Respiratory nafas, catat 3. Untuk mengetahui
status: ventilasi adanya suara adanya suara nafas
Respiratory tambahan tambahan
status: airway 4. Monitor vital 4. Untuk mengetahui
sign (pernafasan) kondisi pernafasan
patency dan status O2 pasien dan status O2
Vital sign status 5. Keluarkan secret 5. Untuk
Kriteria hasil: dengan batuk mengeluarkan
Mendemonstrasik atau suction secret yang
an batuk efektif, menghambat jalan
suara nafas yang nafas
bersih, tidak ada
cyanosis, dyspnea
Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (irama
nafas, tidak
tercekik, tidak
ada nsuara nafas
abnormal)
Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan SistemPerkemihan.Jakarta :
Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi (diterjemahke oleh Nikhe Budhi Subekti).Jakarta :
EGC.
EGC.
Sylvia dan Lorraine.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC