TINJAUAN TEORI
Juga terbukti bahwa ginjal normal dengan beban zat terlarut meningkat
akan bertindak sama seperti ginjal yang mengalami gagal ginjal kronik. Hal
ini mendukung hipotesis nefron yang utuh. Data eksperimental
memperlihatkan bahwa dengan meningkatnya jumlah beban zat terlarut secara
progresif, maka kemampuan pemekatan urine dalam keadaan kekurangan air
atau kemampuan pengenceran urine dalam keadaan asupan air yang banyak
akan menghilang secara progresif. Kedua kurva mendekati berat jenis 1,010
sampai urine menjadi isoosmotik dengan plasma pada 285 mosm sehingga
terjadi berat jenis yang tetap.
Keadaan percobaan tersebut iatas ditimbulkan pada seorang normal
dengan memberikan manitol (suatu diuretic osmotik). Dalam keadaan ini
setiap nefron yang normal mengalami diuresis osmotik disertai kehilangan air
obligatorik. Ginjal kehilangan fleksibilitas untuk memekatkan maupun
mengencerkan urine dari osmolalitas plasma sebesar 285 mOsm.
Tercatat beberapa kali bahwa gagal ginjal kronik sering bersifat progresif,
bahkan bial faktor pencetus cedera disingkirkan. Sebagai conto, pada anak-
anak dengan pielonefritis kronik yang disebabkan oleh refluks vesikouretral
dan infeksi traktus urinarius yang berulang akan timbul jaringan parut
pielonefritis yang menyerang tubulus dan interstisium, namun, bila refluks
tersebut dikoreksi secara bedah dan infeksi ginjal dihentikan dengan
antibiotik, gagal ginjal kronik tetap akan berlanjut. Observasi ini telah
memulai upaya penelitian utama baru-baru ini untuk mempelajari alasan
perkembangan penyakit ginjal dan cara untuk menghentikan atau
memperlambat perkembangan tersebut.
Penjelasan terbaru yang paling popular untuk gagal ginjal kronik tampa
penyakit primer yang aktif adalah Hipotesis hiperfiltrasi. Menurut hiperfiltrasi
tersebut, nefron yang utuh pada akhirnya akan cedera karena kenaikan aliran
plasma dan GFr serta kenaikan tekanan hidrostatik intrakapiler glomerulus
(misalnya, tekanan kapiler glomerulus). Walaupun kenaikan SNGFR dapat
menyesuaikan diri dengan lari jangka pendek, namun tidak dapat
menyesuaikan dengan lari jangka panjang.
Sebagian besar bukti teori hiperfiltrasi untuk cedera sekunder berasal dari
model sisa ginjal pada tikus. Jika satu ginjal pada tikus diangkat dan dua
pertiga dari ginjal yang lain rusak, terlihat bahwa binatang tersebut akan
mengalami gagal ginjal stadium akhir dalam waktu 6 bulan, walaupun tidak
ada penyakit ginjal primer. Tikus itu mengalami proteinuria, dan biopsi ginjal
pada sisa glomerulus memperlihatkan glomerulosklerosis yang menyerupai
lesi pada banyak penyakit ginjal primer. Satu penjelasan untuk lesi ginjal dan
gagal ginjal kronik berdasarkan pada perubahan fungsi dari struktur yang
timbul ketika jumlah nefron yang utuh menurun pada binatang percobaan.
Penyesuaian fungsi terhadap penurunan massa nefron menyebabkan
hipertensi sistemik dan peningkatan SNGFR pada sisa nefron yang utuh.
Peningkatan SNGFR sebagian besar dicapai melalui dilatasi ateriol aferen.
Pada saat yang bersamaan, arteriol eferen berkontraksi karena pelepasan
angiotensin II local. Sebagai akibatnya, aliran plasma ginjal meningkat, karena
sebagian besar tekanan sistemik dipindahkan ke glomerulus.
dr. Ahmad Muhlisin. 2015. Gagal Ginjal Akut VS Gagal Ginjal Kronis, (Online)
(http://mediskus.com/penyakit/gagal-ginjal-akut-vs-gagal-ginjal-
kronis.html), diakses 04 Juni 2015)