Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

NSTEMI

A. Definisi
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh
obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Daga LC, 2011).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan arteri
koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi atheromatous. Dikatakan
NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada
EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable
angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan. (Hamm CW dkk, 2014)

B. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstrikai koroner, sehingga terjadi eskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan
miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penandanekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan
arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak
aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab
menyebabkan NSTEMI.

Faktor Resiko :
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c) Riwayat penyakit jantung koroner pada anggota keluarga diusia muda
d) Hereditas
e) Ras

2) Yang dapat diubah


a) Mayor: hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
b) Minor: Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis
berlebihan.

Faktor Penyebab :
1) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada dimana menimbulkan terjadinya penurunan
perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang
ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda
kerusakan miokard pada banyak pasien.
2) Obstruksi dinamik yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada
segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi
dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah
yang lebih kecil.
3) Obstruksi mekanik yang progresif dimana terjadinya penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4) Inflamasi dan/atau infeksi, disebabkan oleh yang berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti
metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
5) Faktor atau keadaan pencetus merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri
koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil
yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena:
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis
 Berkurangnya aliran darah koroner
 Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab
dan saling terkait.
(Paxinos G, 2012)
C. Manifestasi Klinis
 Nyeri dada, berlangsung minimal 30 menit sedangkan serangan angina kurang dari itu.Selain
itu pada angina,nyeri akan hilang dengan beristirahat namun lain halnya dengan NSTEMI.
 Sesak Nafas, disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa
gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior,dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga
bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, gelisah.

(Hamm CW, 2011)


D. Patofisiologi
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara suplai dan demand
oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam ketidakseimbangan tersebut
disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini :
 Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan oleh
trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif.
Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak yang terganggu
tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard pada pasien-pasien
NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini namun dengan suplai
darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang
menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh
proses non infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang
menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag
yang teraktivasi dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim
seperti metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat
menyebabkan NSTEMI.
 Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh spasme
fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s angina). Spasme lokal
ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan atau disfungsi endotel. Spasme
pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan
angina yang berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner
dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat
disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
 Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada pasien
dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous coronary
intervention (PCI).
 Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita peripartum).
 UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien dengan UA
sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang
membatasi perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. UA sekunder dapat
dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam,
takikardia, tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan
pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia).
(Anderson JL, 2014)
PATHWAY
E. Pemeriksaan Penunjang
 EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam penilaian pasien-
pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10 menit setelah kontak medis
pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik abnormalitas gambaran
EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau
perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normal).
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen ST
mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan prognosis. Deviasi
segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal yang penting dan spesifik
dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm meningkatkan resiko
mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik namun kurang spesifik, kecuali
bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya dilakukan saat
pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan dengan gambaran EKG saat
pasien dalam kondisi asimtomatis. Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat
bernilai pada pasien-pasien dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel
kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3
jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri
dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi
secepatnya.
Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan kemungkinan NSTEMI.
Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat
luput dari gambaran EKG 12 lead, namun dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead
V3R dan V4R.

Gambar 1.1 Inversi Gelombang T


Gambar 1.2 Depresi segmen ST
 Biomarker
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam diagnosis dan stratifikasi
resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA. Troponin lebih spesifik dan sensitif
dibandingkan enzim jantung tradisional lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK
yaitu CKMB dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan
selular miokard yang mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet
dari plak yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada,
perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru), peningkatan troponin
mengindikasikan adanya infark miokard.
Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin muncul dalam 4 jam
setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai dua minggu akibat proteolisis
aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard adalah kadar troponin jantung melebihi
persentil 99 dari nilai referensi normal (batas atas nilai normal).
Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang menunjukkan gejala nyeri dada seperti
aneurisma diseksi aorta atau emboli pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan troponin
dan harus selalu dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan troponin jantung
juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak berhubungan dengan pembuluh koroner.

Gambar 1.3 Waktu rilisnya berbagai biomarker setelah infark miokard


Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik untuk fospat energi
tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark miokard. Namun CKMB kurang
sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan troponin jantung dalam menilai infark
miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil dapat ditemui pada darah orang sehat dan
meningkat seiring dengan kerusakan otot lurik.

 Pemeriksaan Imaging Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke
rumah sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus
sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5 Pemeriksaan
ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi untuk menilai fungsi
global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional. Ekokardiografi juga
diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada.
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung skaligus
mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum secara luas tersedia.
Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun
tidak tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien
dengan nyeri dada tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang
berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak
digunakan untuk mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk
menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk
menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui dan menilai
keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent dilakukan untuk tindakan diagnostik
pada pasien-pasien dengan resiko tinggi dan dengan diagnosis banding yang tidak jelas.

F. Penatalaksanaan
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen
ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu:
 Terapi antiiskemia
Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang. Dapat
diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi ini terdiri dari nitrogliserin
sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta oral
- Nitrat Pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri
dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3X dgn interval 5
menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 ug/menit).
Dimana laju dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit setiap keluhan menghilang
/ tekanan sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang, dapat digantikan dengan
nitrat oral/dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri
selama 12-24 jam.
- Penyekat Beta oral diberikan dgn frekuensi jantung 50-60X/menit. Antagonis kalsium
yng mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan
pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh
dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi pengikat beta.
 Terapi antiplatelet
- Aspirin Berfungsi penghambat siklooksigenase-1. Pada pemberian terapi aspirin dpt
terjadi sindrom resistensi insulin yg ditandai dgn penghambat agresasi platelet
dan/kegagalan yg dpt memperpanjang waktu pendarahan
- Clopidogrel Clopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien yg direncanakan
mendapatkan pendekatan non invasif dini, pasien yang bukan merupakan kadidat
operasi koroner segera/memiliki kontraindikasi untuk operasi dan kateterisasi ditunda
selama >24-36 jam.
 Terapi Antikoagulan
- UFH (Unfractionated Heparin) Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan
dalam 7 penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah dignakan dalam
tatalaksana NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun, terdapat banyak kerugian
UFH termasuk dalam ikatan yang non spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet,
endotel vascular, fibrin, platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi.
- LMWH (Low Molecular Weight Heparin) Merupakan inhibitor utama pada sirkulasi
trombin dan juga pada faktor X sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja
trombin dlm sirkulasi (efek anti faktor IIa-nya) dan juga mengurangi pembentukan
trombin (efek IIa-nya). Keutungan praktik obat ini adalah absorbsi yg cepat dan dapat
diprediksi setelah pemberian subkutan
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
 Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik
yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot
pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan supply oksigen miokardium.
 Edema paru Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas
negative menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:
1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan - bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas
sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan
secara cepat keluar dari kapiler.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
NSTEMI

A. Pengkajian
- Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti
tertindihbarang berat.
- Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah
danpipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
- Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
- Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit,tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
- Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening,
tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan danstress gastrointestinal, suhu menurun
- Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel
ataukardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain
reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel,
sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan
perikordialfriksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya
meningkat( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
- Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan cardiac output
2) Nyeri akut berhubungan dengan angina pektoris
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan hidrostatik
4) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan takipnea, dyspneu
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan


No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan curah NOC : NIC :
jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
dengan cardiact 2. Circulation 2. Catat adanya disritmia jantung
output, Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
penyempitan 3. Vital Sign 4. Monitor status kardiovaskuler
arteri koroner Status 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
Setelah diberikan
Batasan 7. Monitor balance cairan
asuhan
Karakteristik : 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
keperawatan
 Perubahan 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
selama ….x….
denyut antiaritmia
diharapkan tanda
jantung/irama 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
vital dalam batas
jantung kelelahan
yang dapat
 Aritmia 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
diterima (disritmia
(takikardi,brad 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
terkontrol atau
ikardi) 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
hilang) dan bebas
 Perubahan
gejala gagal
Preload
jantung.
 Distensi vena Vital Sign Monitoring
Kriteria Hasil:
jugularis 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
1. Tanda Vital
 Edema 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
dalam rentang
 Peningkatan/ 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
normal
penurunan 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
(Tekanan
CVP (Central 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
darah, Nadi,
venous aktivitas
respirasi)
Pressure) 6. Monitor kualitas dari nadi
2. Dapat
7. Monitor adanya puls paradoksus
 Peningkatan/ mentoleransi
8. Monitor adanya puls alterans
penurunan aktivitas, tidak
9. Monitor jumlah dan irama jantung
PAWP ada kelelahan
10. Monitor bunyi jantung
(Pulmonary 3. Tidak ada
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
artery Wedge edema paru,
12. Monitor suara paru
Pressure) perifer, dan
 Penambahan tidak ada asites 13. Monitor pola pernapasan abnormal
berat 4. Tidak ada 14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Kelelahan penurunan 15. Monitor sianosis perifer
 Murmur kesadaran 16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

 Kulit bradikardi, peningkatan sistolik)

dingin/lembab 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

 Capillary
Refill sangat
lambat
 Penurunan
nadi perifer
 Perubahan
warna kulit
 Peningkatan/
penurunan
SVR
(Systemic
vascular
resistance)
 Hasil
pengukuran
tekanan darah
bervariasi
 Nafas pendek/
dyspnea
 Oliguri
 Penurunan
kontraktilitas
 Crackles
 Orthopnea/par
oxysmal
nocturnal
dyspnea
 Cardiac
Output <4
L/menit
 Cardiac Index
< 2.5 L/menit
 Penurunan
fraksi ejeksi,
stroke volume
index (SVI),
Left
Ventricular
Stroke Work
Index
(LVSWI)
 Suara S3 atau
S4
 Batuk
 Perilaku/emosi
kecemasan
dan
kegelisahan

2. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan 1. Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
dengan angina 2. Pain control lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
pektoris 3. Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat
Setelah dilakukan 4. Ajarkan klien manajemen nyeri nonfarmakologi dengan
tindakan relaksasi napas dalam
keperawatan 5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
selama . . x 24 jam 6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
diharapkan klien analgesik pertama kali
tidak mengalami
nyeri/nyeri
berkurang.

Kriteria Hasil :

 Mampu
mengontrol
nyeri
(mengetahui
penyebab
nyeri, mampu
menggunakkan
teknik
relaksasi napas
dalam untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
 Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
 Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi, dan
tanda nyeri)
 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
 Tanda vital
dalam rentang
normal

3. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola napas  Fluid blance Airway suction
berhubungan  Hydration 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
dengan takipnea,  Nutrional 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
dyspneu status : food 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Batasan and fluid intake 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Karakteristik : 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Dispneu, memfasilitasi suksion nasotrakeal
Setelah dilakukan
Penurunan 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
tindakan
suara nafas 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
keperawatan
 Orthopneu kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
selama . . x 24
 Cyanosis 8. Monitor status oksigen pasien
jam diharapkan
 Kelainan suara 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
kebutuha cairan
nafas (rales, 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
klien adekuat.
wheezing) menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

 Kesulitan
berbicara Airway Management
 Batuk, tidak 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Kriteria Hasil :
efekotif atau bila perlu
tidak ada  Keseimbangan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Mata melebar cairan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
 Produksi seimbang : buatan
sputum intake = output 4. Pasang mayo bila perlu

 Gelisah  Vital sign 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Perubahan dalam batas 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

frekuensi dan normal 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

irama nafas  Tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo


tanda – tanda 9. Berikan bronkodilator bila perlu
dehidrasi 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Turgor kulit < 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
2 detik 12. Monitor respirasi dan status O2

 Membran
mukosa lembab
 Tidak ada rasa
haus berlebihan

4. Kelebihan volume NOC : NIC :


cairan 1. Electrolit and Fluid management
berhubungan acid base 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
dengan balance 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
peningkatan 2. Fluid balance 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
hidrostatik 3. Hydration 4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN, Hmt , osmolalitas urin )
Setelah diberikan
Batasan 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
asuhan
Karakteristik : dan PCWP
keperawatan
 Berat badan 6. Monitor vital sign
selama ….x….
meningkat 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
diharapkan
pada waktu edema, distensi vena leher, asites)
keseimbangan
yang singkat 8. Kaji lokasi dan luas edema
volume cairan
 Asupan 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
dapat
berlebihan harian
dipertahankan
dibanding 10. Monitor status nutrisi
Kriteria hasil
output 1. Terbebas dari 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
 Tekanan darah edema, efusi, 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
berubah, anaskara dengan serum Na < 130 mEq/L
tekanan arteri 2. Bunyi nafas 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
pulmonalis bersih, tidak memburuk
berubah, ada dyspneu/
peningkatan ortopneu Fluid Monitoring
CVP 3. Terbebas dari 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
 Edema, distensi vena eliminasi
kemungkinan jugularis, 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
berkembang reflek seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
ke anasarca hepatojugular renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Distensi vena (+) 3. Monitor berat badan
jugularis 4. Memelihara 4. Monitor serum dan elektrolit urine

 Perubahan tekanan vena 5. Monitor serum dan osmilalitas urine

pada pola sentral, 6. Monitor BP, HR, dan RR

nafas, tekanan kapiler 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama

dyspnoe/sesak paru, output jantung

nafas, jantung dan 8. Monitor parameter hemodinamik infasif

orthopnoe, vital sign 9. Catat secara akutar intake dan output

suara nafas dalam batas 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan

abnormal normal penambahan BB

(Rales atau 5. Terbebas dari 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
crakles), kelelahan, 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

kongesti/kema kecemasan

cetan paru, atau

pleural kebingungan

effusion 6. Menjelaskan

 Hb dan indikator

hematokrit kelebihan

menurun, cairan

perubahan
elektrolit,
khususnya
perubahan
berat jenis
 Suara jantung
S III
 Reflek
hepatojugular
positif
 Oliguria,
azotemia
 Perubahan
status mental,
kegelisahan,
kecemasan
5. Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Energy Energy Management
berhubungan Conservation 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
dengan 2. Self Care : aktivitas
kelemahan ADLs 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
Setelah diberikan
Batasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
asuhan
Karakteristik : 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
keperawatan
 Respon 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
selama ….x….
tekanan darah secara berlebihan
diharapkan terjadi
abnormal 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
peningkatan
terhadap 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada
aktivitas
klien setelah
 Respon Activity Therapy
dilaksanakan
frekwensi 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
jantung merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan
abnormal 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
selama di RS
terhadap dilakukan
Kriteria Hasil :
aktivitas 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
1. Berpartisipasi
 Perubahan dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dalam aktivitas
EKG yang 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
fisik tanpa
mencerminkan yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
disertai
aritmia 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
peningkatan
 Perubahan kursi roda, dll
tekanan darah,
EKG yang 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
nadi dan RR
mencerminkan 2. Mampu 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
iskemia melakukan 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
 Ketidaknyama aktivitas sehari dalam beraktivitas
nan setelah hari (ADLs) 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
beraktivitas secara mandiri 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
 Dipsnea penguatan
setelah 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
beraktivitas
 Menyatakan
merasa letih
 Menyatakan
merasa lemah
DAFTAR PUSTAKA

Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India. 2011 Dec;59

Suppl:19-25

Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE, et al. 2012 ACCF/AHA

Focused Update Incorporated Into the ACCF/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients

With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction A Report of the American College

of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Diunduh

dari http://circ.ahajournals.org/ by guest on May 26, 2019

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC Guidelines for the

management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment

elevation The Task Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients

presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC).

European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054

Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes : Pathophysiology, Diagnosis and

Risk Stratification. diunduh dari

https://www.mst.nl/opleidingcardiologie/.../1405126957_chapter_12.pdf on May 26, 2019

Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I.Mayo Clin Proc.

2009;84(10):917-938

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes. Hellenic J

Cardiol 2012; 53: 63-71

Anda mungkin juga menyukai