NSTEMI
A. Definisi
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh
obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Daga LC, 2011).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan arteri
koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi atheromatous. Dikatakan
NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada
EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable
angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan. (Hamm CW dkk, 2014)
B. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan
miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penandanekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan
arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak
aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab
menyebabkan NSTEMI.
Faktor Resiko :
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c) Riwayat penyakit jantung koroner pada anggota keluarga diusia muda
d) Hereditas
e) Ras
Faktor Penyebab :
1) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada dimana menimbulkan terjadinya penurunan
perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang
ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda
kerusakan miokard pada banyak pasien.
2) Obstruksi dinamik yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada
segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi
dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah
yang lebih kecil.
3) Obstruksi mekanik yang progresif dimana terjadinya penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4) Inflamasi dan/atau infeksi, disebabkan oleh yang berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5) Faktor atau keadaan pencetus merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri
koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil
yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis
Berkurangnya aliran darah koroner
Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab
dan saling terkait.
(Paxinos G, 2012)
C. Manifestasi Klinis
Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina kurang dari itu.Selain
itu pada angina,nyeri akan hilang dengan beristirahat namun lain halnya dengan NSTEMI.
Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa
gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga
bisa menyebabkan cegukan.
Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, gelisah.
Pemeriksaan Imaging Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke
rumah sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus
sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5 Pemeriksaan
ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi untuk menilai fungsi
global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional. Ekokardiografi juga
diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada.
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung skaligus
mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum secara luas tersedia.
Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun
tidak tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien
dengan nyeri dada tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang
berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak
digunakan untuk mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk
menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk
menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui dan menilai
keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent dilakukan untuk tindakan diagnostik
pada pasien-pasien dengan resiko tinggi dan dengan diagnosis banding yang tidak jelas.
F. Penatalaksanaan
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen
ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu:
Terapi antiiskemia
Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang. Dapat
diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi ini terdiri dari nitrogliserin
sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta oral
- Nitrat Pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri
dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3X dgn interval 5
menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 ug/menit).
Dimana laju dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit setiap keluhan menghilang
/ tekanan sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang, dapat digantikan dengan
nitrat oral/dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri
selama 12-24 jam.
- Penyekat Beta oral diberikan dgn frekuensi jantung 50-60X/menit. Antagonis kalsium
yng mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan
pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh
dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi pengikat beta.
Terapi antiplatelet
- Aspirin Berfungsi penghambat siklooksigenase-1. Pada pemberian terapi aspirin dpt
terjadi sindrom resistensi insulin yg ditandai dgn penghambat agresasi platelet
dan/kegagalan yg dpt memperpanjang waktu pendarahan
- Clopidogrel Clopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien yg direncanakan
mendapatkan pendekatan non invasif dini, pasien yang bukan merupakan kadidat
operasi koroner segera/memiliki kontraindikasi untuk operasi dan kateterisasi ditunda
selama >24-36 jam.
Terapi Antikoagulan
- UFH (Unfractionated Heparin) Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan
dalam 7 penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah dignakan dalam
tatalaksana NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun, terdapat banyak kerugian
UFH termasuk dalam ikatan yang non spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet,
endotel vascular, fibrin, platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi.
- LMWH (Low Molecular Weight Heparin) Merupakan inhibitor utama pada sirkulasi
trombin dan juga pada faktor X sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja
trombin dlm sirkulasi (efek anti faktor IIa-nya) dan juga mengurangi pembentukan
trombin (efek IIa-nya). Keutungan praktik obat ini adalah absorbsi yg cepat dan dapat
diprediksi setelah pemberian subkutan
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot
pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan supply oksigen miokardium.
Edema paru Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas
negative menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas
sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan
secara cepat keluar dari kapiler.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
NSTEMI
A. Pengkajian
- Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti
tertindihbarang berat.
- Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah
danpipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
- Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
- Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit,tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
- Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening,
tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan danstress gastrointestinal, suhu menurun
- Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel
ataukardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain
reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel,
sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan
perikordialfriksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya
meningkat( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
- Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan cardiac output
2) Nyeri akut berhubungan dengan angina pektoris
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan hidrostatik
4) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan takipnea, dyspneu
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
C. Intervensi
Capillary
Refill sangat
lambat
Penurunan
nadi perifer
Perubahan
warna kulit
Peningkatan/
penurunan
SVR
(Systemic
vascular
resistance)
Hasil
pengukuran
tekanan darah
bervariasi
Nafas pendek/
dyspnea
Oliguri
Penurunan
kontraktilitas
Crackles
Orthopnea/par
oxysmal
nocturnal
dyspnea
Cardiac
Output <4
L/menit
Cardiac Index
< 2.5 L/menit
Penurunan
fraksi ejeksi,
stroke volume
index (SVI),
Left
Ventricular
Stroke Work
Index
(LVSWI)
Suara S3 atau
S4
Batuk
Perilaku/emosi
kecemasan
dan
kegelisahan
Kriteria Hasil :
Mampu
mengontrol
nyeri
(mengetahui
penyebab
nyeri, mampu
menggunakkan
teknik
relaksasi napas
dalam untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi, dan
tanda nyeri)
Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
Tanda vital
dalam rentang
normal
Kesulitan
berbicara Airway Management
Batuk, tidak 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil :
efekotif atau bila perlu
tidak ada Keseimbangan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Mata melebar cairan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Produksi seimbang : buatan
sputum intake = output 4. Pasang mayo bila perlu
frekuensi dan normal 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Membran
mukosa lembab
Tidak ada rasa
haus berlebihan
nafas, tekanan kapiler 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
suara nafas dalam batas 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
(Rales atau 5. Terbebas dari 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
crakles), kelelahan, 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
kongesti/kema kecemasan
pleural kebingungan
effusion 6. Menjelaskan
Hb dan indikator
hematokrit kelebihan
menurun, cairan
perubahan
elektrolit,
khususnya
perubahan
berat jenis
Suara jantung
S III
Reflek
hepatojugular
positif
Oliguria,
azotemia
Perubahan
status mental,
kegelisahan,
kecemasan
5. Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Energy Energy Management
berhubungan Conservation 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
dengan 2. Self Care : aktivitas
kelemahan ADLs 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
Setelah diberikan
Batasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
asuhan
Karakteristik : 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
keperawatan
Respon 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
selama ….x….
tekanan darah secara berlebihan
diharapkan terjadi
abnormal 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
peningkatan
terhadap 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada
aktivitas
klien setelah
Respon Activity Therapy
dilaksanakan
frekwensi 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
jantung merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan
abnormal 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
selama di RS
terhadap dilakukan
Kriteria Hasil :
aktivitas 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
1. Berpartisipasi
Perubahan dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dalam aktivitas
EKG yang 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
fisik tanpa
mencerminkan yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
disertai
aritmia 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
peningkatan
Perubahan kursi roda, dll
tekanan darah,
EKG yang 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
nadi dan RR
mencerminkan 2. Mampu 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
iskemia melakukan 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
Ketidaknyama aktivitas sehari dalam beraktivitas
nan setelah hari (ADLs) 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
beraktivitas secara mandiri 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
Dipsnea penguatan
setelah 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
beraktivitas
Menyatakan
merasa letih
Menyatakan
merasa lemah
DAFTAR PUSTAKA
Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India. 2011 Dec;59
Suppl:19-25
Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE, et al. 2012 ACCF/AHA
Focused Update Incorporated Into the ACCF/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients
Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC Guidelines for the
elevation The Task Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients
presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC).
Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes : Pathophysiology, Diagnosis and
Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I.Mayo Clin Proc.
2009;84(10):917-938
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes. Hellenic J